BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Udang Vannamei (Litopaneus vannamei) merupakan udang asli perairan amerika latin,
sejak 4 dekade terakhir budidaya udang ini mulai merebak dengan cepat kekawasan asia seperti
Taiwan, cina, dan malaysia, bahkan kini di Indonesia (Hilman 2006). Udang vannamei masuk
keindonesia pada tahun 2001. Pada Mei 2002 pemerintah memberi izin kepada dua perusahaan
swasta salah satunya PT. Central Pertiwi Bahari (CPB) desa Suak Kec. Sidomulyo Kalianda
Lampung Selatan Indonesiauntuk mengimpor induk udang vannamei sebanyak 2000 ekor, selain
itu juga mengimpor benur sebanyak lima juta ekor dari Hawaii serta 300.000 ekor dari Amerika
latin. Induk dan benur tersebut kemudian dikembangkan oleh hatchery pemula, sekarang usaha
tersebut telah dikomersialkan dan berkembang pesat karena peminat udang vannamei semakin
meningkat (Hilman 2006).
Kehadiran udang vannamei diakui sebagai penyelamat dunia pertambakan udang di
Indonesian. Petambak mulai bergairah kembali begitu juga dengan para operator pembenih
udang. Operator mulai membenihkan udang vannamei untuk memenuhi kebutuhan petambak.
Awal mula pembudidayaan udang vannamei dilakukan di Jawa Timur dan memperoleh
keuntungan yang cukup memuaskan sehingga petambak di luar Jawa Timur sangat antusias
untuk membudidayakan terhadap udang vannamei, Bahkan hampir 90% petambak mengganti
komoditas udang windu menjadi udang vannamei. Hal ini dikarenakan produksi udang windu
pada saat itu yang sedang berkembang mengalami penurunan karena serangan penyakit dan virus
terutam bercak putih ( White Syndrome Virus). Dengan semakin banyaknya petambak udang
vannamei maka diperlukan prosedur dan proses budidaya yang benar bagi para hatchery baik
dari guna memenuhi permintaan para petambak khususnya petambak udang vannamei.
Dengan demikian diharapkan produktivitas udang vannamei dapat diangkat . Untuk
melaksanakan usaha perikanan budidaya yang berkelanjutan, maka penerapan tatacara budidaya
yang bertanggung jawab harus dimulai dari kegiatan pembenihan sampai dengan
pembesarannya. Benih yang bermutu dicirikan antara lain : pertumbuhan cepat, ukuran seragam
sintasan tinggi,adaptif terhadap lingkungan pembesaran, bebas parasit dan tahan terhadap
penyakit, efisien dalam menggunakan pakan serta tidak mengandung residu bahan kimia dan
obat-obatan yang dapat merugikan manusia dan lingkungan. Agar dihasilkan benih yang
bermutu, maka dalam kegiatan usaha pembenihan harus mendapatkan teknik pembenihan sesuai
dengan standard an prosedur pembenihan yang baik.untuk itu perlu adanya Cara Pembenihan
Ikan yang Baik (CPIB) yang dapat digunakan sebagai acuan para pelaku usaha pembenihan
udang dalam menghasilkan benih yang bermutu.
PT. Central Pertiwi Bahari Lampung selatan pada awalnya bernama Bratasena, berdiri
pada tahun 1996. Dan menempati lahan seluas 3,0 ha. Produksi benur udang vannamei dirintis
sejak awal tahun 2003 oleh PT. Central Pertiwi Bahari (CPB) desa Suak Kec. Sidomulyo
Kalianda Lampung Selatan Indonesia yang sebelumnya membudidayakan udang Monodon.
Budidaya uji coba udang Vannamei sudah dilakukan dengan memperoleh hasil yang cukup
memuaskan, setelah melalui serangkaian penelitian dan kajian, akhirnya pemerintah secara resmi
melepas udang vannamei sebagai varietas unggul pada 12 juli 2001 melalui SK Mentri KP. No
41/2001.
b. Fasilitas pendukung
1) Sumber energi
Ketersediaan tenaga listrik merupakan sarana yang sangat vital dalam suatu usaha
budidaya karena hampir sebagian besar peralatan yang di operasikan membutuhkan tenaga
listrik. Oleh karena itu, tenaga listrik harus tersedia selama 24 jam. Tenaga listrik berasal dari
PT.PLN Lampung selatan dan cadangan bila terjadi gangguan aliran listrik digunakan genset.
2) Instalasi udara /aerasi
Oksigen merupakan faktor yang sangat dibutuhkan oleh ikan untuk melakukan respirasi,
sehingga keberadaannya sangat penting. Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan oksigen
digunakan blower yang dihubungkan dengan pipa PVC 1 inchi, yang dilengkapi selang aerasi
dan batu pemberat. Kegunaan blower ini untuk mensuplai udara ke dalam air yang berada dalam
wadah pemeliharaan larva udang sehingga udang yang dipelihara tidak kekurangan oksigen
terlarut.
3) Bangunan
1.2.Tujuan
Adapun tujuan dilaksanakannya kegiatan magang teknik pemeliharaan larva udang putih
(Litopenaeus Vannamei) di PT. Central Pertiwi Bahari Lampung selatan adalah sebagai berikut :
a. Mahasiswa dapat mengetahui cara pemeliharaan larva udang vannamei.
b. Mahasiswa dapat mengetahui sarana dan prasarana yang diperlukan untuk pemeliharaan larva
udang vannamei.
c. Mahasiswa dapat mengetahui dan melakukan menejemen kualitas air dan pengelolaan pakan
dalam pemeliharaan larva udang vannamei.
d. Mahasiswa dapat mengetahui manajemen pakan dari jenis pakan alami maupun buatan yang
dapat diberikan untuk pemeliharaan larva udang vannamei.
e. Mahasiswa dapat mengetahui proses panen larva udang vannamei ketika sudah mencapai stadia
post larva.
1.3. Manfaat
Dan manfaat yang diperoleh dilaksanakannya kegiatan magang teknik pemeliharaan larva
udang putih (Litopenaeus Vannamei) di PT. Central Pertiwi Bahari Lampung selatan adalah
sebagai berikut:
a. Dapat memperoleh gambaran secara langsung tentang lingkungan kerja yang
sebenarnya, meningkatkan pengetahuan dan mempraktekan secara langsung bagaimana cara
memelihara larva udang vannamei yang berkualitas.
b. Dapat menambah wawasan terhadap masalah – masalah di lapangan, sehingga dapat memahami
dan memecahkan tentang cara memelihara larva udang vannamei yang berkualitas dengan cara
memadukan antara teori yang diterima dengan kenyataan yang ada dilapangan.
c. Dapat membandingkan antara teori yang telah didapat selama perkuliahan dengan praktek
produksi di lapangan usaha perikanan pembenihan.
1.4. Sasaran
Adapun sasaran yang ingin dicapai setelah mengikuti kegiatan magang industri
“pemeliharaan udang putih (Litopenaeus Vannamei)” di PT. Central Pertiwi Bahari Lampung
selatan adalah agar mahasiswa /i mampu menerapakan ilmu yang diperoleh untuk dijadikan
bekal kemasyarakatan dalam menyongsong dunia kerja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
c. Perut
Bagian perut atau abdomen terdiri dari enam ruas. Ruas yang pertama sampai dengan ruas
kelima masing-masing memiliki sepasang anggota badan yang dinamakan pleopoda.
Pleopodaberfungsi sebagai alat untuk berenang oleh karena itu bentuknya pendek dan kedua
ujungnya pipih dan berbulu (setae) pada ruas yang keenam pleopoda berubah bentuk menjadi
pipih dan melebar yang dinamakan uropoda, yang bersama-sama dengan telson berfungsi
sebagai kemudi.
Warna dari udang Vannamei ini putih transparan dengan warna biru yang terdapat dekat dengan
bagian telson dan uropoda (Lightner et al., 1996).
Alat kelamin udang jantan disebut petasma, yang terletak pada pangkal kaki renang
pertama. Sedangkan alat kelamin udang betina disebut juga dengan thelicum terbuka yang
terletak diantara pangkal kaki jalan ke empat dan ke lima (Tricahyo, 1995; Wyban dan Sweeney,
1991).
Pada stadia larva, udang putih mamiliki enam stadia naupli, tiga stadia zoea, dan tiga stadia
mysis dalam daur hidupnya (Elovaara, 2001). Setelah perkawinan induk betina mengeluarkan
telur-telurnya (spawning), yang segera di buahi sperma tersebut, selesai terjadi pembuahan,
induk betina segera ganti kulit (moulting). Pada pagi harinya dapat dilihat kulit-kulit dari betina
yang selesai memijah. Jadi perkawinan pada udang open telikum terjadi setelah gonad matang
telur. Telur-telur yang telah dibuahi akan terdapat pada bagian dasar atau melayamg-layang di air
(Wyban dan Sweeney, 1991). Cara ini berbeda dengan udang windu yang merupakan close
telikum, dimana perkawinan terjadi sebelum gonad udang betina berkembang atau matang.
Pada udang putih, ciri-ciri telur yang telah matang adalah dimana telur akan terlihat
berwarna coklat keemasan (Wyban dan Sweeney,1991). Udang putih mempunyai carapace yang
transparan, sehingga warna dari perkembangan ovarinya jelas terlihat. Pada udang betina, gonad
pada awal perkembangannya berwarna keputih-putihan, berubah menjadi coklat keemasan atau
hijau kecoklatan pada saat hari pemijahan (Lightner et al., 1996).
Telur jenis udang ini tergantung dari ukuran individu, untuk udang dengan berat 30 gram
sampai dengan 45 gram telur yang di hasilkan 100.000 sampai 250.000 butir telur. Telur yang
mempunyai diameter 0,22 mm, cleaveage pada tingkat nauplis terjadi kira-kira 14 jam setelah
proses bertelur (Anonymous, 1979). Menurut Lim et al., (1989), perkembangan larva udang
penaeid terdiri dari beberapa stadia yaitu:
a. Stadia nauplius
Nauplius bersifat planktonik dan phototaxis positif. Dalam stadia ini masih memiliki
kuning telur sehingga belum memerlukan makanan. Perkembangan stadia nauplius terdiri dari
enam sub stadium. Nauplius memiliki 3 pasang organ tubuh yaitu antena pertama, antena kedua
dan mandible. Antena pertama uniramous, sedangkan 2 alat lainnya biramous.
b. Stadia Zoea
Perubahan bentuk dari nauplius menjadi zoea memerlukan waktu kira-kira 40 jam setelah
penetasan. Pada stadia ini larva dengan cepat bertambah besar. Tambahan makanan yang
diberikan sangat berperan dan mereka aktif memakan phytoplankton. Stadia akhir zoea juga
memakan zooplankton. Zoea sangat sensitif terhadap cahaya yang kuat dan ada juga yang lemah
diantara tingkat stadia zoea tersebut.
Zoea terdiri dari tiga substadia secara kasar tubuhnya di bagi kedalam tiga bagian,
yaitucarapace, thorax dan abdomen. Tiga substadia tersebut dapat dibedakan berdasarkan
segmentasi abdomen dan perkembangan dari lateral dan dorsal pada setiap segmen.
c. Stadia mysis
Larva mencapai stadia mysis pada hari ke lima setelah penetasan. Larva pada stadia ini
kelihatan lebih dewasa dari dua stadia sebelumnya. Stadia mysis lebih kuat dari stadia zoea dan
dapat bertahan dalam penanganan. Stadia mysis memakan phytoplankton dan zooplankton, akan
tetapi lebih menyukai zooplankton menjelang stadia mysis akhir (M3). Mysis memilki tiga sub
stadia dimana satu dengan lainnya dapat dibedakan dari perkembangan bagian dada dan kaki
renang.
d. Stadia post larva
Perubahan bentuk dari mysis menjadi post larva terjadi pada hari kesembilan. Stadia post
larva mirip dengan udang dewasa, dimana lebih kuat dan lebih dapat bertahan dalam
penanganan. Kaki renang pada stadia post larva bertambah menjadi tiga segmen yang lebih
lengkung. Post larva bersifat planktonik, dimana mulai mencari jasad hidup sebagai makanan.
Departement Fry production merupakan salah satu bagian dari PT.Central pertiwi bahari
yang meliputi kegiatan dalam pemeliharaan larva.udang vaname terdiri dari 5 unit hatcery yaitu
hatcery 1, 2, 3, 4, 5. Dan hatcery 5 merupakan tempat pelaksaan magang dilaksanakan, dimana
unit 5 terdiri dari modul A, B,C,D,E, dan F.
Gambar 5. Pakan alami (Artemia) yang sedang di saring untuk diberikan pada larva udang yang
sudah memasuki PL – 07
Gambar 6. Menimbang pakan buatan (prophan)
4.1.5. Pemanenan
Panen dibedakan menjadi dua, yaitu panen secara total dan panen sebagian.
a). Panen secara total. Pemanenan dimulai dengan cara:
Menurunkan volume air sampai 50 % dan memasang pipa saringan
Setelah mencapai volume 50% pipa saringan dibuka dan air dari saluran pengeluaran ditampung
pada ember berscren.
Pemanenan secara total dilakukan dengan terlebih dahulu mematikan aerasi,
Pembuangan air beserta benur dilakukan pada ember berscren sampai air yang ada pada bak
pemeliharaan benar-benar habis.
Selanjutnya dilakukan penyiraman bak agar sisa-sisa benur tidak menempel pada bak.
Kemudian di tampung pada ember plastik yang diberi aerasi.
b). Panen sebagian
Untuk panen sebagian sangatlah sederhana yaitu dengan cara:
Aerasi dimatikan terlebih dahulu dan air dikeluarkan kurang lebih 60 – 70 % sehingga benur
akan berenang kepermukaan air untuk mempermudah penyeseran yang dilakukan menggunakan
seser
Hasil seseran di tampung pada ember plastik untuk dilakukan sampling.
Berikut dibawah ini gambar proses panen :
Gambar 10. Saat pipa saringan dibuka dan air dari saluran pengeluaran ditampung pada ember
berscren.
Gambar 12. Larva yang sudah diseser di Dipping dengan air tawar mengalir
Gambar 13. Dipping dengan air laut (tidak mengalir)
Pada modul A bak yang bernomer 3, 5, 6,7, 8 dan 9 diberi tiga perlakuan yang berbeda,
pada bak nomer 5 dan 7 diberikan perlakuan 1, bak nomer 6 dan 8 diberi perlakuan 2, dan
perlakuan 3 (control) pada bak nomer 3 dan 9. Perlakuan ini bertujuan untuk mengetahui apakah
perbedaan pakan yang diberikan pada larva udang atau benur menghasilkan perbedaan hasil
benur pada saat benur memasuki stadia tertentu atau pada saat panen, selain itu perlakuan ini
juga bertujuan pakan manakah yang cepat habis dimakan larva udang apakah pada perlakuan 1,
perlakuan 2, perlakuan 3 (control). Berikut pakan yang diberikan pada perlakuan 1, perlakuan 2,
dan perlakuan 3 :
A. Perlakuan 1 : bak 5 dan 7
Pada saat PL 1 – PL 6 diberikan pakan artemia live
Pada saat PL 7 – Panen diberikan pakan artemia biomas
B. Perlakuan 2 : bak 6 dan 8
Pada saat PL 1 – PL 10 diberikan pakan artemia live dan memasuki stadia PL 7 diberikan
pakan artemia live dicampur dengan biomas
C. Perlakuan 3 (control)
Pada saat PL 1 – PL 10 diberikan pakan artemia live
Pengadaan air laut melalui pipa yang ditanam dalam bak filter di dasar laut
Pengadaan air laut langsung dari laut melalui pipa yang akan dipasang di atas dasar laut
pengadaan air laut melalui pipa yang ditanam di pantai
Pengadaan air laut melalui sumur yang dibuat di pantai
Air laut yang akan digunakan untuk pemeliharaan larva udang vannamei harus jernih dan
higienis. Air laut dari pipa saluran utama akan mendapatkan perlakukan pembersihan. Adapun
tahapan perlakuan tersebut adalah sebagai berikut :
Air dalam pipa saluran pertama ditampung dalam bak penampungan selama semalam
Dari bak penampungan, air dialirkan ke bak penyaringan. Bak penyaringan pertama dibagi
menjadi tiga bagian. Bagian pertama tidak diberi perlakuan, untuk masuk ke bagian kedua
melewati pipa penghubung bagian atas. Ruang bagian kedua dilengkapi dengan saringan yang
tersusun dari atas ke bawah: hampa busa, lapisan pasir yang sudah bersih, lapisan arang steril,
lapisan ijuk, bentang jaring atas kasa, dan lapisan pecahan batu. Melalui pipa penghubung bagian
bawah, air laut dari ruang bagian kedua masuk ke ruang bagianketiga. Ruang tersebut juga diberi
lapisan penyaring sehingga air mengalami pencucian balik.
Dari bak penyaringan pertama, air laut masuk ke bak penyaringankedua. Pada bagian sudut bak
penyaring kedua diberi saringanseperti pada bak penyaring pertama
Tahap terakhir dari perlakuan air laut yang akan digunakan untuk pemeliharaan larva udang
vannamei adalah desinfeksi dengan menggunakan sinar ultraviolet ( UV). Perlakuan ini
bertujuan untuk menghilangakan organisme yang tidak terinfeksi yang mungkin masih lolos
melalui saringan.
Pengadaan air tawar umumnya dilakukan dengan menggnkan air dari sumur bor (artesis),
air tawar selain berguna untuk keperluan pencucian peralatan, juga untuk mengatur salinitas air
bagi keperluan pemeliharaan larva udang vannamei.
Untuk memeprtahankan agar kualiatas air tetap baik, air harus selalu diganti dengan system
pengakiran, aerasi, pemberian aerasi, pemberian makanan yang tidak berlebihan, serta
pembersihan kotoran dengan peyiponan. Kualitas air dapat diketahui secra parametik dengan
melakukan pemeriksaan, seperti salinitas air, temperature, derajat keasaman ( pH) , kandungan
oksigen terlarut, dan senyawa beracun yang meliputi belerang dan ammonia. ( agus,2003)
Untuk menjaga kualitas air pada pembenihan udang, perlu juga diterapkan system aerasi.
System aerasi akan lebih efektif jika menggunakan blower yang berfungsi sebagai erator. Aerasi
diberikan terus-menerus dan alirkan melalui pipa paralon (PVC). Ujung pipa dihubungkan
dengan slang plastic kecil yang pada ujungnya diberi pemecah gelombang agar lebih efektif.
Manfaat aerasi adalah sebagi berikut :
Meningkatkan atau memepertahankan kandungan oksigen terlarut
Mempertahankan larva udang dan makan tetap tersuspensi dan
Mengoksidasi gas-gas beracun
c. Pengaturan aerasi dan pemasangan saringan pipa sirkulasi : Aerasi dipasang pada bak
pemeliharaan larva udang vannamei berjumlah 12 titik. Pengaturan aerasi dilakukan dengan cara
mengatur aerasi sampai bertekanan sedang, dan tekanan aerasi dikurangi menjadi kecil pada saat
stadia naupli. Tujuannya untuk menghindari timbulnya gerakan air (riak) sehingga akan
mengganggu proses perkembangan dan pertumbuhan naupli ke stadia selanjutnya. Cara
pemasangan aerasi yaitu dengan menyesuaikan ukuran panjang dan pendeknya aerasi dan selalu
memastikan aerasi terpasang kuat pada kran aerasi. Jarak antar titik selang aerasi tidak kurang
dari 40 cm. Kemudian pasang timah pemberat dan batu aerasi pada selang aerasi. Jarak batu
aerasi dengan lantai maksimal 10 cm. Serta lakukan pemasangan saringan pipa aerasi.
Persiapan Bak
Di PT CPB Lampung modul B bak pemeliharaan larva no 15 dan 16 dilapisi dengan cat
berwarna hijau dan dilengkapi dengan pipa saluran udara (instalasi aerasi), instalasi air laut,
instalasi alga, dan saluran pengeluaran yang dilengkapi saringan sirkulasi dan pipa goyang, serta
terpal sebagai penutup agar suhu stabil selama proses pemeliharaan larva. Kemiringan bak
adalah 2-5 %, hal ini, bertujuan untuk memudahkan dalam pengeringan. Adapun sistem aerasi
pada bak pemeliharaan larva menggunakan aerasi gantung dengan jarak 5 cm dari dasar bak agar
sisa pakan dan kotoran tidak teraduk.
Persiapan bak pemeliharaan larva dilakukan sama dengan bak pemeliharaan induk, yang
mana pencucian bak dilakukan dengan menggunakan detergen dan dilarutkan dengan air
laut kemudian dinding dan dasar bak digosok-gosok dengan menggunakan scoring pad dan dasar
bak digosok dengan menggunakan spon untuk menghilangkan kotoran yang menempel di bak,
kemudian dibilas dengan air tawar sampai bersih setelah itu siram dengan larutan kaporit 60%
sebanyak 100 ppm ke seluruh permukaan bak yang berfungsi untuk membersihkan bak dari
penyakit yang masih tersisa di bak pemeliharaan sebelumnya dan biarkan hingga kering.
Kemudian dilakukan pengeringan selama beberapa hari. Pencucian dan pengeringan bak
ini bertujuan untuk menghilangkan dan mematikan mikroorganisme pembawa penyakit. Selang,
pemberat dan batu aerasi direndam dan dicuci kemudian di jemur guna untuk menghilangkan
dan mematikan mikroorganisme pembawa penyakit yang kemungkinan besar bisa terbawa oleh
selang aerasi tersebut.Apabila bak akan digunaan, maka bak dan perlengkapan lainnya dicuci
kembali dengan diterejen. Setelah persiapan selesai, maka bak sudah siap digunakan untuk
pemeliharaan larva.
Penebaran Larva
Penebaran larva dilakukan pada pagi hari dengan tujuan untuk menghindari perubahan
suhu yang terlalu tinggi. Menurut Wyban dan Sweeney (1991), pemindahan naupli sebaiknya
dilakukan pada saat naupli mencapai stadia N 4 - 5, karena pada stadia itu naupli sudah dianggap
cukup kuat.
Di PT CPB Lampung pemindahan larva udang dilakukan pada saat stadia N4– 5, karena
stadia N 4 – 5 sudah dianggap cukup kuat.Jumlah naupli yang ditebar adalah 6.300 ekor.
2. Tahap Pemeliharaan
a. Pengamatan Kondisi dan Perkembangan Larva
Pengamatan kondisi dan perkembangan larva penting dilakukan karena larva udang dalam
hidupnya mengalami beberapa stadia. Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk mengetahui
kondisi fisik dan perkembangan tubuh larva yang dapat di gunakan untuk menghitung populasi
sehingga dapat menentukan jumlah pakan yang diberikan.
Untuk mengetahui kondisi perkembangan larva dan kondisi air pemeliharaan larva maka
dilakukan pengamatan harian mengenai suhu, salinitas, dan keaktifan gerakannya. Sedangkan
untuk pengamatan mingguan yang meliputi pengamatan suhu, pH, DO, salinitas dan NH3, yang
dilakukan pada pagi hari sebelum penyiponan dan pergantian air.
b. Pengelolaan Kualitas Air
Pengelolaan kualitas air merupakan hal yang mutlak dilakukan dalam usaha pembenihan
udang. Pengelolaan kualitas air tersebut dilakukan terhadap media pemeliharaan induk dan
media pemeliharaan larva.
Pengelolaan kualitas air dalam media pemeliharaan induk udang vaname merupakan
bagian yang penting karena berpengaruh besar terhadap keberhasilan proses budidaya
selanjutnya. Untuk menjaga kualitas air agar tetap stabil pada saat pemeliharaan induk dilakukan
pergantian air lama dengan air baru sebanyak 50 – 80% setiap hari yang dilakukan pada pagi
hari. Pengamatan air dilakukan bersamaan dengan pembuangan sisa pakan dan kotoran udang
serta kulit udang yang sudah moulting, dengan menyeroknya didasar bak induk menggunakan
serokan, sebelum penyerokan sisa pakan dan kotoran udang, aerasi terlebih dahulu dimatikan
agar mudah melakukan penyerokan karena sisa pakan dan kotoran udang tersebut tidak berberai.
Lakukan pengisian air baru, hasil pengukuran kualitas air yang diperoleh yaitu suhu 28 –
30 C, salinitas 28 – 32 ppt, pH 7,5 – 8,5, DO 4-5 ppm. Hal ini tidak jauh beda dengan SNI
0
(Standar Nasional Indonesia) yaitu suhu 29 – 32 0C, salinitas 29 – 34 ppt, pH 7,5 – 8,5, dan DO 5
ppm.
Hasil itu didapat karena dilakukan pengelolaan kualitas air yang baik, dengan pergantian
air setiap pagi hari dan pembuangan sisa pakan dan kotoran udang, serta pengontrolan aerasi
secara rutin.
Pengelolaan kualitas air pada media pemeliharaan larva udang vaname dilakukan dengan
memonitoring kualitas air, dimana dilakukan setiap hari yaitu pada pagi hari. Parameter yang
dilakukan monitoring rutin adalah suhu dengan tujuan agar selama masa pemeliharaan proses
metabolisme dan metamorfosis larva lancar yaitu berkisar 29 – 30 0C.
Sedangkan untuk pengecekan parameter kualitas air lainnya selama pemeliharaan larva
dilakukan oleh petugas laboratorium hama dan penyakit milik BBAP Situbondo. Parameter
lainnya yaitu pH berkisar pada 7,5 – 8,5. Salinitas 29 – 34, dan kadar nitrit maksimum 0,1 ppm,
hal ini tidak jauh beda dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) yaitu suhu 29 – 32 0C, salinitas
29 – 34 ppt, pH 7,5 – 8,5, dan DO 5 ppm. Hasil itu juga didapat karena dilakukan pengelolaan
kualitas air yang baik, dengan pergantian air setiap pagi hari dan pembuangan sisa pakan dan
kotoran udang, serta pengontrolan aerasi secara rutin.
Selain pengukuran parameter-parameter tersebut dilakukan pula pergantian dan
penambahan air secara sirkulasi dengan cara melihat air secara visual. Bila dipermukaan air telah
banyak gelembung-gelembung busa yang telah menumpuk dan gelembung tersebut tidak dapat
pecah kembali maka air dalam kondisi jenuh. Pergantian air pada awal penebaran naupli adalah
sekitar 20 % dari kapasitas wadah, saat stadia zoea di tambahkan sampai 30%
Pergantian air dilakukan setelah mencapai stadia mysis 3 sampai dengan PL 5 berkisar 10
– 30 %. Pergantian ini dilakukan karena mysis 3 sudah termasuk udang remaja sehingga anggota
tubuh sudah sempurna dan tahan terhadap guncangan air dan juga tidak lolos dalam penyiponan.
Pergantian air ini dilakukan dengan membuang air didalam serokan yang berukuran paling kecil
dengan menggunakan gayung, jika sudah memasuki stadia MP (mysis ke PL) pergantian air
dilakukan dengan cara penyiponan yang diujungnya dibalut kain kasa yang berukuran kecil, dan
PL 5 sampai dengan panen 30 – 50 % dari volume wadah yang terisi, serta penambahan air dari
wadah alga. Sebelum dilakukan penambahan alga dilakukan pergantian air dengan membuang
air dengan gayung didalam serokan agar naupli tidak ikut keluar. Hal ini terjadi bila warna air
berubah coklat akibat pakan yang menumpuk dan melayang-layang
Sedangkan pada bak pemeliharaan larva pergantian air dilakukan bersamaan dengan
penyiponan sisa pakan dimana air dikeluarkan bersama kotoran yang terbawa oleh selang sipon.
Pergantian air dilakukan setiap pagi hari sebanyak 20 %. Pergantian air dilakukan untuk
mengganti air lama dengan air baru dan penyiponan dilakukan untuk membuang sisa-sisa
endapan yang berasal dari kotoran udang (feses dan kulit udang hasil moulting) dan sisa pakan
yang tidak dimakan atau sudah busuk. Sedangkan penyiponan dilakukan dengan menggunakan
pipa PVC yang berdiameter ½ inchi. Penyiponan dilakukan dengan cara melihat secara visual
bila dasar bak pemeliharaan larva telah mengendap banyak kotoran. Sebelumnya aerasi di
matikan terlebih dahulu agar larva tersebut berada dipermukaan air.
Kegiatan pemeliharaan air didalam pemeliharaan larva harus dilakukan, karena hal ini
sangat sensitif terhadap tingkat kehidupan larva harus dapat dipertahankan agar tetap stabil
sehingga tidak terjadi perubahan yang drastis terhadap persyaratan fisik dan kimia air. Untuk
menjaga kualitas air dalam media pemeliharaan, bak pemeliharaan ditutupi dengan terpal. Pada
saat pagi sampai sore hari terpal dibuka untuk menjaga kestabilan suhu dan plankton dalam
wadah pemeliharaan larva dapat berfotosintesis.
c. Manajemen Pakan
Pengelolaan pakan yang diberikan pada larva udang vaname selama proses pemeliharaan
ada dua jenis yaitu pakan alami (phytoplankton dan zooplankton) dan pakan buatan masing-
masing pakan tersebut diberikan dengan jumlah dan frekuensi tertentu sesuai dengan stadia
larva.
Pakan alami
Artemia :
Artemia Mulai dari 3 Kali 08.00 WIB, Artemia cooked (rebus)
cooked Mysis 2- sehari 14.00 WIB, direbus selama kurang
(rebus) Mysis 3 20.00 WIB. lebih 15 menit.
3. Pemanenan
Pemanenan benur sangat tergantung pada permintaan konsumen baik waktu pemanenan,
jumlah dan ukuran. Sebagian besar konsumen meminta agar pelaksanaannya dilakukan pada sore
atau malam hari karena untuk menghindari suhu yang tinggi pada waktu penebaran. Adapun
ukuran yang sering diminta oleh konsumen antaraPL10–15.
Panen total dilakukan karena konsumen meminta atau membeli benur dengan jumlah yang
banyak atau panen total dilakukan untuk mentransfer larva udang vaname ke tambak milik PT.
CPB. Sedangkan panen sebagian dilakukan karena konsumen meminta atau
membeli benur dengan jumlah yang diinginkannya. Benur yang sudah di panen dipindahkan
ketempat pengepakan atau pengemasan dengan diberi aerasi.
Pemanena total diawali dengan menurunkan volume air sampai 50 % dan memasang pipa
saringan, pipa saringan dibuka dan air dari saluran pengeluaran ditampung pada ember berscren,
terlebih dahulu mematikan aerasi. Pembuangan air beserta benur dilakukan pada ember berscren
sampai air yang ada pada bak pemeliharaan benar-benar habis. Selanjutnya dilakukan
penyiraman bak agar sisa-sisa benur tidak menempel pada bak. Kemudian di tampung pada
ember plastik yang diberi aerasi.
Sedangkan pemanenan sebagian diawali dengan mematikan aerasi terlebih dahulu dan air
dikeluarkan kurang lebih 60 – 70 % sehingga benur akan berenang kepermukaan air untuk
mempermudah penyeseran yang dilakukan menggunakan seser. Hasil seseran di tampung pada
ember plastik untuk dilakukan sampling. Kemudian satu persatu ember yang berisi benur hasil
panen langsung ditransfer ke bagian pemackingan untuk dilakukan pananganan selanjutnya.
Pengaturan air
Pengaturan air yang dilakukan di Fire Production Hatchery 5 Module E di bak
pemeliharaan larva udang vannamei dilakukan dengan cara flow trough dimana terdapat air
masuk dan air yang keluar dengan ketinggian air dipertahankan 40 cm. Pengisian air/stok air 30
ton dengan perincian 28 ton air laut dan 2 ton cheto (pakan alami) sebelum naupli ditebar atau
naupli masuk kedalam bak pemeliharaan.
a. Penyetelan aerasi (dengan tekanan kecil pada saat stadia naupli).
b. Pemberian treatment dengan menggunakan EDTA 20 ppm selama 4-5 jam sebelum naupli
masuk.
c. Penebaran naupli : Menurut Heryadi, D dan Sutadi (1993) sebelum naupli ditebar ke dalam bak
perlu diperhatikan salinitas, kondisi naupli, dan suhu air media. Ciri naupli yang sehat,
gerakannya sangat aktif terutama jika kena sinar. Dan bila terjadi perbedaan suhu dan salinitas,
maka dilakukan proses penyesuaian yang dikenal dengan proses aklimatisasi. Aklimatisasi
salinitas dilakukan dengan cara, air media yang di dalam bak dialirkan ke dalam baskom yang
berisi naupli dengan slang plastik yang berdiameter kecil, sehingga aliran airnya hanya sebesar
benag jahit. Untuk penurunan kadar garam sebesar 1 permil diperlukan waktu antara 15-30
menit. Apabila salinitas antara air media pada bak pemeliharaan sudah sama dengan air media
pada baskom naupli, maka proses akilmatisasi salinitas dianggap selesai. Setelah aklimatisasi
selesai naupli ditebarkan ke dalam bak pemeliharaan dengan menjungkirkan baskom yang berisi
naupli perlahan-lahan. Padat tebar nauplii yang aman berkisar 100-150 ekor/L. Naupli yang
akan ditebar adalah naupli yang berasal dari MNPD PT. Central Pertiwi Bahari. Penebaran
naupli dilakukan pada malam hari, hal ini dilakukan dengan harapan untuk menghindari fluktuasi
suhu yang terlalu tinggi terhadap lingkungan. Naupli yang sudah dihitung kemudian diseser
dengan menggunakan saringan, ditempatkan terlebih dahulu kedalam ember kecil yang sudah
diberi air laut kemudian naupli dibilas menggunakan formalin sebanyak 1 ml yang bertujuan
untuk menghilangkan jamur dan bakteri yang terdapat pada naupli.
d. Lakukan treatment kembali dengan menggunakan :
Prise-vs 1 ppm : 1 jam setelah naupli masuk.
Probiotik 1,5 ppm : dilakukan pada pagi hari
Molls 1,5 ppm : dilakukan pada pagi hari
e. Setelah memasuki stadia zoea 1 tambahkan AHCM sebanyak 2 ppm dan AGP 1 ppm dengan
selisih 1 jam pada waktu pagi hari dengan perincian 1 liter untuk 1 bak.
b. Manajemen Pakan
1. Penyediaan Pakan
Program pemberian pakan pada pemeliharaan larva udang vannamei merupakan langkah
awal yang harus diperhatikan untuk menentukan baik jenis, ukuran frekuensi dan total kebutuhan
pakan selama masa pemeliharaan (Adiwidjaya et al, 2005). Nutrisi dan pemberian pakan
memegang peranan penting untuk kelangsungan pemeliharaan larva udang vannamei. Oleh
karena itu, upaya perbaikan komposisi nutrisi dan perbaikan efisiensi penggunaan pakan
tambahan perlu dilakukan guna menigkatkan produksi hasil perikanan dan mengurangi biaya
pengadaan pakan, serta meminimalkan produksi limbah pada media budidaya, sehingga dapat
tercipta budidaya udang yang berkelanjutan (Adiwidjaya et al, 2005).
Pengelolaan pakan harus dilakukan sebaik mungkin dengan memperhatikan apa, berapa
banyak, kapan, berapa kali, dimana udang diberi pakan. Penerapan feeding ragim hendaknya
disesuikan dengan tingkah laku kultivan, serta siklus alat pencernaan guna memaksimalkan
penggunaan pakan (Tacon, A. 1987). Selain itu juga memperhatikan hal-hal berikut ini:
a) Jumlah pakan yang diberikan. Ditentukan oleh: jumlah tebar,nilai SR (survival rate) ,ukuran
udang,dan tingkat feeding ratenya,lama cek ancho, kualitas air, fasilitas, tetapi untuk udang yang
berumur 1 – 30 hari masih memakai feeding program. sedangkan kelanjutannya kita
menggunakan kontrol ancho, dan cek saat sampling.
b) Cara pemberian pakan. pada pakan buatan misalnya harus dicampur dengan air agar pemberian
pakan rata, cepat tenggelam, dan tidak berhaburan karena angin.
c) Kontrol pakan di ancho. Ancho adalah alat komunikasi harian antara teknisi dengan udang
dalam hal jumlah pakan, nafsu makan, ukuran udang,jumlah udang,kesehatan udang, sehingga
ancho harus bagus dan tempatnya yang datar, dan arusnya jangan terlalu kencang.
Jenis pakan yang diberikan pada larva udang vannamei selama proses pemeliharaan yaitu
pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami yang biasa diberian pada larva uadang vannamei
yaitu chaetoceros, thallasiosera dan Artemia sp. Pakan alami ini sangat dibutuhkan pada stadium
akhir napulius (N-6) atau awal stadium zoea. dosis pakan alami yaitu sel/cc/hari atau individu
/ekor larva/hari.
Ada dua jenis plankton atau organisme renik yang digunakan sebagai makanan alami larva
udang vannamei
a) Plankton nabati atau phytoplankton, yang potensial adalah sekeltonema costatum, Chaetoceros
calcitrans, thallasiosera, tetraslmis chuii, dan spirulina
b) Plankton hewani atau zooplankton, yang potensial adalah nauplius artemia.
(a) (b)
(c)
Gambar 15. (a) Chaetoceros, (b) Thallasiosera dan (c) Artemia sp.
4. Pemberian probiotik
Pemberian probiotik sanolife yang mengandung bakteri Bacillus. Pemberian Bacillus ini
untuk menguraikan bahan-bahan organik berupa sisa pakan dan kotoran yang berada di media
pemeliharan agar tidak menjadi racun. Pemberian probiotik ini diberikan setiap hari pada saat
memasuki stadia zoea sampai post larva dan dilakukan satu kali sehari dengan dosis yang
disesuaikan pada setiap stadia larva. Untuk dosis pemberian probiotik pada bak no 57 dan 69
dapat dilihat pada Lampiran 3.
5. Pemberian Pakan
Kegiatan pemberian pakan untuk larva udang vannamei dalam bak 57 dan 69 pada module
E hatchery 5 dilakukan sebanyak 8 kali dalam sehari sesuai dengan dosis dan jadwal pemberian
pakan yang telah ditentukan. Jenis pakan yang diberikan adalah pakan alami yang dikelola dan
disiapkan oleh bagian algae dan pakan buatan yang telah disiapkan oleh departmenet FPD dari
pabrik pakan larva udang. Pemberian pakan alami berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan
larva udang vannamei. Sedangkan pakan buatan berfungsi sebagai pakan tambahan dari pakan
alami karena pakan alami keberadaannya harus dikultur untuk menyediakan stok pakan alami
berupa chaetoceros dan thallasiosera. Adapun data mengenai jadwal pemberian pakan untuk
larva udang vannamei dalam bak 57 dan 69 pada module E hatchery 5 adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Prosedur pemberian pakan
Jenis Pakan Stadia Larva Banyaknya Waktu Keterangan
Pemberian Pemberian
Pakan buatan Naupli, 8 Kali 07.30 WIB
Mysis, Zoea sehari 11.00 WIB,
13.00 WIB,
16.00 WIB,
19.00 WIB,
23.00 WIB,
01.00 WIB,
Post Larva 12 Kali 05.00 WIB.
07.30 WIB,
09.00
WIB, 11.00
WIB, 13.00
WIB, 15.00
WIB, 16.00
WIB, 19.00
WIB, 21.00
WIB, 23.00
WIB, 01.00
WIB, 03.00
WIB,
05.00 WIB.
Pakan alami
Artemia :
Artemia Mulai dari Setiap hari 08.00 WIB Artemia cooked (rebus)
cooked stadia Zoea 2 pada pagi tetap diberikan selama
(rebus) hari stadia mysis untuk
menjamin stadia tersebut
mendapatkan artemia.
Pada stadia MPL (Mysis
Post Larva) sebagian
artemia diberikan dalam
Artemia Mysis 3 Setiap hari 08.00 WIB keadaan hidup dan
hidup sampai Post pada pagi sebagian artemia direbus.
Larva hari Artemia hidup diberikan
06.30–10.00 setelah mencapai stadia
Algae Naupli WIB, post larva 100%.
sampai Post 3-4 Kali 13.00-15.00
Larva WIB,
20.00-22.00 Pemberian jam ke 4 pada
WIB, pukul 24.00sampai 03.00
24.00-03.00 WIB adalah pemberian
WIB. alternatif jika dibutuhkan
Pakan alami
Artemia : Mulai dari 3 Kali 08.00 WIB, Artemia cooked (rebus)
Artemia Mysis 2- sehari 14.00 WIB, direbus selama kurang
cooked Mysis 3 20.00 WIB. lebih 15 menit.
(rebus)
Mysis 3 3 Kali 08.00 WIB,
Artemia sampai Post sehari 14.00 WIB,
hidup Larva 20.00 WIB
Naupli 3-4 Kali 06.30–10.00
Algae sampai Post sehari WIB,
Larva 13.00-15.00
WIB,
20.00-22.00
WIB,
24.00-03.00
WIB.
c. Fase pertumbuhan
Siklus udang vannamei meliputi stadia naupli, stadia zoea, stadia mysis, dan stadia
postlarva.Menurut Sastradiharja Singgih (2003 : 12) terbagi menjadi 6 fase yaitu :
1) Fase Embrio : Dimulai pada tahap saat pembuahan sampai penetasan. Stadia perkembangan telur
udang vannamei yaitu perkembangan telur dimulai dari beberapa stadia pembelahan, dimana
pembelahannya dibagi beberapa tahap :
elahan 1 sel ( Fertillized Egg )
elahan 2 sel ( Two-Cell Egg )
elahan 4 sel ( Four-Cell Egg )
elahan 8 sel ( Eight-Cell Egg )
elahan 16 sel ( Sixteen-Cell Egg )
a ( Morula Stage )
ula (Blastula Stage )
ula (Grastula Stage )
geni (Organogeni Stage)
Stage
Nauplius (Before Hatching)
2) Fase Larva : Terdiri dari stadia nauplii, Zoea, Mysis, dan Postlarva. akhir fase ini ditandai
dengan warna tubuh yang transparan. Stadia larva dalam budidaya udang vannamei adalah
sebagai berikut :
a) Stadia Naupli
Udang masih belum memiliki sistem pencernaan sempurna dan masih memiliki cadangan
makanan berupa kuning telur sehingga udang masih belum membutuhkan makanan dari luar.
Menurut Haliman, R.W dan Adijaya, D.S (2005) pada stadia ini, larva berukuran 0,32 - 0,58
mm. Sistem pencernaannya belum sempurna dan masih memiliki cadangan makanan berupa
kuning telur sehingga pada stadia ini larva udang vannamei belum membutuhkan makanan dari
luar. Menurut Elovaara, A.K (2001) fase naupli dimulai dari pengeraman sampai hari ke-2 yaitu
N1 sampai N2.
b) Stadia Zoea
Menurut Haliman, R.W dan Adijaya, D.S (2005) stadia selanjutnya adalah stadia zoea,
stadia ini terjadi setelah naupli ditebar di bak pemeliharaan sekitar 15-24 jam. Larva sudah
berukuran 1,05 - 3,30 mm. Pada stadia ini, benih udang mengalami moulting sebanyak 3 kali,
yaitu stadia zoea 1, zoea 2, zoea 3. Lama waktu proses pengantian kulit sebelum memasuki
stadia berikutnya (mysis) sekitar 4 - 5 hari. Pada stadia ini udang dapat diberi pakan alami
berupa artemia. Menurut Elovaara, A.K (2001) fase zoea dimulai dari hari ke-2 sampai hari ke-4
yaitu Z1, Z2, Z3.
c) Stadia Mysis
Menurut Haliman RW dan Adijaya D (2005) pada stadia ini, benih sudah menyerupai
bentuk udang yang dicirikan dengan sudah terlihat ekor kipas (uropoda) dan ekor (telson). Benih
pada stadia ini sudah mampu menyantap pakan fitoplankton dan zooplankton. Ukuran larva
sudah berkisar 3,50 - 4,80 mm. Stadia ini memiliki 3 substadia, yaitu mysis 1, mysis 2, mysis 3
yang berlangsung selama 3 - 4 hari sebelum masuk pada stadia post larva. Menurut Elovaara,
A.K (2001) fase mysis dimulai dari hari ke-5 sampai hari ke-10 yaitu M1, M2, M3.
d) Stadia Post larva
Menurut Haliman, R.W dan Adijaya, D.S (2005) pada stadia ini benih udang sudah tampak
seperti udang dewasa dan sudah mulai bergerak lurus ke depan. Sedangkan menurut Elovaara,
A.K (2001) fase post larva dimulai dari hari ke-11 sampai hari ke-21 yaitu PL1 sampai M2.
3) Juvenil : Ditandai tanda dengan fluktuasi perbandingan ukuran tubuh yang mulai stabil.
4) Adultlescent (udang muda) : Proporsi ukuran tubuh mulai stabil dan mulai tumbuh alat kelamin
berupa Petasma untuk udang jantan dan Thelicum pada udang betina.
5) Sub Adult (menjelang dewasa) : Ditandai dengan pematangan kelamin yaitu
adanya spermatozoapada ampula terminalis pada udang jantan
dan spermatozoa dalam thelicum udang betina.
6) Adult (Dewasa) : Ditandai dengan kematangan gonad yang sempurna
(a) (b)
(c)
(a) (b)
(c)
e. Pengendalian lingkungan
1. Pengelolaan Kualitas Air
Menurut Elovaara, A.K (2001) temperatur air untuk optimalkan pertumbuhan dan transisi
dari satu larva ke larva berikutnya adalah 28 0 C, sedangkan salinitas adalah 26-30 ppt dan pH
sekitar 8,0, namun pH 7,8 sampai 8,4 sudah cukup. Menurut Heryadi, D dan Sutadi (1993),
dalam pengelolaan kualitas air ada beberapa perlakuan diantaranya :
a) Penyimponan. Dilakukan agar sisa-sisa pakan buatan maupun sisa-sisa metabolisme larva dapat
dikeluarkan sehingga tidak terjadi penumpukan dan pembusukan dalam air media. Penyimponan
dapat dilakukan setelah larva mencapai stadium mysis, frekuensinya 2 hari sekali, waktunya
setelah 2 jam pemberian pakan. Cara menyimpon adalah sebagai berikut :
Blower dimatikan,setelah itu slang yang akan digunakan utuk menyedot air diisi air penuh dan
dipasang saringan pada salah satu ujungnya.
Kemudian slang dimasukkan kedalam bak dan ujungnya yang dilepas tutupnya sehingga air
keluar dengan sendirinya.
b) Pengaturan cahaya. Untuk stadium naupli dan zoea, keduaya bersifat plangtonis yang aktif
berenang di permukaan air. Bagi kedua stadium ini diusahakan agar suasana bak pemeliharaan
gelap dengan cara menutup bak. Apabila larva sudah masuk stadium post larva, bak
pemeliharaan lebih sering dibuka dalam upaya penyesuaian lingkungan.
2. Penerapan bioscurity
Penerapan biosecurity dalam kegiatan pemeliharaan larva sangat diperlukan untuk
mengurangi resiko penyebaran penyakit dari satu tempat ke tempat lain. Tindakan pencegahan
dengan penerapan bioscurity dilakukan dengan menggunakan PK (Kalium Permanganat)
sebanyak 1 ppm yang ditempatkan pada awal pintu masuk ruangan, hal ini sesuai dengan
pendapat Subaidah, S dan Pramudjo, S (2008) yang menyatakan bahwa tindakan pencegahan
penyakit dilakukan dengan penerapan biosecurity dengan menggunakan PK (Kalium
Permanganat) sebanyak ±1,5 ppm yang ditempatkan pada awal pintu masuk sebelum memasuki
dan akan memasuki ruangan. Dengan penerapan biosecurity ini maka diharapkan dapat
meminimalisir bibit penyakit yang masuk ke area pembenihan.
3. Pengendalian Penyakit
Menurut Ghufron M.H Kordik K (2006) penyakit adalah segala sesuatu yang dapat
menimbulkan gangguan pada fungsi atau struktur dari alat-alat tubuh atau sebagian alat tubuh,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada dasarnya penyakit yang menyerang udang
datangnya melalui tiga faktor yaitu kondisi lingkungan (kualtas air), kondisi inang (Udang) dan
jasad organisme/penyakit. Udang vannamei juga bukan spesies yang tahan terhadap berbagai
macam penyakit, oleh karena itu perlu penerapan sitem budidaya terbaik agar kualitas udang
yang dihasilkan lebih baik. Sedangkan menurut Elovaara, A.K (2001) penyakit yang menyerang
udang vannamei yaitu infectious hypodemal and hematopoietic necrosis virus (IHHNV), Reo-
like virus (REO), dan Taura Syndrome virus (TSV ), Dan yang disebabkan oleh bakteri adalah
Lumbact (kunang-kunang).
Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2005), gejala klinis penyakit udang yaitu :
bercak putih oleh virus, kematangan cepat 2-3 hari, berenang ke dekat pematang kemudian mati,
kepala kuning oleh virus YHV, kerusakan organ limfoid dan insang, serangan MBV
mengakibatkan kerdil, penyakit bercak putih dicirikan dengan bagian kepala berukuran kecil.
3. Pengelolaan air
Faktor yang sangat menentukan dalam pemeliharaan larva udang vannamei adalah sistem
pengelolaan air. Kebersihan air akan menentukan keberhasilan pembenihan udang. Dalam
pemelharaan larva udang vannamei dibutuhkan 2 jenis air, yakni air laut dan air tawar. Air laut
dapat diperoleh dengan cara menyedot air laut menggunakan pompa dan pipa (PVC) yang
dipasang secara horisontal. Agar kebersihan air laut yang akan disedot terjamin, diperlukan jarak
pengambilan air dari garis pantai minimal 300 meter. Disamping itu, ujung pipa paralon
hendaknya dilengkapi dengan saringan untuk menyaring kotoran (Agus, 2003). Ada beberapa
allternatif untuk memperoleh air laut yang bersih untuk pemeliharaan larva udang.
Sistem aerasi diterapkan dengan tujuan untuk menjaga kualitas air pada pembenihan
udang. System aerasi akan lebih efektif jika menggunakan blower yang berfungsi sebagai erator.
Aerasi diberikan terus-menerus dan dialirkan melalui pipa paralon (PVC). Ujung pipa
dihubungkan dengan selang plastik kecil yang pada ujungnya diberi pemecah gelombang agar
lebih efektif. Beberapa manfaat aerasi diantaranya, meningkatkan dan mempertahankan
kandungan Oksigen terlarut dan mengoksidasi gas-gas beracun.
4. Pengaturan aerasi dan pemasangan saringan pipa sirkulasi
Aerasi dipasang pada bak pemeliharaan larva udang vannamei berjumlah 12 titik.
Pengaturan aerasi dilakukan dengan cara mengatur aerasi sampai bertekanan sedang, dan tekanan
aerasi dikurangi menjadi kecil pada saat stadia naupli. Tujuannya untuk menghindari timbulnya
gerakan air (riak) sehingga akan mengganggu proses perkembangan dan pertumbuhan naupli ke
stadia selanjutnya. Cara pemasangan aerasi yaitu dengan menyesuaikan ukuran panjang dan
pendeknya aerasi dan selalu memastikan aerasi terpasang kuat pada kran aerasi. Jarak antar titik
selang aerasi tidak kurang dari 40 cm. Kemudian pasang timah pemberat dan batu aerasi pada
selang aerasi. Jarak batu aerasi dengan lantai maksimal 10 cm. Pemasangan aerasi dilakukan 7
hari sebelum operasional. Serta lakukan pemasangan saringan pipa aerasi.
5. Penebaran naupli
Menurut Heryadi, D dan Sutadi (1993) sebelum naupli ditebar ke dalam bak perlu
diperhatikan salinitas, kondisi naupli, dan suhu air media. Ciri naupli yang sehat, gerakannya
sangat aktif terutama jika kena sinar. Dan bila terjadi perbedaan suhu dan salinitas, maka
dilakukan proses penyesuaian yang dikenal dengan proses aklimatisasi. Aklimatisasi salinitas
dilakukan dengan cara, air media yang di dalam bak dialirkan ke dalam baskom yang berisi
naupli dengan slang plastik yang berdiameter kecil, sehingga aliran airnya hanya sebesar benag
jahit. Untuk penurunan kadar garam sebesar 1 permil diperlukan waktu antara 15-30 menit.
Apabila salinitas antara air media pada bak pemeliharaan sudah sama dengan air media pada
baskom naupli, maka proses akilmatisasi salinitas dianggap selesai. Setelah aklimatisasi selesai
naupli ditebarkan ke dalam bak pemeliharaan dengan menjungkirkan baskom yang berisi naupli
perlahan-lahan. Padat tebar nauplii yang aman berkisar 100-150 ekor/L.
Naupli yang akan ditebar adalah naupli yang berasal dari MNPD PT. Central Pertiwi
Bahari. Penebaran naupli dilakukan pada malam hari, hal ini dilakukan dengan harapan untuk
menghindari fluktuasi suhu yang terlalu tinggi terhadap lingkungan. Naupli yang sudah dihitung
kemudian diseser dengan menggunakan saringan, ditempatkan terlebih dahulu kedalam ember
kecil yang sudah diberi air laut kemudian naupli dibilas menggunakan formalin sebanyak 1 ml
yang bertujuan untuk menghilangkan jamur dan bakteri yang terdapat pada naupli.
6, Lakukan treatment kembali dengan menggunakan :
Prise-vs 1 ppm : 1 jam setelah naupli masuk.
Probiotik 1,5 ppm : dilakukan pada pagi hari
Molls 1,5 ppm : dilakukan pada pagi hari
Setelah memasuki stadia zoea 1 tambahkan AHCM sebanyak 2 ppm dan AGP 1 ppm
dengan selisih 1 jam pada waktu pagi hari dengan perincian 1 liter untuk 1 bak.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kegiatan magang yang telah kami lakukan di PT. Central Petiwi Bahari
bagian Fry Production Hatchery 5 Module A, B, E dan F yaitu kami melakukan pangamatan
menganai pemeliharaan benih atau larva udang vannamei dari mulai stadia naupli sampai stadia
post larva 10 dan siap untuk dipanen yang kemudian ditransfer ketambak-tambak dan dilanjutkan
dengan kegiatan pembesaran apabila ukuran size telah sampai ukuran yang diinginkan konsumen
maka udang vannamei tersebut dieksport keluar negri khususnya ke Amerika.
Udang Vannamei (Litopaneus vannamei) merupakan udang asli perairan amerika latin.
DanKehadiran udang vannamei sudah banyak dibudidayakan diIndonesia khususnya yang
dilakukan olehPT. Central Pertiwi Bahari Lampung selatan. Selain merupakan salah satu
penyumbang devisa negara udang ini memiliki tingkat nuitrisi yang tinggi dan baik untuk
kesehatan apabila dikonsums.
5.2. Saran
Semoga dalam kegiatan magang selanjutnya dapat dipersiapkan terlebih dahulu sarana dan
prasarana oleh pihak produksi.