OLEH :
PUSAT PENYULUHAN
2013
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
nikmat sehatnya sehingga karya tulis yang berjudul “Pemanfaatan Limbah Tuna Loin
(daging tetelan) Melalui Diversifikasi Produk Berupa Abon dan Bakso Ikan di Pelabuhan
penyelesaian karya tulis ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak yaitu kelompok usaha
di PPN Ternate yang mendukung pelaksanaan program pemanfaatan limbah Tuna Loin
penyuluhan, serta istriku tersayang yang telah memberi motivasi, ide-ide dan semangat
Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan karya tulis ini masih banyak
kekurangan, tetapi penulis berharap agar karya ilmiah ini dapat memberikan informasi
yang berguna dalam bidang penyuluhan dan pengembangan usaha pengolahan hasil
perikanan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
I. PENDAHULUAN ......................................................................................1
II.1 TEORI..................................................................................................4
II.2 METODE...........................................................................................12
LAMPIRAN..........................................................................................................23
ii
I. PENDAHULUAN
Provinsi Maluku Utara adalah salah satu provinsi di timur Indonesia yang terdiri
dari banyak pulau. Luas wilayah Provinsi Maluku Utara mencapai 140.255,32 km².
Sebagian besar merupakan wilayah perairan laut, yaitu seluas 106.977,32 km² (76,27%)
dan sisanya seluas 33.278 km² (23,73%) adalah daratan. Dengan wilayah yang sebagian
besar adalah laut membuat Provinsi Maluku Utara memiliki potensi yang besar dibidang
pemerintah menjadikan Maluku Utara sebagai salah satu lumbung ikan di kawasan Timur
Indonesia. Selain itu, beberapa kabupaten/kota yang ada di Maluku Utara merupakan
kawasan yang ditetapkan menjadi kawasan industrialisasi perikanan, salah satu wilayah
Kota Ternate merupakan salah satu wilayah yang padat dengan aktivitas
perikanan, hal ini dikarenakan di Kota Ternate terdapat Pelabuhan Perikanan Nusantara
Ternate antara lain pendaratan ikan dan pengolahan hasil perikanan. Berdasarkan data
statistik Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ternate tahun 2012 data pendaratan ikan
dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu tahun 2008-2012 secara berurutan adalah
sebasar 4.625,11 ton, 5.073,09 ton, 5.147,58 ton, 6.767,83 ton, dan 6.836,91 ton. Volume
pendaratan ikan tersebut didominasi oleh Cakalang, Layang, Tongkol, dan Madidihang
(Ikan Tuna). Bahkan pada tahun 2012 dominasi Cakalang mencapai 37% dari total volume
pendaratan ikan disusul Layang 25%, Tongkol 17% dan Tuna 9% serta sisanya adalah
1
Volume pendaratan ikan di PPN Ternate tidak merata, pada bulan-bulan tertentu
(September s/d pertengahan November) terjadi produksi ikan yang melimpah. Pada saat
produksi melimpah harga ikan menjadi turun. Ikan-ikan yang pecah perut dan keluar
insang tidak laku dijual bahkan cenderung dibuang. Padahal dari tingkat kesegaran, ikan
tersebut masih bagus dan masih layak untuk dikonsumsi. Alternatif yang dilakukan selama
ini pada saat ikan melimpah adalah penyimpanan di cold storage dan dipasarkan keluar
PPN Ternate selain sebagai salah satu pusat pendaratan ikan juga banyak terdapat
industri perikanan skala kecil dan menengah, terdiri dari penanganan dan pengolahan ikan.
Unit penanganan ikan yang ada terdiri dari pembekuan ikan dan pembuatan Tuna Loin,
sedangkan unit pengolahan ikan yang ada berupa pembuatan abon dan bakso ikan tuna
Unit pembuatan Tuna Loin rata-rata memproduksi 11 ton loin per bulan (data
statistik PPN Ternate 2012). Pembuatan tuna loin hanya mengambil bagian daging ikan
yang berwarna merah, rendemennya ± 50%. Sementara daging yang berwarna hitam dan
sisa daging dari tulang dan hasil triming (daging tetelan) dijual dengan harga antara Rp.
14.000-16.000 per kg. Dari data produksi 11 ton loin dengan rendemen 50%, terdapat ±
11 ton limbah dari produksi Tuna Loin yang terdiri dari daging tetelan, kepala, tulang,
kulit da isi perut. Hasil limbah tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal. Bahkan
tulang, kulit dan isi perut cenderung dibuang. Hal ini memberikan peluang untuk
melakukan pendampingan dan pembinaan dalam mengolah limbah tuna loin menjadi
produk yang dapat bernilai lebih (value-adds product). Diversifikasi produk perikanan
menjadi salah satu cara untuk meningkatkan nilai ekonomis limbah tuna loin.
Salah satu diversifikasi produk yang dapat dihasilkan dari limbah tuna loin adalah
abon dan bakso ikan. Produk-produk tersebut dapat diolah dengan peralatan sederhana dan
2
dengan biaya operasional produksi yang cukup terjangkau untuk dikembangkan dalam
skala rumah tangga. Selain itu produk tersebut masih jarang diproduksi di Maluku Utara
sehingga mempunyai peluang yang cukup besar untuk dikembangkan. Dengan demikian
diversifikasi dapat mengurangi limbah tuna loin yang terbuang dan meningkatkan nilai
I.2 TUJUAN
mengetahui peningkatan nilai ekonomis limbah Tuna Loin (daging tetelan) dari proses
diversifikasi produk abon dan bakso ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Ternate.
I.3 KELUARAN
Keluaran yang diharapkan dari penulisan karya tulis ini adalah semakin
berkembangnya usaha pemanfaatan limbah tuna loin dan semakin beragamnya produk
olahan perikanan yang dapat dihasilkan sehingga memberikan dampak positif pada
3
II. TEORI DAN METODE
II.1 TEORI
mempunyai dua sirip punggung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari
punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip
ekor berbentuk bulan sabit (Saanin, 1984). Tuna digunakan sebagai nama grup dari
beberapa jenis ikan yang terdiri dari tuna besar (yellowfin tuna, big eye, southern
bluefin tuna, albacore) dan ikan mirip tuna (tuna-like species), yaitu marlin,
Klasifikasi ikan tuna (Saanin 1984 dan FAO 2011) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Teleostei
Ordo : Perciformes
Subordo : Scombridae
Famili : Scrombidae
Genus : Thunnus
4
T. macoyii (southern bluefin tuna, tuna sirip biru selatan)
Migrasi jenis ikan tuna di perairan Indonesia merupakan bagian dari jalur
migrasi tuna dunia karena wilayah Indonesia terletak pada lintasan perbatasan
perairan antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Migrasi kelompok tuna
yang melintasi wilayah perairan pantai dan teritorial terjadi karena perairan tersebut
tuna merupakan jenis kelompok ikan pelagis besar, yang secara komersial dibagi
menjadi kelompok tuna besar dan tuna kecil. Tuna besar terdiri dari tuna mata besar,
madidihang, albakora, tuna sirip biru selatan, dan tuna abu-abu, sedangkan yang
Penangkapan ikan tuna dilakukan menggunakan kapal purse sein, long line,
dan pole and line. Hasil tangkapan tuna oleh kapal purse sein sebesar 58%, long line
15%, pole and line 14%, gear lainnya (gillnetcoastal, handline, dll) 13%, dan troll
<1%. Kapal long line umumnya menangkap tuna mata besar dan tuna sirip biru yang
berumur lebih tua, sedangkan kapal purse sein menangkap cakalang dan madidihang
5
yang berumur lebih muda, serta sesekali tuna mata besar (FAO 2004; Gilman &
Lundin 2008).
nilai jual, sehingga penanganan tuna harus dilakukan dengan hati-hati, cepat, dan
digunakan suhu rendah segera setelah penangkapan. Selain itu, penanganan yang
(Wahyuni 2011). Aktivitas penanganan ikan tuna di kapal meliputi membunuh tuna
(killing), membuang darah (bleeding), membuang insang dan jeroan (gilling and
gutting), mencuci (cleaning), dan menyimpan pada suhu rendah (Blanc et al. 2005).
Ikan tuna adalah jenis ikan yang mengandung lemak rendah (kurang dari
5%) dan protein yang sangat tinggi (lebih dari 20%). Komposisi gizi ikan tuna
bervariasi tergantung spesies dan bagian-bagian dari tubuh ikan tersebut. Selain itu,
variasi ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis, umur, musim,
lemak ikan tuna berbeda nyata pada bagian tubuh yang satu dengan yang lainnya,
misalnya antara daging merah dengan daging putih. Berdasarkan lapisan lemaknya,
daging tuna dibagi menjadi tiga bagian, yaitu otoro, chutoro, akami. Otoro dan
chutoro merupakan jenis-jenis toro dengan kadar lemak sekitar 25%. Otoro
berwarna merah muda, merupakan bagian terbaik dan termahal sebagai bahan baku
sashimi, kemudian diikuti oleh chutoro yang berwarna lebih gelap. Bagian daging
tuna yang terletak agak dipusat ikan dan berwarna lebih merah dengan kandungan
6
lemak 14% lebih rendah disebut akami. Bagian ini memilikiharga paling murah
Ikan tuna tergolong ke dalam ikan dengan protein yang sangat tinggi dan
lemak rendah (Stansby & Olcott 1963). Komposisi kimia tersebut dapat mengalami
perubahan ketika terjadi proses kemunduran mutu. Kemunduran mutu ikan meliputi
perubahan fisik, kimia, dan organoleptik dengan urutan mulai dari pre-rigor,
rigormortis, altivitas enzim, aktivitas mikroba, oksidasi lemak, dan hidrolisis (Huss
Produk adalah seperangkat atribut baik berwujud maupun tidak berwujud, termasuk
didalamnya masalah warna, harga, nama baik pabrik serta pelayanan pengecer, yang
menurut Swastha (1998), mendefinisikan produk sebagai suatu sifat yang kompleks
baik dapat diraba maupun tidak dapat diraba, termasuk bungkus, warna, harga,
7
II.1.4 KLASIFIKASI PRODUK
produk dapat digunakan, apakah sekali, dua kali, atau beberapa kali. Selain itu,
1. Barang tahan lama (durable goods) adalah barang-barang yang secara normal
dapat dipakai berkali-kali atau dengan kata lain merupakan sesuatu yang
2. Barang tidak tahan lama (non durable goods) adalah barang-barang yang
secara normal umumnya hanya dapat dipakai satu kali atau beberapa kali
saja, atau dengan kata lain sekali barang tersebut dipakai akan habis, rusak,
3. Jasa (service) adalah kegiatan, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk
pelayanan.
Menurut Lovelock (2005), atribut produk adalah semua fitur (baik yang
berwujud maupun tidak berwujud) suatu barang atau jasa yang dapat dinilai
atau karakteristik yang melekat dalam produk menjadi bahan pertimbangan dalam
keputusan pembelian produk. Atribut produk meliputi atribut fisik dan atribut
abstrak. Atribut fisik, menggambarkan ciri-ciri fisik produk seperti ukuran, jenis,
merk, warna, kemasan, harga, rasa dan lain-lain. Sedangkan atribut abstrak
8
menggambarkan karakteristik subjektif dari suatu produk berdasarkan persepsi
memiliki nilai tambah (value-added products) dengan berbagai variasi bentuk dan
rasa sudah semakin berkembang. Hal ini ditunjang dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat untuk hidup sehat dengan mengubah pola diet makan dengan beralih ke
makanan yang sehat dan bergizi, khususnya dari olahan ikan. Diversifikasi atau
penganekaragaman sifat dan fisik, baik yang dapat diraba/ tidak dapat diraba (barang
atau jasa) yang dihasilkan oleh perusahaan untuk digunakan konsumen didalam
konsumen yang beragam dan terus berkembang sehingga selalu ada diversifikasi dan
penyegaran menu, dengan demikian kejenuhan pasar dapat teratasi (Ismanadji dan
laba/keuntungan juga akan lebih besar, dapat mnutup kerugian yang terdapat pada
satu produk lain dan adanya keinginan usaha dalam menghilangkan persaingan.
meningkatkan daya serap pasar atau dengan kata lain meningkatkan permintaan serta
menciptakan pendapatan lebih banyak bagi para pengolah hasil perikanan untuk
9
mengembangkan usahanya. Menurut Ismanadji dan Sudari (1985), diversifikasi ada
1. Diversifikasi Horizontal
menjadi jenis produk olahan tertentu. Pemanfaatan berbagai jenis ikan terutama
untuk jenis ikan yang kurang ekonomis. Contohnya ikan kurisi dan swangi diolah
menjadi surimi.
2. Diversifikasi Vertikal
berbagai jenis produk olahan. Hal ini dapat dilakukan misalnya pada saat terjadi
musim atau panen ikan yang berlimpah (seperti ikan layang, ikan nila dan lain-lain)
juga pemanfaatan jenis ikan yang berdaging tebal (tenggiri, kakap, tongkol, gurame,
dan lain-lain) yang dapat diolah menjadi produk seperti bakso ikan, nugget ikan,
burger ikan dan sebagainya yang sangat digemari baik anak-anak maupun orang
dewasa.
terasi, pemindangan, nugget ikan, bakso ikan, dan sebagainya. Produk olahan
perikanan selain untuk mempertahankan nilai ekonomis waktu panen raya dan
musim tangkapan juga untuk menambah nilai ekonomis ikan pada waktu panen
biasa. Dengan penambahan nilai ekonomi dari ikan diharapkan akan menambah
10
II.1.7 ABON IKAN
Pengertian abon adalah makanan yang dibuat dari daging sapi, ayam, ikan
yang direbus, lalu dicabik-cabik menurut seratnya, diberi bumbu kemudian digoreng
(Anonimus 2010). Selain itu abon adalah hasil olahan daging yang berbentuk
gumpalan serta daging halus dan kering yang dibuat melalui proses penggorengan
dan penambahan bumbu-bumbu. Abon biasanya dibuat dari daging sapi, akan tetapi
jenis daging yang lainnya seperti daging kerbau, ayam dan ikan dapat pula
digunakan untuk bahan baku abon (Anonimus 1982). Ciri-ciri abon yang baik adalah
warna cerah kehitaman, rasanya gurih dan seratnya lembut. Abon pada umumnya
disukai masyarakat karena memiliki warna, rasa dan tekstur yang khas.
berpengaruh terhadap sifat organoleptik, terutama terhadap warna, bau, dan rasa
(Hartutik 1984 dalam Purnomo 1996). Perebusan daging pada pembuatan abon
daging, tetapi perebusan yang terlalu lama justru akan merusak protein daging dan
daging dicampur dengan rempah-rempah sebagai bumbu, lalu ditambah garam dan
gula sebagai peningkat rasa dan sebagai pengawet. Rempah-rempah yang sering
Kualitas abon dipengaruhi oleh bahan baku, bahan tambahan, bumbu, proses
menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai berikut kadar protein minimum
11
20%, kadar lemak maksimum 30%, kadar gula maksimum 30%, kadar air
maksimum 10%, kadar abu maksimum 9%, aroma, rasa dan warna khas, logam
berbahaya (Cu, Pb, Hg, Zn, As) negatif, jumlah bakteri maksimum 3000/gram, E.
Bakso ikan hampir tidak berbeda dengan bakso sapi berbentuk bulat, hanya
saja untuk bakso ikan biasanya memiliki warna yang lebih terang (cenderung ke
putih) dengan kekenyalan yang lebih rendah. Bakso ikan merupakan adonan dari
campuran berupa lumatan daging ikan, tepung dan bumbu-bumbu. Pembuatan bakso
ikan dapat dikerjakan dengan peralatan sederhana maupun dengan perlatan mekanis.
Seperti bakso sapi, mutu bakso ikan sangat dipengaruhi oleh tingkat kekenyalan,
warna, konsistensi dan rasa. Tergantung dari jenis ikan yang digunakan, teknik
penanganan bahan baku ikan, maka kekenyalan dan warna produk bakso ikan akan
sangat ditentukan. Tingkat kesegaran ikan yang akan sangat menentukan mutu
Bakso ikan adalah salah satu produk yang mengandalkan kekuatan gel
yang dapat mempertahankan dan meningkatkan kekuatan gel. Pemilihan jenis ikan,
kesegaran ikan, dan perlakuan selama proses pengolahan akan sangat menentukan
mutu produk. Urutan proses pembuatan bakso ikan adalah penyiangan dan
pencucian, pemisahan daging dan kulit, perendaman (leaching) dengan larutan air es
12
bertahap. Proses pemanasan bertahap bertujuan untuk menghasilkan produk
II.2 METODE
Metode yang digunakan dalam penyusunan karya ilmiah ini adalah metode
penyuluhan dengan pedampingan dan pembinaan yang intensif. Metode ini dipilih karena
perikanan untuk menghasilkan produk perikanan yang berkualitas dan memiliki daya
produk yang dapat diolah dengan bahan baku limbah Tuna Loin berupa daging tetelan,
memberikan pelatihan tentang pembuatan aneka produk olahan yang berbahan baku
limbah Tuna Loin seperti surimi, abon ikan, bakso ikan dan nugget ikan. Sedangkan
pemasaran dan pembukuan administrasi kelompok. Hal ini diperlukan untuk menjamin
kualitas produk yang dihasilkan, menciptakan daya tarik produk supaya dapat bersaing di
pasaran dan mempermudah kelompok untuk mendapatkan akses permodalan agar usaha
13
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Ikan tuna tergolong ke dalam ikan dengan protein yang sangat tinggi dan lemak
rendah (Stansby & Olcott 1963). Oleh karena itu ikan tuna banyak digunakan masyarakat
dalam negeri maupun luar negeri sebagai salah satu produk olahan pangan yang bergizi
tinggi. Proses pengolahan tuna yang dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate
yaitu dalam bentuk produk Tuna Loin. Produk ini dipasarkan ke luar daerah diantaranya
Jakarta, Surabaya, Bali, dan Makasar untuk selanjutnya diekspor ke berbagai negara
tujuan. Produk Tuna Loin biasanya digunakan sebagai bahan dasar dari sashimi dan sushi.
Berdasarkan data statistik PPN Ternate 2012, usaha pembuatan Tuna Loin di PPN
Ternate rata-rata memproduksi 11 ton loin per bulan. Pembuatan Tuna Loin hanya
mengambil bagian daging ikan yang berwarna merah dengan rendemennya ± 50%. Dari
data produksi 11 ton loin dengan rendemen 50%, terdapat ± 11 ton limbah dari produksi
Tuna Loin yang terdiri dari daging tetelan, kepala, tulang, kulit dan isi perut. Berdasarkan
data tersebut, usaha pembuatan Tuna Loin menghasilkan limbah yang cukup banyak.
Biasanya limbah yang berupa daging yang berwarna hitam dan sisa daging dari
tulang serta hasil triming (daging tetelan) dijual dengan harga antara Rp. 14.000-16.000
per kg. Sedangkan limbah berupa kepala, tulang dan kulit untuk saat ini belum
dimanfatkan secara maksimal disebabkan karena beberapa faktor yang tidak mendukung.
Limbah ini dapat bernilai ekonomis apabila dilakukan pengolahan lebih lanjut. Kegiatan
yang diambil untuk memanfaatkan limbah tuna berupa daging tetelan melalui diversifikasi
produk.
penganekaragaman sifat dan fisik, baik yang dapat diraba/ tidak dapat diraba (barang atau
jasa) yang dihasilkan oleh perusahaan untuk digunakan konsumen didalam memuaskan
14
kebutuhannya. Contoh dari diversifikasi produk adalah rumput laut, yang di diversifikasi
menjadi bakso atau agar-agar. Diversifikasi produk yang dilakukan di PPN Ternate
dengan menggunakan daging tetelan (daging hasil triming) sebagai bahan baku untuk
pembuatan abon dan bakso ikan. Produk abon dan bakso ikan dipilih sebagai produk awal
dari diversifikasi karena abon dan bakso adalah makanan yang sangat di gemari oleh
banyak kalangan masyarakat mulai dari anak-anak sampai orang tua. Selain itu proses
pembuatan abon dan bakso ikan cukup mudah dan tidak memerlukan peralatan yang rumit
terus berkembang sehingga selalu ada diversifikasi dan penyegaran menu, dengan
demikian kejenuhan pasar dapat teratasi (Ismanadji dan Sudari, 1985). Sedangkan menurut
Projo dan Gitosudarmo (1996), tujuan diversifikasi produk yaitu mengadakan perluasan
usaha, menginginkan kegiatan yang menjadi serba besar, sehingga terdapat kemungkinan
mendapatkan laba/keuntungan juga akan lebih besar, dapat menutup kerugian yang
terdapat pada satu produk lain dan adanya keinginan usaha dalam menghilangkan
persaingan. Berdasarkan tujuan tersebut maka diversifikasi produk yang dilakukan di PPN
Ternate dimaksudkan untuk mengembangkan usaha pengolahan hasil perikanan yang ada
di PPN Ternate agar dapat menghasilkan produk baru berupa abon dan bakso ikan
sehingga dapat meningkatkan keuntungan kelompok usaha dan menambah nilai ekonomis
dari limbah Tuna Loin berupa daging tetelan (daging hasil sampingan dari proses
pembuatan Tuna Loin berupa daging ikan tuna yang berwarna hitam dan daging merah
Usaha diversifikasi produk perikanan ini dilakukan oleh kelompok usaha yang
ada di lingkungan PPN Ternate. Sebelum melakukan diversifikasi produk dengan bahan
baku daging tetelan, kelompok usaha ini mendapatkan pembinaan dan pendampingan yang
15
intensif melalui penyuluhan perikanan di PPN Ternate. Pembinaan dilakukan dengan cara
memberikan pengetahuan tentang daging tetelan yang dapat menjadi bahan baku dari
produk olahan perikanan antara lain bakso dan abon ikan. Selain itu pembinaan juga
dilakukan dengan cara memberikan pelatihan pembuatan abon dan bakso ikan kepada
anggota kelompok usaha. Setelah melakukan pembinaan selama satu bulan, Kelompok
Usaha mulai memproduksi abon dan bakso ikan. Proses pembinaan dilanjutkan dengan
administrasi kelompok.
dalam mengolah daging tetelan menjadi surimi, memproses surimi menjadi adonan bakso
dan perebusan adonan bakso hingga matang. Sedangkan pada proses produksi abon
pencampuran bumbu dan daging serta proses penggorengan daging menjadi abon. Pada
rapi, higienis dan menarik sehingga dapat menjadi produk yang berkualitas, diminati oleh
konsumen serta memiliki daya tarik di pasaran. Sedangkan pada proses pemasaran,
pendampingan dilakukan dengan cara memberikan informasi tentang cara pemasaran yang
baik dan membantu kelompok usaha dalam mendistribusikan produk abon dan bakso ikan
supaya bisa sampai ke tangan konsumen. Pemasaran dilakukan dengan cara menjalin
kerjasama dengan pengecer dan pedagang di pasar tradisional, toko-toko atau minimarket
dan pasar swalayan di Ternate. Selain itu juga menjalin kerjasama dengan distributor
diluar daerah. Pada proses pembukuan, pendampingan dilakukan dengan cara mencatat
seluruh transaksi dimulai dari biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi hingga
menjadi produk yang siap dijual, sehingga dapat diketahui pendapatan yang diperoleh dari
hasil penjualan.
16
Menurut Kleinsteuber (2002), produk adalah segala sesuatu yang dapat
dikonsumsi sehingga dapat memuaskan suatu keinginan atau suatu kebutuhan. Pada
diversifikasi yang dilakukan dengan bahan baku daging tetelan, produk yang dihasilkan
salah satunya adalah abon ikan. Pengertian abon adalah makanan yang dibuat dari daging
sapi, ayam, ikan yang direbus, lalu dicabik-cabik menurut seratnya, diberi bumbu
kemudian digoreng (Anonimus 2010). Dalam hal ini abon yang diproduksi berasal dari
daging tetelan hasil pembuatan Tuna Loin. Abon ikan tergolong dalam barang yang tidak
tahan lama (non durable goods) sehingga dalam produksi harus diperhatikan tingkat
kematangannya sehingga bisa awet dalam beberapa bulan. Proses produksi dan
Daging tetelan
Bawang merah
Bawang putih
Ketumbar
Merica bubuk
Gula
Garam
Batang sereh
sehingga pembuatan abon ikan tidak memerlukan biaya produksi yang mahal. Proses
pembuatan abon ikan dimulai dengan merebus daging tetelan dengan batang sereh hingga
matang, kemudian haluskan bumbu. Daging yang sudah matang di tiriskan dan di suir-suir
halus, lalu campurkan bumbu ke dalam daging suir sambil diaduk hingga bumbu
17
tercampur secara merata. Setelah itu goreng daging suir yang sudah tercampur bumbu
dengan minyak goreng diatas api sedang. Pada proses penggorengan, seluruh permukaan
daging harus terendam di dalam minyak goreng, selain itu tetap melakukan proses
pengadukan agar abon matang secara merata. Proses penggorengan berlangsung selama 2
jam. Abon yang sudah matang kemudian diangkat dan ditiriskan, setelah itu dimasukkan
diwadah dan siap untuk dipres agar abon kering dari kandungan minyak. Setelah slesai
proses pengepresan, abon di letakkan pada wadah yang lebih besar dan di uraikan agar
abon yang terbentuk tidak menggumpal, selanjutnya abon di tiriskan hingga dingin dan
siap untuk dikemas. Abon hasil produksi ini bisa disimpan dalam waktu tiga bulan.
Pengemasan abon ikan ini menggunakan kemasan plastik dengan kapasitas kemasan 100gr
Pemasaran produk abon ikan ini dilakukan melalui pemasaran langsung di PPN
Selain itu abon ikan ini juga dijadikan oleh-oleh khas Ternate. Biaya yang dikeluarkan
untuk produksi abon ikan Tuna adalah sebagai berikut : pembelian bahan baku (daging
tetelan) Rp 15.000,-/kg, modal dan biaya produksi sebesar Rp 120.000,-/kg abon. Harga
jual abon ikan Tuna Rp 190.000,-/kg. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa
keuntungan yg diterima dari penjualan abon ikan adalah Rp 70.000,-/kg abon. Hal ini
menunjukkan bahwa diversifikasi daging tetelan menjadi abon ikan meningkatkan nilai
Selain abon ikan, produk yang dihasilkan dari diversifikasi dengan bahan baku
dari daging tetelan adalah produk bakso ikan. Produk bakso ikan juga merupakan produk
yang tidak bertahan lama (non durable goods). Oleh karena itu proses produksi juga
menentukan kualitas dari produk bakso ikan yang dihasilkan. Bahan-bahan yang
18
Daging tetelan yang diolah menjadi surimi
Tepung tapioka
Merica bubuk
Bawang merah
Bawang putih
Gula
Garam
Bahan-bahan tersebut juga sangat mudah didapat dan harganya cukup terjangkau
sehingga pembuatan bakso ikan tidak memerlukan biaya produksi yang mahal. Proses
pembuatan bakso ikan dimulai dengan mengolah daging tetelan menjadi surimi. Surimi
adalah daging ikan yang mengalami proses pencucian kemudian pengepresan sehinggga
menjadi daging berwarna putih dengan sedikit kandungan air. Surimi kemudian dicampur
dengan garam sesuai dosis yang dipakai dan selanjutnya digiling dengan food processor.
Pada proses penggilingan, adonan di tambahkan dengan es batu sedikit demi sedikit agar
adonan tidak terlalu padat dan selalu dalam kondisi dingin. Bumbu yang sudah dihaluskan
dan tepung tapioka juga dicampur dengan adonan hingga tercampur merata dan kalis.
Adonan yang sudah kalis kemudia dicetak menjadi bulatan-bulatan bakso. Selanjutnya
bulatan-bulatan bakso tersebut di masukkan ke dalam air hangat dengan suhu 50-60 ºC.
Bakso yang sudah tercetak tersebut direbus kembali alam air mendidih hingga mengapung
sebagai tanda bakso sudah matang dan siap untuk diangkat. Setelah matang, bakso
diangkat dan ditiriskan hingga dingin. Bakso yang sudah dingin siap untuk dikemas.
Pengemasan bakso ikan menggunakan kemasan plastik yang tahan dalam suhu dingin
karena setelah dikemas bakso akan disimpan dalam freezer dan siap untuk dipasarkan.
Pemasaran produk bakso ikan ini hampir sama dengan abon ikan. Pemasaran
19
minimarket dan supermarket yang ada di Kota Ternate. Biaya yang dikeluarkan untuk
produksi bakso ikan Tuna adalah sebagai berikut : pembelian bahan baku (daging tetelan)
Rp 15.000,-/kg, biaya produksi sebesar Rp 30.000,-/kg sedangkan harga jual bakso ikan
mencapai Rp 60.000,-/kg. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa keuntungan yang
diperoleh sebesar Rp30.000,-/kg. Dengan demikian produksi bakso ikan juga memiliki
keuntungan yang cukup bagus untuk dikembangkan dan dapat menambah nilai ekonomis
Pada saat ini produksi abon ikan sudah mencapai 150 kg per bulan, sedangkan
produksi bakso ikan baru mencapai 130 kg per bulan. Abon ikan melakukan produksi rata-
diatas dapat dilihat bahwa produksi abon ikan dan bakso ikan memiliki prospek yang
cukup bagus untuk dikembangkan menjadi usaha yang lebih mandiri. Selain itu, abon dan
bakso ikan menjadi pilihan menu baru untuk masyarakat dalam mengkonsumsi olahan
hasil perikanan. Hal ini juga menunjukkan bahwa ikan tidak hanya dapat dikonsumsi
dalam keadaan segar tetapi juga dapat dikonsumsi dalam bentuk olahan produk perikanan.
Selain itu, tidak selamanya limbah hasil pembuatan Tuna Loin tidak memiliki nilai
ekonomis karena dengan melalui diversifikasi produk, limbah tersebut (daging tetelan)
dapat dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan abon dan bakso ikan yang menghasilkan
produk dengan nilai ekonomis yang tinggi. Diversifikasi produk juga membuka peluang
usaha baru bagi kelompok usaha yang ada di Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate.
20
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari karya tulis ini adalah sebagai berikut :
Limbah Tuna Loin di PPN Ternate yang berupa daging tetelan dapat dimanfaatkan
Limbah Tuna Loin (daging tetelan) memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi
21
DAFTAR PUSTAKA
Agustini W.T, Fahmi S.A, dan Amalia U. 2006. Modul Diversifikasi Produk Perikanan.
Anonimus, 1982. Pembuatan Abon. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri
Anonimus, 1995. Standart Nasional Indonesia Untuk Kualitas Abon. Dewan Standar
sukses-membuat-abon.
Infofish. 2002. Handling and Processing of Tuna for Sashimi and Fresh or Chilled Product.
Ismanadji I, dan Sudari. 1995. Petunjuk Pengolahan Bakso Ikan dalam rangka Diversifikasi
Prodjo, S.R dan Gitosudarmo, I. 1996. Manajemen Produksi Edisi keempat. Jakarta : BPFE.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan I & II. Jakarta : Bina Cipta.
Wahyuni, S. 2011. Histamin Tuna (Thunnus sp) dan Identifikasi Bakteri Pembentuknya pada
22
LAMPIRAN
23
LIMBAH TUNA LOIN
24
PRODUK HASIL DIVERSIVIKASI
25