Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TEKNOLOGI PEMANFAATAN HASIL SAMPING DAN LIMBAH HASIL


PERIKANAN

PEMANFAATAN LIMBAH JEROAN IKAN TONGKOL (Euthynnus sp )


DENGAN TEKNIK FERMENTASI MENJADI PUPUK ORGANIK CAIR

Disusun Oleh Kelompok 6 :

Habsah Agusnia 170254244005

Devi Febrianti 170254244007

Elma Alda Syahputri 170254244008

Vika Annur Syafitri 170254244009

Melati 170254244010

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pemanfaatan Limbah Jeroan Ikan Tongkol (Euthynnus Sp) Dengan Teknik
Fermentasi Menjadi Pupuk Cair Organik”.
Makalah ini sebagai salah satu tugas mata kuliah Teknologi Pemanfaatan
Hasil Samping Dan Limbah Hasil Perikanan. Penyusun mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Sri Novalina S.Pi., M.Si. sebagai dosen mata kuliah Teknologi
Pemanfaatan Hasil Samping Dan Limbah Hasil Perikanan yang telah
memberikan arahan dalam penulisan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terlalu
banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk perbaikan makalah selanjutnya. Demikianlah makalah
ini penyusun selesaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak
yang membutuhkan. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih.

Tanjung Pinang,23 November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

1.3.Tujuan ............................................................................................................ 2

1.4.Manfaat .......................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3

2.1. Ikan Tongkol Euthynnus affinis .................................................................. 3

2.2. Jeroan Ikan tongkol Euthynnus Affinis ......................................................... 4

2.3. Teknik Fermentasi ........................................................................................ 4

2.3.1 Tipe Fermentasi Menurut Jenis Substrat ........................................... 5

2.3.2 Pengaruh Lama Waktu Fermentasi dalam Proses Fermentasi .......... 5

2.3.3 Mikroba yang digunakan dalam Proses Fermentasi.......................... 6

2.4. Pupuk Organik .............................................................................................. 6

BAB III PEMBAHASAN ....................................................................................... 8

3.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pembuatan Pupuk Cair


Organik ................................................................................................................ 8

3.2 Sifat Dan Karakteristik Pupuk Organik Cair ............................................. 10

3.3 Kandungan Senyawa Pada Jeroan Ikan Tongkol ....................................... 10

3.4 Prosedur Pembuatan Pupuk Organik Cair Dari Jeroan Ikan Tongkol ........ 11

BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 12

4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 12

4.2 Saran ............................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan ikan sebagai bahan pupuk organik sudah lama di lakukan.


Hingga saat ini telah banyak beredar berbagai jenis pupuk organik berbahan baku
ikan, baik sebagai pupuk padat atau pupuk cair (Davis et al., 2004). Pupuk padat
berbahan baku ikan umumnya dibuat dalam bentuk tepung, granular, atau pelet,
sedangkan dalam bentuk cair berupa emulsi konsentrasi tinggi (Davis et al.,
2004).
Pupuk berbahan baku ikan kaya akan unsur makro dan mikro. Pupuk tersebut
dilaporkan nyata meningkatkan pertumbuhan beberapa jenis sayuran dengan
tingkat penambahan hasil mencapai 60% dari perlakuan kontrol (Glogoza, 2007).
Selain sebagai sumber hara, pupuk berbahan baku ikan dilaporkan nyata
menurunkan serangan patogen Macrophomina phaseolina, Rhizoctonia solani and
Fusarium spp., pada okra dan kacang panjang (Abasi et al., 2003; Irshad et al.,
2006) serta dapat menginduksi Actynomicetes spp. dan Rhizobacteria spp yang
berperan dalam menghasilkan hormon tumbuh disekitar perakaran tanaman (El-
Tarabily et al., 2003).
Namun demikian, pupuk ikan yang telah dikembangkan saat ini umumnya
berasal dari ikan berkualitas baik sehingga bersaing dengan kebutuhan pangan
masyarakat. Di sisi yang lain, limbah ikan tersedia dalam jumlah yang cukup
besar dan belum termanfaatkan. Limbah tersebut umumnya terkumpul di tempat-
tempat penampungan ikan serta pasar-pasar tradisional. Komposisi limbah
tersebut umumnya berupa ikan yang telah rusak, isi perut, sirip, kepala, kulit dan
sisik.
Apabila dimanfaatkan, maka limbah ikan tersebut berpotensi untuk dijadikan
pupuk ikan yang berkualitas baik setara dengan pupuk ikan yang telah ada di
pasaran. Guna mendukung pemanfaatan limbah ikan tersebut, maka penelitian
yang terkait dengan pemanfaatannya sebagai bahan pupuk masih sangat
diperlukan.

1
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh pemberian pupuk organik cair dari limbah jeroan ikan
tongkol (Euthynnus sp) dengan teknik fermentasi terhadap pertumbuhan tanaman.
1.3.Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik cair dari limbah jeroan
ikan tongkol (Euthynnus sp) dengan teknik fermentasi terhadap pertumbuhan
tanaman.
1.4.Manfaat
1. Khususnya para petani, makalah ini dapat dijadikan informasi tentang
pemanfaatan limbah jeroan ikan tongkol sebagai pupuk organik cair.
2. Mengatasi masalah pencemaran terhadap lingkungan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Ikan Tongkol Euthynnus affinis

Ikan tongkol memiliki bentuk tubuh seperti cerutu dengan kulit licin dan
tergolong tuna kecil. Sirip dada melengkung dan sirip dubur terdapat sirip
tambahan kecil-kecil (Djuhanda 1981). Klasifikasi ikan tongkol menuru Saanin
(1984) adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Teleostei
Subkelas : Actinopterygi
Ordo : Perciformes
Subordo : Scombridei
Famili : Scombridae
Genus : Euthynnus
Spesies : Euthynnus sp.
Ikan tongkol merupakan jenis ikan dengan kandungan gizi yang cukup tinggi.
Kandungan proteinnya mencapai 26%, kadar lemak rendah yaitu 2%, dan
kandungan mineral penting yang tinggi. Secara umum bagian ikan yang dapat
dimakan (edible portion) berkisar antara 45-50% (Suzuki 1981). Ikan tongkol
memiliki sifat cenderung membentuk kelompok (school) multi spesies
berdasarkan ukuran. Satu kelompok umumnya terdiri dari 100-5000 individu.
Habitat ikan ini berada di perairan epipelagik, merupakan spesies neuritik yang
mendiami perairan dengan kisaran suhu antara 18-29 °C.

3
Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan predator yang rakus memakan
berbagai ikan kecil, udang, dan cepalopoda, sebaliknya juga merupakan mangsa
dari hiu dan marlin. Panjang baku maksimum 100 cm dengan berat 13,6 kg,
umumnya 60 cm, di Samudera Hindia usia 3 tahun panjang bakunya mencapai 50-
65 cm (Collete dan Nauen 1983).
Ciri-ciri ikan tongkol (Euthynnus affinis), badan berukuran sedang,
memanjang seperti torpedo, mempunyai dua sirip punggung yang dipisahkan oleh
celah sempit, sirip punggung pertama diikuti oleh celah sempit, sirip punggung
kedua diikuti oleh 8-10 sirip tambahan, tidak memiliki gelembung renang, warna
tubuh pada bagian punggung gelap kebiruan dan terdapat tanda garis-garis miring
terpecah dan tersusun rapi (Collete dan Nauen 1983 ).
2.2. Jeroan Ikan tongkol Euthynnus Affinis
Pada umumnya ikan tongkol diolah secara tradisional antara lain dengan cara
pengasapan, penggaraman dan pemindangan. Pada proses pengolahan ikan akan
menghasilkan sisa atau limbah padat yang berpotensi untuk mencemari
lingkungan. Salah satu limbah padat yang dihasilkan dari pengolahan ikan adalah
jeroan.
Jeroan terdiri dari lambung, usus, hati, kantung empedu, pangkreas, gonad,
limpa, dan ginjal. Jika limbah tersebut dibiarkan begitu saja dapat menyebabkan
pencemaran serta menimbulkan bau yang menggangu astetika lingkungan
(Wijatmoko, 2004). Jeroan ikan yang termasuk dalam limbah padat selama ini
belum dimanfaatkan secara optimal, sebagian kecil hanya dimanfaatkan sebagai
pakan ternak. Padahal jeroan ikan tongkol masih mengandung zat gizi seperti
kadar abu, protein dan lemak.
2.3.Teknik Fermentasi
Fermentasi berasal dari kata ferment yang berarti enzim, sehingga fermentasi
dapat diartikan sebagai peristiwa atau proses berdasarkan atas kerja enzim (Said,
1987). Fermentasi adalah suatu proses bioteknologi dengan memanfaatkan
mikroba untuk mengawetkan pakan dan tidak mengurangi kandungan zat nutrien
pakan dan bahkan dapat meningkatkan kualitas dan daya tahan pakan itu sendiri.
Mikroba yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah bakteri, khamir dan
kapang. Prinsip dasar fermentasi adalah mengaktifkan kegiatan mikroba tertentu

4
untuk tujuan mengubah sifat bahan agar dapat dihasilkan sesuatu yang
bermanfaat. Hasil-hasil fermentasi terutama tergantung pada jenis substrat,
macam mikroba dan kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan
dan metabolisme mikroba tersebut. (Winarno., dkk 1980).
Keuntungan proses fermentasi dengan memanfaatkan jasa mikroba
dibandingkan melalui proses kimiawi adalah selain prosesnya sangat spesifik,
suhu yang diperlukan relatif rendah dan tidak memerlukan katalisator logam yang
mempunyai sifat polutan (Bachruddin, 2014). Menurut Judoamidjojo dkk. (1989)
menyatakan bahwa beberapa langkah utama yang diperlukan dalam melakukan
suatu proses fermentasi diantaranya adalah :
1. Seleksi mikroba atau enzim yang sesuai dengan tujuan.
2. Seleksi media sesuai dengan tujuan.
3. Sterilisasi semua bagian penting untuk mencegah kontaminasi oleh mikroba
yang tidak dikehendaki.
2.3.1 Tipe Fermentasi Menurut Jenis Substrat
Fermentasi menurut jenis subtrat atau mediumnya dibedakan atas dua
golongan yaitu fermentasi substrat padat dimana proses fermentasinya
menggunakan medium padat tetapi cukup mengandung air, sedangkan fermentasi
substrat cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi
dalam fase cair (Chalal, 1985). Keuntungan dari fermentasi substrat cair ini adalah
komposisi dan konsentrasi inokulum dapat diatur dengan mudah, tidak
memerlukan takaran atau jumlah inokulum yang tinggi, serta penanganan suhu
dan kelembaban selama proses fermentasi lebih mudah.
2.3.2 Pengaruh Lama Waktu Fermentasi dalam Proses Fermentasi
Pertumbuhan mikroba pada proses fermentasi ditandai dengan peningkatan
jumlah masa sel seiring dengan lamanya waktu yang digunakan sehingga
konsentrasi metabolik semakin tinggi sampai akhirnya menjadi terbatas yang
kemudian dapat menyebabkan laju pertumbuhan menurun. Lama fermentasi
dipengaruhi oleh faktor‐faktor yang secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh terhadap proses fermentasi. Menurut Kunaepah (2008), ada banyak
faktor yang mempengaruhi fermentasi antara lain substrat, suhu, pH, oksigen, dan
mikroba yang digunakan. Lama fermentasi berkaitan dengan fase pertumbuhan

5
mikroba yang akan terus berubah dari waktu ke waktu selama proses fermentasi
berlangsung. Menurut Aisjah (1995) waktu inkubasi yang singkat mengakibatkan
terbatasnya kesempatan mikroba untuk terus tumbuh dan berkembang biak
sehingga jumlah komponen substrat yang dapat diubah menjadi massa sel juga
sedikit. Sebaliknya dengan waktu inkubasi yang lebih lama berarti akan semakin
banyak kesempatan mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak.
2.3.3 Mikroba yang digunakan dalam Proses Fermentasi
Mikroba dalam fermentasi merupakan faktor utama sehingga harus memenuhi
syarat-syarat tertentu seperti murni, unggul, stabil, dan bukan patogen. Pada
kondisi fermentasi yang diberikan, mikroba harus mampu menghasilkan
perubahan-perubahan yang dikehendaki secara cepat dan hasil yang besar. Sifat
unggul yang ada harus dapat dipertahankan karena berkaitan dengan kondisi
proses yang diharapkan. Mikroba harus mempunyai sifat-sifat yang tetap, tidak
mengalami perubahan karena mutasi atau lingkungan. Mikroba yang digunakan
adalah bukan patogen bagi manusia maupun hewan, kecuali untuk produksi bahan
kimia tertentu.
2.4. Pupuk Organik
Pupuk organik merupakan hasil dekomposisi bahan-bahan organik baik
tumbuhan kering (humus) maupun limbah dari kotoran ternak yang diurai
(dirombak) oleh mikroba hingga dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan
tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk organik sangat
penting artinya sebagai penyangga sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga
dapat meningkatkan efisiensi pupuk dan produktivitas lahan (Supartha, 2012).
Susunan kimia pupuk kandang berbeda-beda tergantung dari jenis ternak, umur
ternak, macam pakan, jumlah amparan, cara penanganan dan penyimpanan pupuk
yang berpengaruh positif terhadap sifat fisik dan kimiawi tanah, mendorong
kehidupan mikroba tanah yang mengubah berbagai faktor dalam tanah sehingga
menjamin kesuburan tanah (Sajimin, 2011). Pupuk organik dapat meningkatkan
anion-anion utama untuk pertumbuhan tanaman seperti nitrat, fosfat, sulfat, borat,
dan klorida serta meningkatkan ketersediaan hara makro untuk kebutuhan
tanaman dan memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah (Lestari, 2015).

6
Menurut Hadisuswito dan Sukamto dalam Oktavia (2015) pupuk organik
berdasarkan bentuk dan strukturnya dibagi menjadi dua golongan yaitu pupuk
organik padat dan pupuk organik cair. Pupuk organik mengandung asam humat
dan asam folat serta zat pengatur tumbuh yang dapat mempercepat pertumbuhan
tanaman (Supartha, 2012).
Frekuensi pemberian pupuk dengan dosis yang berbeda menyebabkan hasil
produksi jumlah daun yang berbeda pula dan frekuensi yang tepat akan
mempercepat laju pembentukan daun. Penggunaan pupuk organik mampu
menjadi solusi dalam mengurangi aplikasi pupuk buatan yang berlebihan
dikarenakan adanya bahan organik yang mampu memperbaiki sifat fisika, kimia,
dan biologi tanah. Perbaikan terhadap sifat fisik yaitu menggemburkan tanah,
memperbaiki aerasi dan drainase, meningkatkan ikatan antar partikel,
meningkatkan kapasitas menahan air, mencegah erosi dan longsor, dan
merevitalisasi daya olah tanah (Kelik, 2010).

7
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pembuatan Pupuk Cair


Organik
1. Nilai C/N Bahan

C/N berfungsi untuk meningkatkan kesuburan pada tanah. Penambahan bahan


organik dengan nisbah C/N tinggi mengakibatkan tanah mengalami perubahan
imbangan C/N dengan cepat, karena mikroorganisme tanah menyerang sisa
pertanaman. C/N juga berfungsi untuk menyeimbangkan ketersediaan nitrogen
yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Apabila bahan organik yang diberikan ke
tanah mempunyai nisbah C/N tinggi, maka mikroorganisme tanah dan tanaman
akan berkompetisi memanfaatkan nitrogen dan tanaman selalu kalah disamping
karbohidrat yang dijadikan sebagai sumber energi dan pertumbuhan mikroba,
ternyata juga dibutuhkan N dan P. Bahan-bahan yang terakhir ini diasimilir
menjadi bahan tubuhnya. Dengan jalan ini protein tumbuhan dialihkan menjadi
protein mikroba.

Rasio C/N yang efektif untuk proses pembuatan pupuk cair berkisar antara
30:1 hingga 40:1. Pada rasio C/N di antara 30 hingga 40, mikroba mendapatkan
cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu
tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi
lambat. Selama proses itu, rasio C/N akan terus menurun.Pupuk cair yang
langsung dapat digunakan memiliki rasio C/N nya kurang dari 20.

2. Kandungan NPK
Pupuk yang sudah matang memiliki kandungan hara kurang lebih: 1,69% N,
0,34% P2O5, dan 2,81% K. dengan kata lain, dalam seratus liter pupuk cair setara
dengan 1,69 liter urea, 0,34 liter SP-36, dan 2,81 liter KCl.
Nitrogen (N) berperan penting dalam merangsang pertumbuhan vegetatif dari
tanaman. Selain itu N merupakan penyusun plasma sel dan berperan penting
dalam pembentukan protein. Fosfor (P) adalah unsur hara makro kedua setelah
nitrogen yang banyak dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhannya dan diserap

8
tanaman dalam bentuk ion. Sumber utama fosfor di dalam tanah berasal dari
pelapukan mineral-mineral yang mengandung fosfat.
Kalium (K) adalah unsur hara makro yang banyak dibutuhkan tanaman, dan
diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Di dalam tubuh tanaman kalium bukanlah
sebagai penyusun jaringan tanaman, tetapi lebih banyak berperan dalam proses
metabolisme tanaman seperti mengaktifkan kerja enzim, membuka dan menutup
stomata, transportasi hasil-hasil fotosintesis, dan meningkatkan daya tahan
tanaman terhadap kekeringan dan penyakit tanaman.
3. Ukuran bahan

Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposan
pupuknya karena semakin luas bahan yang tersentuh bakteri.
4. Komposisi bahan
Pembuatan pupuk cair dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih
cepat. Pembuatan pupuk bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila
ditambah dengan kotoran hewan.
5. Jumlah mikroorganisme
Dengan semakin banyaknya jumlah mikroorganisme maka proses pembuatan
pupuk diharapkan akan semakin cepat. Dari sekian banyak mikroorganisme ada
lima golongan yang pokok yaitu, bakteri fotosintesis, lactobasilius sp, aspergillus
sp, ragi (yeast), dan actinomycetes.
6. Kelembapan
Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan kelembapan sekitar
40-60 %. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara
optimal. Kelembapan yang lebih rendah atau lebih tinggi akan menyebabkan
mikrorganisme tidak berkembang atau mati.
7. Suhu
Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap proses pembuatan pupuk karena
berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Suhu optimum untu
pembuatan pupuk adalah 40-60 0C. Bila suhu terlalu tinggi mikroorganisme akan
mati. Bila suhu relatif rendah mikroorganisme belum dapat bekerja atau dalam
keadaan dorman.

9
3.2 Sifat Dan Karakteristik Pupuk Organik Cair
Pupuk organik cair tidak bisa dijadikan pupuk utama dalam bercocok tanam.
Sebaiknya gunakan pupuk organik padat sebagai pupuk utama/dasar. Pupuk
organik padat akan tersimpan lebih lama dalam media tanam dan bisa
menyediakan hara untuk jangka yang panjang. Sedangkan, nutrisi yang ada pada
pupuk cair lebih rentan terbawa erosi. Namun di sisi lain, lebih mudah dicerna
oleh tanaman.
Jenis pupuk cair lebih efektif dan efesien jika diaplikasikan pada daun, bunga
dan batang dibanding pada media tanam (kecuali pada metode hidroponik). Pupuk
organik cair bisa berfungsi sebagai perangsang tumbuh. Terutama saat tanaman
mulai bertunas atau saat perubahan dari fase vegetatif ke generatif untuk
merangsang pertumbuhan buah dan biji. Daun dan batang bisa menyerap secara
langsung pupuk yang diberikan melalui stomata atau pori-pori yang ada pada
permukaannya.
Pemberian pupuk organik cair lewat daun harus hati-hati. Jaga jangan sampai
overdosis, karena bisa mematikan tanaman. Pemberian pupuk daun yang berlebih
juga akan mengundang hama dan penyakit pada tanaman
Setiap tanaman mempunyai kapasitas dalam menyerap nutrisi sebagai
makanannya. Secara teoritik, tanaman hanya sanggup menyerap unsur hara yang
tersedia dalam tanah tidak lebih dari 2% per hari. Pada daun, meskipun kami
belum menemukan angka persisnya, bisa diperkirakan jumlahnya tidak lebih dari
2%. Oleh karena itu pemberian pupuk organik cair pada daun harus diencerkan
terlebih dahulu.
Karena sifatnya sebagai pupuk tambahan, pupuk organik cair sebaiknya kaya
akan unsur hara mikro. Sementara unsur hara makro dipenuhi oleh pupuk utama
lewat tanah, pupuk organik cair harus memberikan unsur hara mikro yang lebih.
Untuk mendapatkan kandungan hara mikro, bisa dipilah dari bahan baku pupuk.

3.3 Kandungan Senyawa Pada Jeroan Ikan Tongkol


Limbah ikan bagian dalam dan luar yang tersisa pada pengolahan ikan
memiliki potensi untuk diolah menjadi pupuk. Secara umum limbah ikan
mengandung banyak nutrien yaitu N (nitrogen), P (posforus) dan K (kalium) yang
merupakan komponen penyusun pupuk organik (Hapsari & Welasi, 2013). Salah

10
satu limbah yang terdapat pada ikan yaitu jeroan atau isi perut ikan. Ikan tongkol
banyak ditemukan di wilayah laut Indonesia dan makanan dari ikan ini antara lain
ikan kecil, udang, cumi-cumi, dan moluska. Cumicumi dan udang mengandung
kalium, fosforus, natrium, magnesium, dan kalsium (Santoso, dkk., 2008)
sedangkan pertumbuhan tanaman memerlukan tiga unsur hara penting, yaitu
nitrogen (N), posforus (P), dan kalium (K) (Suprihatin, 2011). Sehingga jeroan
ikan tongkol diharapkan dapat meningkatkan unsur hara yang dibutuhkan
tanaman dalam pupuk organik cair.

3.4 Prosedur Pembuatan Pupuk Organik Cair Dari Jeroan Ikan Tongkol
Alat dan Bahan :

1. Limbah ikan nila 5 kg


2. Tetes tebu 2.5 liter
3. EM4 250 ml
4. Air limbah cucian beras 5 liter
5. Wadah tertutup, pisau, blender, aringan

Tahapan :

1. Bersihkan dan cuci jeroan ikan tongkol dari darah dan kotoran yang
menempel pada jeroan ikan.
2. Selanjutnya jeroan ikan tongkol yang sudar bersih dipotong-potong dan
dihaluskan
3. Kemudian masukkan kedalam wadah tertutup dan tambahkan bahan lain
seperti EM4, air limbah cucian beras, aduk hingga rata dan tutup rapat,
diamkan selama 2 minggu.
4. Setelah itu hasil fermentasi disaring menggunakan saringan.
5. Hasil saringan terbagi menjadi 2 bagian yaitu bagian cairan dan ampas. Pada
bagian ampas dapat gunakan sebagai pupuk kompos dan bagian cairan bisa
digunakan sebagai pupuk cair pada tanaman.

11
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Limbah ikan memiliki potensi untuk diolah menjadi pupuk. Secara umum
limbah ikan mengandung banyak nutrien yaitu nitrogen, posforus dan kalium
yang merupakan komponen penyusun pupuk organik. Pupuk organik padat akan
tersimpan lebih lama dalam media tanam dan bisa menyediakan hara untuk jangka
yang panjang. Sedangkan, nutrisi yang ada pada pupuk cair lebih rentan terbawa
erosi. Namun di sisi lain, lebih mudah dicerna oleh tanaman. Pupuk organik
sangat penting sebagai penyangga sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga
dapat meningkatkan efisiensi pupuk dan produktivitas lahan dan dapa juga
meningkatkan anion-anion utama untuk pertumbuhan tanaman seperti nitrat,
fosfat, sulfat, borat, dan klorida serta meningkatkan ketersediaan hara makro
untuk kebutuhan tanaman dan memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah

4.2 Saran
Sebaiknya Jeroan pada ikan yang terdiri dari lambung, usus, hati, kantung
empedu, pangkreas, gonad, limpa, dan ginjal jangan dibuang sembarangan jeroan
tersebut bisa menyebabkan pencemaran serta menimbulkan bau yang menggangu
lingkungan. Jeroan ikan bisa dimanfaatkan secara optimal, sebagian kecil hanya
dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Padahal jeroan ikan tongkol masih
mengandung zat gizi seperti kadar abu, protein dan lemak.

12
DAFTAR PUSTAKA

Baon,P.K.Y. 2017. Pengaruh pemberian pupuk organic cair limbah ikan nila
(oreocrhomis niloticus ) terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
kacang panjang (vigna sinensis) .[skripsi]. Universitas sanata Dharma.
Yogyakarta

Hapsari, N. & Welasi, T. (2013). Pemanfaatan limbah ikan menjadi pupuk


organik. Jurnal Teknik Lingkungan, 2(1), 1-6

Hernawati, Jawiana Saokani dan Heriansah. 2017. Pengaruh Penambahan Garam


Terhadap Karakteristik Petis Berbahan Limbah Padat Ikan Tongkol
(Euthynnus Affinis). Jurnal Balik Diwa. Vol.8 : 1

Indarti P. Lestari, Yudi Sastro, dan Ana F. C. Irawati. 2011. Kajian Teknologi
Fermentasi Limbah Ikan Sebagai Pupuk Organik. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jakarta

Suswono. (2011). Persyaratan teknis minimal pupuk organik padat. Jakarta:


Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011
Menteri Pertanian.

13
LAMPIRAN

gambar. Limbah ikan tongkol

14

Anda mungkin juga menyukai