1. PENDAHULUAN
Sosis adalah daging lumat yang dicampur dengan bumbu dan rempah
rempah, kemudian dimasukkan dan dibentuk dalam pembungkus atau cashing
(Sutrisno, Purwiyanto, dan Eko 2010). Sosis dikenal sebagai bahan makanan yang
memiliki rasa gurih, tekstur yang kenyal dan padat, serta berbentuk bulat
memanjang. Rasa sosis yang gurih banyak disukai oleh anak-anak maupun
dewasa.
Sosis merupakan makanan yang terbuat dari daging, lemak, bahan
pengikat, bahan pengisi, air, garam, dan bumbu-bumbu yang cara penyelesaiannya
dengan dikukus. Menurut Sutrisno, Purwiyanto dan Eko (2010) semua jenis
daging ternak dapat digunakan untuk membuat sosis. Daging merupakan sumber
protein yang berfungsi sebagai pengemulsi dalam sosis.Umumnya sosis dibuat
dari daging sapi atau daging ayam, hal ini dikarenakan bahan tersebut banyak
tersedia dipasaran dan disukai oleh semua kalangan usia. Melihat harga jual
daging yang masih tergolong mahal, maka perlu dilakukan pengganti dari bahan
2
tersebut yaitu dengan menggunakan bahan dasar yang memiliki harga lebih
ekonomis, seperti daging ikan lele.
Ikan lele termasuk jenis ikan air tawar yang sangat populer dimasyarakat
khususnya ikan lele yang memiliki nama ilmiah Clarias sp. Ikan lele cukup
populer karena harganya terjangkau, memiliki rasa gurih, serta tekstur dagingnya
lunak dan kesat. Kandungan protein yang tinggi dengan kandungan lemak yang
rendah, pada ikan lele, memungkinkan untuk diolah menjadi produk olahan,
seperti: sosis ataupun nugget lele
Dengan pertimbangan diatas tentang pengembangan produk perikanan
khususnya ikan patin maka kami tertarik mengambil judul “PENGOLAHAN
SOSIS IKAN LELE (Clarias sp.) DENGAN PENAMBAHAN RUMPUT
LAUT Eucheuma Cottoni”.
1.2 Tujuan
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ikan Lele
Ikan lele secara morfologi memiliki bentuk tubuh yang memanjang dan
berkulit licin (tidak bersisik). Sesuai dangan family nya yaitu Clariidae yang
memiliki bentuk kepala pipih dengan tulang keras sebagai batok kepala. Disekitar
mulut terdapat 4 pasang sungut. Pada sirip dada terdapat patil atau duri keras yang
berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan diri. Secara anatomi ikan lele
memiliki alat pernafasan tambahan yang terletak di bagian depan rongga insang,
yang memungkinkan ikan untuk mengambil oksigen langsung dari udara. Oleh
karena itu, ikan lele dapat hidup dalam kondisi perairan yang mengandung sedikit
kadar oksigen.
Ikan lele menurut klasifikasi berdasar taksonomi yang dikemukakan oleh Weber
de Beaufort (1965) digolongkan sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidae
Famili : Clariidae
Genus : Clarias sp.
Ikan lele adalah pemakan jasad hewani yaitu crusstacea kecil, larva
serangga, cacing dan moluska. Ikan lele merupakan ikan yang termasuk dalam
famili Clariidae memiliki bentuk badan yang memanjang, berkepala pipih, tidak
4
bersisik, memiliki empat pasang kumis yang memanjang sebagai alat peraba, dan
memiliki alat pernafasan tambahan yang bekerja apabila insang tidak dapat
memperoleh kebutuhan oksigen pada bagian depan rongga insang yaitu
arborescen organ. Bagian depan badannya terdapat penampang melintang yang
membulat, sedang bagian tengah dan belakang berbentuk pipih.
Ikan lele merupakan salah satu hasil peternakan yang kaya akan gizi.
Ikan lele (Clarias sp.) merupakan ikan air tawar yang dapat hidup di tempat-
tempat kritis, seperti rawa, sungai, sawah, kolam ikan yang subur, kolam ikan
yang keruh, dan tempat berlumpur yang kekurangan oksigen. Hal ini
dimungkinkan karena ikan lele mempunyai alat pernapasan tambahan, yakni
arborecent. Ikan lele dapat pula dipelihara di tambak air payau asal kadar
garamnya tidak terlalu tinggi. Ikan lele termasuk dalam famili Claridae dan sering
juga disebut mud fish atau cat fish. Di Indonesia, ikan lele dikenal dengan
beberapa nama daerah, seperti ikan maut (Sumatera Utara dan Aceh), keling
(Sulawesi Selatan), dan cepi (Bugis) (Siregar, 2011).
Lele mengandung nilai gizi yang tinggi seperti protein sebanyak 18,70%;
lemak 1,1%; karbohidrat 0%; kalsium 15 mg; fosfor 260 mg; Fe 2 mg; natrium
150 mg; tiamin (vit. B1) 0,1 mg; riboflavin (vit. B2) 0,05 mg; niasin 2,0 mg.
Sementara itu, daging sapi mengandung 19% protein; 5% lemak; 70% air; 3,5%
zat-zat non protein; 2,5% mineral; dan bahan-bahan lainnya. Keunggulan lele
dibandingkan dengan produk hewani lainnya adalah kaya akan asam amino leusin
dan lisin. Leusin (C6H13NO2) merupakan asam amino esensial yang sangat
diperlukan untuk pertumbuhan anak-anak dan. Leusin juga berguna untuk
perombakan dan pembentukan protein otot.
2.3 Sosis
Sosis adalah olahan daging yang berupa campuran daging giling dengan
bumbu-bumbu tambahan lain yaitu garam, merica, gula, dan bumbu penyedap
lain. Adonan daging giling kemudian dimasukan ke dalam pembungkus atau
casing yang mencetaknya menjadi bentuk bulat panjang. Bentuk bulat panjang
inilah yang merupakan ciri khas sosis yang membedakannya dengan hasil olahan
daging lain. Sosis dapat dikonsumsi semua kalangan karena teksturnya yang
empuk dan kenyal, yang berbeda dengan daging sebelum diolah menjadi sosis
yang terkadang bersifat keras atau alot. Sehingga sosis diciptakan untuk
mempermudah seseorang dalam mengkonsumsi daging (Kinanthi Diah Cahyani,
2011).
Mengkonsumsi produk olahan ikan atau produk yang mengandung ikan,
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan nilai gizi masyarakat melalui
protein ikan. Salah satu bentuk dari aneka produk olahan hasil perikanan adalah
sosis ikan. Sosis ikan merupakan produk daging giling yang bersifat kenyal dan
berbentuk silinder dengan pembungkus khusus (casing). Pada umumnya sosis
dibuat dari daging sapi, tetapi sosis juga bisa dibuat dari daging ikan. Sosis ikan
belum banyak dikenal masyarakat Indonesia. Pada dasarnya, hampir semua jenis
ikan dapat dimanfaatkan untuk membuat sosis, seperti ikan tuna, ikan lemuru,
ikan tongkol dan ikan remang. Pada pembuatan sosis ikan ini yang digunakan
adalah ikan lele. Berikut ini merupakan syarat mutu sosis ikan menurut SNI 01-
7266.1-2006.
7
bahan baku surimi (Claus et al., 1994). Meskipun semua jenis ikan dapat diolah
Hasil-hasil perikanan mudah mengalami kerusakan disebabkan terjadinya autolisis
dan akibat adanya pertumbuhan mikroba. Aktifitasnya menjadi optimum dan pada
kondisi lain aktifitasnya menurun. Penggunaan suhu rendah dapat digunakan
untuk mempertahankan kesegaran serta mempertahankan sifat-sifat asli dari ikan
(Hadiwiyoto, 1993). Oleh karena itu, surimi yang juga merupakan hasil olahan
produk perikanan perlu dilakukan penyimpanan suhu rendah untuk menjaga
kesegaran, terutama untuk surimi yang tidak langsung diolah menjadi produk
akhir. Surimi yang tidak langsung diolah dan mengalami penyimpanan beku yang
lama, protein miofibrilarnya mudah terdenaturasi yang menyebabkan kerusakan
kemampuan gel. Maka dari itu perlu ditambahkan bahan antidenaturasi
(kryoprotektan).
Bahan lain yang ditambahkan dalam pembuatan sosis ikan adalah garam.
Garam merupakan salah satu faktor penting dalam pembuatan sosis untuk
menghasilkan emulsi, di mana protein daging berupa miosin dilarutkan dan
dikeluarkan dari serat-serat daging sehingga dapat mempertinggi daya ikat
pertikel daging. Menurut Wilson et al. (1981), larutan garam mempercepat
kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat airnya. Tanpa penambahan
garam, tidak akan terbentuk emulsi sosis dan biasanya sosis mengandung garam
1-5% atau 3% (Kramlich, 1971). Garam pada konsentrasi yang cukup juga
bersifat sebagai pengawet, membentuk tekstur produk, menambah cita rasa dan
flavour yang diinginkan (Soeparno, 1994).
Air merupakan salah satu komponen dalam pembuatan sosis dengan
kandungan sekitar 45-55% dari berat total sosis, tergantung jumlah cairan yang
ditambahkan dan macam daging (Soeparno, 1994). Penambahan air atau es
berfungsi menurunkan suhu adonan selama proses cutter, sehingga mencegah
denaturasi protein akibat suhu yang meningkat saat cutting. Selain itu, air atau es
juga berfungsi melarutkan protein miosin yang merupakan pembentuk emulsi
sehingga dihasilkan emulsi yang stabil (Lawrie, 1961). Protein miosin ini hanya
dapat larut pada suhu 4-5o C sehingga sangat penting menggunakan air dingin
atau air es (Kramlich et al., 1973) . Air atau es juga berfungsi melarutkan bumbu-
10
bumbu dan garam sehingga dapat tersebar lebih merata. Air akan banyak
mempengaruhi tekstur produk, keawetan, dan penampakan (Winarno, 1979).
3. METODE PRAKTEK
3.1 Waktu dan Tempat
Pelaksanaan praktek keahlian ini dimulai pada tanggal 2 April 2017 hingga 7
Juni 2017, bertempat di Workshop Pengolahan, Laboratorium Kimia,
Laboratorium Mikrobiologi Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta.
diketahui apakah ada kerusakan fisik pada sosis ikan yang secara tidak langsung
dapat mempengaruhi terhadap hasil akhir produk.
Dalam pengujian organoleptik ini alat bantu yang digunakan adalah score
sheet dan alat tulis.
Keterangan:
A = Pembuatan proposal dan perbaikan
B = Pelaksanaan praktek, analisa bahan mentah, pengolahan dan analisa
produk
C = Analisa data
D = Penyusunan laporan
E = Seminar
13