Anda di halaman 1dari 15

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan sebagai salah satu sumber bahan pangan yang melimpah di Indonesia, baik ikan laut,
payau maupun tawar. Sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap
manfaat daging ikan bagi kesehatan tubuh, maka meningkat pula pengembangan usaha
budidaya ikan di Indonesia. Salah satu jenis ikan air tawar yang menjadi
komoditas unggulan adalah ikan lele. Ikan perairan tawar tersebut mempunyai beberapa
kelebihan antara lain mudah dibudidaya, tingkat mortalitas rendah, laju pertumbuhan lebih
tinggi dibandingkan beberapa spesies ikan air tawar lainnya, benih mudah diperoleh dan
banyak disukai oleh masyarakat. Selain itu, ikan lele juga dapat diolah menjadi berbagai
macam makanan dengan pengolahan yang mudah, seperti digoreng, dibakar atau olahan
lainnya (Rahayu et al., 2019).

Ikan lele mengandung kandungan gizi yang tinggi dan sangat bermanfaat antara lain kalori,
lemak, protein, natrium, vitamin dan kandungan gizi lainnya. Olahan ikan lele juga sangat
bervariasi dimasyarakat dan menjadi salah satu lauk favorit masyarakat karena kemudahan
untuk mendapatkannya dan harga yang terjangkau. Ikan lele biasa dikonsumsi sebagai lauk
utuh, yang dioleh sebagai lele misalnya digoreng, penyet, dan sebagainya. Produk olahan
lele belum banyak tersebar dimasyarakat hal ini diakibatkan oleh berbagai faktor antara lain
minimnya edukasi dan sosialisasi tentang berbagai olahan lele dan bagaimana cara
divertivikasi olahan lele kepada masyarakat. (Amar et al., 2022).

Selama ini lele biasa dikonsumsi sebagai lauk dengan diolah utuh sebagai lele misalnya
digoreng, pecel lele, lele penyet, mangut lele dan sebagainya. Belum banyak industri yang
mengoptimalkan diversifikasi olahan lele mengingat lele hanya mempunyai bagian daging
yang edible sebanyak 40% dari total beratnya. Jadi daging yang bisa diolah relative sedikit
misalnya apabila satu kilogram lele bagian dagingnya hanya 400g saja. Semua bagian ikan
akan dimanfaatkan. Yang dimaksud dengan hasil samping atau limbah produk perairan
adalah bagian-bagian dari komoditi hasil perairan yang tidak digunakan sebagai bahan baku
dalam proses pengolahan misalnya: kulit, sisik, tulang, pancreas, hati, kepala, carapace,
dan gonad. (Handayani dan Kartikawati, 2015).

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang banyak dibudidayakan dan
dikonsumsi oleh masyarakat. Ikan lele mudah dikenali karena tubuhnya yang licin, agak
pipih memanjang, serta memiliki "kumis" yang panjang, yang berada disekitar bagian
mulutnya. Ikan lele memiliki beberapa kelebihan lain, seperti kemampuan tumbuh dengan
sangat cepat, kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan buruk, bergizi tinggi, dan rasa
dagingnya sangat lezat setelah diolah. Ikan lele biasa dikonsumsi oleh masyarakat,
pengolahannya biasanya dibakar, digoreng, atau dibuat suatu olahan lain. Mengkonsumsi
ikan lele sangat baik untuk menjaga stamina dan kesehatan tubuh, sebab terdapat
kandungan gizi dan nutrisi cukup tinggi serta beragam yang bisa diperoleh dari ikan lele.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari praktikum Pengetahuan Bahan Baku materi Ikan Ekonomis Tinggi dan
Ekonomis Rendah yaitu praktikan dapat mengetahui bagian edible portion dan non edible
portion pada ikan ekonomis tinggi dan ikan ekonomis rendah. Serta dapat menentukan skor
kesegaran ikan sesuai standar SNI

Tujuan dari praktikum Pengetahuan Bahan Baku materi Ikan Ekonomis Tinggi dan
Ekonomis Rendah yaitu praktikan dapat mengetahui bagian edible portion dan non edible
portion pada ikan ekonomis tinggi dan ikan ekonomis rendah. Serta dapat menentukan skor
kesegaran ikan sesuai standar SNI.

1.3 Waktu dan Tempat

Praktikum Pengetahuan Bahan Baku dan Industri shift 1 dilakukan pada tanggal 11 April
2023 pukul 06.00 WIB sampai 10.00 WIB di laboratorium ilmu teknologi hasil perairan divisi
nutrisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ikan Ekonomis Rendah Ikan Lele (Clarias sp.)
Ikan yang memiliki harga terjangkau sering disebut sebagai ikan ekonomis rendah.
Jenis ikan ini memiliki klasifikasi harga yang terjangkau, sedang, agak mahal, dan mahal.
Beberapa jenis ikan seperti layaran, setuhuk, pedang, dan remang memiliki kualitas yang
baik dan pembeli dapat dengan mudah menilai kualitas ikan hanya dengan melihatnya.
Namun, di beberapa daerah, ikan-ikan tertentu kurang diminati karena kepercayaan
masyarakat setempat (Tika, 2017).

Ikan lele (Clarias sp.) merupakan salah satu contoh ikan ekonomis rendah yang populer di
Indonesia dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Ikan lele adalah salah satu jenis ikan
budidaya yang memiliki banyak kelebihan, seperti pertumbuhan yang cepat dan adaptasi
yang tinggi pada lingkungan. Permintaan ikan lele terus meningkat dari tahun ke tahun,
sehingga produksinya pun mengalami peningkatan yang signifikan. Dengan begitu, ikan lele
menjadi salah satu contoh ikan ekonomis rendah yang penting bagi sektor perikanan di
Indonesia( Sitio et al., 2017).

Ikan ekonomis rendah seringkali memiliki harga jual yang relatif murah. Istilah ini biasanya
digunakan untuk ikan yang dianggap sebagai bahan pangan yang sedikit bernilai sehingga
kurang diminati oleh nelayan dan peternak ikan. Namun, seiring dengan meningkatnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya konsumsi ikan untuk kesehatan. Beberapa jenis
ikan ekonomis rendah juga mulai mendapat perhatian yang lebih besar.

2.2 Morfologi Ikan Ekonomis Rendah Ikan Lele Clarias sp. (beserta gambar sitasi)
Ikan lele adalah ikan yang hidup di perairan umum dan merupakan ikan yang bernilai
ekonomis, serta disukai oleh masyarakat. Ikan lele tergolong hewan nocturnal, yaitu lebih
aktif mencari makan di malam hari. Ikan lele umumnya memiliki warna kehitaman atau ke
abuan dengan bentuk tubuh yang panjang dan pipih ke bawah. Memiliki kepala yang pipih
dan tidak memiliki sisik dan terdapat alat pernapasan bantuan. Insang pada ikan lele
berukuran kecil dan terletak dibagian belakang kepala. Sirip dada di lengkapi dengan duri
tajam patil yang memiliki panjang maksimum hingga mencapai 400 mm. Matanya berukuran
1/8 dari panjang kepalanya. Giginya berbentuk villiform dan menempel pada rahangnya.

Ikan lele termasuk famili Clariidae dan genus Clarias. Berikut ini diuraikan klasifikasi ikan
lele. Ikan lele masuk dalam kelas Pisces bersama dengan ikan hiu, ikan tuna, ikan pari, dan
sebagainya. Adapun klasifikasi ikan lele sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Fillum : Chordata
Kelas. : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Ossariophyyci
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus

Gambar 1. Ikan Lele (Warseno, 2018).

Lele juga memiliki alat pernafasan tambahan berupa modifikasi dari busur insangnya.
Terdapat sepasang patil, yakni duri tulang yang tajam, pada sirip-sirip dadanya. Ada sekitar
55-60 spesies anggota marga Clarias yang tersebar di seluruh dunia. Dari jumlah itu, di Asia
Tenggara kini diketahui sekitar 20 spesies lele, kebanyakan diantaranya baru dikenali dan
dideskripsi dalam 10 tahun terakhir (Pratiwi, 2014).

Habitat ikan lele di sungai dengan arus air yang tenang atau mengalir perlahan, rawa,
telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau
air asin. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di
alam ikan lele memijah pada musim penghujan. Ikan lele memiliki alat pernapasan
tambahan yang disebut Aborescen organ yang merupakan menbran yang berlipat-lipat
penuhdengan kapiler darah. Alat ini terletak di dalam ruangan sebelah atas insang
(Warseno, 2018).

Ikan lele banyak juga yang memiliki alat bantu pernapasan tambahan yang dimodifikasi
dalam bentuk lengkungan insangnya. Sirip dada memiliki sepasang sirip yang merupakan
tulang tajam. Habitat ikan lele di sungai dengan arus air yang tenang atau mengalir
perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele tidak pernah ditemukan
di air payau atau air asin. Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan.

2.3 Kesegaran Atau Kemunduran Mutu Ikan


Secara umum, ikan yang masih segar memiliki satu kelemahan yaitu mudah
mengalami kerusakan atau kemunduran kualitas (makanan yang mudah membusuk).
Penurunan kualitas ikan terjadi karena aktivitas enzim, bakteri, dan kimia. Setelah ikan mati,
akan terjadi perubahan fisik, kimia, enzimatis, dan mikrobiologis yang menyebabkan
penurunan kualitas. Penurunan kualitas ikan dapat dilihat secara fisik melalui bau, tekstur,
warna, lendir, dan penampilan yang tidak menarik. (Lemae & Lasmi, 2019)
Kualitas produk hasil perikanan identik dengan kesegaran. Mutu ikan harus dapat
dipertahankan apabila ditangani dengan hati-hati, bersih dan disimpan pada ruangan dingin
dan cepat. Proses perubahan fisik, kimia, dan organoleptik berlangsung dengan cepat
setelah ikan mati. Urutan proses perubahan yang terjadi pada ikan setelah mati meliputi pre
rigor mortis, rigor mortis, dan post rigor mortis. Banyak faktor yang menentukan kecepatan
penurunan kesegaran ikan, diantaranya suhu penyimpanan suhu rendah. Penggunaan suhu
rendah 0°C setelah ikan mati dapat memperpanjang masa rigor mortis, menurunkan
kegiatan enzimatis, bakterial, kimiawi dan perubahan fisik ikan. (Wibowo et al., 2014)
Kesegaran ikan tergantung pada sejumlah faktor, termasuk bagaimana ikan
ditangkap atau dipanen, cara ikan diolah, cara disimpan dan diangkut, serta berapa lama
sejak ikan diperoleh. Jika ikan disimpan dalam suhu yang tepat dan diolah dengan baik,
maka kesegaran ikan dapat bertahan lebih lama. Namun, jika ikan tidak diolah dengan baik
atau disimpan dalam suhu yang tidak sesuai, maka ikan dapat mengalami kemunduran
mutu. Beberapa tanda-tanda ikan yang tidak segar atau mengalami kemunduran mutu:
1. Bau tak sedap: Ikan yang baru seharusnya tidak berbau tak sedap. Jika ikan memiliki
aroma yang tajam, amis, atau seperti belerang, itu bisa menjadi indikasi bahwa ikan
tidak segar.
2. Kulit terkelupas: Ikan yang tidak segar mungkin memiliki kulit yang terkelupas atau
terlihat kusam.
3. Mata keruh: Ikan memiliki mata yang keruh atau kabur, itu bisa menjadi tanda bahwa
ikan tidak segar.
4. Insang kusam: Insang ikan terlihat kusam atau berwarna abu-abu, itu bisa menjadi
tanda bahwa ikan tidak segar.
5. Daging yang lembek: Daging ikan terlihat lembek atau mudah hancur, itu bisa
menjadi tanda bahwa ikan tidak segar.
6. Sisik yang terlepas: Sisik ikan yang mudah terlepas atau terlihat terangkat, itu bisa
menjadi tanda bahwa ikan tidak segar.
7. Warna yang tidak normal: Warna ikan terlihat pudar atau tidak normal, itu bisa
menjadi tanda bahwa ikan tidak segar.

2.4 Kandungan gizi dan senyawa Ikan Lele (Clarias sp.)


Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan
keserasian antara perkembangan fisik dan mental. Ikan memegang peranan penting dalam
pemenuhan sumber gizi dan keamanan hidup bagi manusia pada negara berkembang. Ikan
juga berfungsi sebagai sumber dari asam lemak tidak jenuh jamak (PUFA), protein, mineral
dan vitamin. Meskipun ikan kaya akan gizi, tetapi ikan merupakan bahan yang cepat busuk
dan mempunyai umur simpan yang
pendek (Ramlah et al., 2016).
Ikan adalah sumber protein hewani kelas dua setelah daging, susu dan telur. Kajian
mutakhir menempatkan ikan dan berbagai hasil laut sebagai sumber vitamin dan mineral
esensial yang amat kaya. Ikan merupakan produk laut yang mengandung asam lemak rantai
panjang : omega‐3 (DHA) yang kurang dimiliki bahkan tidak dimiliki produk daratan (hewani
dan nabati). Sumber asam lemak omega-3 yang penting bagi kesehatan jantung, otak, dan
sistem saraf, dan omega‐6, yang berperan amat bermakna dalam pertumbuhan dan
kesehatan (Dewi et al., 2018).

Kandungan gizi dan senyawa pada ikan dapat bervariasi tergantung jenis, ukuran, dan
tempat asalnya. Perlu diingat bahwa beberapa jenis ikan juga dapat mengandung merkuri
dan polutan lainnya yang dapat berbahaya bagi kesehatan jika dikonsumsi secara
berlebihan. Memilih jenis ikan yang tepat dan memperhatikan cara memasaknya agar
nutrisinya tidak hilang merupakan salah satu cara mempertahankan kandungan gizi ikan.
Oleh karena itu, penting untuk memilih jenis ikan yang aman dan dikonsumsi secara
seimbang.

2.5 Manfaat Edible Portion Ikan Lele (Clarias sp.) dalam Bidang Pangan dan Non
Pangan
Edible portion adalah bagian dari bahan makanan yang dapat dimakan. Edible
portion dari Ikan lele (Clarias sp.) terdiri dari daging dan bagian lain yang dapat dimakan
secara langsung atau diolah sebaai hidangan. Berikut contoh dari pemanfaatan edible
portion dari kerang darah dalam bidang pangan dan non pangan:

1. Dalam Bidang Pangan

Ikan lele mengandung protein yang tinggi dan berperan dalam menjaga
kesehatan tubuh. harga yang murah menjadikan ikan lele sebagai salah satu
komoditas utama di bidang pangan dalam sumber protein. Selain dimakan secara
langsung atau di goreng, daging ikan lele dapat diolah menjadi kerupuk.
Pembuatan kerupuk ikan lele ini mengunakan bahan dasar ikan lele dan tepung
tapioka serba bumbu bumbu tambahan lainnya. Lele memiliki keunggulan
dibandingkan dengan produk hewan lainnya karena ikan lele kaya akanleusin
danlisin. Leusin (C6H13NO) berguna untuk perombakan dan protein otot (Engelen
dan Angelina, 2017).

2. Dalam Bidang Non Pangan

Menurut Lestari & Pratiwi, (2020), edible portion ikan lele memiliki banyak
manfaat di luar bidang pangan. Ikan lele mengandung senyawa kolagen sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik. kolagen ikan lele dapat membantu
meningkatkan kelembaban dan elastisitas kulit Selain kosmetik edible portion
ikan lele dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk organik (Wijayanti dan
Harsanti, (2019). Cara pembuatan pupuk organik ikan lele adalah dengan
mencuci dan memotong edible portion ikan lele, kemudian dicampur dengan
molase dengan perbandingan 1:1 dan disimpan selama 21 hari pada suhu kamar.
Setelah itu, pupuk organik siap digunakan untuk meningkatkan kualitas tanah dan
pertumbuhan tanaman.
2.6 Manfaat Non Edible Portion Ikan Lele (Clarias sp.) dalam Bidang Pangan dan Non
Pangan
Non-edible portion pada ikan lele adalah bagian-bagian ikan yang tidak dapat
dikonsumsi karena tidak mengandung nutrisi atau bahkan berbahaya untuk dikonsumsi.
Beberapa contoh non-edible portion pada ikan lele meliputi kulit, tulang, kepala dan sisik,
serta organ dalam seperti hati, ginjal, dan usus. Penting untuk memastikan bagian ikan yang
akan dikonsumsi telah dibersihkan dengan baik agar aman dan sehat untuk dikonsumsi.

1. Dalam Bidang Pangan

Non-edible portion ikan lele, seperti kulit, tulang, kepala, dan sirip, memiliki
potensi untuk dimanfaatkan dalam berbagai produk pangan. Salah satu
pemanfaatan dari non-edible portion ikan lele di bidang pangan yaitu adalah
dijadikan sebagai tepung kalsium.Kalsium merupakan mineral penting untuk
kesehatan tulang dan gigi. Tulang ikan lele mengandung kalsium yang tinggi dan
dapat dimanfaatkan sebagai sumber kalsium dalam produk pangan. Pembuatan
tepung kalsium adalah dengan melakukan perestoan pada tulang, kemudian
dikeringkan hingga kering lalu di haluskan sehingga menjadi tepung. (Ferazuma
et al., 2011).

2. Dalam Bidang Non Pangan

Non-edible portion pada ikan lele, seperti sisik, tulang, dan bagian lain yang
tidak dimakan, dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang non-pangan. Salah
satu pemanfaatan limbah ikan lele yaitu dapat di jadikan sebagai pelet untuk
pakan ikan. Pembuatan pelet dari limbah ikan lele melalui beberapa langkah yaitu
pengumpulan bahan baku, pembersihan bahan baku, pengeringan bahan baku,
penggilingan bahan baku, pencampuran bahan, pembentukan pelet, dan
pengemasan. Selain itu, perlu diperhatikan kualitas bahan baku, proporsi
campuran bahan, serta proses pengeringan dan pembentukan pelet agar
menghasilkan pelet yang berkualitas dan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ikan
(Wardani et al., 2019).

Bab III METODOLOGI


3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada praktikum Pengetahuan Bahan Baku Industri materi Ikan
Ekonomis Tinggi dan Ekonomis Rendah adalah sebagai berikut :

● Timbangan digital: untuk menimbang sampel dengan ketelitian 0,01.


● Pisau: untuk memotong, membersihkan, dan memisahkan antara bagian edible
portion dan non edible portion sampel.
● Baskom: sebagai wadah sampel.

3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum Pengetahuan Bahan Baku Industri materi
Ikan Ekonomis Tinggi dan Ekonomis Rendah adalah sebagai berikut :

● Ikan lele : sebagai sampel.

3.3 Skema Kerja


3.3.1 Kesegaran Ikan
Skema kerja dalam menentukan tingkat kesegaran pada ikan ekonomis rendah dan ikan
ekonomis tinggi dapat dilihat sebagai berikut.

Ikan Ekonomis Tinggi dan Ekonomis Rendah

Amati kondisi ikan dan beri skor sesuai standart SNI 01-2729.1-2006

Hitung total nilai dan tentukan tingkat

Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat yang sama seperti ikan hidup, baik
rupa, bau, rasa, maupun teksturnya. Kesegaran ikan merupakan hal yang sangat penting
dalam menentukan keseluruhan mutu daripada suatu produk perikanan. Salah satu
parameter untuk menentukan kesegaran ikan adalah penilaian organoleptik. Tingkat
kesegaran ikan untuk memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan komoditas ikan
segar yang akan dipasarkan di dalam dan luar negeri, maka ikan yang dipasarkan harus
memenuhi semua ketentuan yang terdapat dalam Standar Nasional Indonesia Nomor 01-
2729.1 Tahun 2006 tentang Spesifikasi Ikan Segar. Pengujian kesegaran ikan dengan uji
organoleptik meliputi melihat dan mengamati penampilan ikan secara menyeluruh terutama
penampilan fisik, mata, insang, dan ada tidaknya lendir. Kedua, yaitu dengan meraba
ikan untuk mengamati kondisi ikan terutama adanya lendir, kelenturan ikan dan lainnya.
Ketiga, dengan menekan daging ikan untuk menilai teksturnya. Keempat yaitu dengan
mencium bau ikan tersebut (Suprayitno, 2020). Setiap indikator penilaian ini masih memiliki
spesifikasi lagi yang masing-masing diberi bobot nilai yang berbeda tergantung kondisi yang
diamati. Ikan segar adalah ikan dengan nilai minimal 7 untuk setiap spesifikasi dari keenam
indikator penilaian yang ada, sehingga secara keseluruhan, ikan segar adalah ikan dengan
peroleh total nilai 42 sampai dengan 54. Artinya, ikan yang perolehan total nilainya kurang
dari 42 termasuk kategori ikan tidak segar.
3.3.2 Penimbangan Non Edible Portion
Skema kerja dalam menentukan bagian non edible portion pada ikan ekonomis rendah dan
ikan ekonomis tinggi dapat dilihat sebagai berikut.

Timbang bahan baku ikan ekonomis tinggi/rendah

Disiangi, lalu pisahkan bagian non-edible portion, kemudian timbang berat


bagian sirip, insang, kepala, isi perut, duri

Masukkan masing-masing bagian ke dalam rumus:


Berat bagian non edible/berat awal ikan x 100%

Dicatat hasilnya

Non Edible portion merupakan bagian yang tidak dapat dimakan yaitu bagian ikan
hasil fillet seperti kepala, sirip, insang isi perut, tulang dan duri (Diana dan Fikri, 2019). Berat
bagian Edible portion dipengaruhi oleh cara pemisahan ketika handling process.
Dari praktikum yang sudah kami lakukan. Langkah pertama kita timbang ikan lele lalu kita
pisahkan bagian edible dan non edible portion nya. Bagian edible portionnya yaitu daging
dan bagian non edible portionnya yaitu sirip, kepala, tulang, isi perut dan ekor. Setelah itu
perhitungan berat non edible portion dilakukan dengan cara menghitung berat bagian non
edible portion dibagi dengan berat awal ikan yang masih utuh dan hasilnya dikalikan 100%.

3.3.3 Penimbangan Edible Portion


Skema kerja dalam menentukan bagian edible portion pada ikan ekonomis rendah dan ikan
ekonomis tinggi dapat dilihat sebagai berikut.

Timbang bahan baku ikan ekonomis tinggi/rendah


Disiangi, lalu pisahkan bagian daging (edible portion)

Masing-masing daging ditimbang dan dihitung menggunakan


rumus berat bagian edible portion/berat awal ikan x 100%

Dicatat hasilnya

Edible portion merupakan bagian yang dapat dimakan, yang dimanfaatkan adalah
hasil daging ikan utuh setelah di fillet yang dapat dimakan. Dari praktikum yang sudah kami
lakukan bagian edible portion didapat dari daging ikan lele. Dan untuk penimbangannya
menggunakan timbangan digital lalu kita pisahkan dari bagian-bagian non edible portionnya,
seperti sirip, kepala, isi perut, tulang dan ekor lalu kita ambil bagian dagingnya saja.
Pengukuran edible portion dilakukan dengan cara menghitung berat fillet bagian edible
portion ikan lele, lalu dibagi dengan berat awal ikan yang masih utuh dikalikan 100%.
Besar kecilnya nilai edible portion dipengaruhi oleh cara pemisahan daging dengan
tulangnya, selain itu nilai edible portion juga dipengaruhi oleh panjang dan bobot ikan
(Cahyani, et al., 2020)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Analisa Hasil Pengamatan

Pada praktikum pengetahuan bahan baku industri sampel yang digunakan untuk
pengamatan kelompok 1 adalah ikan lele ( clarias sp.). ikan lele merupakan salah satu jenis
ikan yang memiliki nilai ekonomis yang rendah. ikan lele digolongkan ke dalam ikan yang
memiliki nilai ekonomis rendah karena harganya yang murah namun tingkat produksinya
yang tinggi.

4.1.1 Analisa Hasil Kesegaran Ikan Ekonomis Rendah

Hasil pengamatan kesegaran yang di dapat kelompok 1 pada Praktikum Pengetahuan


Bahan Baku dan Industri Materi Ikan Ekonomis Rendah Sampel Ikan Lele yang mengacu
pada kriteria SNI 01-2729. 1-2006 tentang Spesifikasi Ikan Segar adalah sebagai berikut.

Tabel Penilaian Sensori Tingkat Kesegaran Ikan Lele

No
Nama Bagian

Mata Insang Lendir Bau Tekstur

1. Naswa Aida 8 7 8 7 8

2. Aulia Shandrina 9 8 8 8 9

3. Muh. Nurdin H. 8 8 8 9 9

4. Valentino L. 8 8 9 9 9

5. Muhammad Erik A. 8 8 8 9 9

6. Mulan Adienda 9 7 8 8 9

7. Teresia N.S. 9 8 8 8 9

8. Izah Nadiya 8 8 9 9 8

9. Safira Zaiwa 8 7 8 8 8

10. Vicha Oktavya 8 8 8 7 9


11. Risky Dwi R. 8 8 8 6 9

12. Vanesa S.A. 8 8 8 7 8

Total 99 93 98 95 104

Rata-rata 8,25 7,75 8,2 7,9 8,7

Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat yang sama seperti ikan hidup,
baik rupa, bau, rasa, maupun teksturnya. Kesegaran ikan merupakan hal yang sangat penting
dalam menentukan keseluruhan mutu daripada suatu produk perikanan. Salah satu parameter
untuk menentukan kesegaran ikan Lele adalah menggunakan penilaian organoleptik.
(Sipahutar et al., 2019).
Tingkat kesegaran ikan Lele dapat mempengaruhi cita rasa dan gizi pada makanan.
Kesegaran ikan Lele dapat dilihat dari karakteristik yang dimiliki oleh ikan tersebut. Oleh
karena itu, untuk melihat kesegaran pada ikan Lele dapat dilakukan salah satunya dengan
pengamatan fisik. Dalam SNI 01-2729.1-2006 tentang Spesifikasi Ikan Segar dijelaskan,
tingkat kesegaran ikan Lele dapat dinilai dari kenampakan mata, insang, lendir permukaan
tubuh, daging (warna dan kenampakan), bau, dan tekstur daging. Penilaian berdasarkan SNI
ini dinamakan dengan penilaian organoleptik.
Dalam tingkat kesegaran ikan Lele, kriteria yang dinilai adalah kenampakan mata,
insang, lendir, bau dan tekstur daging. Berdasarkan kenampakan mata dapat dilihat dari
warna mata Lele yang masih bening dan tidak keruh. Selain itu, kenampakan juga dapat
dilihat dari warna insang yaitu merah dan lendir pada permukaan tubuh masih sedikit.
Sedangkan untuk bau Lele yang masih segar biasanya masih tercium aroma khas amis dari
ikan Lele. Untuk tekstur Lele yang segar dapat dilihat dari teksturnya yang masih elastis
(lemas kenyal).
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh bahwa nilai sensori masing-
masing sampel tiap anak berbeda tingkat kesegarannya. Dari segi kenampakan mata
diperoleh 8,25 (masih segar), warna insang 7,75 (masih segar), lendir 8,2 (masih segar), dari
segi aroma di dapat 7,9 (masih segar), dan dari segi tekstur daging di dapat 8,7 (masih segar).
Dari hasil perolehan tersebut dapat disimpulkan, sampel ikan Lele yang telah diamati
kelompok satu dapat dinyatakan sebagai ikan yang dalam kondisi masih segar. Menurut nilai
sensori diatas, diperoleh bagian edible portion sebesar 42,82%, dan bagian non edible sebesar
68,26%.

4.1.2 Analisa Hasil Edible Portion


Bagian edible portion yang telah dipisahkan dengan non edible portion berat ikan lele
menjadi berkurang. Berat ikan lele pada awalnya 460 gram berubah setelah dipisah bagian
edible portion dengan non edible portion. Berat total keseluruhan edible portion ikan lele
menjadi 197 gram. Bagian tubuh ikan lele lebih banyak yang dibuang dibandingkan yang
dimanfaatkan. Berat total keseluruhan edible portion yang telah didapatkan dihitung jumlah
rendemannya. Perhitungan rendemannya dihitung menggunakan rumus. Didapatkan hasil
rendemen edible portion ikan lele adalah 42,82%.

Rumus perhitungan rendemen edible portion :

(Berat edible portion / Berat Awal) ×100%

Edible portion adalah bagian tubuh ikan yang dapat dikonsumsi. Bagian edible
portion dihitung presentase rendemennya dengan memisahkan bagian yang layak dikonsumsi
dengan bagian yang tidak layak dikonsumsi. Pemisahan ini dilakukan dengan proses fillet
pada daging ikan utuh. Presentase bagian edible portion daging ikan lele akan meningkat jika
berat tubuh ikan semakin besar. Bagian edible portion dapat dihitung dengan cara
menghitung total berat daging ikan yang telah difillet dibagi dengan berat kesulurahan total
tubuh ikan dikalikan 100% (Cindy, 2019).

Tabel Analisis Edible Portion Ikan Ekonomis Tinggi dan Ikan Ekonomis Rendah.

Bagian Edible Portion

Jenis Berat Daging

Ikan Awal

Ikan Lele 460 g 197 g

(Clarias sp.)

%Rendemen 42,82%

4.1.3 Analisa Hasil Non Edible Portion

Non Edible Portion adalah bagian ikan yang pada umumnya tidak dikonsumsi seperti
halnya daging. Non Edible Portion terdiri dari kepala 14%, tulang 11%, sirip 3,5%, dan
jeroan 13%. Sebelum bagian Non Edible Portion dipisahkan dengan Edible Portion, ikan di
timbang secara keseluruhan. Bagian Edible Portion dipisahkan dengan cara di fillet untuk
memisahkan daging. Setelah seluruh daging dipisah, bagian Non Edible Portion di timbang
secara terpisah dengan bagian Kepala, Insang, jeroan, tulang, sirip, dan ekor. Berat bagian
Edible portion dan Non Edible Portion dipengaruhi oleh cara pemisahan ketika handling
process. Bagian Non Edible Portion dapat dihitung dengan cara menghitung total berat
bagian Non Edible Portion ikan yang telah dipisahkan dibagi dengan berat kesulurahan total
tubuh ikan dikalikan 100%. Pada ikan Lele, Non Edible Portion terbesar terdapat pada bagian
kepala dengan berat 85 gram atau 27% dari berat total ikan (Sukma et al., 2022).
Berdasarkan data hasil penimbangan sampel ikan lele (clarias sp.) oleh kelompok 1
praktikum pengetahuan bahan baku industri menunjukan berat awal ikan lele adalah 460
gram. Saat pemisahan bagian antara edible portion dan non edible portion ikan lele (clarias
sp.) oleh kelompok 1 didapatkan berat edible portion ikan lele sebesar 197 gram dan berat
non edible portion ikan lele sebesar 157 gram yang terdiri dari sirip dengan berat 13 gram
sehingga diperole persentasenya sebanyak 4%, kepala dengan berat 85gram sehigga
persentase nya sebesar 27%, insang dengan berat 11 gram sehingga saat perhitungan
randemen diperoleh persentasenya sebesar 3,4%, dan isi perut . Data tersebut menunjukan
bahwa berat non edible portion dari ikan lele lebih besar dibandingkan dengan edible
portion . Disamping itu juga dilakukan perhitungan persentase rendemen pada bagian ikan
lele. Hasil perhitungan persentase rendemen bagian non edible ikan lele didapatkan sebesar
68,26%.

Rumus perhitungan rendemen edible portion :

(Berat bagian non edible portion / Berat Awal) ×100%

Tabel Analisis Non Edible Portion Ikan Ekonomis Tinggi dan Ikan Ekonomis Rendah.

Bagian Non Edible Portion


Jenis Berat
Isi
Ikan Awal Sirip Kepala Insang Duri/Tulang
Perut
Ikan
Lele
460 g 13 g 85 g 11 g 33 g 15 g
(Clarias
sp.)
%Rendemen 4% 27% 3,4% 10,3% 5%

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

● Objek praktikum tentang bahan baku dan industri materi ikan ekonomis dalam penelitian
ini ikan lele. Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui tingkat kesegaran lele
berdasarkan analisa edible portion dan non edible portion.
● Hasil sensori tingkat kesegaran ikan lele menunjukkan bahwa tingkat kesegaran ikan
lele dari segi tekstur tergolong baik, sedangkan pada bagian insangnya, kesegaran ikan
sudah mulai menurun.
● Berat ikan lele untuk analisa edible portion sebesar 197 gram. Analisa edible portion
dilakukan untuk mengetahui rendemannya. Hasil rendeman edible portion ikan kele
sebesar 42,8%.
● Berat sebelum ikan dipisahkan antara edible portion dengan non edible portion adalah
460 gram. Kemudian setelah dipisahkan, diketahui berat non edible portion sebesar 157
gram, terdiri dari sirip, kepala, insang, dan isi perut. Artinya berat non edible portion >
dibandingkan berat edible portion (lebih besar non edible portion). Hasil analisa
menunjukkan bahwa presentase rendeman non edible portion pada ikan lele yang
diteliti adalah 68,26%.

5.2 Saran

Pratikum Pengetahuan Bahan Baku dan Industri pada ikan lele telah berhasil dilakukan.
Peneliti menyadari masih ada kekurangan dalam proses maupun hasil dari praktikum ini.
Oleh karena itu, peneliti berharap agar praktikum lain dengan topik serupa di masa depan
dapat mengisi kekurangan-kekurangan tersebut, dan hasil praktikum menjadi lebih baik lagi
agar dapat dimanfaatkan bagi praktikum-praktikum lain kedepannya.

LAMPIRAN

1. Screenshot Kesegaran Sampel

2. Bagian Edible Portion dan Non Edible Portion


2.1 Non Edible Portion 2.2 Edible Portion

3. Perhitungan Edible Portion dan Non Edible Portion


PERHITUNGAN RENDEMENAN

EDIBLE
197
× 100 %=42 , 82 %
460

NON EDIBLE
314
× 100 %=68 , 26 %
460

Anda mungkin juga menyukai