Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI ORGANISME AKUAKULTUR

OSMOREGULASI

NAMA : NURFADILAH MUSFIRAH ANWAR


NIM : L031191003
KELOMPOK : XI (SEBELAS)
HARI, TGL PRAKTIKUM : RABU, 19 FEBRUARI 2020
ASISTEN : BASKARA SETIAWAN
MAWADDATAN WARRAHMAH, S.Pi
MUH. IRFAN HAMID
MEIMULYA
A. MUH. FAJRIN RAMADHAN F.

LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN AIR


PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisiologi adalah salah satu cabang biologi yang membahas tentang fungsi faal tubuh
makhluk hidup, bagaimana prosesnya sehingga hewan dapat mempertahankan
eksistensinya juga dapat dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari tentang proses dan
aktivitas yang terjadi dalam tubuh hewan.(Yustina dan Darmadi, 2017). Hal ini ditekankan
pada proses kontrol dan mengatur fungsi - fungsi tubuh. Agar berfungsi dengan secara
optimal, kondisi di dalam tubuh harus diatur secara berhati-hati. (Wijayanti, 2017)
Osmosis adalah pergerakan molekul air melewati membran selektif permeabel dari
daerah berkonsentrasi air (betekanan) tinggi ke daerah berkonsentrasi air (bertekanan)
rendah (Nurhayatai, et al. 2016). Terdapat tiga pola regulasi ion dan air yaitu pertama
regulasi hipertonik atau hiperosmotik, pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh
yang lebih tinggi dari konsentrasi media, misalnya pada ikan air tawar. Kedua regulasi
hipotonik atau hipoosmotik, pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih
rendah dari konsentrasi media, misalnya ikan air laut. Ketiga regulasi isotonik bila
konsentrasi cairan tubuh sama dengan konsentrasi media, misalnya ikan yang hidup pada
daerah estuari (Fujaya dan Sudaryono, 2015).
Osmoregulasi adalah proses pengaturan konsentrasi cairan dengan menyeimbangkan
pemasukkan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organisme hidup, atau
pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang layak bagi kehidupan sehingga proses-
peoses fisiologis dalam tubuh berjalan normal (Hikmawati et al., 2019)
Salinitas lingkungan dapat merubah pengaruh osmoregulasi, energi metabolisme
dan pertumbuhan. Salinitas lingkungan secara langsung mempengaruhu fisiologi
organisme akuatik dan oleh karena itu, salinitas merupakan faktor ekologi yang sangat
penting Salinitas merupakan fakor yang mempengaruhi tekanan osmosis, dimana semakin
tinggi salinitas maka akan semakin tinggi pula tekanan osmosisnya (Yuliani et al., 2018)
Penurunan salinitas dapat mempengaruhi laju konsumsi oksigen.
Perubahan salinitas terhadap ikan menyebabkan perubahan fisiologi osmoregulasi.
Pada saat ikan memasuki lingkungan dengan salinitas yang berbeda dari habitat aslinya,
maka ikan akan melakukan osmoregulasi untuk menyesuaikan kadar garam yang ada
dalam tubuh dengan lingkungan Apabila salinitas berbeda jauh dengan tekanan osmotik
cairan tubuh (kondisi tidak ideal) maka osmotik media akan berpengaruh terhadap ikan
sehingga ikan membutuhkan energi yang relatif besar untuk mempertahankan osmotik
tubuhnya agar tetap berada pada keadaan yang ideal. (Khalil, et al. 2015)

2,5
Berdasarkan uraian diatas osmoregulasi berperan penting dalam fisiologi organisme
akuakultur yang memproses pengaturan konsentrasi cairan sehingga pemasukkan serta
pengeluaran di dalam tubuh seimbang dengan lingkungannya

B. Tujuan dan kegunaan praktikum

Tujuan dari praktikum adalah ntuk mengetahui pengaruh perlakuan perbedaan salinitas
pada ikan air tawar dan ikan air laut.
Kegunaan dari praktikum adalah untuk mengetahui ketahanan hidup ikan air laut dan
ikan air tawar
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikan Mas Koki (Carassius auratus)

Gambar 1. Ikan Mas Koki (Carassius auratus)

1. Klasifikasi

Klasifikasi ikan mas koki menurut Mariam (2017)


Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Family : Cyprinidae
Genus : Carassius
Spesies : Carassius auratus

2. Morfologi

Bentuk tubuh ikan mas koki agak memanjang dan pipih tegak (compressed) dan
mulutnya terletak pada ujung tengah dan dapat di disembulkan. Sirip punggung (dorsal)
memanjang dan bagian belakangnya berjari tulang keras. Sementara itu, sirip ketiga dan
keempatnya bergerigi. Letak sirip punggung bersebrangan dengan permukaan sirip perut
(ventral). Sirip dubur (anal) mempunyai ciri seperti sirip pungggung, yakni berjari tulang
keras dan bergerigi dan seluruh bagian siripnya berbentuk rumbai-rumbai atau panjang.
Garis rusuk atau gurat sisi (linnea lateralis) pada ikan mas koki tergolong lengkap, berada
di pertengahan tubuh dengan posisi melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang
pangkal ekor. Ikan mas koki memiliki warna bervariasi mulai dari merah, kuning, hijau, hitam
sampai keperak-perakkan. Induk jantan memiliki warna yang lebih cerah dibandingkan
induk betina (Mariam., 2017).
6pt
3. Siklus Hidup

Siklus hidup ikan mas dimulai dari perkembangan di dalam gonad (ovarium pada ikan
betina yang menghasilkan telur dan testis pada ikan jantan yang menghasilkan sperma).
bobotnya antara 18 – 20 mg. Larva berubah menjadi kebul (larva stadia akhir) dalam waktu
4 – 5 hari. Pada stadia kebul ini, ikan mas memerlukan pasokan makanan dari luar untuk
menunjang kehidupannya. Setelah 2 – 3 minggu, kebul tumbuh menjadi burayak yang
berukuran 1 - 3 cm dan bobotnya 0,1 - 0,5 gram. Antara 2 - 3 minggu kemudian burayak
tumbuh menjadi putihan (benih yang siap untuk didederkan) yang berukuran 3 – 5 cm dan
bobotnya 0,5 – 2,5 gram. Putihan tersebut akan tumbuh terus. Setelah tiga bulan berubah
menjadi gelondongan. Gelondongan akan tumbuh terus menjadi induk. Setelah enam bulan
dipelihara, bobot induk ikan jantan bisa mencapai 500 gram. Sementara itu, induk betinanya
bisa mencapai bobot 1,5 kg setelah berumur 15 bulan (Susilo, 2018).

B. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Gambar 2. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

1. Klasifikasi

Klasifikasi ikan nila menurut Lukman et al (2014) yaitu :

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Vertebrata
Ordo : Perciformes
Family : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochoromis niloticus

2. Morfologi

Adapun morfologi ikan nila yaitu lebar badan ikan nila umumnya sepertiga dari panjang
badannya. Bentuk tubuhnya memanjang dan ramping, sisik ikan nila relatif besar, matanya
menonjol dan besar dengan tepi berwarna putih. Ikan nila mempunyai lima buah sirip yang
berada di punggung, dada, perut, anus, dan ekor. Pada sirip dubur memiliki 3 jari-jari keras
dan 9 - 11 jari-jari sirip lemah. Sirip ekornya (caudal fin) memiliki 2 jari-jari lemah mengeras
dan 16 - 18 jari-jari sirip lemah. Sirip punggung (dorsal fin) memiliki 17 jari-jari sirip keras
dan 13 jari-jari sirip lemah. Sementara sirip dadanya (pectoral fin) memiliki 1 jari-jari sirip
keras dan 5 jari-jari sirip lemah. Sirip perut (ventral fin) memilki 1 jari-jari sirip keras dan 5
jari-jari sirip lemah. Ikan nila memiliki sisik cycloid yang menutupi seluruh tubuhnya. Nila
jantan mempunyai bentuk tubuh membulat dan agak pendek dibandingkan dengan nila
betina. Warna ikan nila jantan umumnya lebih cerah dibandingkan dengan betina. Pada
bagian anus ikan nila jantan terdapat alat kelamin yang memanjang dan terlihat cerah. Alat
kelamin ini semakin cerah ketika telah dewasa atau matang gonad dan siap membuahi
telur. Sementara itu, warna sisik ikan nila betina sedikit kusam dan bentuk tubuh agak
memanjang. Pada bagian anus ikan nila betina terdapat dua tonjolan membulat. Satu
merupakan saluran keluarnya telur dan yang satunya lagi saluran pembuangan kotoran.
Ikan nila mencapai masa dewasa pada umur 4 sampai 5 bulan. Induk betina bertelur 1.000
sampai 2.000 butir. Setelah telur dibuahi oleh induk, telur akan dierami dimulut induk betina
hingga menjadi larva. (Lukman, et al. 2014)

3. Siklus Hidup

Ikan nila melewati lima fase kehidupan yaitu : telur, larva, benih, konsumsi dan induk.
Ciri-ciri setiap fase berubah. Demikian juga dengan bentuk dan ukuran tubuh serta sifat-
sifatnya. Semua fase dilewati dalam waktu yang berbeda-beda menurut Tarigan (2017) :
a. fase telur : merupakan fase awal kehidupan nila, dimana bekal anak ikan nila baru
dikeluaran induknya. Fase ini dicirikan dengan bentuknya yang bulat, berwarna kuning dan
bersifat tidak melekat. Telur ikan nila berdiameter antara 2 - 2,5 mm. setiap butir memiliki
berat rata-rata 0,02 mg.
b. fase larva : merupakan masa krisis dan dilewati selama 6 - 7 hari atau tergantung suhu
air, kemudian menjadi fase larva yang masih memilliki kuning telur atau makanan
cadangan. Fase ini dilewati selama 2 - 3 hari dan selama fase ini tidak memerlukan makan
dari luar tetapi akan menghabiskan makanan cadangan itu.
c. fase benih : dari fase larva berubah menjadi fase benih. Panjang dan berat tubuh
berubah setiap saat. Dalam sebulan larva akan menjadi benih berukuran panjang antar 2 -
3 cm dengan berat antara 0,8 - 1,2 gr. Sebulan kemudian panjang dan beratnya menjadi 4
- 8 cm dengan berat antara 3 - 6 gr.
d. fase konsumsi : pada umur 3 bulan benih tersebut bertambah besar hingga mencapai
panjang antara 10 - 12 cm denga berat 15 - 20 gr. Pada umur 3 bulan atau 6 bulan dari
telur, nila sudah mencapai fase konsumsi, yaitu ukuran sekitar 15 - 20 cm dengan berat
300 - 400 gr.
e. fase induk : pada ukuran ini sebenarnya nila sudah menjadi induk dan mulai belajar
memijah, namun menjadi calon induk yang baik harus di tunggu 1 - 2 bulan kemudian. Fase
induk atau masa produktif induk berlangsung selama 1 - 2,5 tahun. Setelah itu berubah
menjadi fase yang tidak produktif, dimana induk masih bisa memijah, tetapi kualitas
anaknya sudah kurang.
C. Ikan Giru (Amphiprion ocellaris)

Gambar 3. Ikan Giru (Amphiprion ocellaris)

1. Klasifikasi

Klasifikasi ikan giru (Amphiprion ocellaris) menurut Larasati, (2016) adalah sebagai
berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata
Kela : Actynopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Pomacentridae
Genus : Amphiprion
Spesies : Amphiprion ocellaris

2. Morfologi

Ikan giru tergolong dalam family Pomacentridae. Ikan dari family ini berukuran kecil,
cantik, berwarna terang, dan geraknya lincah. Bentuk badannya bulat, panjang, dan pipih.
Ikan jenis ini memiliki jenis mulut tipe terminal yang berukuran kecil. Sisik berukuran besar
dan stenoid. Pipi dan operkulumnya bersisik. Gurat sisi memanjang sampai ke belakang
dasar sirip punggung dan dapat berlanjut sampai ke dekat dasar ekor. Pre-operkulumnya
bergerigi dengan tepi sirip ekor berlekuk. Ikan dalam family ini mempunyai satu sirip
punggung yang terdiri dari 9 – 14 jari-jari keras, 11 – 18 jari–jari lemah, serta sirip dubur
yang terdiri dari 2-3 jari. Spesies (Amphiprion ocellaris) mempunyai tubuh yang berukuran
15 cm. Badannya berwarna dasar orange dengan 3 belang di bagaian kepala, badan, dan
pangkal ekor. Jari–jari keras sirip punggungnya tidak sama panjang. Bentuk sirip ekornya
bundar (Larasati 2016).

3. Siklus Hidup

Larva yang menetas harus melewati fase awal kehidupan pelagis sebelum tahap akhir
larva berkembang menjadi remaja pra-permukiman dan kompeten untuk metamorfosis dan
permukiman menuju kehidupan di terumbu karang. Banyak penelitian telah
menginvestigasi pengembangan ikan larva, dengan fokus pada nutrisi, kondisi lingkungan
yang menantang dan mekanisme pemukiman. Karena ikan anemon dewasa bersifat
demersal dan menetap pada anemon inangnya, perekrutan larva ke terumbu sangat
penting untuk dinamika populasi mereka. Transisi yang berhasil antara sebelum dan
sesudah pemukiman, sangat penting untuk memastikan keberlangsungan populasi
mereka. Keturunan ikan anemon Amphiprion sp. mengalami tahap larva yang sangat
singkat. Larva yang baru menetas mengeluarkan bahan kuning telur mereka dalam
beberapa jam setelah menetas, dan saluran ususnya yang sangat berbeda serta
kemampuan berenang yang relatif canggih memungkinkan mereka untuk mulai memberi
makan eksogen pada mangsa hidup langsung setelahnya. Setelah menghabiskan sekitar
1 minggu dalam tahap pelagis, larva ikan anemon memasuki tahap pra-pemukiman,
memulai metamorfosis ke remaja. Ikan anemon larva akhir memiliki sistem sensorik yang
berkembang dengan baik dan menjadi tertarik pada isyarat penciuman dari habitat yang
cocok untuk pemukiman. Memang, larva ikan anemon tahap pemukiman memiliki
kemampuan berenang yang luar biasa. Dibandingkan dengan larva ikan karang lainnya,
penetapan larva ikan anemon dengan panjang total hanya 7 mm menunjukkan kecepatan
renang tertinggi hingga 49 panjang tubuh s-1, yang telah diusulkan untuk mendekati batas
maksimum untuk penggerak vertebrata air berkelanjutan. Kemampuan berenang
tampaknya meningkat secara mantap melintasi fase larva dan menurun dengan cepat
setelah penyelesaian, dan baik ukuran maupun tahap perkembangan merupakan faktor
pembatas kecepatan berenang kritis maksimum dalam larva. (Paul dan kunzmann, 2019)

D. Osmoregulasi pada Ikan Air Tawar

Proses osmoregulasi pada ikan air tawar berfungsi untuk memelihara Na+ dan Cl–
dalam tubuh ikan dan mempertahankan keseimbanagan asam basa, sehingga fungsi
fisiologis organ tubuhnya dapat berjalan normal dan transpor aktif ini akan mengakibatkan
terjadinya konservasi energi dalam tubuh ikan. Proses osmoregulasi adalah upaya yang
dilakukan hewan akuatik untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam dan
di luar tubuh melalui mekanisme pengaturan tekanan osmotik (Ardi, et al., 2016)
Tekanan osmotik pada cairan tubuh ikan tergantung pada jumlah mineral dan bahan
organik yang terkandung di dalamnya. Semua ikan yang hidup di air tawar memiliki cairan
tubuh yang tekanan osmotiknya lebih besar (hipersomatik) dari pada lingkungannya.
Keadaan ini menyebabkan air cenderung masuk ke dalam tubuhnya secara difusi dan
melalui permukaan tubuh yang semipermiabel. Bila hal ini tidak terkendalikan atau
terimbangi, difusi akan mendorong keluarnya garam-garam tubuh dan terjadi pengenceran
cairan tubuh sehingga fungsi-fungsi fisiologis tubuh tidak berjalan normal Golongan ikan
Teleostei terdapat kantung air seni yang dindingnya impermiabel terhadap air untuk
menampung air seni. Tempat ini dilakukan penyerapan kembali terhadap ion-ion. Air yang
terdapat pada tubuh ikan teleostei tawar menyusun kira-kira 70-75 persen bobot tubuh,
sedangkan air yang dikeluarkan sebagian besar lewat ginjal. (Diansyah, 2017)

F. Osmoregulasi pada Ikan Air Payau

Tidak semua ikan menetap pada habitat yang tetap di air tawar atau air laut. Ikan pada
saat-sat tertentu akan masuk ke daerah payau. Lingkungan payau adalah lingkungan
akuatik di daerah pantai, yang merupakan tempat pertemuan antara air sungai dan air laut.
Kemampuan ikan untuk bertahan pada media bersalinitas tergantung pada kemampuan
untuk mengatur cairan tubuh sehingga ikan mampu mempertahankan tingkat tekanan
osmotik yang mendekati normal. Kematian ikan yang terjadi pada tiap perlakuan
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ialah salinitas. Semakin tinggi salinitas maka
semakin tinggi pula tingkat kematian benih ikan nila, karena jika tingkat osmoregulasi tinggi
sedangkan kemampuan ikan nila rendah maka akan berakibat pada kematian ikan nila.
Kelangsungan hidup benih ikan Nila dipengaruhi oleh kemampuan osmoregulasi Ikan nila
bersifat euryhaline walaupun habitat aslinya adalah hidup di lingkungan air tawar. Benih
ikan Nila dapat menyesuaikan diri terhadap kadar garam yang tinggi. Ikan Nila mampu
mempertahankan hidupnya sampai salinitas 20 ‰ (Rahim, et al. 2015)

F. Osmoregulasi pada Ikan Air Laut

Ikan air laut hidup pada lingkungan hipersomatik terhadap jaringan dan cairan tubuhnya,
sehingga ikan air laut cenderung kehilangan air melalui kulit dan insang serta kemasukan
garam-garam. Beberapa spesies ikan kehilangan 30 – 60 persen air yang terambil pada
proses osmosis. Upaya untuk mengatasi kehilangan air, maka ikan minum air laut, yang
kemudian diserap melalui saluran pencernaan. Akibatnya adalah meningkatnya kandungan
garam dalam cairan tubuh. Padahal dehidrasi dicegah dengan proses ini. Untuk itu
kelebihan garam harus dihilangkan. Ikan air laut umumnya meminum air 7-35 persen dari
bobot tubuhnya per hari. Ikan laut dipaksa oleh kondisi osmotik untuk menahan air, maka
volume air seni tereduksi sangat besar dibandingkan dengan ikan air tawar. Lebih 90
persen hasil buangan nitrogen dieliminir melalui insang, sebagian besar berupa amonia
dan sejumlah kecil urea. Meskipun demikian, air seni masih mengandung sedikit senyawa
tersebut (Diansyah, 2017)
III. METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat


6pt
Praktikum Fisiologi Organisme Akuakultur tentang Osmoregulasi dilaksanakan pada
Jumat, 21 Februari 2020 pukul 07.45 – 09.50 WITA di Laboratorium Fisiologi Hewan Air,
Departemen Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin
Makassar.
12pt
B. Alat dan Bahan
6pt
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum Pengindran adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Alat yang digunakan


No Alat Jumlah Fungsi
1 Toples kaca 9 buah Sebagai wadah ikan
2 Refraktometer 1 buah Untuk mengukur salinitas
3 Gelas Ukur (500 ml) 1 buah Untuk mengukur volume air laut
4 Gelas ukur (1000 ml) 1 buah Untuk mengukur volume air tawar
5 Stopwatch 3 buah Untuk menghitung waktu
6 Ember 2 buah Untuk menampung air

Tabel 2. Bahan yang digunakan


No Bahan Jumlah Fungsi
1 Ikan Mas Koi 9 ekor Sebagai ikan sampel
2 Ikan Nila 9 ekor Sebagai ikan sampel
3 Ikan Giru 9 ekor Sebagai ikan sampel
4 Air Tawar (0 ppt) 6000 ml Sebagai media hidup ikan
5 Air Payau (15 ppt) 6000 ml Sebagai media hidup ikan
6 Air Laut (30 ppt) 6000 ml Sebagai media hidup ikan
7 Kertas Label 9 buah Untuk memberi tanda pada toples kaca
8 Tissue secukupnya Untuk membersihan peralatan
9 Masker secukupnya Untuk melindungi organ pernafasan
12pt
C. Prosedur Kerja
6pt
Pertama-tama, siapkan alat dan bahan. Untuk sampel air tawar siapkan 3 toples kaca
untuk 0 ppt lalu memberi label per toples sebagai pembedah antar sampel. Kemudian
memasukkan air tawar kedalam toples sebanyak 2000 ml per toples dengan menggunakan
gelas ukur 1000 ml, pada masing-masing toples masukkan secara bersamaan ikan (tiap
toples berisi 3 ekor ikan dengan jenis habitat yang berbeda). Setelah itu amati tingkah laku
dengan interval waktu 3 kali 15 menit. Lalu catat waktu dan tingkah lakunya.
Untuk sampel air payau siapkan 3 toples kaca untuk 15 ppt, menggunakan alat pengukur
salinitas air refraktometer. Kemudian mengubah salinitas air dengan mencampurkan air
tawar dan air laut ke dalam ember sebanyak 10 liter untuk memperoleh 6000 ml yang
didapatkan dari 3000 air tawar dan 3000 air laut dengan rumus pengenceran M1 X V1 = M2
X V2. Setelah itu masukkan air payau ke dalam toples sebanyak 2000 ml per toples dengan
menggunakan gelas ukur 1000 ml, pada masing-masing toples ikan dimasukkan secara
bersamaan (tiap toples berisi 3 ekor ikan dengan habitat yang berbeda). Setelah itu amati
tingkah laku dengan interval waktu 3 kali 15 menit. Lalu catat waktu dan tingkah lakunya.
Untuk sampel air laut siapkan 3 toples kaca untuk 30 ppt. Kemudian masukkan air laut
ke dalam toples sebanyak 2000 ml per toples dengan menggunakan gelar ukur 1000 ml,
pada masing-masing toples masukkan secara bersamaan ikan (tiap toples berisi 3 ekor
ikan dengan jenis habitat yang berbeda. Setelah itu amati tingkah laku dengan interval
waktu 3 kali 15 menit. Lalu catat waktu dan tingkah lakunya.

D. Analisis Data
6pt
Untuk mengubah salinitas air antara air laut dan air tawar digunakan rumus pengenceran
yaitu :
M1 X V1 = M2 X V2
Keterangan : M1 = Konsentrasi garam terlarut awal (ppt)
M2 = Konsentrasi garam terlarut yang diinginkan
V1 = Volume pengenceran awal
V2 = Volume pengenceran akhir
IV. HASIL

Hasil yang diperoleh pada praktikum yaitu :


A. Ikan Mas Koki (Carrasius auratus)
No Salinitas Waktu Tingkah laku ikan
0 ppt 15 menit Pergerakan stabil dan cenderung berada di
dasar air
1 Air tawar
30 menit Pergerakan masih stabil dan bergerak aktif
45 menit Pergerakan tetap stabil
15 ppt 15 menit Berenang di dasar air dan bergerak aktif
2 Air payau 30 menit Berenang tidak beraturan dan cenderung
naik ke permukaan untuk mengambil oksigen
45 menit Pergerakan mulai tidak stabil, cenderung naik
ke permukaan untuk mengambil oksigen
30 ppt 15 menit Berenang aktif di dasar air
3 Air laut 30 menit Berenang aktif, 1 ekor mati pada menit ke 20,
mulai mencari oksigen ke permukaan air,
menit ke 23 pergerakan mulai tidak stabil dan
menit ke 25 ikan mas koki mulai mati
45 menit Ikan mulai tidak stabil dan mulai pingsan

B. Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)


No Salinitas Waktu Tingkah laku ikan
15 menit Bergerak aktif dan insang mengatup kencang
1 0 ppt 30 menit Pergerakan masih stabil, bergerak aktif dan
mengeluarkan feses
Air tawar
45 menit Pergerakan tetap stabil
15 ppt 15 menit Ikan cenderung berada di tengah namun
beberpa kali condong ke atas
2 Air payau
30 menit Keadaan ikan masih stabil, biasa berada di
dasar, tengah maupun keatas
45 menit Ikan berada ditengah dan air mulai agak
keruh yang artinya ikan mengeuarkan lebih
banyak feses
30 ppt 15 menit Berenang aktif di dasar dan sesekali
berenang ke permukaan serta mengeluarkan
3 Air laut
feses
30 menit Berenang ke permukaan untuk memperoleh
oksigen dan mengeluarkan feses

Tabel hasil spasi 1 seperti di tabel alat dan


bahan.... Dekat Ki spacenya dek kalau spasi 1
45 menit Pergerakan tetap stabil di dasar air dan
sesekali ke permukaan untuk memperoleh
oksigen

C. Ikan Giru (Amphiprion percula)


No Salinitas Waktu Tingkah laku ikan
0 ppt 15 menit 2 ekor ikan berupaya untuk naik, pergerakan
tidak stabil
1 Air tawar
30 menit Pergerakan lambat, mulai loyo dan dan
berenang miring
45 menit Pada menit ke 39 , 1 ekor ikan mulai pingsan
dan yang lainnya mulai ikutan lemah
15 ppt 15 menit Aktif berenang di dasar air
2 Air payau 30 menit Pergerakan masih stabil di dasar air
45 menit Pergerakan mulai tidak aktif
30 ppt 15 menit Berenang stabil di dasar dan sesekali ke
permukaan
3 Air laut
30 menit Berenang aktif di dasar dan sesekali ke
permukaan
45 menit Pergerakan tetap stabil dan sesekali ke
permukaan air
V. PEMBAHASAN

A. Ikan Mas Koki (Carrasius auratus)

1. 0 ppt (Air Tawar)

Pada media air tawar, ikan Mas Koki menunjukkan perilaku tubuh yang aktif bergerak
dan pergerakan operculum yang stabil saat 15 menit pertama. Pada saat 30 menit pertama,
ikan mas Koi masih tetap aktif bergerak dan operkulumnya juga tetap stabil. Saat 45 menit
pertama, perilaku ikan Mas Koki juga masih tetap sama yakni masih aktif bergerak dan
operkulumnya stabil.
Hal ini terjadi karena habitat ikan mas Koi merupakan air tawar sehingga ikan Koki tidak
perlu beradaptasi pada media air tawar dan juga ikan mas Koki harus meminum banyak air
tawar di dalam tubuhnya dan menyerap sedikit garam dari air tawar. Hal ini sesuai dengan
pendapat Pamungkas (2015) bahwa ikan air tawar memiliki cairan tubuh dengan tekanan
osmotik yang lebih tinggi dari lingkungan atau hiperosmotik. Oleh karena itu, apabila ikan
air tawar pemasukan airnya berlebihan maka ikan tersebut terancam kehilangan garam.

2. 15 ppt (Air Payau)

Pada media air payau, ikan Mas Koki menunjukkan perilaku tubuh yang aktif bergerak
dan pergerakan operculum yang stabil saat 15 menit pertama. Pada saat 30 menit pertama,
ikan mas Koki mulai stress dengan menunjukkan perilaku yang cenderung naik ke
permukaan air untuk mengambil oksigen dan operkulumnya bergerak dengan cepat. Saat
45 menit pertama, perilaku ikan Mas Koki semakin tidak stabil dengan menunjukkan
perilaku pergerakan yang lambat dan operkulumnya tetap bergerak dengan cepat.
Hal ini terjadi karena air payau bukan media hidup ikan mas Koi sehingga ikan mas Koki
harus melakukan adaptasi pada lingkungannya yang baru dengan cara naik ke permukaan
air untuk mengambil oksigen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ardi, et.al., (2016) bahwa
apabila ikan mas Koki berada di salinitas yang lebih tinggi dari air tawar, maka ikan Mas
Koki akan stress dan berusaha untuk mempertahankan kondisi osmotiknya dengan naik ke
atas permukaan air untuk mendapatkan oksigen.

3. 30 ppt (Air Laut)

Pada media air laut, ikan Mas Koki pada menit 15 ikan mas Koki mulai stress dan
mengeluarkan urin. Pada saat 30 menit pertama, ikan Mas Koki cenderung naik ke
permukaan dan 1 ekor ikan mulai pingsan serta operkulumnya bergerak dengan cepat.
Saat 45 menit pertama, perilaku ketiga ikan Mas Koki semakin tidak stabil dengan
menunjukkan perilaku pergerakan yang tidak terkontrol karena sudah tidak mampu
beradaptasi.
Hal ini dikarenakan tekanan pada tubuh ikan Mas Koki lebih rendah dibandingkan
dengan tekanan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Khalil et. al., (2015)
bahwa apabila salinitas berbeda dengan tekanan osmotik pada tubuh maka ikan
membutuhkan lebih banyak energi untuk mempertahankan tekanan pada tubuhnya agar
tetap stabil.
12pt
B. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

a. Media air tawar (0 ppt)

Hasil pengamatan pada percobaan osmoregulasi dengan sampel Ikan Nila


(Oreochromis niloticus) yang dimasukkan ke dalam air tawar hasil yang dapat diperoleh
bahwa pada menit 15 – 45 ikan bergerak pasif di dasar.
Menurut Alias et. al., (2016). Ikan Nila merupakan ikan yang sangat tahan terhadap
perubahan lingkungan hidup. Ikan Nila hidup dilingkungan air tawar, air payau dan air asin
dilaut. Kadar garam yang disukai antara 0 - 35 per mil. Pemindahan Ikan Nila secara
mendadak ke dalam air yang kadar garamnya sangat berbeda mengakibatkan stress dan
dapat menimbulkan kematian.

b. Media Air Payau (15 ppt)

Berdasarkan hasil pengamatan tingkah laku yang telah dilakukan pada salinitas 15
ppt yaitu pada 15 menit ikan bergerak pasif di dasar, pada 30 menit pergerakan ikan
bergerak pasif di tengah permukaandan pada 45 menit pergerakan ikan mulai melambat
atau tidak aktif seperti menit sebelumnya.
Menurut Rahim, et al. (2015). Kelangsungan hidup benih ikan Nila dipengaruhi oleh
kemampuan osmoregulasi Ikan nila bersifat euryhaline walaupun habitat aslinya adalah
hidup di lingkungan air tawar. Benih ikan Nila dapat menyesuaikan diri terhadap kadar
garam yang tinggi. Ikan Nila mampu mempertahankan hidupnya sampai salinitas 20 %.

c. Media Air Laut (30 ppt)

Berdasarkan pengamatan tingkah laku yang telah dilakukan pada salinitas 30 ppt,
pada 15 menit ikan bergerak normal, pada 30 menit terlihat 2 ikan bergerak pasif keatas
dan 1 ikan bergerak pasif kebawah dan mulai mengeluarkan feses, pada menit 45 menit
ketiga ikan bergerak pasif kebawah.
Menurut pendapat Aliah (2017) Pada tahun 2008, BPPT menginisiasi program
pengembangan ikan nila unggul yang dapat hidup di perairan dengan salinitas tinggi yang
disebut ikan nila SALIN yang mampu berkembang dan tumbuh di perairan payau dengan
kadar garam >20 ppt atau bahkan di perairan laut dengan salinitas hingga 32 ppt melalui
pemanfaatan karakter euryhaline yang dimiliki ikan nila.
C. Ikan Giru (Amphiprion ocellaris)

1. 0 ppt (Air Tawar)

Pada media air tawar, ikan Giru mulai tidak stabil, operculum bergerak dengan cepat
dan cenderung naik ke atas permukaan untuk mendapatkan oksigen saat 15 menit
pertama. Pada saat 30 menit pertama, pergerakan ikan Giru mulai melambat dan
cenderung menetap di dasar dengan pergerakan operkulum yang cepat. Pada saat 45
menit pertama, terdapat 1 ikan Giru yang pingsan dan kedua ikan lainnya mulai tidak aktif
bergerak dengan pergerakan operkulum yang melambat.
Hal ini terjadi dikarenakan air tawar bukan media hidup ikan Giru sehingga proses
adaptasi ikan Giru terhadap lingkungan barunya mengeluarkan energi yang banyak
sehingga ikan Giru sulit untuk menyesuaikan dirinya dan karena sulitnya salah satu ikan
Giru pingsan. Hal ini sesuai dengan pendapat Johan et. al., (2019) bahwa ikan Giru
merespon perubahan salinitas, sehingga membutuhkan energi lebih untuk proses
osmoregulasi dan untuk menjaga keseimbangan kadar garam antara lingkungan dan tubuh
sehingga ikan yang tidak mampu beradaptasi pada lingkungannya akan mengalami gejala
stress dan yang berujung pada kematian.

2. 15 ppt (Air Payau)

Pada media air payau, ikan Giru bergerak dengan aktif saat 15 menit pertama. Pada
saat 30 menit pertama, ikan Giru masih dalam kondisi yang stabil namun saat 45 pertama,
ikan Giru mulai stress, pergerakan mulai melambat, tetapi operculum masih bergerak
dengan stabil.
Hal ini terjadi karena air payau memiliki salinitas 15 ppt sehingga ikan Giru masih dapat
beradaptasi walaupun tetap memerlukan energi yang banyak untuk mempertahankan
kondisi tubuhnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Johan et. al., (2019) bahwa kemampuan
ikan untuk bertahan pada media salinitas bergantung pada kemampuan ikan untuk
mengatur cairan yang ada pada tubuhnya, sehingga ikan tersebut mampu
mempertahankan tekanan osmotik yang mendekati normal. Proses tersebut digunakan
sebagai langkah untuk menyeimbangkan tekanan osmosis antara substansi dalam
tubuhnya dengan lingkungan melalui sel yang permeable.

3. 30 ppt (Air Laut)

Pada media air laut, ikan Giru menununjukkan pergerakan tubuh yang aktif dan
pergerakan operkulumnya yang stabil saat 15 menit pertama. Pada saat 30 menit pertama,
ikan Giru tetap aktif bergerak dan operkulum yang bergerak dengan stabil. Pada saat 45
menit pertama, pergerakan tubuh ikan Giru tetap aktif dan operkulumnya tetap stabil.
Hal ini terjadi karena pada umumnya, ikan Giru hidup pada salinitas 30 ppt sehingga
pergerakan tubuh dan operculum yang ditunjukkan tetap stabil. Hal ini sesuai dengan
pendapat Johan et. al., (2019) bahwa salah satu faktor fisiologis yang berpengaruh
terhadap sintasan dan pertumbuhan ikan Giru ialah salinitas. Sehingga, ikan Giru dapat
mempertahankan tingkat tekanan osmotik tubuhnya karena kemampuan yang dimilikinya
untuk mengatur cairan dalam tubuhnya.
DAFTAR PUSTAKA

Aliah, R., S. 2017 . Rekayasa Produksi Nila Salin Untuk Perairan Payau di Wilayah
Pesisir . JRL . 10(1) : 17 – 24

Ardi, I., E. Setiadi., A. H. Kristanto., dan A. Widiyati. 2016. Salinitas Optimal Untuk
Pendederan Benih Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata). Jurnal Riset
Akuakultur. 11(4): 339 – 347

Diansyah, K. R. 2017. Keanekaragaman Spesies Ikan di Zona Sub Litoral Perairan Pulo
Rubiah Sabang Sebagai Materi Pendukung Kingdom Animalia di SMAN 2
SABANG

Fujaya, Y. dan A. Sudaryono. 2015. Fisiologi Ikan dan Aplikasinya Pada Perikanan.
Pustaka Al-Zikra. Yogyakarta-Makassar

Johan, M. D., Supono., dan Suparmono. 20199. Kajian Sintasan dan Pertumbuhan Benih
Ikan Badut Amphiprion percula (Bloch, 1801) Yang Dipelihara Pada Media
Salinitas Yang Berbeda. Jurnal Kelautan. 12(2): 175 - 182

Khalil, M., A. Mardhiah., dan R. Rusydi. 2015. Pengaruh Penurunan Salinitas Terhadap
Laju Konsumsi Oksigen Dan Pertumbuhan Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus
tauvina). Aquatic Sciences Journal. 2(2): 114 – 121

Larasati, A. S. A. 2016. Teknik Pembesaran Ikan Badut (Amphiprion ocellaris) dengan


Sistem Karamba Jaring Apung di Balai Perikanan Budidaya Laut, Sekotong
Barat, Nusa Tenggara Barat. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Kelautan.
Surabaya

Lukman, Mulyana, dan FS Mumpuni . 2014 . Efektivitas Pemberian Akar Tuba (Derris
elliptica) Terhadap Lama Waktu Kematian Ikan Nila (Oreochromis niloticus) . Jurnal
Pertanian . 5(1) : 22 - 31

Paul, N., dan A. Kunzmann. 2019. Glycolytic Capicities Depend on Developmental Stage
in The Clownfish Amphiprion ocellaris. Journal Aquatic Biology. 28: 187 - 195

Rahim, T., R. Tuiyo., dan Hasim. 2015. Pengaruh Salinitas Berbeda terhadap
Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Merah
(Oreochromis Niloticus) di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan. 3(1): 39 – 43

Tarigan, R. 2017. Perbedaan Ikan Mas Koki (Cyprinus carpio) Ikan Nila (Oreochromis
niloticus bleeker) Ikan Lele (Clarias sp.) Sebagai Predator Jentik Nyamuk. [SKRIPSI].
Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan. Kabanjahe.
51.

Wijayanti, N . 2017 . Fisiologi Manusia & Metabolisme Zat Gizi . UB Press . Malang

Yustina dan Darmadi . 2017 . Buku Ajar Fisiologi Hewan . Universites Riau
LAMPIRAN

Rumus Pengenceran

V1 x M1 = V2 x M2

Keterangan :
V1 = Volume air yang diinginkan
V2 = Volume air untuk pengamatan
M1 = Konsentrasi awal
M2 = Konsentrasi yang diinginkan

Pengenceran Air Payau

1. Diketahui:

➢ Volume air payau yang diinginkan : 6000 ml


➢ Konsentrasi air payau yang diinginkan : 15 ppt
➢ Konsentrasi air laut yang dimiliki : 30 ppt

2. Ditanyakan:

Berapa banyak volume air laut (V2) dan volume air tawar (V3) yang dibutuhkan?

3. Penyelesaian:

➢ Mencari volume air laut


V1 x M1 = V2 x M2

6000 × 15 = V2 × 30
90000 = 30 V2
V2 = 90000 / 30
V2 = 30000 ml
Jadi, volume air laut yang dibutuhkan adalah 3000 ml

➢ Mencari volume air tawar


V3 = V1 - V2
V3 = 60000-30000
V3 = 30000 ml
Jadi, volume air tawar yang dibutuhkan adalah 3000 ml

Anda mungkin juga menyukai