Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ILMU LINGKUNGAN

Dampak Pencemaran Air Sungai Oleh Limbah Peternakan Terhadap


Ekosistem Sungai

Oleh :

Kelompok Mei Juni


Kelas A
Kevin Santoso 200110120325
Nanda Nurli Arwinda 200110150002
Hanifah Silviyani 200110150040
Yuni Yuliani Sapitri 200110150166
Suci Rahayu Safitri 200110150169
Ruben Jemika Manurung 200110150202
Muhammad Axl Pratama A 200110150204
Rizaluttaufik 200110130177
Rizki Yusfahrizal 200110130208

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Mineral ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Prof. Ellin Herlia selaku
Dosen mata kuliah Ilmu Lingkungan UNPAD yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Dampak Pencemaran Air Sungai Oleh
Limbah Peternakan Terhadap Ekosistem Sungai. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Jatinangor,29 September 2016

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... 1

DAFTAR ISI .................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang .......................................................................................... 3

Identifikasi Masalah .................................................................................. 3

Tujuan dan Manfaat .................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ilmu Lingkungan ....................................................................................... 4

Peternakan dan Limbahnya ....................................................................... 4

Ekosistem Sungai ...................................................................................... 5

BAB III PEMBAHASAN

Limbah Peternakan ................................................................................... 7

Peranan Limbah Peternakan Terhadap Pencemaran Air Sungai .............. 8

Penanganan Limbah Peternakan ............................................................... 15

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan ............................................................................................... 19

Saran ......................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 20

2
I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usaha peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena

tingginya permintaan akan produk peternakan. Usaha peternakan juga

memberi keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi

banyak masyarakat di perdesaaan di Indonesia. Namun demikian,

sebagaimana usaha lainnya, usaha peternakan juga menghasilkan limbah yang

dapat menjadi sumber pencemaran. Pada saat ini manusia kurang akan

kesadaran lingkungan sendiri. Banyak di antara mereka yang kurang mengerti

akan kebersihan lingkungan, sehingga mereka dengan mudahnya membuat

limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan. Seperti halnya aktivitas

sehari-hari yang kita lakukan seperti mandi, mencuci dan berbagai aktifitas

lain yang kita anggap sepele namun menghasilkan sisa buangan ternyata dapat

membahayakan bagi manusia dan lingkungan khususnya lingkungan laut.

1.2 Identifikasi Masalah

a. Apa saja yang termasuk limbah peternakan.

b. Bagaimana peranan limbah peternakan terhadap pencemaran air sungai.

c. Apa yang harus dilakukan agar limbah peternakan tidak merusak

ekosistem.

1.3 Tujuan dan Manfaat

a. Untuk mengetahui macam-macam limbah peternakan.

b. Untuk mengetahui peranan limbah peternakan terhadap pencemaran air

sungai.

c. Untuk mengetahui cara menangani limbah peternakan agar tidak merusak

ekosistem.

3
II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ilmu Lingkungan


Ilmu lingkungan adalah bidang akademik multidisipliner yang
mengintegrasikan ilmu fisika, biologi, kimia, ekologi, ilmu tanah, geologi,
sains atmosfer, dan geografi untuk mempelajari lingkungan, dan solusi dari
permasalahan lingkungan. Ilmu lingkungan menyediakan pendekatan
interdisipliner yang terintegrasi dan kuantitatif untuk mempelajari sistem
lingkungan. (Wikipedia.org).

2.2 Peternakan dan Limbahnya


Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha
peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan,
pengolahan produk ternak, dan sebagainya. Limbah tersebut meliputi limbah
padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur,
lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-lain (Sihombing,
2000). Semakin berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan
semakin meningkat.
Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species
ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Kotoran sapi yang terdiri
dari feces dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan
sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau
kambing, dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak
perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging
sapi menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000).
Menurut Soehadji (1992), limbah peternakan meliputi semua kotoran
yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan baik berupa limbah
padat dan cairan, gas, maupun sisa pakan. Limbah padat merupakan semua
limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak
yang mati, atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua

4
limbah yang berbentuk cairan atau dalam fase cairan (air seni atau urine, air
dari pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah
berbentuk gas atau dalam fase gas.
Pencemaran karena gas metan menyebabkan bau yang tidak enak bagi
lingkungan sekitar. Gas metan (CH4) berasal dari proses pencernaan ternak
ruminansia. Gas metan ini adalah salah satu gas yang bertanggung jawab
terhadap pemanasan global dan perusakan ozon, dengan laju 1 % per tahun
dan terus meningkat. Apppalagi di Indonesia, emisi metan per unit pakan atau
laju konversi metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan
rendah. Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin
tinggi produksi metan.

2.3 Ekosistem Sungai


Dari beberapa macam ekosistem yang kita kenal di Bumi, salah
satunya ada ekosistem sungai. Ekosistem sungai ini termasuk dalam
jenis ekosistem air. Seperti namanya, ekosistem sungai ini mempunyai arti
sebagai ekosistem yang berada di daerah sungai. Ekosistem sungai ini berarti
segalam macam interaksi atau hubungan timbal balik dari makhluk hidup dan
juga lingkungannya yang mana meliputi kawasan atau daerah sungai.
Ekosistem sungai ini meliputi di sepanjang wilayah Daerah Aliran Sungai,
dari hulu sungai, badan sungai, dan juga hilir sungai, dan bahkan muara
sungai. Di sepanjang aliran sungai inilah disebut sebagai ekosistem sungai.
Ekosistem sungai ini mempunyai suatu ciri khas. Ciri khas yang dimiliki oleh
ekosistem sungai ini adalah adanya aliran air yang searah sehingga
memungkinkan adanya perubahan fisik dan kimia di dalamnya yang
berlangsung secara terus menerus. Selain ciri khas tersebut, kita juga dapat
menemukan beragam ciri atau karakteristik yang dimiliki oleh ekosistem
sungai ini. Beberapa ciri atau karakteristik utama yang dimiliki oleh
ekosistem sungai antara lain:
1. Adanya air yang terus mengalir dari arah hulu menuju ke arah hilir.

5
2. Terdapat variasi kondisi fisik dan juga kimia dalam tingkat aliran air
yang sangat tinggi.
3. Adanya perubahan kondisi fisik dan juga kimia yang berlangsung secara
terus menerus.
4. Dihuni oleh berbagai macam tumbuhan dan juga binatang yang telah
beradaptasi dalam kondisi aliran air.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa ekosistem adalah suatu


interaksi yang melibatkan makhluk hidup dengan lingkungannya
(baca: fungsi lingkungan hidup bagi manusia). Hal ini berarti ekosistem
meliputi interaksi komponen biotik dan juga komponen abiotik. Komponen
biotik dan abiotik ini merupakan komponen- komponen yang dimiliki oleh
semua jenis ekosistem, termasuk ekosistem sungai ini. Komponen- komponen
yang dimiliki oleh ekosistem sungai adalah sebagai berikut:

 Komponen biotik. Komponen biotik merupakan komponen yang terdiri


dari makhluk hidup, baik tumbuhan maupun binatang. Ekosistem sungai
mempunyai banyak sekali komponen biotik, seperti tumbuhan (contoh:
ganggang, angkung liar, enceng gondok, lumut, dan lain sebagainya),
binatang (contoh: sipur, keong, remis, kerang, udang , ular, serangga, dan
lain sebagainya), fitoplankton, zooplankton, serta organisme lainnya.
 Komponen abiotik. berkebalikan dengan komponen biotik, komponen
abiotik ini merupakan komponen ekosistem yang berbentuk benda-
benda tak hidup. Namun, meski benda- benda tersebut tak hidup,
keberadaan benda- benda tersebut tetap berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup komponen biotik yang ada di ekosistem tersebut.
Beberapa komponen abiotik yang berada di ekosistem sungai antara lain:
batu, suhu, cahaya matahari, kelembaban, dan lain sebagainya.

6
III

PEMBAHASAN

3.1 Limbah Peternakan

Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha

peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan,

pengolahan produk ternak, dan sebagainya. Limbah tersebut meliputi limbah

padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur,

lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-lain (Sihombing,

2000).

Sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi,

kerbau, kambing, dan domba. Kotoran sapi yang terdiri dari feces dan urine

merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan. Umumnya setiap

kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat

(feses), dan setiap kilogram dagingsapi menghasilkan 25 kg feces .

Menurut Soehadji (1992), limbah peternakan meliputi semua kotoran

yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan baik berupa limbah

padat, cairan, gas, maupun sisa pakan.

1. Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau

dalam fase padat, seperti kotoran ternak, ternak yang mati, atau isi perut

dari pemotongan ternak.

2. Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau dalam fase

cairan (air seni atau urine, air dari pencucian alat-alat).

3. Limbah gas adalah semua limbah berbentuk gas atau dalam fase gas.

Pencemaran karena gas metan menyebabkan bau yang tidak enak bagi

lingkungansekitar. Gas metan (CH4) berasal dari proses pencernaan

7
ternak ruminansia. Gas metan iniadalah salah satu gas yang bertanggung

jawab terhadap pemanasan global dan perusakanozon, dengan laju 1 %

per tahun dan terus meningkat. Apalagi di Indonesia, emisi metan

per unit pakan atau laju konversi metan lebih besar karena kualitas

hijauan pakan yang diberikanrendah. Semakin tinggi jumlah pemberian

pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksimetan (Suryahadi dkk.,

2002).

3.2 Peranan Limbah Peternakan Terhadap Pencemaran Air Sungai


Air merupakan kebutuhan semua makhluk hidup, air menempati

komposisi 70% muka bumi. Komposisi air yang terdapat di muka bumi ini

terdapat air permukaan yang terdiri dari air sungai dan air danau. Secara

umum Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai hamparan

wilayah/kawasan yang dibatasi oleh topografi (punggung bukit) yang

menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta

mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik/outlet (

Marwah, 2000) . Menurut UU RI no. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air

disebutkan bahwa Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang

merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang

berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari

curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat

merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah

perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. DAS merupakan suatu

ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia

berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow

dan outflow dari material dan energi (Marwah, 2000). Ekosistem DAS
merupakan suatu satuan wilayah pembangunan yang perlu ditata agar

8
pemanfaatannya dapat digunakan untuk berbagai kepentingan. Kegiatan di

bidang pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan, peternakan, industri,

pertambangan, pariwisata dan pemukiman membutuhkan air, lahan dan

mineral yang berada dalam suatu wilayah DAS (Bappedal, 2002).

Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal

Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), di tahun 2015 hampir 68 persen

atau mayoritas mutu air sungai di 33 provinsi di Indonesia dalam status

tercemar berat.

Penilaian status mutu air sungai itu mendasarkan pada Kriteria Mutu

Air (KMA) kelas II yang terdapat pada lampiran Peraturan Pemerintah

mengenai Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air atau

PP 82/2001. Berdasarkan kriteria tersebut sekitar 24 persen sungai dalam

status tercemar sedang, 6 persen tercemar ringan dan hanya sekitar 2 persen

yang masih memenuhi baku mutu air.

Limbah domestik, limbah peternakan maupun industri yang dibuang

ke sungai berpengaruh terhadap penurunan kualitas air. Parameter penurunan

kualitas air tersebut umumnya berdasarkan kandungan fecal coli, total

coliform, BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen

Demand) dan H2S yang terdapat di dalam air sungai. Limbah tinja berperan

dalam meningkatkan kadar fecal coli atau bakteri E coli dalam air. Di kota-

kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta di beberapa wilayahnya kandungan E

coli melebihi ambang batas tak hanya di sungai melainkan hingga ke air

sumur di permukiman penduduk. Hal ini sangat membahayakan kesehatan

penduduk dan tidak layak untuk dikonsumsi.

9
Air sungai yang tercemar oleh sampah organik biasanya akan berbau

tidak sedap. Ini disebabkan karena naiknya kadar BOD. Kebutuhan oksigen

oleh mikroorganisme untuk mengurai sampah organik akan meningkat jika

volume sampah meningkat. Hal ini akan meningkatkan kadar BOD dalam air.

Jika kadar BOD tinggi atau melebihi ambang batas, dampaknya adalah

tumbuhan atau hewan-hewan yang tumbuh di air akan sulit hidup bahkan

akan mati karena kekurangan oksigen.

Kehadiran limbah ternak dalam keadaan keringpun dapat

menimbulkan pencemaran yaitu dengan menimbulkan debu. Pencemaran

udara di lingkungan penggemukan sapi yang paling hebat ialah sekitar pukul

18.00, kandungan debu pada saat tersebut lebih dari 6000 mg/m3, jadi sudah

melewati ambang batas yang dapat ditolelir untuk kesegaran udara di

lingkungan (3000 mg/m3)

Salah satu akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak ruminansia

ialah meningkatnya kadar nitrogen. Senyawa nitrogen sebagai polutan

mempunyai efek polusi yang spesifik, dimana kehadirannya dapat

menimbulkan konsekuensi penurunan kualitas perairan sebagai akibat

terjadinya proses eutrofikasi, penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai

hasil proses nitrifikasi yang terjadi di dalam air yang dapat mengakibatkan

terganggunya kehidupan biota air (Farida, 1978).

Hasil penelitian dari limbah cair Rumah Pemotongan Hewan Cakung,

Jakarta yang dialirkan ke sungai Buaran mengakibatkan kualitas air menurun,

yang disebabkan oleh kandungan sulfida dan amoniak bebas di atas kadar

maksimum kriteria kualitas air. Selain itu adanya Salmonella spp. yang

membahayakan kesehatan manusia.

10
Limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri dan peternakan yang

pada umumnya langsung di buang ke badan air (sungai) tanpa melalui proses

pengolaan secara seksama akan menimbulkan permasalahan tersendiri.

Penemuan tersebut dapat berupa warna dan bau air sungai sudah berubah,

warna dapat ditimbulkan oleh adanya bahan organik dan bahan anorganik

karena keberadaan planton, humus, dan ion-ion logam (misalnya besi,

mangan, dan bahan-bahan lainya). Ion-ion ini mengalami oksidasi sehingga

warna badan air (sungai) menjadi berubah. Contoh adanya oksidasi besi

dalam air, maka warna berubah menjadi kecokelatan atau kehitaman. Bau

dapat ditimbulkan oleh gas-gas yang ada di dalam air yang menguap, gas ini

dihasilkan oleh bakteri-bakteri yang telah mati atau oleh limbah yang dibuang

ke badan air. Bau ini dapat berupa bau busuk, bau minyak, dan bau lainnya.

Warna dan bau ini menyebabkan air sungai tersebut sudah tidak sedap lagi

dipandang oleh mata dan lingkungan sekitarnya ikut terganggu. Selain itu

limbah dapat pula mengganggu ekosistem yang ada di dalam badan air

(sungai). Dampak bagi manusia limbah dapat mengganggu kesehatan,

sehingga badan air (sungai) tidak berfungsi lagi sesuai dengan

peruntukannya.

Beberapa parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas air air

sungai terkait dengan limbah cair domestik dalam penelitian ini adalah

phospat, nitrat, phenol, BOD dan COD.

a. Phospat

Menurut Hammer, M.J. dan Viesman, W. (2005), bentuk utama

dari fosfor dalam limbah domestik cair adalah fosfor organik, ortho

posphat (H2PO4 - , HPO4 2 – , PO4 3 –) dan poli posphat. Tipe poli

phospat adalah sodium hexa meta fosfat (Na3(PO3)6), sodium pyro fosfat

11
Na4P2O7. Sebagian besar fosfor yang masuk ke dalam air permukaan

berasal dari limbah manusia dan run off. Kontribusi dari non point sources

dalam drainase berkisar antara 0 – 15 lb forfor/acre/tahun, sedangkan air

limbah rumah tangga mengandung setidaknya 2 lb (0,9 kg)

fosfor/kapita/tahun.

Phospat terlarut adalah salah satu bahan nutrisi yang menstimulasi

pertumbuhan yang sangat luar biasa pada alga dan rumput-rumputan

dalam danau, estuaria, dan sungai berair tenang. Batas konsentrasi phospat

terlarut yang diijinkan adalah 1,0 mg/liter. Delapan puluh lima persen atau

lebih dari jumlah tersebut berasal dari pembuangan limbah domestik.

Menurut Peavy, H. S. et al.(1985), phospat berasal dari deterjen dalam

limbah cair dan pestisida serta insektisida dari lahan pertanian.

b. Nitrat

Sebagian besar nitrogen yang ditemukan dalam air permukaan

adalah hasil dari drainase tanah dan air limbah domestik. Air limbah

domestik yang merupakan sumber utama nitrogen berasal dari air limbah

feses, urin dan sisa makanan. Besarnya kontribusi per kapita berkisar

antara 8 – 12 lb nitrogen/tahun. Nitrogen ini ditemukan dalam bentuk

organik (40%) dan amonia (NH4 + ) sebesar 60% (Hammer, M.J. dan

Viesman, W., 2005). Menurut Winata et al. (2000) nitrogen dalam air

dapat berada dalam berbagai bentuk yaitu nitrit, nitrat, amonia atau N yang

terikat oleh bahan organik atau anorganik. 10 Nitrit dan nitrat merupakan

bentuk nitrogen teroksidasi dengan tingkat oksidasi +3 dan +5. Nitrit

biasanya tidak bertahan lama dan merupakan keadaan sementara proses

oksidasi antara amonia dan nitrat yang dapat terjadi dalam air sungai,

sistem drainase, instalasi air buangan dan sebagainya. Sedangkan nitrat

12
adalah bentuk senyawa yang stabil dan keberadaannya berasal dari

buangan pertanian, pupuk, kotoran hewan dan manusia dan sebagainya.

Keberadaan nitrit dalam jumlah tertentu dapat membahayakan kesehatan

karena dapat bereaksi dengan haemoglobin dalam darah, hingga darah

tidak dapat mengangkut oksigen lagi. Sedangkan nitrat pada konsentrasi

tinggi dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang yang tak terbatas,

sehingga air kekurangan oksigen terlarut yang bisa menyebabkan kematian

ikan.

Menurut Sastrawijaya (2000), adanya amonia merupakan indikator

masuknya buangan permukiman. Alerts dan Santika (1987) menyatakan

amonia dalam air permukaan berasal dari air seni, tinja dan oksidasi zat

organik secara mikrobiologis yang berasal dari buangan pemukiman

penduduk. Pendapat ini didukung oleh Kumar De (1997) yang menyatakan

bahwa limbah domestik mengandung amonia. Amonia tersebut berasal

dari pembusukan protein tanaman/hewan dan kotoran.

c. Phenol

Phenol merupakan salah satu dari polutan beracun yang utama.

Phenol dihasilkan dari industri yang memproduksi polimer sintetik,

pigmen, pestisida dan bahan bakar fosil. Phenol menimbulkankan rasa dan

bau serta beragam tingkat keracunan tergantung pada klorifikasi dari

molekul pheizolic (Hammer, M.J. dan Viesman, W., 2005). Keberadaan

phenol di perairan mengakibatkan perubahan sifat organoleptik air,

sehingga kadar fenol yang dperkenankan terdapat dalam air minum adalah

0,001mg/liter. Pada kadar yang lebih dari 0,01 mg/liter, phenol bersifat

toksik bagi ikan (UNESCO/WHO/UNEP, 1992 dalam Effendi, 2003).

d. Biological Oxygen Demand (BOD)

13
BOD merupakan ukuran jumlah zat organik yang dapat dioksidasi

oleh bakteri aerob/jumlah oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi

sejumlah tertentu zat organik dalam keadaan aerob. Menurut Mahida

(1981) BOD akan semakin tinggi jika derajat pengotoran limbah semakin

besar. BOD merupakan indikator pencemaran penting untuk menetukan

kekuatan atau daya cemar air limbah, sampah industri, atau air yang telah

tercemar. BOD biasanya dihitung dalam 5 hari pada suhu 200 C. Nilai

BOD yang tinggi dapat menyebabkan penurunan oksigen terlarut tetapi

syarat BOD air limbah yang diperbolehkan dalam suatu perairan di

Indonesia adalah sebesar 30 ppm. Kristanto (2002) menyatakan bahwa uji

BOD mempunyai beberapa kelemahan di antaranya adalah:

1. Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-

bahan organik atau bahan-bahan tereduksi lainnya, yang disebut juga

Intermediate Oxygen Demand.

2. Uji BOD membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu lima hari.

3. Uji BOD yang dilakukan selama lima hari masih belum dapat

menunjukkan nilai total BOD, melainkan ± 68 % dari total BOD.

4. Uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat di dalam air

tersebut, misalnya germisida seperti klorin yang dapat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak

bahan organik, sehingga hasil uji BOD kurang teliti.

e. Chemical Oxygen Demand (COD)

Untuk mengetahui jumlah bahan organik di dalam air dapat

dilakukan suatu uji yang lebih cepat dari uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi

kimia dari suatu bahan oksidan. Uji ini disebut dengan uji COD, yaitu

suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan

14
oksidan misalnya kalium dikromat, untuk mengoksidasi bahanbahan

organik yang terdapat di dalam air. Banyak zat organik yang tidak

mengalami penguraian biologis secara cepat berdasarkan pengujian BOD

lima hari, tetapi senyawa-senyawa organik tersebut juga menurunkan

kualitas air. Bakteri dapat mengoksidasi zat organik menjadi CO2 dan

H2O kalium dikromat dapat mengoksidasi lebih banyak lagi, sehingga

menghasilkan nilal COD yang lebih tinggi dari BOD untuk air yang sama.

Di samping itu bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan

mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Sembilan puluh

enam persen hasil uji COD yang selama 10 menit, kira-kira akan setara
dengan hasil uji BOD selama lima hari (Kristanto, 2002).

3.3 Penanganan Limbah Peternakan

Penanganan limbah ternak tergantung pada jenis atau spesies, jumlah

ternak, tatalaksana pemeliharaan, areal tanah yang tersedia untuk penanganan

limbah, dan target penggunaan limbah. Pengolahan secara fisik disebut juga

pengolahan primer (primer treatment ). Proses ini merupakan proses termurah

dan termudah, karena tidak memerlukan biaya operasi yang tinggi. Metode

ini hanya digunakan untuk memisahkan partikel-partikel padat di dalam

limbah. Beberapa kegiatan yang termasuk dalam pengolahan secara fisik

antara lain sepertifloatasi, sedimentasi, dan filtrasi.

Pengolahan secara kimia disebut juga pengolahan sekunder (secondary

treatment) yang bisanya relatif lebih mahal dibandingkan dengan proses

pengolahan secara fisik. Metode ini umumnya digunakan untuk

mengendapkan bahan-bahan berbahaya yang terlarut dalam limbah cair

menjadi padat. Pengolahan dengan cara ini meliputi proses-proses


spertinetralisasi, flokulasi, koagulasi, dan ekstrasi. Sedangkan pengolahan

15
secara biologi merupakan tahap akhir dari pengolahan sekunder bahan-bahan

organik yang terkandung di dalam limbah cair. Limbah yang hanya

mengandung bahan organik saja dan tidak mengandung bahan kimia yang

berbahaya, dapat langsung digunakan atau didahului dengan pengolahan

secara fisik.

Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial

untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti

protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral,

mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified subtances). Berikut

beberapa contoh pemanfaatan limbah ternak, antara lain:

1. Pemanfaatan Untuk Pakan dan Media Cacing Tanah

Sebagai pakan ternak, limbah ternak kaya akan nutrien seperti

protein, lemak BETN,vitamin, mineral, mikroba dan zat lainnya. Ternak

membutuhkan sekitar 46 zat makanan esensial agar dapat hidup sehat.

Limbah feses mengandung 77 zat atau senyawa, namun didalamnya

terdapat senyawa toksik untuk ternak. Untuk itu pemanfaatan limbah

ternak sebagai makanan ternak memerlukan pengolahan lebih lanjut.

Tinja ruminansia juga telah banyak diteliti sebagai bahan pakan termasuk

penelitian limbah ternak yang difermentasi secara anaerob. Penggunaan

feses sapi untuk media hidupnya cacing tanah telah diteliti dan

menghasilkan biomassa tertinggi dibandingkan campuran feces yang

ditambah bahan organik lain, sepertifeses 50% + jerami padi 50%, feses

50% + limbah organik pasar 50%, maupun feses 50% +isi rumen 50%

(Farida, 2000).

2. Pemanfaatan Sebagai Pupuk Organik

16
Pemanfaatan limbah usaha peternakan terutama kotoran ternak

sebagai pupuk organik dapat dilakukan melalui pemanfaatan kotoran

tersebut sebagai pupuk organik. Penggunaan pupuk kandang (manure)

selain dapat meningkatkan unsur hara pada tanah juga dapat

meningkatkan aktivitas mikrobiologi tanah dan memperbaiki struktur

tanah tersebut. Kandungan Nitrogen, Posphat, dan Kalium sebagai unsur

makro yang diperlukan tanaman. Kotoran ternak dapat juga dicampur

dengan bahan organik lain untuk mempercepat proses pengomposan serta

untuk meningkatkan kualitas kompos tersebut.

3. Pemanfaatan Untuk Biogas

Salah satu bentuk pengolahan yang dapat dilakukan adalah

menggunakan limbah tersebut sebagai bahan masukan

untuk menghasilkan bahan bakar biogas. Kotoran ternak ruminansia

sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas

karena ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan khusus yang

menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang

berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan

berserat tinggi. Oleh karena itu pada tinja ternak ruminansia, khususnya

sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi. Berdasarkan

hasil analisis diperoleh bahwa tinja sapi mengandung 22.59%

sellulosa,18.32% hemi-sellulosa, 10.20% lignin, 34.72% total karbon

organik, 1.26% total nitrogen, 27.56:1 ratio C:N, 0.73% P, dan 0.68% K

(Lingaiah dan Rajasekaran, 1986).

Biogas adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas

yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi

17
anaerob, dan gas yang dominan adalah gasmetan (CH4) dan gas

karbondioksida (CO2) (Simamora, 1989). Biogas memiliki nilai

kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700 kkal/m3, untuk gas

metan murni (100 %) mempunyai nilai kalor 8900 kkal/ m3. Menurut

Maramba (1978) produksi biogas sebanyak 1275-4318 liter/ m3 dapat

digunakan untuk memasak, penerangan, menyeterika danmejalankan

lemari es untuk keluarga yang berjumlah lima orang per hari. Bahan

biogas dapat diperoleh dari limbah pertanian yang basah, kotoran

hewan(manure), kotoran manusia dan campurannya. Kotoran hewan

seperti kerbau, sapi, babi dan ayam telah diteliti untuk diproses dalam

alat penghasil biogas dan hasil yang diperoleh memuaskan (Harahap et

al., 1980).

18
IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan makalah yang telah kami buat, dapat ditarik kesimpulan :

1. limbah peternakan meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu

kegiatan usaha peternakan baik berupa limbah padat dan cairan, gas,

maupun sisa pakan.

2. Limbah domestik, limbah peternakan maupun industri yang dibuang ke

sungai berpengaruh terhadap penurunan kualitas air. Parameter

penurunan kualitas air tersebut umumnya berdasarkan kandungan fecal

coli, total coliform, BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical

Oxygen Demand) dan H2S yang terdapat di dalam air sungai.

3. Agar limbah peternakan tidak merusak ekosistem, limbah ternak dapat

dimanfaatkan untuk pakana dan media cacing tanah, pupuk organik, dan

biogas.
4.2 Saran
Inilah hasil makalah kami, yang kami harapkan dari pembaca agar
memahami isi-isi yang ada dalam makalah ini dan dijalankan dalam
kehidupan sehari-hari serta kepada pembaca di harapkan menginformasikan
kepada masyarakat supaya masyarakat juga berminat membaca makalah ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

NN. 2015. 15 Jenis Jenis Air di Bumi : Tanah, Permukaan, Air Angkasa dan
Manfaatnya. http://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/hidrologi/jenis-jenis-
air (diakses pada tanggal 29 September 2016 pukul 16.59)

Mahdi, rizal. 2012. Pencemaran Akibat Limbah Peternakan dan


Penanganannya.
http://rizalm09.student.ipb.ac.id/ja/2012/04/03/pencemaran-akibat-
limbah-peternakan-dan-penanganannya/ (diakses tgl 29 September
2016 pukul 17:37)

Sasongko, Lutfi aris. 2006. Kontribusi Air Limbah Domestik Penduduk Di Sekitar
Sungai Tuk Terhadap Kualitas Air Sungai Kaligarang Serta Upaya
Penanganannya (Studi Kasus Kelurahan Sampangan Dan Bendan
Ngisor Kecamatan Gajah Mungkur Kota Semarang) . Program
Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro Semarang

Sihombing D T H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha


Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian,
Institut Pertanian Bogor
Soehadji, 1992. Kebijakan Pemerintah dalam Industri Peternakan dan
Penanganan Limbah Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan,
Departemen Pertanian. Jakarta.
Sinuraya, S. 2016. Limbah Peternakan. Sumedang : Universitas Padjadjaran
Sutrisno, S. 2012. PDF (Bab I) - Universitas Muhammadiyah Surakarta.
eprints.ums.ac.id/18228/2/BAB_I.pdf (diakses tanggal 29 September
2016 pukul 18:56 WIB)
Wendyataka, Anung. 2016. Air Sungai di Indonesia Tercemar Berat.
http://print.kompas.com/baca/opini/duduk-perkara/2016/04/29/Air-
Sungai-di-Indonesia-Tercemar-Berat (diakses tgl 29 September 2016
pukul 17:37)

20

Anda mungkin juga menyukai