PENDAHULUAN
1. A. Latar Belakang
Titrasi bebas air merupakan suatu jenis titrasi yang tidak menggunakan
pelarut air melainkan digunakan pelarut organik. Dengan pelarut organik
tertentu, kekuatan asam atau basa lemah dapat diperbesar sehingga
memungkinkan suatu titrasi yang tidak memuaskan dalam pelarut air.
Titrasi bebas air menggunakan pelarut organik untuk mempertajam titik
akhir titrasi asam/basa lemah. Disamping itu titrasi ini juga dilakukan
untuk senyawa yang sukar larut dalam air.. Yang tidak kalah penting adalah
pengaruh konstante dialetrik pada reaksi protolisis pada pelarut bukan air
Penggunakan pelarut organik untuk tirasi asam/basa lemah ini karena air
sebagai pelarut bersifat amfoter. Pada titrasi akan terjadi kompetisi reaksi
antara sampel dan air dengan titran sehingga tidak diperoleh titik akhir
yang jelas.
1. B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. D. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum yang dilakukan adalah untuk menentukan
kadar kafein dengan menggunakan titrasi bebas air.
1. E. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah kita dapat menentukan dan
menetapkan kadar senyawa obat-obatan atau zat-zat yang tidak dapat larut
dalam air terutama basa-basa organik. Karena banyak obat yang bersifat
asam lemah atau basa lemah yang sukar larut dalam air. Dengan memilih
pelarut yang tepat, penetapan kadar dari komponen campuran asam atau
basa juga dimungkinkan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. A. Teori Umum
Pengaruh pelarut aprotik terhadap titrasi bebas air adalah senyawa HCl
yang dilarutkan akan tidak bereaksi dengan pelarut, karena itu kekuatan
asamnya tidak berkurang. Sebagai ukuran untuk kekuatan asam adalah
afinitas proton. Makin kuat proton terikat makin sedikit proton yang
diberikan dan asamnya akan semakin meningkat / kuat. Begitupun dengan
basa (Rivai, 1995).
Perubahan warna sangat tergantung dari jenis sampel. Oleh karena itu,
pemilihan indikator secara empiris, yaitu menggunkan potensiometer
bersama-sama dengan indikator visual yang diselidiki. Indkator yang diplih
adalah yang memperlihatkan perubahan warna yang tajam dekat dengan
titik ekuivalen. Untuk titrasi basa lemah dan garam-garamnya dapat
digunakan crystal violet, methyl-rosaniline chloridee, quanalfine red,
naphtholbenzein dan malchite green. Untuk basa-basa yang realtif lebih
kuat dapat digunakan methyl red, methyl orange, dan thymol blue
(Harmita, 2006).
Reaksi yang terjadi pada titrasi bebas air dapat diterangkan dengan konsep
dari Bronsted dan Lowry, yaitu bahwa asam adalah pemberi proton (proton
donor) sedangkan basa adalah penerima proton (Proton acceptor)
(Harmita, 2006).
Maka akan terdapat konsentrasi yang lebih besar dari proton yang
tersolvasi dalam pelarut tersebut. Jadi, bisa terlihat bahwa jika HB itu asam
lemah untuk dititrasi dengan layak larutan berair, jika dapat meningkatkan
“keasamannya” dan juga “titrabilitasnya” dengan memilih pelarut yang
lebih basa dari air (Underwood, 1993).
Pada pelarut asam lemah dan basa lemah dalam lingkungan bebas air
harus diperhatikan pengaruh pelarut bukan air terhadap tetapan ionisasi,
tetapan dissosiasi, tetapan asam asam dan basa senyawa yang hendak
dititrasi. Yang tidak kalah penting adalah pengaruh konstanta dialetrik
pada reaksi protolisis pada pelarut bukan air (Wunas, 1986).
Titrasi bebas air atau titrasi non-Aqua adalah titrasi yang menggunakan
pelarut organik sebagai pengganti air. Dengan pelarut organik tertentu,
kekuatan asam atau basa lemah dapat diperbesar sehingga memungkinkan
suatu titrasi yang tidak memuaskan dalam pelarut air. Dibidang farmasi
teknik kini banyak dipakai karena banyak obat bersifat asam atau basa
lemah yang suka larut dalam air. Dengan pemilih pelarut yang tepat,
penetapan kadar dari komponen campuran asam atau basa juga
dimungkinkan. Teori asam-basa dari arrhenius ternyata tidak berhasil
menjelaskan sifat karakteristik dari asam dan basa dalam pelarut organik.
Dalam hal ini, teori yang umum telah dikemukakan oleh bronsted.
Menurut teori ini, asam adalah pemberi proton, sedangkan basa adalah
penerima proton (Anonim, 2012).
Dalam pemilihan pelarut, ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu sifat
asam-basa dari pelarut. Untuk menitrasi basa lemah, maka dipilih pelarut
yang lebih bersifat asam dan demikian pula sebaliknya. Misalnya, pada
titrasi basa lemah, asam asetat lebih baik daripada air, Tetapan dan
autoprotolisis serta Tetapan dielektrik. Asam perklorat sejauh ini
merupakan asam yang telah luas digunakan untuk titrasi basa lemah, karen
asam ini adalah asam yang sangat kuat yang sangat mudah didapat. Basa
lemah dititrasi paling sering dalam larutan asam asetat glasial. Normalnya
pengaruh temperatur pada volume titran teukur dapat diabaikan dengan
diabaikan dengan larutab berair pada variasi temperatur kamar basa.
Pelarut organik seperti asam asetat, benzena, dan metanol sebaiknya
mempunyai koefisien ekspansi ternal yang agak besar, dan perubahan
volumenya tidak bisa diabaikan jika titran tersebut berada pada temperatur
standarisasinya (Underwood, 1993)
Seperti telah diuraikan diatas, kekuatan asam basa ditentukan pula oleh
kemampuan pelarut untuk menerima dan melepaskan proton. Berdasarkan
hal ini maka pelarut dapat dibedakan menjadi (Anonim, 2012) :
Digunakan pelarut organic bukan air karena senyawa tersebut tidak dapat
larut dalam air, disamping itu kurang reaktif dalam air seperti misalnya
garam-garam amina, dimana garam-garam ini dirombak lebih dahulu
menjadi basa yang bebas larut dalam air, sari dengan pelarut organik lain
dan direaksikan dengan asam baku berlebih, yang kemudian pelarutnya
diuapkan dan barulah kelebihan asam ditentukan kembali dengan basa
baku sedangkan senyawa-senyawa organik yang mengandung nitrogen
ditentukan dengan metode Kjeldahl. (Dhanar Dani, 1998).
1. B. Uraian Bahan
A. Asam anhidrat (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi : ANHIDRAT ASETAT
O – Cl – O – H
Rumus struktur :
Rumus struktur :
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, dalam etanol, mudah
larut dalam kloroform, sukar larut dalam eter.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, agak sukar larut dalam
etanol (95%) P. Larutannya berwarna lembayung tua.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
BAB III
KAJIAN PRAKTIKUM
1. A. Alat yang dipakai
Adapun alat-alat yang digunakan pada percobaan kali ini adalah bulp,
buret 50 ml, corong, erlemeyer 100 ml, gelas arloji, gelas kimia 50 ml,
gelas ukur 50 ml, timbangan Analitik, pipet tetes, pipet volume 10 ml,
sendok tanduk, dan statif.
1. B. Bahan yang digunakan
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah
alkohol, aluminium foil, asam anhidrat asetat, asam perklorat, benzena,
indikator kristal violet, dan kofein serta tisue.
1. C. Cara Kerja
Pertama-tama ditimbang kofein sebanyak 200 mg. Kemudian dilarutkan
kedalam 10 ml asam anhidrat dan dipanaskan. Setelah itu didinginkan,
setelah dingin ditambahkan 20 ml benzena. Setelah itu diteteskan indikator
krystal violet sebanyak 3 tetes (warna ungu), kemudian dititrasi dengan
asam perklorat sampai pada titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan
warna. Dicatat volume asam perklorat yang terpakai.
BAB IV
KAJIAN HASIL PRAKTIKUM
1. A. Hasil Pengamatan
2. 1. Tabel Pengamatan
NO Berat sampel (mg) Vol. Titrasi (ml)
1. 203,5 mg 10 ml
2. 200,5 mg 9 ml
1. 2. Perhitungan
Berat setara asam perklorat terhadap kafein adalah
Kadar % I =
= =
= 97,428987715 %
= 97,43 %
Kadar % II =
= 88,998100249 %
= 88,99 %
=
= 93,21 %
1. Reaksi
1. B. Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan penetapan kadar kafein dengan
menggunakan metode titrasi bebas air berdasarkan reaksi netralisasi.
Reaksi netralisasi merupakan reaksi antara asam dan basa yang setara
menurut perhitungan stokiometri. Indikator yang digunakan adalah
indikator larutan kristal violet. Titik akhir titrasi ditandai dengan tepat
berubahnya warna larutan dari ungu menjadi hijau.
Titrasi bebas air adalah titrasi yang dilakukan untuk larutan yang tak dapat
larut dalam air tetapi dapat larut dalam pelarut-pelarut organik lainnya,
seperti misalnya asam salisilat. Dalam percobaan ini semua alat harus
dibebas dari air dengan menggunakan alkohol sebagai pembilas karena
sifat alkohol yang mudah menguap. Selain itu alkohol juga bersifat inert
sehingga diharapkan dapat membantu menghilangkan sisa-sisa air yang
mungkin menempel pada dinding alat.
Berdasarkan reaksi di atas air akan terikat dengan asam asetat anhidrat
sehingga akan membentuk asam asetat.
Pada titrasi ini kami menggunakan asam perklorat sebagai titran dimana
pelarut mengambil bagian yang amat penting untuk reaksi stoikiometri,
pelarut tersebut dapat mengambil bagian dalam reaksi. Penggunaan
pelarut aprotik asam perklorat pada titrasi bebas air memberikan dua
keuntungan. Pelarut tidak mempunyai efek menyetingkatkan
keasaman/kebasaan asam basa yang bereaksi sesamanya. Garam yang
terjadi pada titrasi tidak akan diuraikan secara protolitik oleh pelarut.
Kerugiannya adalah sifat yang sedikit polar atau non polar yang
mempunyai daya pelarutan kecil uuntuk protolit dan pendesakan kembali
disosiasi. Disebabkan terdesaknya kembali disosiasi, maka kemampuan
hantaran suatu larutan akan sangat dikurangi, sehingga misalnya
penentuan potensiometri suatu titrasi tidak mungkin dilakukan.
Aplikasi titrasi bebas air dalam bidang farmasi yaitu sebagai calon farmasi
dapat membuat suatu obat walaupun senyawa-senyawa penyusunnya itu
sukar larut dalam air dengan menggunakan pearut organik yang hampir
sama khasiatnya bahkan lebih baik jika dibandingkan dengan pelarut
organik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. A. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang kami lakukan bahwa kadar titrasi I didapat
97,43 % dan titarsi II didapat 88,99 %, sehingga kadar rata-rata kafein
adalah 93,21 %.
B. Saran
Terima kasih kepada asisten yang telah membantu kami dengan
optimal sehingga dapat terlaksanakanya praktikum dengan baik, dan
semoga dapat ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. 2012. Penuntun Praktikum Kimia Analisis . Makassar :
Universitas Muslim Indonesia.
Wunas, Said. 1986. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. Makassar :
UNHAS.
SKEMA KERJA
Ditimbang 200 mg zat uji (kafein)
Erlenmeyer
Tambahkan 20 ml benzene p
BAB I
PENDAHULUAN
1. A. LatarBelakang
Satudarijenis-jenisreaksikimia yang
dapatdigunakansebagaidasarpenentuantitrimetrikmelibatkanpembentukan
suatukompleks atau ion kompleks yang
dapatlaruttetapisedikitterdisosiasi.Suatucontohadalahdariion perakdengan
ion sianidauntukmembentuk ion kompleksAg(CN) yang sangatstabil.
2
Percobaankompleksometri yang
dilakukanbertujuanuntukmengukurkadar/kemurniansalahsatusenyawapoli
valendenganmenggunakanmetodekompleksometri, agar
kitamengetahuiberapakadarterdapatdalamsuatusenyawa.
1. B. RumusanMasalah
Senyawa yang mengandung
unsurpolivalendalamstrukturnyadapatditentukankadar/kemurniannyaden
ganmetodekompleksometri. Dari
haltersebut,makaperludilakukanpengukurankadar/kemurniansalahsatusen
yawapolivalendenganmetodekompleksometri.
1. C. MaksudPraktikum
Untukmengukurkadar/kemurniansuatusenyawapolivalendenganmetodeko
mpleksometri.
1. D. TujuanPraktikum
Untukmengukurkadar/kemurnian ZnSO denganmetodekompleksometri.
4
1. E. ManfaatPraktikum
Denganmelakukanpraktikuminidiharapkandapatmelakukanpengukuranka
darsenyawapolivalendenganmetodekompleksometri.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. A. TeoriUmum
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan
persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion),
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling
mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi
pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali
dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu
pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-
tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri :
Ag + 2 CN Ag(CN)
+ –
2
Hg + 2Cl HgCl
2+ –
2
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan
titrimetrik melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion
kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud
di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah
kation, dengan sebuah anion atau molekul netral (Basset, 1994).
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi
pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang
terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks
demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa
seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi
kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. (Khopkar,
2002).
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan
kimia adala ion sianida, CN , karena sifatnya yang dapat membentuk
–
kompleks yang mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak,
ion sianida membentuk senyawa kompleks perak-sianida, sedangkan
dengan ion nilkel membentuk nikel-sianida. Kendala yang membatasi
pemakaian-pemakaian ion sianida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini
membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini
merupakan ligan bergigi satu (Rival, 1995).
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang
berguna sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu
indikator ion logam dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-
titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik
akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA,
larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik
(khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu
harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak
akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator
logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk
menjamin agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari
kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA harus tajam dan
cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-
indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator
harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga
perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir,
penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk
titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black T. Pada pH tinggi, 12,
Mg(OH) akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh
2
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari
dengan penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang
mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam
membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam
logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh
dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan
percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak
tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan
menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993).
Titrasisecarakompleksiometritelahdilakukandenganbaikterhadapsemuakat
ionbiasa.Jenis-jenistitrasinyaadalah(Underwood, 1994) :
1. Titrasilangsung, dapatdilakukanterhadapsedikitnya
25kationdenganmenggunakanindiatorlogam.
Pereaksipembentukankompleks, sepertisitratdantartrat,
seringditambahkanuntukpencegahanendapanhidroksidalogam. Buffer
NH -NH Cl dengan pH 9 sampai 10 seringdigunakanuntuklogam yang
3 4
membentukkompleksdenganamoniak.
2. Titrasikembali, digunakanapabilareaksiantarakationdengan EDTA
lambatatauapabilaindikator yang sesuaitidakada. EDTA
berlebihditambahkanberlebihdan yang
bersisadititrasidenganlarutanstandar Mg
denganmenggunakancalmagnitesebagaiindikator. Kompleks Mg-EDTA
mempunyaistabilitas relative rendahdankation yang
ditentukantidakdigantikandengan magnesium. Cara
inidapatjugauntukmenentukanlogamdalamendapan, sepertiPb di dalam
PbSO danCadalam CaSO .
4 4
lemahitu.
4. Titrasisecaratidaklangsung, beberapajenis setelahdilaporkan, antara
lain penentuansulfatdenganmenambahkanlarutanbaku barium
berlebihandanmenitrasikelebihantersebutdenganEDTA.
Jugapospatsudahditentukansetelahpengendapansebagai
MgNH PO yang tidakterlalusukarlarutlalumenitrasikelebihan Mg.
4 4
1. B. UraianBahan
A. Aquades (Ditjen POM, 1979)
NamaResmi : AQUADESTILLATA
Penyimpanan : Dalamwadahtertutupbaik
Kegunaan : Sebagaipelarut
Kegunaan : Sebagaipereaksi
Pemerian : Hablurtransparanatauserbukhablur,
tidakberwarna, tidakberbau.
Kelarutan : Sangatmudahlarutdalamair,
praktistidaklarutdalametanol (95%) P.
Penyimpanan : Dalamwadahtertutuprapat.
Kegunaan : Sebagaisampel.
RM / BM : C H N O S / 554,52
20 14 2 11 3
Penyimpanan : Dalamwadahtertutupbaik
Kegunaan : SebagaiIndikator
RM / BM : C H N / 98,96
2 8 2
Penyimpanan : Dalamwadahtertutuprapat
Kegunaan : Sebagaititran
BAB III
KAJIAN PRAKTIKUM
1. A. Alat yang Dipakai
Alat yang dipakai pada praktikum kompleksometri adalah buret, botol
semprot, cawan poreslin, corong, erlemeyer 250 ml, gelas ukur 50 ml,
klem, pipet tetes, sendok tanduk, statif, dan timbangan analitik.
1. B. Bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan pada praktikum kompleksometri adalah Aquadest,
Alumunium Foil, Indikator EBT-NaCl, Larutan baku EDTA 0,0499 N,
Larutan NaOH encer, Larutan dapar amonia pH 10, Tissue, dan ZnSO . 4
1. C. Cara Kerja
Disiapkanalatdanbahan yang akandigunakan. Ditimbangsaksama 100 mg
zatuji (zinksulfat), kemudiandilarutkandalam Erlenmeyer dengan 100 ml
air suling, ditambahkanNaOHencertetes demi
tetessecukupnyahinggaterbentukendapan yang mantap. Laluditambahkan
5 ml buffer, dandititrasidenganNa.EDTA 0,0499 M denganmenggunakan
indicator EBT-NaClhinggaterjadiwarnabiru.
BAB IV
KAJIAN HASIL PRAKTIKUM
1. A. HasilPraktikum
A. 1. Data Pengamatan
Kelompok Berat Sampel V. Titran % Kadar
I 50 mg 1,9 ml 27,42 %
II 51 mg 18,6 ml 132,12 %
IV 51 mg 13,9 ml 202,25 %
97,92 %
Rata-rata 52,25 mg 9,125 ml
1. 2. Perhitungan
Penetapan kadar ZnSO .7H O
4 2
% =
=
= x 100%
= 126,02 %
1. 3. Reaksi
Reaksisampeldenganpelarut air
ZnSO + H O Zn + SO
4 2
2+
4
2-
ReaksisampelditambahkanNaOH
1. B. Pembahasan
Kompleksometr iadalahtitrasipembentukansenyawakompleksantara ion-
ion logamdenganlarutanbakukomplekson, denganmenggunakan indicator
terhadap ion logam, gunamenentukankadarataukemurniansuatulogam.
kompleks yang mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak,
ion sianida membentuk senyawa kompleks perak-sianida, sedangkan
dengan ion nilkel membentuk nikel-sianida. Kendala yang membatasi
pemakaian-pemakaian ion sianida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini
membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini
merupakan ligan bergigi satu.
Pada percobaan komlpleksometri, dilakukan dua kali pengukuran.
Pertama-tama ditimbang zink sulfat sebanyak 100 mg, kemudian
dilarutkan dalam erlenmeyer dengan 100 ml aquades, kemudian
ditambahkan dengan indikator NaOH hingga tetes demi tetes hingga
terbentuk endapan yang mantap. Selanjutnya, ditambahkan larutan buffer
dan dititrasi dengan Na.EDTA 0,0499 N menggunakan indikator EBT-NaCl
hingga terbentuk menjadi biru.
Alasan mengapa ZnSO ditentukan kadarnya secara kompleksometri, sebab
4
zink sulfat merupakan salah satu ion logam yang polivalen dan dapat
bereaksi dengan EDTA membentuk senyawa atau kompleks khelat yang
stabil dan larut dalam air.
Pada praktikum kompleksometri larutan bufferditambahkan pada larutan
agar pH larutan yang dititrasi tetap terjaga. Seperti kita ketahui air yang
sadah berarti mengandung ion Ca dan Mg . Ion Ca akan lebih dahulu
2+ 2+ 2+
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan di dapatkan kadar ZnSO berdasarkan volume
4
BAB I
PENDAHULUAN
I.1Latar Belakang
Perkembangan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai
bidang termasuk bidang farmasi. Semakin banyaknya industri-industri
farmasi yang turut menerapkan kemajuan teknologi, semakin meningkat
pula jumlah produk-produk farmasi yang tersedia untuk masyarakat.
Industri farmasi saat ini tidak hanya memfokuskan perhatian pada bidang
pembuatan dan penyediaan obat, melainkan juga telah mencakup berbagai
produk yang tersedia dalam masyarakat seperti makanan dan kosmetik.
Dalam penyediaan suatu produk farmasi dipergunakan berbagai senyawa-
senyawa yang dikombinasikan satu dengan yang lain untuk menghasilkan
suatu senyawa baru yang sangat bermanfaat. Pengkombinasian ini
melibatkan berbagai senyawa baik yang mudah larut dalam air, maupun
yang tidak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Titrasi argentometri adalah titrasi dengan menggunakan larutan perak
nitrat sebagai titran, dimana terbentuk garam perak yang sukar larut (1).
1. Cara Mohr
Titrasi pertama untuk penentuan ion klorida dan bromida dalam larutan,
sedangkan indikator yang dipakai adalah kalium kromat (K CrO ) dan
2 4
larutan baku AgNO sebagai titran. Pada titik akhir kromat terikat oleh ion
3
perak membentuk senyawa yang sukar larut berwarna merah bata. Disini
terjadi pengendapan 2 tingkat yaitu pembentukan AgCl dan pembentukan
Ag CrO . Perak klorida merupakan garam sukar larut sehingga konsentrasi
2 4
1. Cara Fajans
Dalam titrasi secara Fajans digunakan indikator adsorbsi. Indikator
adsorbsi adalah zat yang dapat diserap pada permukaan endapan dan
menyebabkan timbulnya warna, penyerapan ini dapat titik ekivalen, antara
lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Indikator ini
adalah asam lemah atau basa lemah organik yang dapat membentuk
endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang dapat digunakan
dalam titrasi ion klorida dalam suasanan netral (3).
Kelarutan : larut dalam 1,5 bagian air dan dalam 17 bagian etanol
(95%) P
Kegunaan : Sampel
RM/BM : NaCl
Kelarutan : mudah larut dalam air, sedikit lebih larut dalam air
mendidih, larut dalam gliserin, sukar larut dalam etanol.
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 1,6 bagian air dan dalam lebih
kurang 200 bagian etanol 90 % P.
Khasiat : Sedativum
Kegunaan : Sampel
1. AgNO (4:47)
3
RM/BM : H O/18,02
2
Kegunaan : Pelarut
6. K CrO (5:690)
2 4
RM/BM : K CrO
2 4
1. Natrium Bromida(5,647)
Timbang seksama 400 mg, larutkan dalam 40 ml asam nitrat P.,
tambahkan 50 ml perak nitrat 0,1N. Titrasi dengan ammonium tiosianat
0,1 N menggunakan indicator larutan besi(III) ammonium sulfat, pada
waktu mendekati titik akhir titrasi, kocok kuat-kuat.
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat-alat yang Digunakan
1. Buret 25 ml
2. Erlemeyer 250 ml
3. Gelas ukur 25 ml
4. Statif + klem
5. Timbangan analitik
6. botol semprot
7. gelas piala
8. sendok tanduk
9. pipet tetes
III.1.2 Bahan-bahan yang digunakan
1. Air suling
2. NaCl
3. Larutan baku AgNO 0,1 N 3
4. Larutan KBr
5. Larutan K CrO 5 %
2 4
6. KSCN
7. HNO 3
kuning.
Dititrasi dengan AgNO 0,0954 N hingga terbentuk endapan putih
3
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Data Pengamatan
1. Cara Mohr
NaCl (gr) AgNO (ml) indikator Perubahan warna
0,057 9,2 ml
Kuning menjadi
0,054 10 ml K CrO
2 4
merah
K CrO
2 4
1. Cara Volhard
KBr Perubahan
(gr) indikator warna
HNO (ml)
3 AgNO (ml) 3
Bening
menjadi
0,105 2 15 FeNH 4-
hijau pucat
(SO )
4 2
III.2 Reaksi
1. Cara Mohr
NaCl + AgNO AgCl + NaNO
3 3
(endapan putih)
(endapan merah)
1. Cara Volhard
AgNO + KBr AgBr + KNO
3 3
(endapan putih)
( larutan merah)
IV.3 Perhitungan
1. Cara Mohr
1. Massa NaCl = 57 mg
Konsentrasi NaCl = 0,0954 N
= 5,0176 x 100 %
5,7
= 92,9218 %
1. Massa NaCl = 54 mg
Konsentrasi NaCl = 0,0954 N
= 5,575176 x 100 %
5,4
=103,244 %
2. Cara Volhard
Massa KBr = 0,105 mg
V. AgNO = 15 ml
3
V. KSCN = 7,7 ml
N. KSCN = 0,0929 N
BE
= 0,7154
= 42,5699 x 100%
100 ml
% Kemurnian = 42,699%
BAB V
PEMBAHASAN
Cara Mohr
Pada metode argentometri cara Mohr ini sample yang digunakan yaitu
NaCL. Cara ini biasanya digunakan terutama dalam penentuan klorida dan
bromide. Digunakan 2 berat (massa) NaCl yang berbeda yaitu 57 mg dan 54
mg. pertama-tama NaCl ditimbang dengan neraca analitik, setelah itu
dilarutkan dalam 10 ml air suling. Sampel larut dalam air suling. Setelah itu
ditambahkan 3 tetes kalium kromat (K2CrO4) sebagai indicator, warna
larutan menjadi kuning. Kemudian dititrasi dengan AgNO sambil
3
mg.
Bila suatu larutan klorida dititrasi dengan larutan AgNO maka akan terjadi
3
reaksi :
Ag + Cl AgCl
+ –
Titik akhir titrasi dapat dinyatakan dengan indicator larutan K CrO yang
2 4
Cara Volhard
Titrasi cara ini dilakukan secara tidak langsung, dimana ion halogen
diendapkan oleh ion Ag yang berlebihan. Kelebihan ion perak lalu dititrasi
+
BAB VI
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu cara pemeriksaan kimia disebut titrimetri, yakni pemeriksaan
jumlah zat yang didasarkan pada pengukuran volume larutan pereaksi yang
dibutuhkan untuk pereaksi secara stokiometri dengan zat yang ditentukan
dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu reaksi asam basa, reaksi
pengendapan, reaksi pembentukan kompleks atau komplesometri, dan
terakhir reaksi redoks.
Reaksi oksidasi reduksi dan asam basa memiliki nasib yang sama, dalam
hal keduanya digunakan dalam banyak praktek kimia sebelum reaksi ini
dipahami. Konsep penting secara perlahan dikembangkan: misalnya,
bilangan oksidasi, oksidan (bahan pengoksidasi), reduktan (bahan
pereduksi), dan gaya gerak listrik, persamaan Nernst, hukum Faraday
tentang induksi elektromegnet dan elektrolisis. Perkembangan sel elektrik
juga sangat penting.Penyusunan komponen reaksi oksidasi-reduksi
merupakan praktek yang penting dan memuaskan
secara intelektual.Sel dan elektrolisis adalah dua contoh penting, keduanya
sangat erat dengan kehidupan sehari-hari dan dalam industri kimia.
1. B. Rumusan Masalah
2. Menentukan kadar suatu sampel dengan berbagai metode
3. Menentukan metode yang digunakan untuk menentukan kadar suatu
sampel
A. C. Maksud Praktikum
Mengetahui dan memahami cara penentuan kadar zat dengan metode
iodometri, iodimetri, bromometri, dan permanganometri.
1. D. Tujuan Praktikum
Menentukan kadar asam askorbat dengan metode iodimetri, Isoniazid
dengan metode iodometri, fenol dengan bromometri, dan besi (II) sulfat
metode permanganometri.
1. E. Manfaat Praktikum
A. kita dapat menentukan kadar suatu sampel dengan berbagai
metode
B. dapat diaplikasikan dalam menentukan sediaan farmasi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. A. Teori Umum
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi dipergunakan secar
luas dalam analisa titrimetrik.Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir
dalam kondisi oksidasi yang berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan
terjadi banyak reaksi redoks.Banyak dari reaksi-reaksi ini memenuhi syarat
untuk digunakan dalam analisa titrimetrik, dan penerapan-penerapannya
cukup banyak (Underwood, 1995).
Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena
berbagai zat organik dan zat anorganik dapat ditentukan dengan cara ini.
Namun demikian, agar titrasi redoks ini berhasil dengan baik, maka
persyaratan berikut harus dipenuhi (Rivai, 2006):
BrO + 6 H + 6 e Br + 3 H O
3
– + –
2
Dari persamaan reaksi ini ternyata bahwa satu gram ekuivalent sama
dengan 1/6 gram molekul. Disini dibutuhkan lingkungan asam karena
kepekatan ion H berpengaruh terhadap perubahan ion bromat menjadi ion
+
Larutannya biasanya sekitar 1 M dalam asam klorida. Titik akhir dari
titrasinya ditandai dengan hadirnya bromin, sesuai dengan reaksi
BrO + 5 Br + 6 H 3 Br + 3 H O
3
– – +
2 2
2 I I + 2 e
–
2
Iodimetri dapat juga dilakukan dengan cara penambahan larutan iodin
baku berlebihan, dan kelebihan larutan iodin dititrasi kembali dengan
larutan tiosulfat baku.
I + 2 Na S O 2 NaI + Na S O
2 2 2 3 2 4 6
1. B. Uraian Bahan
A. Asam asetat (Ditjen POM, 1979, hal: 647)
Nama resmi : ACIDUM ACETICUM
Pemerian :Serbuk atau hablur, putih atau agak kuning, tidak berbau
rasa asam. Oleh pengaruh cahaya lambat laun
menjadi gelap.Dalam keadaan kering, mantap di udara, dalam larutan
cepat teroksidasi.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat.
RM/BM : H SO /98,07
2 4
RM/BM : I / 126,91
2
RM/BM : C H NO / 137,14
6 7 2
RM/BM : KI / 166,00
Larutan 100 mg contoh yang ditimbang seksama dengan 100 ml air dalam
labu 200 ml yang tertutup gelas, tambahkan 2 gram natrium bikarbonat
dan50,0 ml larutan jodin 0,1 N, biarkan selama 30 menit ditempat gelap
pada suhu 38-40 C, dipanaskan diatas penangas air selama 10 menit,
o
setelah larutan dingin tambahkan larutan asam klorida (1:2) 20 ml, titrasi
kelebihan jodin dengan larutan natrium tiosulfat baku 0,1 N menggunakan
indikator kanji. Bersamaan dengan ini dikerjakan titrasi blangko dengan
kondisi yang sama dengan penentuan. Tiap mililiter larutan jodin 0,1 N
setara dengan 0,003429 gram isoniazida.
B. Iodimetri
Penentuan kadar asam askorbat
C. Bromometri
Penentuan kadar Fenol
1. D. Permanganometri
Penetapan kadar Besi (II) Sulfat
Timbang seksama 1 g besi (II) sulfat, larutkan dalam 25 ml asam sulfat dan
25 ml aquadest. Titrasi dengan larutan kalium permanganat 0,1 N sampai
timbul warna merah muda yang tetap.
BAB III
KAJIAN PRAKTIKUM
1. A. Alat yang dipakai
Adapun alat-alat yang dipakai dalam praktikum kali ini yaitu, buret,
corong, elenmeyer, gelas ukur, gelas kimia, labu ukur, statif, timbangan
analitik.
1. B. Bahan yang digunakan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu,
aluminium foil, aquadest, asam asetat , asam askorbat , asam klorida, asam
sulfat encer , besi (ii) sulfat, fenol, iodium, isoniazid, kanji, kalium iodide,
kalium permanganat, kloroform, natrium bikarbonat , natrium tiosulfat,
tissue.
1. C. Cara Kerja
2. Iodimetri
Penentuan kadar asam askorbat
1. Iodometri
Penetapan kadar Kafein
Ditimbang sampel kafein sebanyak 50,7 mg dan 50,8 mg, dilarutkan
dengan 50 ml aquadest di dalam erlenmeyer bertutup yang dindingnya
ditutupi dengan aluminium foil, ditambahkan 1 gr natrium bikarbonat dan
25 ml larutan iodine 0,14 N, biarkan selama 30 menit ditempat gelap.
Kemudian panaskan diatas penangas air selama 10 menit, setelah larutan
dingin ditambahkan larutan asam klorida (1:2) dengan hati-hati. Kemudian
biarkan selama 10 menit. Tambahkan indikator kanji sebanyak 3 tetes,
kemudian titrasi dengan larutan natrium tiosulfat baku dan hentikan titrasi
setelah terjadi perubahan warna.
1. Bromometri
Penetapan kadar fenol dengan metode bromometri
1. Permanganometri
Penetapan kadar Besi (II) Sulfat
BAB IV
KAJIAN HASIL PRAKTIKUM
1. A. Hasil Praktikum
2. Tabel hasil pengamatan
B.sampel V.titran
Kelompok Sampel (mg) (ml) % kadar
Asam
I askorbat 103,0 mg 12,9 mL 127,94%
Besi (II)
IV sulfat 101,9 mg 4,2 mL 57,29%
1. Reaksi
2. Reaksi iodimetri (asam askorbat)
1. Perhitungan
Kelompok I (Iodimetri)
%=
= 127,94 %
Kelompok II (Iodometri)
%=
= 49,45 %
= 23,89 %
Kelompok IV (Permanganometri)
%=
= 57,29 %
1. Pembahasan
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi dipergunakan secar
luas dalam analisa titrimetrik.Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir
dalam kondisi oksidasi yang berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan
terjadi banyak reaksi redoks. Pada praktikum kali ini kita akan membahas
tentang beberapa titrasi redoks.
1. Iodimetri
Iodimetri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor, seperti misalnya
natrium tiosulfat, arsenat dengan menggunakan larutan iodin baku secara
langsung. Apabila oksidator kuat dalam keadaan netral atau suasan asam
lemah ditambahkan ion iodida yang berlebihan, maka ion iodida ini
berfungsi sebagai reduktor dimana oksidator tadi direduksi secara
kuantitatif dan iodine yang dibebaskan ditentukan dengan cara titrasi
kembali dengan larutan natrium tiosulfat. Terjadi perubahan warna dari
bening ke abu-abu kebiruan karena indicator kanji dan titran dalam hal ini
iodium bereaksi.
Dari percobaan ini diperoleh kadar asam askorbat 127,94%. Ini tidak sesuai
dengan Farmakope yang menyatakan bahwa asam korbat mengandung
tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C H O . 6 8 6
1. Iodometri
Iodometri adalah analisa titrimetri secara tidak langsung untuk zat-zat
oksidator seperti garam besi (III), tembaga (II), dimana zat-zat oksidator
ini direduksi lebih dulu dengan kalium iodida, dan iodin yang dihasilkan
dalam jumlah yang setara ditentukan kembali larutan natrium tiosulfat
baku, contohnya seperti tembaga (II) sulfat direaksikan dengan kalium
iodide. Pada titrasi iodometri titrasi harus dalam keadaan asam lemah atau
nertal karena dalam keadaan alkali akan terbentuk iodat yang terbentuk
dari ion hipoiodit yang merupakan reaksi mula-mula antara iodin dan ion
hidroksida, sesuai dengan reaksi :
I + O HI + IO
2 2
–
3 IO IO + 2 I
–
3
– –
S O + 2 H H S O
2 3
= +
2 2 3
8 H S O 8 H O + 8 SO + 8 S
2 2 3 2 2
Dari percobaan ini diperoleh kadar kafein49,45%. Ini tidak sesuai dengan
Farmakope yang menyatakan bahwa isoniazid mengandung tidak kurang
dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% C H N O. 6 7 3
1. Bromometri
Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar
reaksi dari ion bromo (Br ). Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari
–
Dari percobaan ini diperoleh kadar fenol 23,89%. Ini tidak sesuai dengan
Farmakope yang menyatakan bahwa fenol mengandung tidak kurang dari
99,0% dan tidak lebih dari 101,0%.
1. Permanganometri
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi
redoks oleh kalium permanganat (KMnO ). Reaksi ini difokuskan pada
4
reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi antara KMnO dengan bahan baku.
4
Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak
langsung dengan permanganometri seperti: (1) ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn,
dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai oksalat. Setelah endapan
disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H SO berlebih sehingga terbentuk
2 4
Dari percobaan ini diperoleh kadar besi (II) sulfat 57,29%. Ini tidak sesuai
dengan Farmakope yang menyatakan bahwa besi (II) sulfat mengandung
tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 104,5% FeSO .4
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah:
DAFTAR PUSTAKA
DitjenPOM, 1979.Farmakope Indonesia, Edisi Ke-III, Departemen
Kesehatan RI:Jakarta.
DitjenPOM, 1995.Farmakope Indonesia, Edisi Ke-IV, Departemen
Kesehatan RI:Jakarta.
Skema kerja
1. a. Iodimetri
Ditimbang asam askorbat masing-masing 50,7 mg dan 50,8 mg.
b.Iodometri
Ditimbang sampel isoniasida sebanyak 50,7 mg dan 50,8 mg,
C.Bromometri
Ditimbang 100,6 dan 100,1 mg fenol
D.Permanganometri
Ditimbang FeSO4.7H2O sebanyak 50,5 mg dan 50,9 mg.
A. PENDAHULUAN
Asam-asam dan basa-basa lemah seperti alkaloid dan asam-asam organik sukar larut
dalam air dan kurang reaktif tidak dapat ditetapkan kadarnya secara titrasi dengan asam atau
basa (asidimetri atau alkalimetri) dalam pelarut air. Kesulitan ini dapat diatasi dengan
melaksanakan titrasi dalam lingkungan yang bebas air atau menggunakan pelarut yang bukan
air.
Pada dasarnya titrasi bebas air termasuk reaksi netralisasi juga, tetapi berbeda dengan
konsep netralisasi dari Arhenius yang menyatakan bahwa reaksi netralisasi adalah reaksi
antara ion-ion hydrogen dengan ion-ion hidroksida dalam larutan asam-basa berair; titrasi
suatu senyawa asam dengan larutan baku basa; titrasi suatu senyawa basa dengan larutan
baku asam. Dalam larutan berair netralisasi juga dapat diinterpretasikan sebagai reaksi antara
pemberi proton ( proton donor ) dan penerima proton ( proton akseptor)
Teori TBA sangat singkat, sebagai berikut : air dapat bersifat asam lemah dan basa
lemah. Oleh karena itu, dalam lingkungan air, air dapat berkompetisi dengan asam-asam atau
basa-basa yang sangat lemah dalam hal menerima atau memberi proton, sebagaimana
ditunjukkan pada reaksi :
H2O + H+ H3O+
Akan berkompetisi dengan RNH2 + H+ RNH3+
H2O + B OH + BH+
Akan berkompetisi dengan ROH + B RO- + BH+
Reaksi kompetisi air dengan asam lemah dengan basa lemah untuk memberi atau
menerima proton
Adanya pengaruh kompetisi ini berakibat pada kecilnya titik infleksi pada kurva
tritrasi asam sangat lemah dan basa sangat lemah sehingga mendekati batas pH 0 dan 14.
Oleh karena itu deteksi titik akhir titrasi sangat sulit. Sebagai aturan umum : basa-basa
dengan pKa < 7 atau asam-asam dengan pKa > 7 tidak dapat ditentukan kadarnya secara tepat
pada media air. Berbagai macam pelarut organic dapat digunakan untuk menggantikan air,
karena pelarut-pelarut ini kurang berkompetisi secara efektif dengan analit dalam hal
menerima atau memberi proton.
Pelarut
Titrasi bebas air (TBA) merupakan prosedur titrimetri yang paling umum yang
digunakan untuk uji-uji dalam farmakope. Metode ini mempunyai 2 keuntungan, yaitu (i)
Metode ini cocok untuk titrasi asam-asam atau basa-basa yang sangat lemah, dan (ii) pelarut
yang digunakan adalah pelarut organik yang juga mampu melarutkan analit-analit organik.
Prosedur yang paling umum digunakan untuk titrasi basa-basa organik adalah dengan
menggunakan titran asam perklorat dalam asam asetat.
Adanya air harus dihindari pada titrasi bebas air, karna adanya H2O yang merupakan
basa lemah akan berkompetisi dengan basa-basa nitrogen lemah untuk bereaksi dengan asam
perklorat (HCLO4) yang digunakan sebagai titran menurut reaksi:
H2O + HCLO4 H3O+ + CLO4-
RNH2 + HCLO4 RNH3 + CLO4-
Disamping itu dengan adanya air maka ketajaman titik akhir juga akan berkurang.
Secara eksperimen, adanya air tidak boleh lebih dari 0,05% sehingga tidak mengakibatkan
pengaruh yang nyata pada pengamatan titik akhir titrasi.
Untuk lebih memahami tentang titrasi bebas air, berikut adalah definisi istilah pelarut
yang digunakan :
1. Pelarut aprotik
Adalah pelarut yang dapat menurunkan ionisasi asam-asam dan basa-basa. Termasuk
dalam kelompok pelarut ini adalah pelarut-pelarut non polar seperti benzene, karbon
tetraklorida serta hidrokarbon alifatik.
2. Pelarut protofilik ( proto = proton, filik = suka )
Adalah pelarut yang dapat menaikkan ionisasi asam lemah dengan menggabungkan
proton yang dimilikinya. Dengan demikian senyawa-senyawa yang bersifat basa seperti n-
butil amin, piridin, dimetil formamid, trimetil amin termasuk dalam kelompok ini. Pelarut ini
biasa digunakan dalam analisis senyawa-senyawa yang bersifat asam lemah seperti fenol.
3. Pelarut protogenik
Adalah pelarut yang mengahsilkan proton. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah
asam-asam kuat seperti asam klorida dan asam sulfat. Pelarut kelompok ini kurang
bermanfaat dalam titrasi bebas air.
4. Pelarut amfiprotik
Adalah pelarut yang mempunyai sifat gabungan dari protofilik dan protogenik
sehingga pelarut ini dapat menghasilkan atau menerima poton. Yang termasuk pelarut
kelompok ini adalah air, alcohol, dan asam asetat glacial. Sebagai contoh asam asetat dapat
menghasilkan ion asetat dan proton.
Yang pertama berjalan lebih banyak kekanan dari pada yang kedua. Sehingga dalam
titrasi suatu campuran dua asam dalam pelarut asam asetat, terhadap dua patahan dalam kurva
titrasi, dan asam tersebut dikatakan terdiferensiasi.
Indikator
Netralisasi adalah reaksi antara ion H+ dari asam dan ion OH- dan membentuk molekul
air. Reaksi netralisasi harus sesempurna mungkin. Untuk mencapai maksud tersebut dapat
dilakukan dengan beberapa cara seperti tersebut dibawah ini:
1. Dengan terbentuknya hasil reaksi yang mengalami disosiasi lemah
2. Dengan terjadinya hasil reaksi sebagai gas atau sebagai endapan
3. Dengan memisahkan ion sebahai ion kompleks
Untuk menentukan titik akhir titrasi (titik ekivalen) pada proses netralisasi ini digunakan
indikator.
Menurut W. Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organic komplek dalam bentuk
asam (HIn) atau dalam bentuk basa (InOH) yang mampu dalam berada dalam keadaan dua
macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk satu ke
bentuk yang lain pada konsentrasi H+ atau pada pH tertentu.
suatu indikator yang berupa asam organic menurut persamaan keseimbangan (1),
apabila dalam larutan banyak ion H+ atau dalam suasana asam makakeseimbangan akan
kekiri, yaitu kearah bentuk molekul yang tidak terion. Sebaliknya, dalam suasana basa
keseimbangan akan bergeser kekanan sehingga indikator akan lebih banyak terion, dan warna
yang ditunjukkan merupakan warna dalam bentuk ionnya.
Indikator untuk Titrasi bebas air
Bentuk resonansi yang berbeda dari indikator berlaku baik untuk titrasi bebas air tapi
perubahan warna pada titik akhir titrasi untuk bervariasi dari titrasi, karena mereka
bergantung pada sifat titran. Warna sesuai dengan titik akhir yang benar dapat didirikan
dengan melakukan titrasi potensiometri sambil mengamati perubahan warna indikator.
Mayoritas titrasi bebas air dilakukan dengan menggunakan berbagai indikator yang cukup
terbatas di sini adalah beberapa contoh yang khas.
Kristal Violet: Digunakan sebagai 0,5% b / v larutan dalam asam asetat glasial.
Berubah warna dari ungu adalah melalui biru diikuti oleh hijau, kemudian menjadi kuning
kehijauan, dalam reaksi di mana basa seperti piridin yang dititrasi dengan asam perklorat.
Red: Digunakan sebagai solusi b / v 0,2% dalam dioksan dengan kuning untuk
mengubah warna merah.
Naftol Benzein: Bila dipekerjakan sebagai solusi b / v 0,2% dalam asam etanoat
memberikan kuning untuk mengubah warna hijau. Ini memberi poin akhir tajam di nitro
metana yang mengandung anhidrida etanoat untuk titrasi basa lemah terhadap asam perklorat.
Quenaldine Merah: Digunakan sebagai indikator untuk penentuan obat dalam larutan
dimetilformamida. Sebuah solusi b / v 0,1% dalam etanol memberikan perubahan warna dari
merah ungu ke hijau pucat.
Biru timol: Digunakan secara luas sebagai indikator untuk titrasi zat bertindak sebagai
asam dalam larutan dimetil formamida. Sebuah solusi b / v 0,2% dalam metanol memberikan
perubahan warna yang tajam dari kuning ke biru pada titik akhir.
Tetapan Dielektrik
Suatu asam-basa dalam pelarut SH akan mengalami kesetimbangan sebagai berikut;
HB + SH –> H2S+.B-
Dalam pelarut yang memiliki konstanta dielektrik yang tinggi pasangan ion tersebut
akan terdisosiasi sempurna membentuk ion bebas.
H2S+.B- –> H2S+ + B-
Sehingga reaksi keseluruhan yang terjadi adalah:
HB + SH –> H2S+ + B-
Disimpulkan bahwa keasaman dan kebasaan suatu senyawa bergantung pada tetapan
ionisasi (Ki) dan tetapan disosiasi (Kd) dari pelarutyang digunakan. untuk senyawa asam kuat
dapat diasumsikan bahwa Ki >>> 1 maka Ka= Kd dan Kb=Kd. Sedangkan untuk asam atau
basa lemah diasumsikan bahwa Ki<<HNO3>HOAc dan menyetarakan keasaman asam
mineral HClO4, H2SO4 , HCl dan HNO3. Dari kedua contoh di atas dapat disimpulkan
bahwa asam dan basa dalam pelarut amfiprotik kesempurnaan reaksinya bergantung pada
kerakter keasaman dan kebasaan pelarut, tetapan dielektrik pelarut, keasaman dan kebasaan
senyawa, tetapan autoprotolisis pelarut.
Pelarut
Pelarut yang digunakan dalam asidimetri bebas air ini dapat bersifat netral atau bersifat
asam. Pemilihan pelarut ditentukan oleh karakteristik dari senyawa yang akan ditentukan
kadarnya.
Pelarut-pelarut netral seperti alcohol, kloroform, benzene,dan dioksan atau asetil asetat
merupakan pelarut aprotik dan amfiprotik. Sedangkan pelrut yang bersifat asam seperti asam
asetat glacial, asam asetat anhidrat digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat basa.
Indikator
Untuk titrasi basa lemah dan garam-garamnya:
1. Kristal violet
2. Metilrosanilin klorida
3. Merah kuinaldin
4. Alfa – naftol benzein
5. Hijau malakit
Untuk senyawa basa yang relative lebih kuat:
1. Metal merah
2. Metal orange
3. Timol blue
Larutan baku
Titran yang paling sering digunakan adalah asam perklorat, dalam pelarut asam asetat
glacial atau pelarut yang relative netral seperti dioksan. Titran ini berfungsi sebagai larutan
baku. Asam perklorat merupakan asam terkuat yang sudah umum yang bereaksi sempurna
dengan basa-basa lemah.
Mekanisme Kerja
Coffein
1) Disiapkan alat dan bahan.
2) Ditimbang 52 mg coffein.
3) Dimasukkan dalam Erlenmeyer.
4) Ditambah 2 tetes indikator Kristal violet.
5) Titrasi dengan HClO3 ad larutan warna hijau zamrud.
Mekanisme Reaksi
Reaksi titran dengan pelarut
O O O O
HClO4 + CH3 –C C – CH3 CH3-C C-CH3
, H+ + ClO4
O O
Perhitungan
Data
SAMPEL BERAT SAMPEL VOLUME TITRAN
Coffein (BM 194,19) (mg) (ml)
1
260 8,75
2
260 9,00
3
260 9,50
=
% kadar 3 = mg/BE = V. N
mg/194,2 = 9,50 x 0,1470
mg = 271,20
=
% kadar rata-rata =
Menurut FI III
Koffeina mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%
C8H10N4O2 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Jadi kadar kaffeina masuk rentang kadar sesuai literatur, dengan kadar kaffeina 99,73
%
Pelarut
Pelarut-pelarut yang bersifat basa seperti etilen diamin dapat meningkatkan keasaman
dari asam-asam lemah seperti fenol sehingga fenol dapat ditetapkan kadarnya secara
kuaintitatif dengan menggunakan larutan baku litium atau Natrium metoksida.
Faktor – faktor yang dipertimbangkan dalam memilih pelarut:
Indikator
Pengamatan titik akhir dapat menggunakan potensiometer atau secara visual.
Penggunaan potensiometer merupakan pemilihan utama untuk menentukan titik akhir titrasi
bebas air. Pemilihan indikator secara visual berdasarkan pengalaman empiric dan dilakukan
secara trial and error. Pengalaman menunjukkan bahwa azo violet merupakan indikator
pilihan untuk titrasi asam-asam yang keasamannya lemah atau medium dalam pelarut butil
amin; timol blue merupakan indikator pilihan untuk titrasi asam-asam yang keasamannya
lemah atau medium dalam pelarut dimetil formamid.
Dalam titrasi dengan logam alkoholat, azo violet akan berubah warna sebelum timol
blue. Warna biru cerah merupakan warna titik akhir titrasi untuk indikator azo violet dan
timol blue.
Larutan baku
Titran yang sering digunakan pada TBA senyawa-senyawa yang bersifat asam lemah
adalah natrium metoksida , litium metoksida dalam methanol, atau tetrabutil ammonium
hidroksida dalam dimetilformamid.
Kalium metoksida yang merupakan basa yang lebih kuat, tidak digunakan karena
dapat membentuk endapan gelatinus. Dalam beberapa keadaan yang mana natrium metoksida
juga membentuk endapan gelatinus maka litium metoksida merupakan pilihan. Titran-titran
basa lainnya adalah natrium aminometoksida (merupakan basa yang paling kuat), dan
natrium trifenilmetan yang digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat asam lemah
seperti fenol dan pirol.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia III. Jakarta: Depkes RI.
Astutinur, rini. 2012. Titrasi-bebas-air. http://riniastutinur.blogspot.com
Diakses pada tanggal 14 Oktober 2012, pukul 8:45
Gandjar, I.G., dkk. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mursyidi, Ahmad Dr., Rohman, Abdul. 2008. Volumetri dan Gravimetri. Yogyakarta: UGM Press.
Underwood., Day. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Reaksi:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest