Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN
1. A.   Latar Belakang
Titrasi bebas air merupakan suatu jenis titrasi yang tidak menggunakan
pelarut air melainkan digunakan pelarut organik.  Dengan pelarut organik
tertentu, kekuatan asam atau basa lemah dapat diperbesar sehingga
memungkinkan suatu titrasi yang tidak memuaskan dalam pelarut air.
Titrasi bebas air menggunakan pelarut organik untuk mempertajam titik
akhir titrasi asam/basa lemah. Disamping itu titrasi ini juga dilakukan
untuk senyawa yang sukar larut dalam air.. Yang tidak kalah penting adalah
pengaruh konstante dialetrik pada reaksi protolisis pada pelarut bukan air

Penggunakan pelarut organik untuk tirasi asam/basa lemah ini karena air
sebagai pelarut bersifat amfoter. Pada titrasi akan terjadi kompetisi reaksi
antara sampel dan air dengan titran sehingga tidak diperoleh titik akhir
yang jelas.

Sebagian besar senyawa, terutama senyawa aktif organik, tidak dapat


ditentukan dalam larutan air menurut cara titrasi protolisis, karena sifat
asam dan basanya tidak jelas. Dalam kebanyakan hal titrasi protolisis akan
mungkin jika dikerjakan dalam lingkungan bebas iar. Kemungkinan ini
dapat dimengerti, jika dilhat bahwa teori asam-basa Bronsted juga berlaku
untuk pelarut bukan air.

1. B.   Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana cara penentuan kadar suatu zat dengan metode titrasi


bebas air?
2. Reaksi apa yang terjadi pada titrasi bebas air?
3. C.   Maksud Praktikum
Adapun maksud dari praktikum yang dilakukan adalah untuk mengetahui
dan memahami cara penentuan kadar kafein dengan menggunakan titrasi
bebas air.

1. D.   Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum yang dilakukan adalah untuk menentukan
kadar kafein dengan menggunakan titrasi bebas air.

1. E.   Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah kita dapat menentukan dan
menetapkan kadar senyawa obat-obatan atau zat-zat yang tidak dapat larut
dalam air terutama basa-basa organik. Karena banyak obat yang bersifat
asam lemah atau basa lemah yang sukar larut dalam air. Dengan memilih
pelarut yang tepat, penetapan kadar dari komponen campuran asam atau
basa juga dimungkinkan.

 
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. A.     Teori Umum
Pengaruh pelarut aprotik terhadap titrasi bebas air adalah senyawa HCl
yang dilarutkan akan tidak bereaksi dengan pelarut, karena itu kekuatan
asamnya tidak berkurang. Sebagai ukuran untuk kekuatan asam adalah
afinitas proton. Makin kuat proton terikat makin sedikit proton yang
diberikan dan asamnya akan semakin meningkat / kuat. Begitupun dengan
basa  (Rivai, 1995).

Dalam penitrasian bebas air, indikator bereaksi dengan H atau melepaskan


H , masing-masing disertai dengan terjadinya perubahan warna.


+

Perubahan warna sangat tergantung dari jenis sampel. Oleh karena itu,
pemilihan indikator secara empiris, yaitu menggunkan potensiometer
bersama-sama dengan indikator visual yang diselidiki. Indkator yang diplih
adalah yang memperlihatkan perubahan warna yang tajam dekat dengan
titik ekuivalen. Untuk titrasi basa lemah dan garam-garamnya dapat
digunakan crystal violet, methyl-rosaniline chloridee, quanalfine red,
naphtholbenzein dan malchite green. Untuk basa-basa yang realtif lebih
kuat dapat digunakan methyl red, methyl orange, dan thymol blue
(Harmita, 2006).
Reaksi yang terjadi pada titrasi bebas air dapat diterangkan dengan konsep
dari Bronsted dan Lowry, yaitu bahwa asam adalah pemberi proton (proton
donor) sedangkan basa adalah penerima proton (Proton acceptor)
(Harmita, 2006).

Maka akan terdapat konsentrasi yang lebih besar dari proton yang
tersolvasi dalam pelarut tersebut. Jadi, bisa terlihat bahwa jika HB itu asam
lemah untuk dititrasi dengan layak larutan berair, jika dapat meningkatkan
“keasamannya” dan juga “titrabilitasnya” dengan memilih pelarut yang
lebih basa dari air  (Underwood, 1993).

Pada pelarut asam lemah dan basa lemah dalam lingkungan bebas air
harus diperhatikan pengaruh pelarut bukan air terhadap tetapan ionisasi,
tetapan dissosiasi, tetapan asam asam dan basa senyawa yang hendak
dititrasi. Yang tidak kalah penting adalah pengaruh konstanta dialetrik
pada reaksi protolisis pada pelarut bukan air  (Wunas, 1986).

Titrasi bebas air atau titrasi non-Aqua adalah titrasi yang menggunakan
pelarut organik sebagai pengganti air. Dengan pelarut organik tertentu,
kekuatan asam atau basa lemah dapat diperbesar sehingga memungkinkan
suatu titrasi yang tidak memuaskan dalam pelarut air. Dibidang farmasi
teknik kini banyak dipakai karena banyak obat bersifat asam atau basa
lemah yang suka larut dalam air. Dengan pemilih pelarut yang tepat,
penetapan kadar dari komponen campuran asam atau basa juga
dimungkinkan. Teori asam-basa dari arrhenius ternyata tidak berhasil
menjelaskan sifat karakteristik dari asam dan basa dalam pelarut organik.
Dalam hal ini, teori yang umum telah dikemukakan oleh bronsted.
Menurut teori ini, asam adalah pemberi proton, sedangkan basa adalah
penerima proton  (Anonim, 2012).

Dalam pemilihan pelarut, ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu sifat
asam-basa dari pelarut. Untuk menitrasi basa lemah, maka dipilih pelarut
yang lebih bersifat asam dan demikian pula sebaliknya. Misalnya, pada
titrasi basa lemah, asam asetat lebih baik daripada air, Tetapan dan
autoprotolisis serta Tetapan dielektrik. Asam perklorat sejauh ini
merupakan asam yang telah luas digunakan untuk titrasi basa lemah, karen
asam ini adalah asam yang sangat kuat yang sangat mudah didapat. Basa
lemah  dititrasi paling sering dalam larutan asam asetat glasial. Normalnya
pengaruh temperatur pada volume titran teukur dapat diabaikan dengan
diabaikan dengan larutab berair pada variasi temperatur kamar basa.
Pelarut organik seperti asam asetat, benzena, dan metanol sebaiknya
mempunyai koefisien ekspansi ternal yang agak besar, dan perubahan
volumenya tidak bisa diabaikan jika titran tersebut berada pada temperatur
standarisasinya (Underwood, 1993)

Titrasi titrimetri dalam lingkungan bebas air, pelarut mengambil bagian


yang amat penting untuk reaksi stoikiometri, dimana pelarut tersebut
dapat mengambil bagian dalam reaksi. Ada tiga teori yang menerangkan
reaksi netralisasi dalam suatu pelarut yaitu teori ikatan hidrogen, teori
Lewis dan teori Bronsted. Penggunaan pelarut aprotik pada titrasi bebas air
memberikan dua keuntungan. Pelarut tidak mempunayi efek
menyetingkatkan keasaman/kebasaan asam basa yang bereaksi sesamanya.
Garam yang terjadi pada titrasi tidak akan diuraikan secara protolitik oleh
pelarut. Kerugiannya adalah sifat yang sedikit polar atau non polar yang
mempunyai daya pelarutan kecil uuntuk protolit dan pendesakan kembali
disosiasi. Disebabkan terdesaknya kembali disosiasi, maka kemampuan
hantaran suatu larutan akan sangat dikurangi, sehingga misalnya
penentuan potensiometri suatu titrasi tidak mungkin dilakukan (Roth,
1988).

Seperti telah diuraikan diatas, kekuatan asam basa ditentukan pula oleh
kemampuan pelarut untuk menerima dan melepaskan proton. Berdasarkan
hal ini maka pelarut dapat dibedakan menjadi (Anonim, 2012) :

1. Pelarut protogenik, adalah pelarut yang mudah memberikan proton.


Misalnya : asam-asam

1. Pelarut protofilik, adalah pelarut yang mudah menerima proton.


Misalnya : basa-basa, eter, keton

1. Pelarut amfiprotik, adalah pelarut yang dapat menerima maupun


memberikan proton.
Misalnya : air, asam asetat, alkohol

1. Pelarut aprotik, adalah pelarut yang tidak dapat menerima maupun


memberikan proton.
Misalnya : kloroform, benzen, dioksan

Digunakan pelarut organic bukan air karena senyawa tersebut tidak dapat
larut dalam air, disamping itu kurang reaktif dalam air seperti misalnya
garam-garam amina, dimana garam-garam ini dirombak lebih dahulu
menjadi basa yang bebas larut dalam air, sari dengan pelarut organik lain
dan direaksikan dengan asam baku berlebih, yang kemudian pelarutnya
diuapkan dan barulah kelebihan asam ditentukan kembali dengan basa
baku sedangkan senyawa-senyawa organik yang mengandung nitrogen
ditentukan dengan metode Kjeldahl. (Dhanar Dani, 1998).

1. B.   Uraian Bahan
A. Asam anhidrat (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi                    :    ANHIDRAT ASETAT

Nama lain                       :    Asam asetat anhidrat

RM / BM                           :    (CH CO) O / 102


3 2

Rumus struktur              :    CH3 – CO – O – CO – CH3

Pemerian                        :    Cairan jernih tidak berwarna, berbau tajam.


Kelarutan                        :    Mudah larut dalam air

Penyimpanan                :    Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan                       :    Sebagai pelarut

1. Asam Perklorat (Ditjen POM, 1979)


Nama resmi                    :    PERCHLORIT ACID

Nama lain                       :    Asam perklorat

RM / BM                          :    HClO / 100,5


Rumus struktur              :            O

O – Cl – O – H

Pemerian                        :    Cairan jernih tak berwarna

Kelarutan                        :    Bercampur dengan air

Penyimpanan                :    Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan                      :    Sebagai titran

1. Benzena (Ditjen POM, 1979)


Nama resmi                    :    BENZENA

Nama lain                       :    Benzena

RM / BM                          :    C H  / 78,11


6 6

Rumus struktur              :

Pemerian                        :    Cairan tidak berwarna, transparan, mudah


terbakar.
Kelarutan                        :    Mudah larut dalam air dan alcohol 95%

Penyimpanan                :    Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan                      :    Sebagai pereaksi

1. Kafein (Ditjen POM, 1797)


Nama resmi                    :    COFFENIUM

Nama lain                       :    Kofein

RM / BM                          :    C H O  / 194,19


8 10 2

Rumus struktur              :

Pemerian                       :    Serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih,


biasanya menggumpal; tidak berbau; rasa pahit

Kelarutan                        :    Agak sukar larut dalam air, dalam etanol, mudah
larut dalam kloroform, sukar larut dalam eter.

Penyimpanan                :    Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan                      :    Sebagai sampel

1. Kristal Violet (Ditjen POM)


Nama resmi                    :    KRISTAL VIOLET

Nama lain                       :    Gertian violet

RM / BM                          :    C H ClN / 408


22 30 3 

Pemerian                        :    Hablur berwarna hjiau tua.

Kelarutan                        :    Sukar larut dalam air, agak sukar larut dalam
etanol (95%) P. Larutannya berwarna lembayung tua.
Penyimpanan                :    Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan                      :    Sebagai indikator

C.   Prosedur Kerja (Anonim, 2012)


Lakukan penetapan kadar dengan cara titrasi bebas air dengan
menggunakan 200 mg yang ditimbang seksama sebagai pelarut yang
digunakan 10 ml anhidrat asam asetat p dan 20 ml benzena p.

Tiap ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 19,42 mg C H N O .


8 10 4 2

 
 
 
BAB III
KAJIAN PRAKTIKUM
1. A.     Alat yang dipakai
Adapun alat-alat yang digunakan pada percobaan kali ini adalah bulp,
buret   50 ml, corong,  erlemeyer 100 ml, gelas arloji, gelas kimia 50 ml,
gelas ukur 50 ml, timbangan  Analitik, pipet tetes, pipet volume 10 ml,
sendok tanduk, dan statif.

1. B.        Bahan yang digunakan
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah
alkohol,  aluminium foil,  asam anhidrat asetat,  asam perklorat, benzena,
indikator kristal violet, dan kofein serta tisue.

1. C.        Cara Kerja
Pertama-tama ditimbang kofein sebanyak 200 mg. Kemudian dilarutkan
kedalam 10 ml asam anhidrat dan dipanaskan. Setelah itu didinginkan,
setelah dingin ditambahkan 20 ml benzena. Setelah itu diteteskan indikator
krystal violet sebanyak 3 tetes (warna ungu), kemudian dititrasi dengan
asam perklorat sampai pada titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan
warna. Dicatat volume asam perklorat yang terpakai.

BAB IV
KAJIAN HASIL PRAKTIKUM
1. A.     Hasil Pengamatan
2. 1.    Tabel Pengamatan
     
NO Berat sampel (mg) Vol. Titrasi (ml)
1. 203,5 mg 10 ml

2. 200,5 mg 9 ml

 
1. 2.    Perhitungan
Berat setara asam perklorat terhadap kafein adalah

Kadar % I     =

=  =

= 97,428987715 %

= 97,43 %

Kadar % II    =

                        = 88,998100249 %
= 88,99 %

Nilai kadar rata-rata =


= 93,21 %

1. Reaksi
 

 
 
 
1. B.   Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan penetapan kadar kafein dengan
menggunakan metode titrasi bebas air berdasarkan reaksi netralisasi.
Reaksi netralisasi merupakan reaksi antara asam dan basa yang setara
menurut perhitungan stokiometri. Indikator yang digunakan adalah
indikator larutan kristal violet. Titik akhir titrasi ditandai dengan tepat
berubahnya warna larutan dari ungu menjadi hijau.

Titrasi bebas air adalah titrasi yang dilakukan untuk larutan yang tak dapat
larut dalam air tetapi dapat larut dalam pelarut-pelarut organik lainnya,
seperti misalnya asam salisilat. Dalam percobaan ini semua alat harus
dibebas dari air dengan menggunakan alkohol sebagai pembilas karena
sifat alkohol yang mudah menguap. Selain itu alkohol juga bersifat inert
sehingga diharapkan dapat membantu menghilangkan sisa-sisa air yang
mungkin menempel pada dinding alat.

Dalam percobaan ini dilakukan pengeringan sampel dalam oven selama


beberapa jam hal ini dilakukan untuk menghilangkan air yang mungkin
terkandung dalam sampel yang akan ditetapkan konsentrasinya.

Pada percobaan ini seharusnya dilakukan titrasi blangko untuk melihat


sampai berapa mililiter (ml) pengaruh pelarut dalam reaksi penetralan ini.
Titrasi blangko dapat dilakukan dengan mentitrasi asam asetat glasial
dengan indikator krital violet.

Pada pembuatan asam perklorat ditambahkan asam asetat anhidrat untuk


mereaksikan asam asetat anhidrat dengan air, sehingga benar-benar bebas
air. Hal ini sesuai dengan reaksi :

CH -CO-O-OC-CH  + H O                         2 CH COOH


3 3 2 3

Berdasarkan reaksi di atas air akan terikat dengan asam asetat anhidrat
sehingga akan membentuk asam asetat.

Pada percobaan ini didapatkan hasil konsentrasi asam perklorat adalah


0,1021 N. Pada percobaan titrasi bebas air dilakukan untuk dapat
mengetahui kadar senyawa kafein dengan menggunakan larutan baku asam
perklorat. Titik akhir titrasi ini ditandai dengan berubahnya titrat menjadi
warna kuning, sedangkan pada titik ekivalen ketika warna larutan menjadi
hijau. Pada titrasi pertama kami dapat volume titran adalah 10 ml,
sedangkan untuk titrasi ke dua didapat volume titran yang bereaksi dengan
titrat adalah 9 ml.

Pada titrasi ini kami menggunakan asam perklorat sebagai titran dimana
pelarut mengambil bagian yang amat penting untuk reaksi stoikiometri,
pelarut tersebut dapat mengambil bagian dalam reaksi. Penggunaan
pelarut aprotik asam perklorat pada titrasi bebas air memberikan dua
keuntungan. Pelarut tidak mempunyai efek menyetingkatkan
keasaman/kebasaan asam basa yang bereaksi sesamanya. Garam yang
terjadi pada titrasi tidak akan diuraikan secara protolitik oleh pelarut.
Kerugiannya adalah sifat yang sedikit polar atau non polar yang
mempunyai daya pelarutan kecil uuntuk protolit dan pendesakan kembali
disosiasi. Disebabkan terdesaknya kembali disosiasi, maka kemampuan
hantaran suatu larutan akan sangat dikurangi, sehingga misalnya
penentuan potensiometri suatu titrasi tidak mungkin dilakukan.

Berdasarkan pada volume titrasi, dengan menggunakan rumus penentuan


kadar yang telah ditentukan diperoleh kadar kafein pada titrasi pertama
adalah 97,43 %, dan pada titrasi kedua didapat kadar kafein adalah
Sehingga jika dirata-ratakan maka kadar kafein adalah 88,99 %. Hal ini
ternyata tidak sesuai dengan literature. Dimana dalam literature bahwa
kadar kafein itu tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101%.

Adapun faktor-faktor yang dapat salah pengamatan dalam melakukan


percobaan ini adalah :

1. Tidak dilakukannya titrasi blangko, sehingga volume titran akan


semakin banyak.
2. Asam asetat yang digunakan mengandung pengotor, sehingga
mengganggu titik akhir titrasi.
3. Alat-alat atau bahan-bahan yang digunakan ( seperti pembakuan
HClO ) mungkin menggunakan air.
4

Aplikasi titrasi bebas air dalam bidang farmasi yaitu sebagai calon farmasi
dapat membuat suatu obat walaupun senyawa-senyawa penyusunnya itu
sukar larut dalam air dengan menggunakan pearut organik yang hampir
sama khasiatnya bahkan lebih baik jika dibandingkan dengan pelarut
organik.

 
 

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. A.   Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang kami lakukan bahwa kadar titrasi I didapat
97,43 % dan titarsi II didapat 88,99 %, sehingga kadar rata-rata kafein
adalah 93,21 %.

B. Saran
            Terima kasih kepada asisten yang telah membantu kami dengan
optimal sehingga dapat terlaksanakanya praktikum dengan baik, dan
semoga dapat ditingkatkan.

 
 

DAFTAR PUSTAKA
1. 2012.    Penuntun    Praktikum     Kimia     Analisis .   Makassar :
Universitas  Muslim Indonesia.

Ditjen POM.1979.   Farmakope Indonesia    Edisi III. Jakarta :


Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

Harjadi, W.  1986.  lmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia.

Roth, HJ.  1998.  Analisis  Farmasi.  Yoyakarta  : UGM Press.


 

Said, S.  1994.   Analisis  Kimia  Farmasi  Kuantitatif.  Makassar :


UNHAS
 

Rivai, H. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : Universitas Indonesia.


 

Underwood,   Day    RA.  1993.  Analisa    Kimia    Kuantitatif.  


Surabaya :
Erlangga,.

 
Wunas, Said. 1986. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif.  Makassar  :
UNHAS.
 

SKEMA KERJA
Ditimbang 200 mg zat uji (kafein)

Erlenmeyer

Tambahkan 10 ml anhidra asam asetat p

Tambahkan 20 ml benzene p

                              Tetesi indicator Kristal violet      warna ungu


 

    Titrasi dengan HClO            kuning           hijau


4

BAB I
PENDAHULUAN
1. A.   LatarBelakang
 
Satudarijenis-jenisreaksikimia yang
dapatdigunakansebagaidasarpenentuantitrimetrikmelibatkanpembentukan
suatukompleks atau ion kompleks yang
dapatlaruttetapisedikitterdisosiasi.Suatucontohadalahdariion perakdengan
ion sianidauntukmembentuk ion kompleksAg(CN)  yang sangatstabil.
2

Kompleks yang terbentukdarisuatureaksi ion logam,


yaitukationdengansuatu anion ataumolekulnetral.Ion logam
didalamkompleksdisebut atom pusatdankelompok yang terikatpada atom
pusatdisebutligan.Jumlahikatanterbentukoleh
atom logampusatdisebutbilangankoordinasidarilogam.Dari komlpeksdiatas
perakmerupakan atom logamdenganhilangankoordinasidua,
dansianidanyamerupakanligannya.
Sekarangtelahditemukanprosedurtitrimetri yang baruuntukpenemuan ion-
ion logaminidenganpereaksietilen diamin tetraasetatdinatrium yang
umumnyadisebut EDTA denganmenggunkan indicator terhadap ion logam
yang mempunyaisifatsepertihalnyaindikator pH padatitrasiasambasa,
denganstandarpembentukankomplekskhelat yang
digolongkandalamgolongankomplekson.

Percobaankompleksometri yang
dilakukanbertujuanuntukmengukurkadar/kemurniansalahsatusenyawapoli
valendenganmenggunakanmetodekompleksometri, agar
kitamengetahuiberapakadarterdapatdalamsuatusenyawa.

 
1. B.   RumusanMasalah
Senyawa yang mengandung
unsurpolivalendalamstrukturnyadapatditentukankadar/kemurniannyaden
ganmetodekompleksometri. Dari
haltersebut,makaperludilakukanpengukurankadar/kemurniansalahsatusen
yawapolivalendenganmetodekompleksometri.

1. C.   MaksudPraktikum
Untukmengukurkadar/kemurniansuatusenyawapolivalendenganmetodeko
mpleksometri.

 
1. D.   TujuanPraktikum
Untukmengukurkadar/kemurnian ZnSO denganmetodekompleksometri.
4

1. E.   ManfaatPraktikum
Denganmelakukanpraktikuminidiharapkandapatmelakukanpengukuranka
darsenyawapolivalendenganmetodekompleksometri.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. A.   TeoriUmum
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan
persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion),
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling
mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi
pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali
dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu
pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-
tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri :

Ag  + 2 CN Ag(CN)
+ –
2

Hg + 2Cl HgCl
2+  –
2

      (Khopkar, 2002).

Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan
titrimetrik melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion
kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud
di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah
kation, dengan sebuah anion atau molekul netral (Basset, 1994).
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi
pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang
terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks
demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa
seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi
kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. (Khopkar,
2002).

Dalam pelaksanaan analisis anorganik banyak digunakan reaksi-reaksi


yang menghasilkan pembentukan kompleks.Suatu ion atau molekul
kompleks terdiri satu atom ion pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat
dengan atom ion pusat itu.Jumlah relatif komponen-komponen ini dalam
kompleks yang stabil nampak mengikuti stoikiometri
yang tertentu.Atom pusat ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu angka
bulat yang menunjukkan jumlah ligan (monodentat) yang dapat
membentuk kompleks yang stabil dengan satu atom pusat (Svehla, G.
1990).
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA,
merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya
adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam
lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan
multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul,
misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina
tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang dan
empat atom oksigen penyumbang dalam molekul (Rival, 1995).

Analisis kuantitatif untuk zat-zat anorganik yang mengandung ion-ion


logam seperti alumunium, bismuth, kalium, magnesium dan zink dengan
cara gravimetric memakan waktu yang lama, karena prosedurnya meliputi
pengendapan, penyaringan, pencucian, dan pengeringan atau pemijaran
sampai bobot konstan (Anonim, 2011).

Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan
kimia adala ion sianida, CN , karena sifatnya yang dapat membentuk

kompleks yang mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak,
ion sianida membentuk senyawa kompleks perak-sianida, sedangkan
dengan ion nilkel membentuk nikel-sianida. Kendala yang membatasi
pemakaian-pemakaian ion sianida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini
membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini
merupakan ligan bergigi satu (Rival, 1995).
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang
berguna sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu
indikator ion logam dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-
titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik
akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA,
larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik
(khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu
harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak
akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator
logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk
menjamin agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari
kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA harus tajam dan
cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-
indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator
harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga
perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir,
penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk
titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black T. Pada pH tinggi, 12,
Mg(OH) akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh
2

Ca  dengan indikator murexide (Basset, 1994).


2+

Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari
dengan penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang
mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam
membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam
logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh
dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan
percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak
tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan
menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993).

Titrasisecarakompleksiometritelahdilakukandenganbaikterhadapsemuakat
ionbiasa.Jenis-jenistitrasinyaadalah(Underwood, 1994) :
1. Titrasilangsung, dapatdilakukanterhadapsedikitnya
25kationdenganmenggunakanindiatorlogam.
Pereaksipembentukankompleks, sepertisitratdantartrat,
seringditambahkanuntukpencegahanendapanhidroksidalogam. Buffer
NH -NH Cl dengan pH 9 sampai 10 seringdigunakanuntuklogam yang
3 4

membentukkompleksdenganamoniak.
2. Titrasikembali, digunakanapabilareaksiantarakationdengan EDTA
lambatatauapabilaindikator yang sesuaitidakada. EDTA
berlebihditambahkanberlebihdan yang
bersisadititrasidenganlarutanstandar Mg
denganmenggunakancalmagnitesebagaiindikator. Kompleks Mg-EDTA
mempunyaistabilitas relative rendahdankation yang
ditentukantidakdigantikandengan magnesium. Cara
inidapatjugauntukmenentukanlogamdalamendapan, sepertiPb di dalam
PbSO danCadalam CaSO .
4 4

3. Titrasisubstitusi, bergunabilatidakadaindikator yang sesuaiuntuk ion


logam yang ditentukan. Sebuahlarutanberlebih yang
mengandungkompleks Mg-EDTA ditambahkandan ion logam, misalnya
M , menggantikan magnesium darikompleks EDTA yang relative
2+

lemahitu.
4. Titrasisecaratidaklangsung, beberapajenis setelahdilaporkan, antara
lain penentuansulfatdenganmenambahkanlarutanbaku barium
berlebihandanmenitrasikelebihantersebutdenganEDTA.
Jugapospatsudahditentukansetelahpengendapansebagai
MgNH PO  yang tidakterlalusukarlarutlalumenitrasikelebihan Mg.
4 4

5. Cara titrasialkalimetri, denganmenambahkanlarutan Na2H2Y


berlebihankepadalarutananalat yang bereaksinetral. Ion hydrogen yang
dibebaskandititrasidenganlarutanbakubasa.
Indikatorlogamadalahsuatu indicator terdiridarisuatuzat yang
umumnyasenyawaorganik yang dengansatuataubeberapa ion
logamdapatmembentuksenyawa kompleks
yang warnanyaberlainandenganwarnaindikatornyadalamkeadaanbebas.Wa
rna indicator asambasaakantergantung, pada pH larutannya,
sedangkanwarna indicator logamsampaibatastertentubergantungpadapM.
Olehkarenaitu indicator logamseringdisebutsebagai “pM-slustive indicator”
ataumetalochrome-indikator (Syafei, 1998).
 

1. B.   UraianBahan
A. Aquades (Ditjen POM, 1979)
NamaResmi                       :  AQUADESTILLATA

Nama Lain                         :  Aquades / air suling

RM / BM                              : H O / 18,02 gram


2

Pemerian                            : Cairanjernih, tidakberwarna, tidakberbau,


tidakmempunyai rasa.

Penyimpanan                    :  Dalamwadahtertutupbaik

Kegunaan                          :  Sebagaipelarut

1. NaOH (Ditjen POM, 1995)


NamaResmi                       :  NATRII HYDROXIDUM
Nama Lain                         :  Natriumhidroksida

RM / BM                              : NaOH / 40,00

Pemerian                            : Putihataupraktisputih, massamelebur, berbentuk


pellet, serpihanataubatangataubentuklain, keras,
rapuhdanmenunjukkanpecahanhablur. Biladibiarkan di
udaraakancepatmenyerap CO danlembab. 2

Kelarutan                           :  Mudahlarutdalam air dandalametanol


Penyimpanan                    :  Dalamwadahtertutuprapat

Kegunaan                          :  Sebagaipereaksi

1. ZnSO .7H O (Ditjen POM, 1979)


4 2

NamaResmi                       :  ZINCI SULFAT

Nama Lain                         :  Sengsulfat

RM / BM                              : ZnSO .7H O / 287,54


4 2

Pemerian                            : Hablurtransparanatauserbukhablur,
tidakberwarna, tidakberbau.

Kelarutan                           :  Sangatmudahlarutdalamair,
praktistidaklarutdalametanol (95%) P.
Penyimpanan                    :  Dalamwadahtertutuprapat.

Kegunaan                          :  Sebagaisampel.

1. EBT  (Ditjen POM, 1979)


NamaResmi                       :  ETILEN BIRU TIMOL

Nama Lain                         :  EBT, Biruhidroksinaftol

RM / BM                              : C H N O S  / 554,52
20 14 2 11 3

Pemerian                            : Hablur, birukecil

Kelarutan                           :  Mudahlarutdalam air

Penyimpanan                    :  Dalamwadahtertutupbaik
Kegunaan                          :  SebagaiIndikator

1. EDTA  (Ditjen POM, 1979)


NamaResmi                       :  ETILEN DIAMINA TETRA ASETAT

Nama Lain                         :  EDTA

RM / BM                              : C H N  / 98,96
2 8 2

Pemerian                            : Cairanjernih, tidakberwarnaatauagakkuning,


sepertibauamoniak.

Kelarutan                           :  Dapatbercampurdengan air danetanol

Penyimpanan                    :  Dalamwadahtertutuprapat

Kegunaan                          :  Sebagaititran

1. C.   ProsedurKerja (Anonim, 2012)


 
Ditimbang saksama 100 mg zat uji, kemudian dilarutkan dalam erlenmeyer
dengan 100 ml air suling, tambahkan NaOH encer tetes demi tetes
secukupnya hingga terbentuk endapan yang mantap. Tambahkan 5 ml
larutan dapar amonia pH 10, titrasi dengan EDTA 0,05 M menggunakan
indicator EBT-NaCl 20 mg hingga terjadi warna biru.

 
 
 
 
 
 
BAB III
KAJIAN PRAKTIKUM
1. A.   Alat yang Dipakai
Alat yang dipakai pada praktikum kompleksometri adalah buret, botol
semprot, cawan poreslin, corong, erlemeyer 250 ml, gelas ukur 50 ml,
klem, pipet tetes, sendok tanduk, statif, dan timbangan analitik.

 
1. B.   Bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan pada praktikum kompleksometri adalah Aquadest,
Alumunium Foil,  Indikator EBT-NaCl, Larutan baku EDTA 0,0499 N,
Larutan NaOH encer, Larutan dapar amonia pH 10, Tissue, dan ZnSO  . 4

1. C.   Cara Kerja
Disiapkanalatdanbahan yang akandigunakan. Ditimbangsaksama 100 mg
zatuji (zinksulfat), kemudiandilarutkandalam Erlenmeyer dengan 100 ml
air suling, ditambahkanNaOHencertetes demi
tetessecukupnyahinggaterbentukendapan yang mantap. Laluditambahkan
5 ml buffer, dandititrasidenganNa.EDTA 0,0499 M denganmenggunakan
indicator  EBT-NaClhinggaterjadiwarnabiru.
 

BAB IV
KAJIAN HASIL PRAKTIKUM
1. A.   HasilPraktikum
A. 1.    Data Pengamatan
Kelompok Berat Sampel V. Titran % Kadar
I 50 mg 1,9 ml 27,42 %

II 51 mg 18,6 ml 132,12 %

III 57 mg 2,1 ml 29,89 %

IV 51 mg 13,9 ml 202,25 %

97,92 %
Rata-rata            52,25 mg 9,125 ml
 
1. 2.     Perhitungan
Penetapan kadar  ZnSO .7H O
4 2

%    =

=
=  x 100%

= 126,02 %

 
 
 
1. 3.    Reaksi
Reaksisampeldenganpelarut air

ZnSO   +  H O                     Zn   +  SO
4 2
2+
4
2-

ReaksisampelditambahkanNaOH

Zn   +NaOH  +  NH                      Zn(OH)   +  Na  + NH


2+
3 2
+
3

 
1. B.   Pembahasan
 
Kompleksometr iadalahtitrasipembentukansenyawakompleksantara ion-
ion logamdenganlarutanbakukomplekson, denganmenggunakan indicator
terhadap ion logam, gunamenentukankadarataukemurniansuatulogam.

Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi


pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang
terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks
demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa
seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi
kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA.Suatu EDTA
dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar
ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam
larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa
pematahan sempurna kompleks logam. Ternyata bila beberapa ion logam
yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan
menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut.
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan
kimia adala ion sianida, CN , karena sifatnya yang dapat membentuk

kompleks yang mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak,
ion sianida membentuk senyawa kompleks perak-sianida, sedangkan
dengan ion nilkel membentuk nikel-sianida. Kendala yang membatasi
pemakaian-pemakaian ion sianida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini
membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini
merupakan ligan bergigi satu.
Pada percobaan komlpleksometri, dilakukan dua kali pengukuran.
Pertama-tama ditimbang zink sulfat sebanyak 100 mg, kemudian
dilarutkan dalam erlenmeyer dengan 100 ml aquades, kemudian
ditambahkan dengan indikator NaOH hingga tetes demi tetes hingga
terbentuk endapan yang mantap. Selanjutnya, ditambahkan larutan buffer
dan dititrasi dengan Na.EDTA 0,0499 N menggunakan indikator EBT-NaCl
hingga terbentuk menjadi biru.
Alasan mengapa ZnSO ditentukan kadarnya secara kompleksometri, sebab
4

zink sulfat merupakan salah satu ion logam yang polivalen dan dapat
bereaksi dengan EDTA membentuk senyawa atau kompleks khelat yang
stabil dan larut dalam air.
Pada praktikum kompleksometri larutan bufferditambahkan pada larutan
agar pH larutan yang dititrasi tetap terjaga. Seperti kita ketahui air yang
sadah berarti mengandung ion Ca  dan Mg . Ion Ca  akan lebih dahulu
2+ 2+ 2+

bereaksi dan kemudian disusul dengan ion Mg  sehingga menimbulkan


2+

perubahan warna dari ungu menjadi birudenganpenambahan indicator


logam yang dapat juga menjadi indiktor pH.
Larutanbaku
yang digunakanpadakompleksiometriyaituNa.EDTA 0,0499N,
danindikator yang digunakanadalahEBT-NaCl.
Titikakhirtitrasiditandaidenganperubahanwarnabiru.Sebelumdititrasilarut
anberwarnaungudanmenjadibirusetelahmencapaititikakhirtitrasidengan
volume titrasi yangpertama  diperoleh adalah 2,6 ml dan volume titrasi
yang kedua yaitu3,4 ml.
Setelahdiukurkadar/kemurnianZnSO denganmetodekompleksiometridiper
4

olehkadar pertama yaitusebesar27,425% ,kadar ke dua yaitu 39% ,kadar ke


tiga yaitu 29,89% dan kadar ke empat adalah 39%.
Persyaratan kadar Zink sulfat menurut Farmakope Indonesia edisi IV
adalah mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 108,7%.
Jadi bahan baku Zink sulfat yang digunakan tidak memenuhi syarat.

 
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. A.   Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan di dapatkan kadar ZnSO  berdasarkan volume
4

pertama adalah 27,425% dan kadar berdasarkan volume kedua adalah


39%,kadar volume ke tiga adalah 29,89% dan kadar volume ke empat
adalah 39%.
1. B.   Saran
Sebaiknyaalat dan bahan yang akan di gunakan dalam praktikumkan agar
dilengkapi demi kelancaran praktikum.

                                              DAFTAR PUSTAKA


Anonim, 2012.PENUNTUN DAN LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA
ORGANIK. Universitas Muslim Indonesia : Makassar.
 

Ditjen POM, 1979. FARMAKOPE INDONESIA EDISI


III.DepartemenKesehatanRepublikIndonesia : Jakarta.
 

Ditjen POM, 1995. FARMAKOPE INDONESIA EDISI


IV.DepartemenKesehatanRepublikIndonesia : Jakarta.
 
Khopkar. 2002. KONSEP DASAR KIMIA ANALITIK. UI Press. Jakarta.
Rival, Harrizul. 1995. ASAS PEMERIKSAAN KIMIA. UI Press : Jakarta.
Harjadi, W. 1993. ILMU KIMIA ANALITIK DASAR. PT Gramedia : Jakarta.
Basset, J. dkk. 1994. KIMIA ANALISIS KUANTITATIF
ANORGANIK. EGC :Jakarta.
Syafei.1989. KIMIA UNTUK UNIVERSITAS.Erlangga: Jakarta.
 

Day, Underwood, 1994. KIMIA ORGANIK TEORI.


UniversitasGadjahMada : Bandung.R
A

BAB I
PENDAHULUAN
I.1Latar Belakang
                  Perkembangan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai
bidang termasuk bidang farmasi. Semakin banyaknya industri-industri
farmasi yang turut menerapkan kemajuan teknologi, semakin meningkat
pula jumlah produk-produk farmasi yang tersedia untuk masyarakat.
Industri farmasi saat ini tidak hanya memfokuskan perhatian pada bidang
pembuatan dan penyediaan obat, melainkan juga telah mencakup berbagai
produk yang tersedia dalam masyarakat seperti makanan dan kosmetik.
Dalam penyediaan suatu produk farmasi dipergunakan berbagai senyawa-
senyawa yang dikombinasikan satu dengan yang lain untuk menghasilkan
suatu senyawa baru yang sangat bermanfaat. Pengkombinasian ini
melibatkan berbagai senyawa baik yang mudah larut dalam air, maupun
yang tidak.

Khusus dalam penetapan kadar senyawa yang sukar larut diterapkan


metode tertentu sebab sifat dari senyawa yang sukar larut memiliki sifat
tertentu yang tidak dimiliki oleh senyawa yang larut. Salah satu metode
tersebut adalah argentometri. Metode ini hanya ditekankan bagi senyawa
yang diketahui sukar larut. Dengan adanya percobaan ini diharapkan
praktikan mampu menentukan kadar suatu senyawa yang tidak larut dalam
air. Oleh karena itulah diadakan percobaan ini.

I.2 Maksud dan Tujuan


I.2.1 Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami cara penentuan kadar suatu senyawa metode


argentometri.

I.2.2 Tujuan Percobaan


 Menentukuan kadar natrium klorida (NaCl) dengan metode
argentometri
 Menentukan kadar natrium bromida (NaBr) dengan metode
argentometri
I.3 Prinsip Percobaan
1. Penetapan kadar natrium klorida dalam sample dengan metode
argentometri dengan menggunakan kalium kromat sebagai indiktor dan
larutan baku perak nitrat 0,1N sebagai titran  yang dititrasi sampai
larutan berwarna merah muda lemah.
2. Penetapan kadar kalium bromide dalam sample dengan metode
argentometri dengan indikator larutan bese(III) ammonium sulfat dan
dititrasi dengan larutan baku amonium tiosianat 0,1N sampai larutan
berubah warna menjadi merah tua.
 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
    Titrasi argentometri adalah titrasi dengan menggunakan larutan perak
nitrat sebagai titran, dimana terbentuk garam perak yang sukar larut (1).

Titrasi pengendapan atau argentometri didasarkan atas terjadinya


pengendapan kuantitatif, yang dilakukan dengan penambahan larutan
pengukur yang diketahui kadarnya pada larutan senyawa yang hendak
dititrasi. Titik akhir tercapai bila semua bagian titran sudah membentuk
endapan (2).

Argentometri dimana terbentuk endapan (ada juga argentometri yang


tergolong pembentukan kompleks) dibedakan atas 3 macam berdasarkan
indikator yang dipakai untuk penentuan titik akhir, yaitu :

1. Cara Mohr
Titrasi pertama untuk penentuan ion klorida dan bromida dalam larutan,
sedangkan indikator yang dipakai adalah kalium kromat (K CrO ) dan
2 4

larutan baku AgNO  sebagai titran. Pada titik akhir kromat terikat oleh ion
3

perak membentuk senyawa yang sukar larut berwarna merah bata. Disini
terjadi pengendapan 2 tingkat yaitu pembentukan AgCl dan pembentukan
Ag CrO . Perak klorida merupakan garam sukar larut sehingga konsentrasi
2 4

ion klorida tinggi, maka AgCl diendapkan.


1. Cara Volhard
Ion halogen diendapkan oleh ion perak berlebih, kelebihan ion perak
dititrasi dengan NH SCN atau KSCN. Indikator yang digunakan adalah besi
4
(III) nitrat atau besi (III) amonium  sulfat, sampai titik ekivalen harus
terjadi reaksi antara titran dan ion perak membentuk endapan putih :
Ag  + SCN                                     AgSCN      (putih)
+ –

Sedikit kelebihan titran kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk


ion kompleks yang sangat kuat warnanya (merah).

SCN  + Fe                                    FeSCN


– 3+ 2+

Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna.

1. Cara Fajans
Dalam titrasi secara Fajans digunakan indikator adsorbsi. Indikator
adsorbsi adalah zat yang dapat diserap pada permukaan endapan dan
menyebabkan timbulnya warna, penyerapan ini dapat titik ekivalen, antara
lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Indikator ini
adalah asam lemah atau basa lemah organik yang dapat membentuk
endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang dapat digunakan
dalam titrasi ion klorida dalam suasanan netral (3).

II.2 Uraian Bahan


1. Natrium bromida (4:397)
Nama resmi             : Natrii bromidum

Sinonim                   : Kalium bromida

RM/BM                     : NaBr / 102,90

Pemerian               : hablur kecil, transparan dan buram, tidak berwarna


atau serbuk butir putih, tidak berbau, rasa asin agak pahit, meleleh basah

Kelarutan                   : larut dalam 1,5 bagian air dan dalam 17 bagian etanol
(95%) P

Kegunaan               : Sampel

Penyimpanan                     : Dalam wadah tertutup baik

Persyaratan kadar  : Mengandung tidak kurang dari 99,0 % NaBr dihitung


terhadap zat yang telah dikeringkan.
1. Natrium klorida (4:584)
Nama resmi             : Natrii chloridum

Sinonim                   : natrium klorida

RM/BM                     : NaCl

Pemerian            : hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur


putih, rasa asin.

Kelarutan               : mudah larut dalam air, sedikit lebih larut dalam air
mendidih, larut dalam gliserin, sukar larut dalam etanol.

Penyimpanan             : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan                    : Sampel

Persyaratan kadar     : Mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan

tidak lebih dari 101,0 % NaCl dihitung

terhadap zat yang telah dikeringkan.

Penetapan kadar        : timbang seksama kurang lebih 250 mg,

masukkan  dalam wadah porselen,

tambahkan 140 ml air dan 1 ml

diklorofluoresein LP, campur, titrasi

dengan perak nitrat 0,1 N sampai perak

klorida menggumpal dan campuran

berwarna merah muda lemah.

1ml perak nitrat 0,1N setara dengan


5,844 mg NaCl.

1. Kalium bromida (4,328)


Nama resmi             : Kalii bromidum

Sinonim                   : Kalium bromida

RM/BM                     : KBr / 119,01

Pemerian               : Hablur tidak berwarna, transparan atau buram atau


serbuk butir tidak berbau, rasa asin dan agak pahit.

Kelarutan               : Larut dalam lebih kurang 1,6 bagian air dan dalam lebih
kurang 200 bagian etanol 90 % P.

Khasiat                    : Sedativum

Kegunaan               : Sampel

Penyimpanan                     : Dalam wadah tertutup baik

Persyaratan kadar    : Mengandung tidak kurang dari 98,5 % dan dihitung


terhadap zat yang telah dikeringkan

1. AgNO  (4:47)
3

Nama resmi               : Argenti Nitras

Sinonim                     : Perak nitrat

RM/BM                       : AgNO /169,87


3

Pemerian                    : Hablur transparan atau hablur berwarna putih, tidak


berbau menjadi gelap jika kena cahaya.

Kelarutan                   : Sangat mudah larut dalam air, larut dalam etanol 95


% P.

Penyimpanan            : Dalam wadah tertutup baik, terlindung cdari cahaya.

Khasiat                      : Sebagai antiseptikum ekstern


Kegunaan                 : Sebagai larutan baku.

5. Air suling (4,96)


Nama resmi               : Aqua Destillata

Sinonim                     : Air suling, Aquadest

RM/BM                       : H O/18,02
2

Pemerian                   : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak


mempunyai bau

Penyimpanan                       : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan                 : Pelarut

6. K CrO  (5:690)
2 4

Nama resmi               : Kalii Chromat

Sinonim                     : Kalium kromat

RM/BM                       : K CrO
2 4

Pemerian                   : Hablur, kuning

Kelarutan                  : Sangat mudah larut dalam air, larutan jernih.

Penyimpanan                       : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan                 : Sebagai indikator

7.    Besi(III) amonium sulfat (5:68)


Nama resmi               : Ferri amonii sulfas

Nama lain                  : besi(III) amonium sulfat

RM/BM                       : FeNH (SO ) / 266,01


4 4 2 
Pemerian                    : Hablur lembayung pucat, transparan atau serbuk
hablur praktis tidak berwarna.

Kelarutan                    : sangat larut dalam air, praktis tidak larut dalam 


alkohol

Kandungan                  : tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari


101,0% FeNH (SO ) . 12H O
4 4 2 2

Khasiat                      : astringen, styptic

Kegunaan                 : sebagai indikator

II.3. Prosedur Kerja


 

1. Natrium Klorida (4:584)


Timbang seksama kurang lebih 250 mg, masukkan dalam wadah porselen,
tambahkan 140 ml air dan 1 ml diklorofluoresein LP, campur, titrasi
dengan perak nitrat 0,1 N sampai perak klorida menggumpal dan
campuran berwarna merah muda lemah.

1ml perak nitrat 0,1N setara dengan 5,844 mg NaCl

1. Natrium Bromida(5,647)
Timbang seksama 400 mg, larutkan dalam 40 ml asam nitrat P.,
tambahkan 50 ml perak nitrat 0,1N. Titrasi dengan ammonium tiosianat
0,1 N menggunakan indicator larutan besi(III) ammonium sulfat, pada
waktu mendekati titik akhir titrasi, kocok kuat-kuat.

BAB III
METODE KERJA
 
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat-alat yang Digunakan
1. Buret 25 ml
2. Erlemeyer 250 ml
3. Gelas ukur 25 ml
4. Statif + klem
5. Timbangan analitik
6. botol semprot
7. gelas piala
8. sendok tanduk
9. pipet tetes
III.1.2  Bahan-bahan yang digunakan

1. Air suling
2. NaCl
3. Larutan baku AgNO  0,1 N 3

4. Larutan KBr
5. Larutan K CrO  5 %
2 4

6. KSCN
7. HNO 3

8. besi(III) ammonium sulfat


9. Cara Mohr.
III.2 Cara Kerja
 Ditimbang seksama 50 mg NaCl, dilarutkan dalam 10 ml air
 Diteteskan indicator K CrO  sebanyak 3 tetes hingga warnanya
2 4

kuning.
 Dititrasi dengan AgNO  0,0954 N hingga terbentuk endapan putih
3

yang bila titrasi dilanjutkan  sampai 9 ml akan terbentuk endapan


merah bata.
1. Cara Volhard
 Ditimbang seksama 0,105 gr KBr, dilarutkan dalam 10 ml air.
 Ditambahkan HNO  2 ml dimana larutan berwarna bening, lalu
3

ditambahkan AgNO 15 ml terbentuk endapan kuning.


3

 Diteteskan indikator besi(III) amonium sulfat 3 tetes, terbentuk


endapan hijau pucat.
 Larutan dititrasi dengan KSCN sebanyak 7,7 ml terbentuk larutan
berwarna merah tua
 

BAB IV
HASIL PENGAMATAN
 
IV.1  Data Pengamatan
1. Cara Mohr
NaCl (gr) AgNO (ml) indikator Perubahan warna

0,057 9,2 ml
Kuning menjadi
0,054 10 ml K CrO
2 4
merah
K CrO
2 4

1. Cara Volhard
KBr Perubahan
(gr) indikator warna
HNO (ml)
3 AgNO (ml) 3

Bening
menjadi
0,105 2 15 FeNH 4-
hijau pucat
(SO )
4 2

III.2 Reaksi
1. Cara Mohr
NaCl + AgNO                                  AgCl            +          NaNO
3 3

(endapan putih)

2AgNO   + K CrO                                   Ag CrO      +      2 KNO


3   2 4 2 4 3

(endapan merah)

1. Cara Volhard
AgNO  + KBr                                 AgBr + KNO
3 3

AgNO  + KSCN                                  AgSCN         +    KNO


3 3

(endapan putih)

3AgSCN + Fe                               Fe (SCN) 3+


3            +       3Ag +

( larutan merah)

                                                                          

IV.3 Perhitungan
1. Cara Mohr
1. Massa NaCl         = 57 mg
Konsentrasi NaCl   = 0,0954 N

Volume AgNO       = 9,2 ml


3

m grek NaCl setara dengan m grek AgNO 3

% kadar NaCl = V x N x Bst x 100 %


Bs x Fk

= 9,2 ml x 0,0954 N x 5,844 mg x 100 %


57 mg x 0,1

= 5,0176 x 100 %
5,7

= 92,9218 %

1. Massa NaCl                    = 54 mg
Konsentrasi NaCl                      = 0,0954 N

Volume AgNO                = 10 ml


3

% kadar NaCl = V x N x Bst x 100 %


Bs x Fk

= 10 ml x 0,0954 N x 5,844 mg x 100 %


54 mg x 0,1

= 5,575176 x 100 %
5,4

=103,244 %
 

2. Cara Volhard
Massa KBr     = 0,105 mg

V. AgNO        = 15 ml
3

V. KSCN        = 7,7 ml

N. AgNO        = 0,0954 N


3

N. KSCN        = 0,0929 N

m grek KBr setara dengan m grek AgNO 3

KBr     =          m grek AgNO  – m grek KSCN


3

BE

=          ( 15 ml x 0,0954 ) – ( 7,7 ml x 0,0929)

=          1,4310 – 0,7153

=          0,7154

m grek            =  mg  x  Mr.KBr


BE

m KBr             = 0,7154 x 119,01


2

= 42,5699 x 100%
100 ml

% Kemurnian = 42,699%

BAB V
PEMBAHASAN
 

Dasar analisa kualitatif dengan metode argentometri yaitu merupakan


suatu titrasi ion perak dan ion-ion hydrogen. Ada tiga macam cara
pengendapan dengan metode ini, yaitu cara Mohr, cara Volhard, dan cara
Vajans. Tetapi pada praktikum imi hanya menggunakan dua cara, yaitu
cara Mohr dan cara Volhard.

 Cara Mohr
Pada metode argentometri cara Mohr ini sample yang digunakan yaitu
NaCL. Cara ini biasanya digunakan terutama dalam penentuan klorida dan
bromide. Digunakan 2 berat (massa) NaCl yang berbeda yaitu 57 mg dan 54
mg. pertama-tama NaCl ditimbang dengan neraca analitik, setelah itu
dilarutkan dalam 10 ml air suling. Sampel larut dalam air suling. Setelah itu
ditambahkan 3 tetes kalium kromat (K2CrO4) sebagai indicator, warna
larutan menjadi kuning. Kemudian dititrasi dengan AgNO  sambil
3

dokocok/digoyang sampai tepat membentuk endapan merah bata. Untuk


NaCl 57 mg digunakan AgNO sebanyak 10 ml dan 9,2 ml untuk NaCl 54
3

mg.
Bila suatu larutan klorida dititrasi dengan larutan AgNO  maka akan terjadi
3

reaksi :
Ag    +  Cl                                AgCl
+ –

Titik akhir titrasi dapat dinyatakan dengan indicator larutan K CrO  yang
2 4

dengan ion Ag berlebih menghasilkanendapan AgCl yang berwarna putih


+
mulai berubah menjadi kemerah-merahan. Titrasi harus dilakukan dalam
suasana netral atau basa lemah dengan pH antara 6,5 – 9, dengan begitu
garam perak kromat tidak akan terbentuk.
Dari hasil perhitungan diperoleh kadar NaCl yaitu 98,0829%. Berdasarkan
literatur, kadar tersebut tidak sesuai yaitu seharusnya tidak kurang dari
99% dan tidak lebih dari 101,0%. Hal ini mungkin terjadi karena NaCl yang
ditimbang tidak dalam keadaan kering. Atau kurang teliti dalam
menentukan titik akhir titrasi serta penambahan indikatornya tidak secara
seksama, sehingga akan mempengaruhi hasil titrasi

 Cara Volhard
Titrasi cara ini dilakukan secara tidak langsung, dimana ion halogen
diendapkan oleh ion Ag  yang berlebihan. Kelebihan ion perak lalu dititrasi
+

dengan larutan KSCN. Titrasi harus dilakukan dalam suasana asam


berlebih.
Pada percobaan ini, jumlah KBr yang digunakan yaitu0,105 gram.
Kemudian sample dilarutkan dalam air suling sebanyak 10 ml. sample larut
dalam air suling. Sample ditambah 2 ml asam nitrat, larutan  tetap bening.
Kemudian sample ditambahkan 15 ml AgNO dan ditambahkan 3 tetes

besi(III) ammonium sulfat sebagai indicator, akan terbentuk endapan hijau


pucat dengan larutan berwarna bening
Setelah dihitung, kadar KBr didapatkan sebesar 42,5699%. Berdasarkan
literatur, kadar KBr yang seharusnya yaitu tidak kurang dari 98,5% KBr
yang ditimbang dari zat yang telah dikeringkan. Hal ini mungkin terjadi
karena KBr yang ditimbang tidak dalam keadaan kering. Atau kurang teliti
dalam menentukan titik akhir titrasi serta penambahan indikatornya tidak
secara seksama, sehingga akan mempengaruhi hasil titrasi

BAB VI
PENUTUP
 

V.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari percobaan ini adalah

1. Kadar kemurnian NaCl dalam sampel adalah 98,0829%.


2. Kadar kemurnian KBr dalam sample adalah 42,5699%
V.2 Saran
Sebaiknya indikator yang ditambahkan diukur secara seksama, juga
dilakukan titrasi blangko terhadap indikator.

DAFTAR PUSTAKA
 

1. Said, S., dkk, (1994), “Analisis Kimia Farmasi Kuantitatif”, Lembaga


Penerbitan UNHAS, Makassar, 81
2. Roth, H.J., dkk, (1998), “Analisis Farmasi”, UGM Press, Yoyakarta,
252,253,254,255
3. Harjadi, W., (1986), “Ilmu Kimia Analitik Dasar”, Gramedia, Jakarta,
176, 179, 181
4. Dirjen POM, (1979), “Farmakope Indonesia”, edisi III, Depatemen
Kesehatan RI., Jakarta, 47, 96, 328, 397, 584
5. Dirjen POM, (1994), “Farmakope Indonesia”, edisi IV, Depatemen
Kesehatan RI., Jakarta, 68, 647, 690
Advertisements

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Salah satu cara pemeriksaan kimia disebut titrimetri, yakni pemeriksaan
jumlah zat yang didasarkan pada pengukuran volume larutan pereaksi yang
dibutuhkan untuk pereaksi secara stokiometri dengan zat yang ditentukan
dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu reaksi asam basa, reaksi
pengendapan, reaksi pembentukan kompleks atau komplesometri, dan
terakhir reaksi redoks.

Reaksi oksidasi reduksi dan asam basa memiliki nasib yang sama, dalam
hal keduanya digunakan dalam banyak praktek kimia sebelum reaksi ini
dipahami. Konsep penting secara perlahan dikembangkan: misalnya,
bilangan oksidasi, oksidan (bahan pengoksidasi), reduktan (bahan
pereduksi), dan gaya gerak listrik, persamaan Nernst, hukum Faraday
tentang induksi elektromegnet dan elektrolisis. Perkembangan sel elektrik
juga sangat penting.Penyusunan komponen reaksi oksidasi-reduksi
merupakan praktek yang penting dan memuaskan
secara intelektual.Sel dan elektrolisis adalah dua contoh penting, keduanya
sangat erat dengan kehidupan sehari-hari dan dalam industri kimia.
 
1. B.   Rumusan Masalah
2. Menentukan kadar suatu sampel dengan berbagai metode
3. Menentukan metode yang digunakan untuk menentukan kadar suatu
sampel
A. C.   Maksud Praktikum
Mengetahui dan memahami cara penentuan kadar zat dengan metode
iodometri, iodimetri, bromometri, dan permanganometri.

1. D.   Tujuan Praktikum
Menentukan kadar asam askorbat dengan metode iodimetri, Isoniazid
dengan metode iodometri, fenol dengan bromometri, dan besi (II) sulfat
metode permanganometri.

1. E.   Manfaat Praktikum
A. kita dapat menentukan kadar suatu sampel dengan berbagai
metode
B. dapat diaplikasikan dalam menentukan sediaan farmasi

 
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. A.   Teori Umum
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi dipergunakan secar
luas dalam analisa titrimetrik.Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir
dalam kondisi oksidasi yang berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan
terjadi banyak reaksi redoks.Banyak dari reaksi-reaksi ini memenuhi syarat
untuk digunakan dalam analisa titrimetrik, dan penerapan-penerapannya
cukup banyak (Underwood, 1995).
Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena
berbagai zat organik dan zat anorganik dapat ditentukan dengan cara ini.
Namun demikian, agar titrasi redoks ini berhasil dengan baik, maka
persyaratan berikut harus dipenuhi (Rivai, 2006):

1. Harus tersedia pasangan  sistem redoks yang sesuai sehingga terjadi


pertukaran elektron secara stoikiometris.
2. Reaksi redoks harus berjalan cukup cepat dan berlangsung secara
terukur (kesempunaan 99,9%).
3. Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai.
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi
kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap
penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai dengan
hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator
adalah senyawa dimana atom yang terkandung mengalami penurunan
bilangan oksidasi.Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung
mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu
berlangsung bersama dan saling mengkompensasi satu sama lain. Istilah
oksidator reduktor mengacu pada suatu senyawa, tidak kepada
atomnya saja.Jika suatu reagen berperan baik sebagai reduktor dan
oksidator, maka dikatakan zat tersebut mengalami autooksidasi atau
disproporsionasi (Khopkar, 2003).
Potensial sistem redoks merupakan peubah yang paling khas yang berubah
selama berlangsungnya titrasi redoks.Karena itu, harga potensial yang
diukur dapat dirajah pada kertas grafik sebagai fungsi volume pentiter yang
ditambahkan sehingga memperoleh kurva titrasi redoks.Dari kurva itu
ddapat diperoleh informasi yang berguna untuk penilaian titrasi redoks.
Sedanngkan kurva titrasi teoretis dapat dibuat berdasarkan persamaan
Nersnt, yaitu hubungan antara potensial elektroda baku kedua pasangan
redoks dan kesetimbangan massanya. Biasanya kurva teoretis ini 
bersesuaian dengan kurva yang diperoleh dengan percobaan. Karena itu
kurva teoretis ini sangat berguna untuk meramalkan ketelitian
pengukuran, memilih indikator, dan memilih persyaratan titrasi yang
sesuai (Rivai, 2006).
Banyak sekali metode volumetri yang berprinsipkan pada transfer elektron.
Pemisahan oksidasi-reduksi menjadi komponen-komponennya, yaitu
reaksi separuhnya ialah cara untuk menunjukkan masing-masing spesies
yang memperoleh maupun kehilangan elektron. Reaksi oksidasi-reduksi
bersala dari transfer langsung elektron dari donor ke akseptor. Bermacam
reaksi redoks dapat digunakan untuk analisis titrasi volumetri asalkan
kesetimbangan yang tercapai setiap penambahan titran dapat berlangsung
dengan cepat.Dan diperlukan juga adanya indikator yang mampu
menunjukkan titik ekivalen stoikiometri dengan akurasi yang tinggi.Banyak
titrasi redoks dilakukan dengan menggunakan indikator warna. Dua
setengah reaksi untuk setiap sistem titrasi redoks selalu dalam
kesetimbangan pada seluruh titik setelah mulainya titrasi, sehingga
potensial reduksi untuk separuh sel adalah  identik pada seluruh titik.
Sedangkan potensial sel yaitu E sel berubah selama titrasi,
perubahannya spesifik.Pada sekitar titik ekivalen perubahan potensial
adalah yang paling besar.Variasi E sel dengan volume titran menunjukkan
bahwa sismtem titrasi redoks dapat digunakan untuk menentukan titrasi
yang sulit ditentukan titik ekivalennya.Karena informasi mengenai laju
atau mekanisme reaksinya tidak ada maka potensial elektroda dapat
berperan sebagai petunjuk mengenai kondisi kesetimbangan. Banyak
reaksi redoks yang berlangsung lambat, sehingga sering digunakan suatu 
katalis untuk mempercepatnya. Kurva titrasi dapat dibuat dengan
mengalurkan potensial sel terhadap volume titran (Khopkar, 2003).
Dalam banyak prosedur analitis, analitnya memiliki lebih dari satu kondisi
oksidasi sehingga harus dikonversi menjadi satu kondisi oksidasi tunggal
sebelum titrasi.Sebuah contoh yang sering kita jumpai adalah penentuan
besi dalam suatu bijih besi. Begitu bijih besi tersebut dilarutkan, besi akan
hadir baik dalam keadaan oksidasi +2 maupun keadaan oksidasi +3. Besi
tersebut harus direduksi seluruhnya ke kondisi +2 sebelum penitrasian
dengan sebuah larutan standar dari sebuah agen pengoksidasi.Reagen
redoks yang dipergunakan dalam langkah pendahuluan ini harus dapat
mengkonversi analit dengan cepat dan sempurna ke dalam kondisi oksidasi
yang diinginkan.Kelebihan dari reagen ini biasanya ditambahkan, dan kita
harus dapat membuang kelebihan tersebut sehingga kelebihan tersebut
tidak bereaksi dengan titrannya dalam titrasi selanjutnya (Underwood,
1995).

Bromatometri merupakan salah satu metode oksimetri dengan dasar reaksi


reduksi dari ion bromat (BrO ). 3

BrO  + 6 H  + 6 e                 Br  + 3 H O
3
– + –
2

Dari persamaan reaksi ini ternyata bahwa satu gram ekuivalent sama
dengan 1/6 gram molekul. Disini dibutuhkan lingkungan asam karena
kepekatan ion H  berpengaruh terhadap perubahan ion bromat menjadi ion
+

bromida (Br ) (Wunas, 2003).


Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini menunjukkan


bahwa kalium bromat adalah oksidator yang kuat.Hanya saja kecepatan
reaksinya tidak cukup tinggi untuk menaikkan kecepatan ini titrasi
dilakukan dalam keadaan panas dan dalam lingkungan asam kuat (Wunas,
2003).
Sejumlah agen pereduksi, seperti arsenik (III), antimon (III),besi (II), dan
sulfida-sulfida serta disulfida-disulfida organik tertentu  dapat dititrsi
secara langsung dengan sebuah larutan kalium bromat. Reaksinya dengan
arsenik (III) adalah

BrO  + 3 HAsO                   Br  + 3 HAsO


3

2   

3

Larutannya biasanya sekitar 1 M  dalam asam klorida. Titik akhir dari
titrasinya ditandai dengan hadirnya bromin, sesuai dengan reaksi
BrO  + 5 Br  + 6 H                  3 Br  + 3 H O
3
– – +
2 2

Kehadiran bromin terkadang cocok untuk menentukan titik akhir


titrasi.Beberapa indikator organik yang bereaksi dengan bromin untuk
memberikan perubahan warna telah dipelajari. Perubahan warna ini 
biasanya tidak reversibel, dan kita harus berhati-hati agar kita bisa
mendapatkan hasil-hasil yang baik. Ada tiga indikator yang diketahui
berperilaku reversibel: α-naphthoflavone, quinoline kuning, dan p-
ethoxychrysoidin. Indikator-indikator ini tersedia secara komersil
(Underwood, 1995).
Iodimetri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor, seperti misalnya
natrium tiosulfat, arsenat dengan menggunakan larutan iodin baku secara
langsung.

2 I                   I  + 2 e
–  
2
Iodimetri dapat juga dilakukan dengan cara penambahan larutan iodin
baku berlebihan, dan kelebihan larutan iodin dititrasi kembali dengan
larutan tiosulfat baku.

I  + 2 Na S O                   2 NaI + Na S O
2 2 2 3 2 4 6

Iodometri adalah analisa titrimetri secara tidak langsung untuk zat-zat


oksidator seperti garam besi (III), temabaga (II), dimana zat-zat oksidator
ini direduksi lebih dulu dengan kalium iodida, dan iodin yang dihasilkan
dalam jumlah yang setara ditentukan kembali larutan natrium tiosulfat
baku, contohnya seperti tembaga (II) sulfat direaksikan dengan kalium
iodida (Wunas, 2003).

Larutan kalium pemanganat dapat dibakukan dengan mudah, dan


konsentrasinya tetap dalam jangka waktu yang lama bila diperhatikan baik-
baik cara-cara pembuatan dan pengawetannya.Reaksi ion permanganat
dalam air dapat berlangsung cepat.Kalium permanganat dapat juga
bertindak sebagai indikator bila dipakai dalam titrasi, karena kelebihan
sedikit saja dari kalium permanganat menyebabkan larutan berwarna
merah ungu (Wunas, 2003).

Metode permanganometri didasarkan atas reaksi reduksi ion


permanganat.Oksidasi ini dapat dijalankan dalam suasana netral, asam,
ataupun alkalis (Wunas, 2003).

1. B.   Uraian Bahan
A. Asam asetat (Ditjen POM, 1979, hal: 647)
Nama resmi               : ACIDUM ACETICUM

Nama lain                  : Asam asetat

RM/BM                       : CH COOH/


3

Pemerian                    : Cairan jernih, tidak berwarna, bau menusuk,

rasa asam, tajam.

Penyimpanan              : dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan                    : sebagai pereaksi

1. Asam askorbat (Ditjen POM, 1979, hal: 47)


Nama resmi               : ACIDUM ASCORBICUM
Nama lain                  : Asam askorbat

RM/BM                       : C H O  / 176,13


6 8 6

Pemerian        :Serbuk atau hablur, putih atau agak kuning, tidak berbau
rasa asam. Oleh pengaruh cahaya lambat laun
menjadi gelap.Dalam keadaan kering, mantap di udara, dalam larutan
cepat teroksidasi.
Penyimpanan              : dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan                    : sebagai sampel

1. Asam klorida (Ditjen POM, 1979, hal: 53)


Nama resmi               : ACIDUM HYDROCHLORIDUM

Nama lain                  : Asam klorida

RM/BM                       : HCl/ 36,46

Pemerian      : Cairan tidak berwarna, berasap, bau

merangsang, jika diencerkan dengan 2 bagian

air, asap dan bau hilang.

Penyimpanan              : dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan                    : sebagai pereaksi dalam metode iodometri

1. Asam sulfat encer (Ditjen POM, 1979, hal: 58)


Nama resmi                : ACIDUM SULFURICUM DILUTUM

Nama lain                    : Asam sulfat encer

RM/BM                        : H SO /98,07
2 4

Pemerian                    : Cairan kental seperti minyak, korosif, tidak berwarna,


jika ditambahkan ke dalam air menimbulkan panas.

Penyimpanan              : dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan                    : sebagai pereaksi dalam metode iodimetri.


1. Besi (II) sulfat (Ditjen POM, 1979, hal: 254)
Nama resmi                : FERROSI SULFAS

Nama lain                    : Besi (II) sulfat

RM/BM                        : FeSO /151,90


4

Pemerian                     : Serbuk, putih, keabuan rasa logam, sepat

Penyimpanan              : dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan                    : sebagai sampel.

1. Aquadest (Ditjen POM, 1979, hal: 96)


Nama resmi                  : AQUA DESTILLATA

Nama lain                     : Air suling, Aquadest

RM/BM                         : H O/18,02


2

Pemerian                      : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak


mempunyai bau

Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan                     : sebagai Pelarut

1. Fenol (Ditjen POM, 1979, hal: 484)


Nama resmi                 : PHENOLUM

Nama lain                     : Fenol

RM/BM                         : C H OH/94,11


6 5

Pemerian                      : hablur bentuk jarum atau massa hablur; tidak


berwarna atau merah jambu; bau khas; kaustik.

Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan                     : sebagai sampel

1. Iodium (Ditjen POM, 1979, hal: 316)


Nama resmi                  : IODUM
Nama lain                     : Iodium

RM/BM                         : I / 126,91

Pemerian                      : Keping atau butir, mengkilat seperti logam hitam


kelabu, bau khas.

Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan                     : sebagai titran

1. Isoniazid (Ditjen POM, 1979, hal: 320)


Nama resmi                  : ISONIAZIDUM

Nama lain                     : Isoniazid

RM/BM                         : C H NO  / 137,14
6 7 2

Pemerian                      : Hablur putih, tidak berwarna atau serbuk hablur


putih, tidak berbau, perlahan-lahan dipengaruhi oleh udara dan cahaya.

Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan                     : sebagai sampel

1. Kalium iodide (Ditjen POM, 1979, hal: 330)


Nama resmi                  : KALII IODIDUM

Nama lain                     : Kalium iodide

RM/BM                         : KI / 166,00

Pemerian                      : Hablur heksahedral, transparan atau tidak


berwarna, opak dan putih, atau serbuk butiran putih. Higroskopik.

Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan                     : sebagai pereaksi

1. Kalium permanganate (Ditjen POM, 1979, hal: 330)


Nama resmi                  : KALII PERMANGANAS

Nama lain                     : Kalium permanganat

RM/BM                         : KMnO /158,03


4

Pemerian                      : Hablur mengkilap; ungu tua atau hampir hitam;


tidak berbau; rasa manis atau sepat.

Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan                     : sebagai titran.

1. Kanji (Ditjen POM, 1995, hal:107)


Nama resmi                  : AMYLUM MANIHOT

Nama lain                     : Pati singkong

Pemerian                      : Serbuk halus, kadang-kadang berupa gumpalan


kecil, putih, tidak berbau, tidak berasa.

Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan                     : sebagai indikator.

1. Kloroform (Ditjen POM, 1979, hal: 697)


Nama resmi                  : CHLOROFORMUM

Nama lain                     : Kloroform

RM/BM                         : CHCI /119,38


3

Pemerian                      : Cairan, mudah menguap; tidak berwarna; bau khas;


rasa manis dan membakar.

Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan                     : sebagai pereaksi

1. Natrium bikarbonat (Ditjen POM, 1979, hal: 424)


Nama resmi                  : NATRII SUBCARBONAS
Nama lain                     : Natrium bikarbonat, natrium subkarbonat

RM/BM                         : NaHCO /84,013

Pemerian                      : Serbuk putih atau hablur monoklin kecil, buram;


tidak berbau; rasa asin.

Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan                     : sebagai pereaksi

1. Natrium tiosulfat (Ditjen POM, 1979, hal: 428)


Nama resmi                  : NATRII THIOSULFAS

Nama lain                     : Natrium tiosulfat, hipo

RM/BM                         : Na S O .5H O/248,17


2 2 3 2

Pemerian                      : hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur


kasar. Dalam udara lembab meleleh basah; dalam hampa udara pada suhu
di atas 33  merapuh.
o

Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan                     : sebagai titran.

1. C.  Prosedur Kerja (Anonim, 2012)


A. Iodometri
Penentuan kadar kafein

Larutan 100 mg contoh yang ditimbang seksama dengan 100 ml air dalam
labu 200 ml yang tertutup gelas, tambahkan 2 gram natrium bikarbonat
dan50,0 ml larutan jodin 0,1 N, biarkan selama 30 menit ditempat gelap
pada suhu 38-40 C, dipanaskan diatas penangas air selama 10 menit,
o
setelah larutan dingin tambahkan larutan asam klorida (1:2) 20 ml, titrasi
kelebihan jodin dengan larutan natrium tiosulfat baku 0,1 N menggunakan
indikator kanji. Bersamaan dengan ini dikerjakan titrasi blangko dengan
kondisi yang sama dengan penentuan. Tiap mililiter larutan jodin 0,1 N
setara dengan 0,003429 gram isoniazida.
B. Iodimetri
Penentuan kadar asam askorbat

Timbang seksama  kira-kira 400 mg contoh, larutkan dalam campuran 100


ml air bebas karbondioksida dan 25 ml asam sulfat encer. Titrasi segera
dengan larutan jodin baku 0,1 N menggunakan indikator kanji. Tiap
mililiter jodin 0,1 N setara dengan 8,806 mg C H O .
6 8 6

C. Bromometri
Penentuan kadar Fenol

Timbang seksama 2 g sampel, masukkan ke dalam labu ukur 1000 ml,


larutkan dengan air dan cukupkan volumenya 1000 ml, pipet 20 ml larutan
tesebut ke dalam labu iodine, tambahkan  30 ml larutan bromine 0,1 N,
kemudian 5 ml asam hidroklorida. Tutup labu dengan segera, kocok selama
30 menit dan biarkan selama 15 menit, tambahkan dengan cepat 5 ml
larutan kalium Iodide (1 : 5) sambil dijaga dengan hati-hati penguapan dari
bromine. Kocok baik-baik dan buka tutup labu, bilaslah mulut dengan
sedikit air, tambahkan  1ml kloroform, kocok dan titrasi dengan larutan
natrium tiodulfat 0,1 N terhadap iodine yang dibebaskan dengan
menggunakan indikator kanji. Lakukan pekerjaan blanko sesuai dengan
prosedur penetapan tanpa penambahan contoh.

Tiap ml bromine 0,1 N setara dengan 1,569 mg Fenol

1. D.   Permanganometri
Penetapan kadar Besi (II) Sulfat
Timbang seksama 1 g besi (II) sulfat, larutkan dalam 25 ml asam sulfat dan
25 ml aquadest. Titrasi dengan larutan kalium permanganat 0,1 N sampai
timbul warna merah muda yang tetap.

BAB  III
KAJIAN PRAKTIKUM
1. A.   Alat yang dipakai
Adapun alat-alat yang dipakai dalam praktikum kali ini yaitu, buret,
corong,  elenmeyer, gelas ukur, gelas kimia, labu ukur,  statif, timbangan
analitik.
1. B.   Bahan yang digunakan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu,
aluminium foil, aquadest, asam asetat , asam askorbat , asam klorida, asam
sulfat encer , besi (ii) sulfat, fenol, iodium, isoniazid, kanji, kalium iodide,
kalium permanganat, kloroform, natrium bikarbonat , natrium tiosulfat,
tissue.

1. C.   Cara Kerja
2. Iodimetri
Penentuan kadar asam askorbat

Ditimbang asam askorbat masing-masing 50,7 mg dan 50,8 mg. Kemudian


dilarutkan dalam 50 ml air bebas karbondioksida dan ditambahkan 5 ml
asam sulfat encer. Setelah itu, ditambhakan 3 tetes indikator kanji.
Kemudian dititrasi dengan larutan baku Iodium 0,14 N. Hingga terjadi
perubahan warna dari bening ke abu-abu kebiruan.

Tiap ml iodium 0,1 N setara dengan 8,806 mg asam askorbat.

1. Iodometri
Penetapan kadar  Kafein
Ditimbang sampel kafein sebanyak 50,7 mg dan 50,8 mg, dilarutkan
dengan 50 ml aquadest di dalam erlenmeyer bertutup yang dindingnya
ditutupi dengan aluminium foil, ditambahkan 1 gr natrium bikarbonat dan
25 ml larutan iodine 0,14 N, biarkan selama 30 menit ditempat gelap.
Kemudian panaskan diatas penangas air selama 10 menit, setelah larutan
dingin ditambahkan larutan asam klorida (1:2) dengan hati-hati. Kemudian
biarkan selama 10 menit. Tambahkan indikator kanji sebanyak 3 tetes,
kemudian titrasi dengan larutan natrium tiosulfat baku dan hentikan titrasi
setelah terjadi perubahan warna.

1. Bromometri
Penetapan kadar fenol dengan metode bromometri

Ditimbang 100,6 dan 100,1 mg fenol, masing-masing dimasukkan ke dalam


labu ukur 250 ml kemudian dilarutkan dengan aquadest hingga tanda
batas. Dipipet larutan tersebut sebanyak 20 ml kemudian ditambahkan 30
ml bromine dan 5 ml asam hidroklorida kemudian labu ditutup dan
dikocok lalu dibiarkan beberapa menit kemudian ditambahkan kalium
iodida dan kocok dengan hati-hati. Lalu ditambahkan 1 ml kloroform
kemudian dikocok, ditambahkan dengan 3 tetes indikator kanji dan
kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat baku 0,11 N, hentikan titrasi
ketika terjadi perubahan warna dari jingga menjadi cokelat. Tiap ml
tiosulfat setara dengan 1,569 mg fenol.

1. Permanganometri
Penetapan kadar Besi (II) Sulfat

Ditimbang FeSO4.7H2O sebanyak 50,5 mg dan 50,9 mg. Kemudian


masing-masing dilarutkan dalam elenmeyer dengan menggunakan
aquadest sebanyak 25 ml dan ditambahkan 25 ml H2SO4 encer. Setelah
itu, dititrasi dengan menggunakan KmNO4 0,0963 N hingga terjadi
perubahan warna dari bening ke merah muda.

Tiap ml kalium permanganat setara dengan 27,80 mg FeSO .7H O


4 2

 
BAB IV
KAJIAN HASIL PRAKTIKUM
1. A.   Hasil Praktikum
2. Tabel hasil pengamatan
B.sampel V.titran
Kelompok Sampel (mg) (ml) % kadar
Asam
I askorbat 103,0 mg 12,9 mL 127,94%

II Kafein 102 mg 4,8 mL 49,45%

III Fenol 112,3 mg 3,9 mL 29,83%

Besi (II)
IV sulfat 101,9 mg 4,2 mL 57,29%

1. Reaksi
2. Reaksi iodimetri (asam askorbat)
 

1. Reaksi iodometri (kafein)


 

1. Reaksi bromometri (fenol)


 Penambahan asam hidroklorida
 

 Bromin bereaksi dengan fenol


 

 Kalium iodida bereaksi dengan bromin, membebaskan  iodin


 

 Iodin bereaksi dengan natrium tiosulfat


1. Reaksi permanganometri (besi (II) sulfat)
 

 
1. Perhitungan
Kelompok I (Iodimetri)
%=

= 127,94 %

Kelompok II (Iodometri)
%=

= 49,45 %

Kelompok III (Bromometri)


%=

= 23,89 %

Kelompok IV (Permanganometri)
%=

= 57,29 %

 
1. Pembahasan
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi dipergunakan secar
luas dalam analisa titrimetrik.Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir
dalam kondisi oksidasi yang berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan
terjadi banyak reaksi redoks. Pada praktikum kali ini kita akan membahas
tentang beberapa titrasi redoks.
1. Iodimetri
Iodimetri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor, seperti misalnya
natrium tiosulfat, arsenat dengan menggunakan larutan iodin baku secara
langsung. Apabila oksidator kuat dalam keadaan netral atau suasan asam
lemah ditambahkan ion iodida yang berlebihan, maka ion iodida ini
berfungsi sebagai reduktor dimana oksidator tadi direduksi secara
kuantitatif dan iodine yang dibebaskan ditentukan dengan cara titrasi
kembali dengan larutan natrium tiosulfat. Terjadi perubahan warna dari
bening ke abu-abu kebiruan karena indicator kanji dan titran dalam hal ini
iodium bereaksi.

Dari percobaan ini diperoleh kadar asam askorbat 127,94%. Ini tidak sesuai
dengan Farmakope yang menyatakan bahwa asam korbat mengandung
tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C H O . 6 8 6

1. Iodometri
Iodometri adalah analisa titrimetri secara tidak langsung untuk zat-zat
oksidator seperti garam besi (III), tembaga (II), dimana zat-zat oksidator
ini direduksi lebih dulu dengan kalium iodida, dan iodin yang dihasilkan
dalam jumlah yang setara ditentukan kembali larutan natrium tiosulfat
baku, contohnya seperti tembaga (II) sulfat direaksikan dengan kalium
iodide. Pada titrasi iodometri titrasi harus dalam keadaan asam lemah atau
nertal karena dalam keadaan alkali akan terbentuk iodat yang terbentuk
dari ion hipoiodit yang merupakan reaksi mula-mula antara iodin dan ion
hidroksida, sesuai dengan reaksi :

I  + O                                           HI + IO
2 2

3 IO                                        IO  + 2 I

3
– –

Dalam keadaan alkali ion-ion ini akan mengoksidasi sebagian tiosulfat


menjadi ion sulfat sehingga titik kesetaraannya tidak tepat lagi. Namun
pada proses iodometri juga perlu dihindari konsentrasi asam yang tinggi
karena asam tiosulfat yang dibebaskan akan mengendap dengan
pemisahan belerang, sesuai dengan reaksi berikut :

S O  + 2 H                                H S O
2 3
= +
2 2 3

8 H S O                          8 H O + 8 SO  + 8 S
2 2 3 2 2

Dari percobaan ini diperoleh kadar kafein49,45%. Ini tidak sesuai dengan
Farmakope yang menyatakan bahwa isoniazid mengandung tidak kurang
dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% C H N O. 6 7 3
1. Bromometri
Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar
reaksi dari ion bromo (Br ). Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari

sistem ini menunjukkan bahwa kalium bromat adalah oksidator kuat.


Hanyasaja kecepatan reaksinya tidak cukup tinggi. Untuk menaikkan
kecepatan ini titrasi dilakukan dalam keadaan panas dan dalam lingkungan
asam kuat. Adanya sedikit kelebihan kalium bromat dalam larutan akan
menyebabkan ion bromida bereaksi dengan ion bromat, dan bromin yang
dibebaskan akan merubah larutan menjadi warna kuning pucat, warna ini
sangat lemah sehingga tidak mudah untuk menetapkan titik akhir.
Bromin yang dibebaskan ini tidak stabil, karena mempunyai tekanan uap
yang tinggi dan mudah menguap, karena itu penetapan harus dilakukan
pada suhu terendah mungkin, serta labu yang dipakai untuk titrasi harus
ditutup.

Dari percobaan ini diperoleh kadar fenol 23,89%. Ini tidak sesuai dengan
Farmakope yang menyatakan bahwa fenol mengandung tidak kurang dari
99,0% dan tidak lebih dari 101,0%.

1. Permanganometri
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi
redoks oleh kalium permanganat (KMnO ). Reaksi ini difokuskan pada
4

reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi antara KMnO  dengan bahan baku.
4

Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak
langsung dengan permanganometri seperti: (1) ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn,
dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai oksalat. Setelah endapan
disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H SO  berlebih sehingga terbentuk
2 4

asam oksalat secara kuantitatif.Asam oksalat inilah yang akhirnya dititrasi


dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan.
(2) ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat.
Setelah disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula
larutan baku FeSO  berlebih. Sebagian Fe dioksidasi oleh khromat tersebut
4
2+

dan sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan


KMnO .4

Dari percobaan ini diperoleh kadar besi (II) sulfat 57,29%. Ini tidak sesuai
dengan Farmakope yang menyatakan bahwa besi (II) sulfat mengandung
tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 104,5% FeSO .4

 
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. A.   Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah:

1. Kadar Asam askorbat yaitu : 127,94%


2. Kadar Kafein yaitu : 49,45%
3. Kadar fenol yaitu : 29,83%
4. Kadar Besi (II) sulfat yaitu : 57,29%
 
B.Saran
            Sebaiknya praktikan harus berhati-hati dan selalu menanyakan
kepada asisten tentang apayang harus dilakukan agar tidak terjadi hal
seperti saat praktikum titrasi redoks.

 
 
 

 
DAFTAR PUSTAKA
DitjenPOM, 1979.Farmakope Indonesia, Edisi Ke-III, Departemen
Kesehatan RI:Jakarta.
DitjenPOM, 1995.Farmakope Indonesia, Edisi Ke-IV, Departemen
Kesehatan RI:Jakarta.
 

Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press: Jakarta.


Rivai, H. 2006. Asas Pemeriksaan Kimia. UI-Press: Jakarta.
Underwood. 1995. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga: Jakarta.
Wunas, Y. 2003. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. Universitasi Muslim 
Indonesia: Makassar.
 

 
 

 
 

 
Skema kerja
1. a.  Iodimetri
Ditimbang asam askorbat masing-masing 50,7 mg dan 50,8 mg.

dilarutkan dalam 50 ml air bebas karbondioksida

+5 ml asam sulfat encer

+ditambhakan 3 tetes indikator kanji

dititrasi dengan larutan baku Iodium 0,14 N

perubahan warna dari bening ke abu-abu kebiruan.

 
 

b.Iodometri
Ditimbang sampel isoniasida sebanyak 50,7 mg dan 50,8 mg,

dilarutkan dengan 50 ml aquadest di dalam erlenmeyer

ditutupi dengan aluminium foil

+ 1 gr natrium bikarbonat dan 25 ml larutan iodine 0,14 N,

panaskan diatas penangas air selama 10 menit,

+ larutan asam klorida (1:2) dan biarkan selama 10 menit.

+ indikator kanji sebanyak 3 tetes

titrasi dengan larutan natrium tiosulfat baku

hentikan titrasi setelah terjadi perubahan warna.

C.Bromometri
Ditimbang 100,6 dan 100,1 mg fenol

dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml

dilarutkan dengan aquadest hingga tanda batas

Dipipet larutan tersebut sebanyak 20 ml

+ 30 ml bromine dan 5 ml asam hidroklorida

kemudian labu ditutup dan dikocok


lalu dibiarkan beberapa menit kemudian

ditambahkan kalium iodida dan kocok dengan hati-hati.

ditambahkan 1 ml kloroform kemudian dikocok

ditambahkan dengan 3 tetes indikator kanji

dititrasi dengan natrium tiosulfat baku 0,11 N

perubahan warna dari jingga menjadi cokelat..

D.Permanganometri
Ditimbang FeSO4.7H2O sebanyak 50,5 mg dan 50,9 mg.

Dilarutkan dengan 25 ml  aquadest dalam erlenmeyer

tambahkan 25 ml H2SO4 encer

dititrasi dengan menggunakan KmNO4 0,0963 N

hingga terjadi perubahan warna dari bening ke merah muda.

TITRASI BEBAS AIR

A.    PENDAHULUAN
Asam-asam dan basa-basa lemah seperti alkaloid dan asam-asam organik sukar larut
dalam air dan kurang reaktif tidak dapat ditetapkan kadarnya secara titrasi dengan asam atau
basa (asidimetri atau alkalimetri) dalam pelarut air. Kesulitan ini dapat diatasi dengan
melaksanakan titrasi dalam lingkungan yang bebas air atau menggunakan pelarut yang bukan
air.
Pada dasarnya titrasi bebas air termasuk reaksi netralisasi juga, tetapi berbeda dengan
konsep netralisasi dari Arhenius yang menyatakan bahwa reaksi netralisasi adalah reaksi
antara ion-ion hydrogen dengan ion-ion hidroksida dalam larutan asam-basa berair; titrasi
suatu senyawa asam dengan larutan baku basa; titrasi suatu senyawa basa dengan larutan
baku asam. Dalam larutan berair netralisasi juga dapat diinterpretasikan sebagai reaksi antara
pemberi proton ( proton donor ) dan penerima proton ( proton akseptor)
Teori TBA sangat singkat, sebagai berikut : air dapat bersifat asam lemah dan basa
lemah. Oleh karena itu, dalam lingkungan air, air dapat berkompetisi dengan asam-asam atau
basa-basa yang sangat lemah dalam hal menerima atau memberi proton, sebagaimana
ditunjukkan pada reaksi :

H2O + H+                      H3O+
Akan berkompetisi dengan     RNH2 + H+              RNH3+
H2O + B                  OH + BH+
Akan berkompetisi dengan     ROH + B            RO- + BH+
Reaksi kompetisi air dengan asam lemah dengan basa lemah                                      untuk memberi atau
menerima proton
                 Adanya pengaruh kompetisi ini berakibat pada kecilnya titik infleksi pada kurva
tritrasi asam sangat lemah dan basa sangat lemah sehingga mendekati batas pH 0 dan 14.
Oleh karena itu deteksi titik akhir titrasi sangat sulit. Sebagai aturan umum : basa-basa
dengan pKa < 7 atau asam-asam dengan pKa > 7 tidak dapat ditentukan kadarnya secara tepat
pada media air. Berbagai macam pelarut organic dapat digunakan untuk menggantikan air,
karena pelarut-pelarut ini kurang berkompetisi secara efektif dengan analit dalam hal
menerima atau memberi proton. 
                                                                           
Pelarut
Titrasi bebas air (TBA) merupakan prosedur titrimetri yang paling umum yang
digunakan untuk uji-uji dalam farmakope. Metode ini mempunyai 2 keuntungan, yaitu (i)
Metode ini cocok untuk titrasi asam-asam atau basa-basa yang sangat lemah, dan (ii) pelarut
yang digunakan adalah pelarut organik yang juga mampu melarutkan analit-analit organik.
Prosedur yang paling umum digunakan untuk titrasi basa-basa organik adalah dengan
menggunakan titran asam perklorat dalam asam asetat.
Adanya air harus dihindari pada titrasi bebas air, karna adanya H2O yang merupakan
basa lemah akan berkompetisi dengan basa-basa nitrogen lemah untuk bereaksi dengan asam
perklorat (HCLO4) yang digunakan sebagai titran menurut reaksi:
H2O + HCLO4                     H3O+ + CLO4-
 RNH2 +  HCLO4                RNH3 +  CLO4-
Disamping itu dengan adanya air maka ketajaman titik akhir juga akan  berkurang.
Secara eksperimen, adanya air tidak boleh lebih dari 0,05% sehingga tidak mengakibatkan
pengaruh yang nyata pada pengamatan titik akhir titrasi.

Untuk lebih memahami tentang titrasi bebas air, berikut adalah definisi istilah pelarut
yang  digunakan :
1.      Pelarut aprotik
Adalah pelarut yang dapat menurunkan ionisasi asam-asam dan basa-basa. Termasuk
dalam kelompok pelarut ini adalah pelarut-pelarut non polar seperti benzene, karbon
tetraklorida serta hidrokarbon alifatik.
2.      Pelarut protofilik ( proto = proton, filik = suka )
Adalah pelarut yang dapat menaikkan ionisasi asam lemah dengan menggabungkan
proton yang dimilikinya. Dengan demikian senyawa-senyawa yang bersifat basa seperti n-
butil amin, piridin, dimetil formamid, trimetil amin termasuk dalam kelompok ini. Pelarut ini
biasa digunakan dalam analisis senyawa-senyawa yang bersifat asam lemah seperti fenol.

3.      Pelarut protogenik
Adalah pelarut yang mengahsilkan proton. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah
asam-asam kuat seperti asam klorida dan asam sulfat. Pelarut kelompok ini kurang
bermanfaat dalam titrasi bebas air.

4.      Pelarut amfiprotik
Adalah pelarut yang mempunyai sifat gabungan dari protofilik dan protogenik
sehingga pelarut ini dapat menghasilkan atau menerima poton. Yang termasuk pelarut
kelompok ini adalah air, alcohol, dan asam asetat glacial. Sebagai contoh asam asetat dapat
menghasilkan ion asetat  dan proton.

Kemampuan Pelarut Untuk Mendiferensiasi


Sebelumnya telah dijelaskan bahwa air meratakan mineral – mineral yang terdapat di
dalam asam – asam perklorat, klorida, dan nitrat. Artinya, dalam larutan berair, asam ini
nampak sama kuat. Namun dalam pelarut asam seperti asam asetat, kekuatan asam perklorat
yang lebih besar atas, misalnya asam klorida, memungkinkan asam perklorat untuk dititrasi
dalam satu tahap terpisah dari asam klorida tersebut. Dari kedua kesetimbangan:
       HClO4 + HOAc                H2OAc+ + ClO-4

            HCl + HOAc               H2OAc+ +Cl-

Yang pertama berjalan lebih banyak kekanan dari pada yang kedua. Sehingga dalam
titrasi suatu campuran dua asam dalam pelarut asam asetat, terhadap dua patahan dalam kurva
titrasi, dan asam tersebut dikatakan terdiferensiasi.

Larutan Baku (standar)


       Semua perhitungan dalam titrimetri didasarkan pada konsentrasi titrasi titran sehingga
konsentrasi titran harus dibuat secara teliti. Titran semacam ini disebut dengan larutan baku
(standar). Konsentrasi larutan dapat dinyatakan dengan normalitas, molaritas, atau bobot per
volume.
       Suatu larutan standar dapat dibuat dengan cara melarutkan sejumlah senyawa baku
tertentu yang sebelumnya senyawa tersebut ditimbang secara tepat dalam volume larutan
yang diukur dengan tepat. Larutan standar ada dua macam yaitu larutan baku primer dan
larutan baku sekunder. Larutan baku primer mempunyai kemurnian yang tinggi. Larutan
baku sekunder harus dibakukan dengan larutan baku primer. Suatu proses dimana larutan
baku sekunder dibakukan dengan larutan baku primer disebut dengan standarisasi.
       Suatu senyawa dapat digunakan sebagai baku primer jika memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a)      Mudah didapat, dimurnikan, dikeringkan dan disimpan dalam keadaan murni
b)      Mempunyai kemurnian yang sangat tinggi (100 ± 0,02%) atau dapat dimurnikan dengan
penghabluran kembali
c)      Tida berubah selama penimbangan (zat yang higroskopis bukan merupakan baku primer)
d)     Tidak teroksidasi oleh O2 dari udara dan tidak berubah oleh CO2 dari udara
e)      Susunan kimianya tepat sesuai jumlahnya
f)       Mempunyai berat ekivalen yang tinggi, sehingga kesalahan penimbangan akan menjadi lebih
kecil
g)      Mudah larut
h)      Reaksi dengan zat yang ditetapkan harus stoikiometri, cepat dan terukur

Indikator
       Netralisasi adalah reaksi antara ion H+ dari asam dan ion OH- dan membentuk molekul
air. Reaksi netralisasi harus sesempurna mungkin. Untuk mencapai maksud tersebut dapat
dilakukan dengan beberapa cara seperti tersebut dibawah ini:
1.      Dengan terbentuknya hasil reaksi yang mengalami disosiasi lemah
2.      Dengan terjadinya hasil reaksi sebagai gas atau sebagai endapan
3.      Dengan memisahkan ion sebahai ion kompleks
Untuk menentukan titik akhir titrasi (titik ekivalen) pada proses netralisasi ini digunakan
indikator.
Menurut W. Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organic komplek dalam bentuk
asam (HIn) atau dalam bentuk basa (InOH) yang mampu dalam berada dalam keadaan dua
macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk satu ke
bentuk yang lain pada konsentrasi H+  atau pada pH tertentu.

Indikator yang berupa asam   HIn              H+  + In- ………(1)


Indikator yang berupa basa   InOH             In+  +  H-……...(2)
                                             Warna                   warna
bentuk molekul       bentuk ion

suatu indikator yang berupa asam organic menurut persamaan keseimbangan (1),
apabila dalam larutan banyak ion H+   atau dalam suasana asam makakeseimbangan akan
kekiri, yaitu kearah bentuk molekul yang tidak terion. Sebaliknya, dalam suasana basa
keseimbangan akan bergeser kekanan sehingga indikator akan lebih banyak terion, dan warna
yang ditunjukkan merupakan warna dalam bentuk ionnya.
Indikator untuk Titrasi bebas air
Bentuk resonansi yang berbeda dari indikator berlaku baik untuk titrasi bebas air tapi
perubahan warna pada titik akhir titrasi untuk bervariasi dari titrasi, karena mereka
bergantung pada sifat titran. Warna sesuai dengan titik akhir yang benar dapat didirikan
dengan melakukan titrasi potensiometri sambil mengamati perubahan warna indikator.
Mayoritas titrasi bebas air dilakukan dengan menggunakan berbagai indikator yang cukup
terbatas di sini adalah beberapa contoh yang khas.
 Kristal Violet: Digunakan sebagai 0,5% b / v larutan dalam asam asetat glasial.
Berubah warna dari ungu adalah melalui biru diikuti oleh hijau, kemudian menjadi kuning
kehijauan, dalam reaksi di mana basa seperti piridin yang dititrasi dengan asam perklorat.
 Red: Digunakan sebagai solusi b / v 0,2% dalam dioksan dengan kuning untuk
mengubah warna merah.
 Naftol Benzein: Bila dipekerjakan sebagai solusi b / v 0,2% dalam asam etanoat
memberikan kuning untuk mengubah warna hijau. Ini memberi poin akhir tajam di nitro
metana yang mengandung anhidrida etanoat untuk titrasi basa lemah terhadap asam perklorat.
 Quenaldine Merah: Digunakan sebagai indikator untuk penentuan obat dalam larutan
dimetilformamida. Sebuah solusi b / v 0,1% dalam etanol memberikan perubahan warna dari
merah ungu ke hijau pucat.
 Biru timol: Digunakan secara luas sebagai indikator untuk titrasi zat bertindak sebagai
asam dalam larutan dimetil formamida. Sebuah solusi b / v 0,2% dalam metanol memberikan
perubahan warna yang tajam dari kuning ke biru pada titik akhir.

Tetapan Dielektrik
Suatu asam-basa dalam pelarut SH akan mengalami kesetimbangan sebagai berikut;
HB + SH –> H2S+.B-
Dalam pelarut yang memiliki konstanta dielektrik yang tinggi pasangan ion tersebut
akan terdisosiasi sempurna membentuk ion bebas. 
H2S+.B- –> H2S+ + B-
Sehingga reaksi keseluruhan yang terjadi adalah:
HB + SH –> H2S+ + B-
Disimpulkan bahwa keasaman dan kebasaan suatu senyawa bergantung pada tetapan
ionisasi (Ki) dan tetapan disosiasi (Kd) dari pelarutyang digunakan. untuk senyawa asam kuat
dapat diasumsikan bahwa Ki >>> 1 maka Ka= Kd dan Kb=Kd. Sedangkan untuk asam atau
basa lemah diasumsikan bahwa Ki<<HNO3>HOAc dan menyetarakan keasaman asam
mineral HClO4, H2SO4 , HCl dan HNO3. Dari kedua contoh di atas dapat disimpulkan
bahwa asam dan basa dalam pelarut amfiprotik kesempurnaan reaksinya bergantung pada
kerakter keasaman dan kebasaan pelarut, tetapan dielektrik pelarut, keasaman dan kebasaan
senyawa, tetapan autoprotolisis pelarut.

B.     ASIDIMETRI DALAM PELARUT BEBAS AIR


       Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantatif terhadap senyawa-senyawa yang
bersifat basa dengan menggunakan baku asam.
       Analisis titrimetri dari sejumlah senyawa-senyawa basa lemah dalam asam asetat glacial
memungkinkan untuk menggunakan larutan baku asam perklorat sebagai titran. Senyawa-
senyawa tersebut adalah senyawa-senyawa amina, garam-garam amina, garam-garam alkali
dari asam-asam organic, garam-garam dari asam-asam anorganik lemah, dan asam-asam
amino.

Pelarut
       Pelarut yang digunakan dalam asidimetri bebas air ini dapat bersifat netral atau bersifat
asam. Pemilihan pelarut ditentukan oleh karakteristik dari senyawa yang akan ditentukan
kadarnya.
       Pelarut-pelarut netral seperti alcohol, kloroform, benzene,dan dioksan atau asetil asetat
merupakan pelarut aprotik dan amfiprotik. Sedangkan pelrut yang bersifat asam seperti asam
asetat glacial, asam asetat anhidrat digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat basa.

Indikator
Untuk titrasi basa lemah dan garam-garamnya:
1.      Kristal violet
2.      Metilrosanilin klorida
3.      Merah kuinaldin
4.      Alfa – naftol benzein
5.      Hijau malakit
Untuk senyawa basa yang relative lebih kuat:
1.      Metal merah
2.      Metal orange
3.      Timol blue

Larutan baku
       Titran yang paling sering digunakan adalah asam perklorat, dalam pelarut asam asetat
glacial atau pelarut yang relative netral seperti dioksan. Titran ini berfungsi sebagai larutan
baku. Asam perklorat merupakan asam terkuat yang sudah umum yang bereaksi sempurna
dengan basa-basa lemah.

Contoh pembakuan asam perklorat 0,1 N


Prosedur :
Timbang kurang lebih 700 mg kalium biftalat secara saksama (sebelumnya dipanaskan
pada suhu 105oC selama 3 jam), larutkan dalam asam asetat glacial dalam Erlenmeyer 250
ml. Tambahkan 2 tetes indikator Kristal violet dan titrasi dengan asam perklorat hingga
warna violet menjadi biru kehijauan.
Tiap ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 20,42 mg kalium biftalat.
Penetapan Kadar

         Titrasi Bebas Air Cara I (  FI III : 823)


Untuk basa dan garamnya kecuali dinyatakan lain, larutkan sejumlah zat seperti yang
tertera pada masing – masing monografi dalam sejumlah volume asam asetat glacial P yang
sebelumnya telah dinetralkan dengan asam perklorat 0,1 N menggunakan indicator Kristal
violet P ,bila perlu dihangatkan kemudian dinginkan. Titrasi dengan asam perklorat 0,1 N
hingga perubahan warna indicator sampai sesuai dengan harga maksimum dF/dV. Jika titrasi
dilakukan secara potensiometri, E adalah daya elektrotik dalam mV dan V adalah volume
dalam ml.  
         Coffein (  FI III : 175)
Lakukan penatapan menurut  Cara I  yang tertera  pada Titrasi Bebas Air
menggunakan 400mg yang ditimbang seksama larutkan dalam 40 ml anhidrat asetat P,
panaskan, dinginkan, tambahkan 80 ml benzene P.
1 ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 19,42 mg C8H10N4O2

Mekanisme  Kerja

Coffein
1)      Disiapkan alat dan bahan.
2)      Ditimbang 52 mg coffein.
3)      Dimasukkan dalam Erlenmeyer.
4)      Ditambah 2 tetes indikator Kristal violet.
5)       Titrasi dengan HClO3                ad larutan warna hijau zamrud.

Mekanisme Reaksi
  Reaksi titran dengan pelarut
                            O     O                              O       O
HClO4    + CH3 –C     C – CH3                 CH3-C        C-CH3         
, H+ + ClO4
                               O                                       O

  Reaksi sampel dengan pelarut


                                 CH3                                                                                        
                   O          
N                                                                                N

CH3 – N                             +   CH3 – C        C-CH3      


CH3   N                                                                                            
     O          N                   N                     O                                       
     Coffein
                O         O                     
   + CH3  - C         C- CH3
                      O
  Reaksi titran dengan sampel
               O          CH3
 
                           N                                                   O          N

CH3-N                       N    H+  + ClO4-        CH3-N                           


+HClO4                  O              N                                                                      O               N
   CH3                                                              CH3
                   Coffein

Perhitungan

 Data
SAMPEL BERAT SAMPEL VOLUME TITRAN
Coffein (BM 194,19) (mg) (ml)
1
260 8,75
2
260 9,00
3
260 9,50

                   Cara 1 =      V. N.  BE


                                       Mg sampel 
                     % kadar 1 = 8,75  x 0,1470 x 194,2    x  100%   = 96,07
%
                                                        260
                      % kadar 2 = 9,00  x  0,1470 x 194,2    x  100%  = 98,81
%
                                                        260
                     % kadar 3 = 9,50  x 0,1470 x 194,2    x  100% = 104,30
%
                                                        260                  
% kadar rata-rata =   96,07 % + 98,81 % + 104,30 %      =   99,73 %
3
Cara 2 :  mgrek Coffein = mgrek HCLO4
     % kadar 1 =   mg/BE  =  V. N
                           mg/194,2 = 8,75  x 0,1470
                                     mg = 249,79

                       = =                               

                       =                                               


  % kadar 2 =   mg/BE  =  V. N
                        mg/194,2 = 9,00  x 0,1470
                                  mg = 256,93

                       =                               

                       =                        
  % kadar 3 =   mg/BE  =  V. N
                        mg/194,2 = 9,50 x  0,1470
                                  mg =  271,20

                      =                                  

                       =                               

% kadar rata-rata = 
Menurut FI III
Koffeina mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%
C8H10N4O2   dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Jadi kadar kaffeina masuk rentang kadar sesuai literatur, dengan kadar kaffeina 99,73
%

C.    ALKALIMETRI DALAM PELARUT BEBAS AIR


Alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan
menggunakan baku basa.
Beberapa senyawa yang bersifat asam lemah dapat ditetapkan kadarnya secara
kuantitatif dalam pelarut bebas air yang sesuai dengan titik akhir yang tajam. Senyawa-
senyawa tersebut adalah asam-asam halide, asam-asam anhidrida,asam-asam amino, fenol,
sulfonamide, dan garam-garam organic dari asam-asam organic.
Asam borat yang merupakan asam anorganik lemah dapat dengan mudah dititrasi
dengan menggunakan etilendiamin sebagai titran. Ketiga H+ dari H3BO3 dapat dideteksi
dengan menggunakan potensiometer untuk mengamati terjadinya titik akhir titrasi.

Pelarut
          Pelarut-pelarut yang bersifat basa seperti etilen diamin dapat meningkatkan keasaman
dari asam-asam lemah seperti fenol sehingga fenol dapat ditetapkan kadarnya secara
kuaintitatif dengan menggunakan larutan baku litium atau Natrium metoksida.
Faktor – faktor yang dipertimbangkan dalam memilih pelarut:

1.      Kelarutan dari senyawa- senyawa yang akan dianalisis dalam pelarut


2.      Kekuatan relatif kebasaan dari pelarut
3.      Ketajaman titik akhir
4.      Ketidak reaktifan pelarut

Indikator
          Pengamatan titik akhir dapat menggunakan potensiometer atau secara visual.
Penggunaan potensiometer merupakan pemilihan utama untuk menentukan titik akhir titrasi
bebas air. Pemilihan indikator secara visual berdasarkan pengalaman empiric dan dilakukan
secara trial and error. Pengalaman menunjukkan bahwa azo violet merupakan indikator
pilihan untuk titrasi asam-asam yang keasamannya lemah atau medium dalam pelarut butil
amin; timol blue merupakan indikator pilihan untuk titrasi asam-asam yang keasamannya
lemah atau medium dalam pelarut dimetil formamid.
          Dalam titrasi dengan logam alkoholat, azo violet akan berubah warna sebelum timol
blue. Warna biru cerah merupakan warna titik akhir titrasi untuk indikator azo violet dan
timol blue.

Contoh pembakuan Natrium metoksida


          Larutkan kurang lebih 400 mg asam benzoate yang ditimbang saksama dalam 80 ml
dimetil formamida, tambahkan 3 tetes indikator timol blue dan titrasi dengan Natrium
metoksida sampai terbentuk warna biru. Lakukan koreksi banyaknya volume Natrium
metoksida yang diperlukan untuk mentitrasi 80 ml dimetil formamida.
 Tiap ml Natrium metoksida 0,1 N setara dengan 12,21 mg asam benzoate.

Larutan baku
Titran yang sering digunakan pada TBA senyawa-senyawa yang bersifat asam lemah
adalah natrium metoksida , litium metoksida dalam methanol, atau tetrabutil ammonium
hidroksida dalam dimetilformamid.
Kalium metoksida yang merupakan basa yang lebih kuat, tidak digunakan karena
dapat membentuk endapan gelatinus. Dalam beberapa keadaan yang mana natrium metoksida
juga membentuk endapan gelatinus maka litium metoksida merupakan pilihan. Titran-titran
basa lainnya adalah natrium aminometoksida (merupakan basa yang paling kuat), dan
natrium trifenilmetan yang digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat asam lemah
seperti fenol dan pirol.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia III. Jakarta: Depkes RI.
Astutinur, rini. 2012. Titrasi-bebas-air. http://riniastutinur.blogspot.com
            Diakses pada tanggal 14 Oktober 2012, pukul 8:45
Gandjar, I.G., dkk. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mursyidi, Ahmad Dr., Rohman, Abdul. 2008. Volumetri dan Gravimetri. Yogyakarta: UGM Press.
Underwood., Day. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Diposting oleh Grachiez grethaoz di 06.03 

Reaksi: 
 
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Anda mungkin juga menyukai