Anda di halaman 1dari 15

TBA(Titrasi Bebas Air)

BAB I
PENDAHULUAN
1.
A. Latar Belakang
Titrasi bebas air merupakan suatu jenis titrasi yang tidak menggunakan pelarut air
melainkan digunakan pelarut organik. Dengan pelarut organik tertentu, kekuatan asam
atau basa lemah dapat diperbesar sehingga memungkinkan suatu titrasi yang tidak
memuaskan dalam pelarut air. Titrasi bebas air menggunakan pelarut organik untuk
mempertajam titik akhir titrasi asam/basa lemah. Disamping itu titrasi ini juga
dilakukan untuk senyawa yang sukar larut dalam air.. Yang tidak kalah penting adalah
pengaruh konstante dialetrik pada reaksi protolisis pada pelarut bukan air
Penggunakan pelarut organik untuk tirasi asam/basa lemah ini karena air sebagai
pelarut bersifat amfoter. Pada titrasi akan terjadi kompetisi reaksi antara sampel dan air
dengan titran sehingga tidak diperoleh titik akhir yang jelas.
Sebagian besar senyawa, terutama senyawa aktif organik, tidak dapat ditentukan dalam
larutan air menurut cara titrasi protolisis, karena sifat asam dan basanya tidak jelas.
Dalam kebanyakan hal titrasi protolisis akan mungkin jika dikerjakan dalam lingkungan
bebas iar. Kemungkinan ini dapat dimengerti, jika dilhat bahwa teori asam-basa
Bronsted juga berlaku untuk pelarut bukan air.
1.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana cara penentuan kadar suatu zat dengan metode titrasi bebas air?
2.
Reaksi apa yang terjadi pada titrasi bebas air?
3.
C. Maksud Praktikum
Adapun maksud dari praktikum yang dilakukan adalah untuk mengetahui dan
memahami cara penentuan kadar kafein dengan menggunakan titrasi bebas air.
1.
D. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum yang dilakukan adalah untuk menentukan kadar kafein
dengan menggunakan titrasi bebas air.

1.
E. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah kita dapat menentukan dan menetapkan
kadar senyawa obat-obatan atau zat-zat yang tidak dapat larut dalam air terutama basabasa organik. Karena banyak obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah yang sukar
larut dalam air. Dengan memilih pelarut yang tepat, penetapan kadar dari komponen
campuran asam atau basa juga dimungkinkan.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.
A. Teori Umum
Pengaruh pelarut aprotik terhadap titrasi bebas air adalah senyawa HCl yang dilarutkan
akan tidak bereaksi dengan pelarut, karena itu kekuatan asamnya tidak berkurang.
Sebagai ukuran untuk kekuatan asam adalah afinitas proton. Makin kuat proton terikat
makin sedikit proton yang diberikan dan asamnya akan semakin meningkat / kuat.
Begitupun dengan basa (Rivai, 1995).
Dalam penitrasian bebas air, indikator bereaksi dengan H atau melepaskan H , masingmasing disertai dengan terjadinya perubahan warna. Perubahan warna sangat
tergantung dari jenis sampel. Oleh karena itu, pemilihan indikator secara empiris, yaitu
menggunkan potensiometer bersama-sama dengan indikator visual yang diselidiki.
Indkator yang diplih adalah yang memperlihatkan perubahan warna yang tajam dekat
dengan titik ekuivalen. Untuk titrasi basa lemah dan garam-garamnya dapat digunakan
crystal violet, methyl-rosaniline chloridee, quanalfine red, naphtholbenzein dan
malchite green. Untuk basa-basa yang realtif lebih kuat dapat digunakan methyl red,
methyl orange, dan thymol blue (Harmita, 2006).
Reaksi yang terjadi pada titrasi bebas air dapat diterangkan dengan konsep dari
Bronsted dan Lowry, yaitu bahwa asam adalah pemberi proton (proton donor)
sedangkan basa adalah penerima proton (Proton acceptor) (Harmita, 2006).
+

Maka akan terdapat konsentrasi yang lebih besar dari proton yang tersolvasi dalam
pelarut tersebut. Jadi, bisa terlihat bahwa jika HB itu asam lemah untuk dititrasi
dengan layak larutan berair, jika dapat meningkatkan keasamannya dan juga
titrabilitasnya dengan memilih pelarut yang lebih basa dari air (Underwood, 1993).

Pada pelarut asam lemah dan basa lemah dalam lingkungan bebas air harus
diperhatikan pengaruh pelarut bukan air terhadap tetapan ionisasi, tetapan dissosiasi,
tetapan asam asam dan basa senyawa yang hendak dititrasi. Yang tidak kalah penting
adalah pengaruh konstanta dialetrik pada reaksi protolisis pada pelarut bukan air
(Wunas, 1986).
Titrasi bebas air atau titrasi non-Aqua adalah titrasi yang menggunakan pelarut organik
sebagai pengganti air. Dengan pelarut organik tertentu, kekuatan asam atau basa lemah
dapat diperbesar sehingga memungkinkan suatu titrasi yang tidak memuaskan dalam
pelarut air. Dibidang farmasi teknik kini banyak dipakai karena banyak obat bersifat
asam atau basa lemah yang suka larut dalam air. Dengan pemilih pelarut yang tepat,
penetapan kadar dari komponen campuran asam atau basa juga dimungkinkan. Teori
asam-basa dari arrhenius ternyata tidak berhasil menjelaskan sifat karakteristik dari
asam dan basa dalam pelarut organik. Dalam hal ini, teori yang umum telah
dikemukakan oleh bronsted. Menurut teori ini, asam adalah pemberi proton, sedangkan
basa adalah penerima proton (Anonim, 2012).
Dalam pemilihan pelarut, ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu sifat asam-basa
dari pelarut. Untuk menitrasi basa lemah, maka dipilih pelarut yang lebih bersifat asam
dan demikian pula sebaliknya. Misalnya, pada titrasi basa lemah, asam asetat lebih baik
daripada air, Tetapan dan autoprotolisis serta Tetapan dielektrik. Asam perklorat sejauh
ini merupakan asam yang telah luas digunakan untuk titrasi basa lemah, karen asam ini
adalah asam yang sangat kuat yang sangat mudah didapat. Basa lemah dititrasi paling
sering dalam larutan asam asetat glasial. Normalnya pengaruh temperatur pada volume
titran teukur dapat diabaikan dengan diabaikan dengan larutab berair pada variasi
temperatur kamar basa. Pelarut organik seperti asam asetat, benzena, dan metanol
sebaiknya mempunyai koefisien ekspansi ternal yang agak besar, dan perubahan
volumenya tidak bisa diabaikan jika titran tersebut berada pada temperatur
standarisasinya (Underwood, 1993)
Titrasi titrimetri dalam lingkungan bebas air, pelarut mengambil bagian yang amat
penting untuk reaksi stoikiometri, dimana pelarut tersebut dapat mengambil bagian
dalam reaksi. Ada tiga teori yang menerangkan reaksi netralisasi dalam suatu pelarut
yaitu teori ikatan hidrogen, teori Lewis dan teori Bronsted. Penggunaan pelarut aprotik
pada titrasi bebas air memberikan dua keuntungan. Pelarut tidak mempunayi efek
menyetingkatkan keasaman/kebasaan asam basa yang bereaksi sesamanya. Garam yang

terjadi pada titrasi tidak akan diuraikan secara protolitik oleh pelarut. Kerugiannya
adalah sifat yang sedikit polar atau non polar yang mempunyai daya pelarutan kecil
uuntuk protolit dan pendesakan kembali disosiasi. Disebabkan terdesaknya kembali
disosiasi, maka kemampuan hantaran suatu larutan akan sangat dikurangi, sehingga
misalnya penentuan potensiometri suatu titrasi tidak mungkin dilakukan (Roth, 1988).
Seperti telah diuraikan diatas, kekuatan asam basa ditentukan pula oleh kemampuan
pelarut untuk menerima dan melepaskan proton. Berdasarkan hal ini maka pelarut
dapat dibedakan menjadi (Anonim, 2012) :
1.
Pelarut protogenik, adalah pelarut yang mudah memberikan proton.
Misalnya : asam-asam
1.
Pelarut protofilik, adalah pelarut yang mudah menerima proton.
Misalnya : basa-basa, eter, keton
1.

Pelarut amfiprotik, adalah pelarut yang dapat menerima maupun memberikan


proton.
Misalnya : air, asam asetat, alkohol
1.

Pelarut aprotik, adalah pelarut yang tidak dapat menerima maupun memberikan
proton.
Misalnya : kloroform, benzen, dioksan
Digunakan pelarut organic bukan air karena senyawa tersebut tidak dapat larut dalam
air, disamping itu kurang reaktif dalam air seperti misalnya garam-garam amina,
dimana garam-garam ini dirombak lebih dahulu menjadi basa yang bebas larut dalam
air, sari dengan pelarut organik lain dan direaksikan dengan asam baku berlebih, yang
kemudian pelarutnya diuapkan dan barulah kelebihan asam ditentukan kembali dengan
basa baku sedangkan senyawa-senyawa organik yang mengandung nitrogen ditentukan
dengan metode Kjeldahl. (Dhanar Dani, 1998).

1.

B. Uraian Bahan
A.
Asam anhidrat (Ditjen POM, 1979)

Nama resmi

: ANHIDRAT ASETAT

Nama lain

: Asam asetat anhidrat

RM / BM
Rumus struktur

: (CH CO) O / 102


: CH3 CO O CO CH3
3

Pemerian

: Cairan jernih tidak berwarna, berbau tajam.

Kelarutan

: Mudah larut dalam air

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan

: Sebagai pelarut

1.
Asam Perklorat (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi
: PERCHLORIT ACID
Nama lain

: Asam perklorat

RM / BM

: HClO / 100,5

Rumus struktur

O Cl O H
O
Pemerian

: Cairan jernih tak berwarna

Kelarutan

: Bercampur dengan air

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan

: Sebagai titran

1.
Benzena (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi
: BENZENA
Nama lain

: Benzena

RM / BM
Rumus struktur

: C H / 78,11
:
6

Pemerian

: Cairan tidak berwarna, transparan, mudah terbakar.

Kelarutan

: Mudah larut dalam air dan alcohol 95%

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan

: Sebagai pereaksi

1.
Kafein (Ditjen POM, 1797)
Nama resmi
: COFFENIUM
Nama lain

: Kofein

RM / BM
Rumus struktur

: C H O / 194,19
:
8

10

Pemerian
: Serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih, biasanya
menggumpal; tidak berbau; rasa pahit

Kelarutan
: Agak sukar larut dalam air, dalam etanol, mudah larut dalam
kloroform, sukar larut dalam eter.
Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan

: Sebagai sampel

1.
Kristal Violet (Ditjen POM)
Nama resmi
: KRISTAL VIOLET
Nama lain

: Gertian violet

RM / BM
Pemerian

: C H ClN / 408
: Hablur berwarna hjiau tua.
22

30

Kelarutan
: Sukar larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P.
Larutannya berwarna lembayung tua.
Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan

: Sebagai indikator

C. Prosedur Kerja (Anonim, 2012)


Lakukan penetapan kadar dengan cara titrasi bebas air dengan menggunakan 200 mg
yang ditimbang seksama sebagai pelarut yang digunakan 10 ml anhidrat asam asetat p
dan 20 ml benzena p.
Tiap ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 19,42 mg C H N O .
8

10

BAB III
KAJIAN PRAKTIKUM
1.
A. Alat yang dipakai
Adapun alat-alat yang digunakan pada percobaan kali ini adalah bulp, buret 50 ml,
corong, erlemeyer 100 ml, gelas arloji, gelas kimia 50 ml, gelas ukur 50 ml, timbangan
Analitik, pipet tetes, pipet volume 10 ml, sendok tanduk, dan statif.
1.
B.
Bahan yang digunakan
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah alkohol,
aluminium foil, asam anhidrat asetat, asam perklorat, benzena, indikator kristal violet,
dan kofein serta tisue.

1.
C.
Cara Kerja
Pertama-tama ditimbang kofein sebanyak 200 mg. Kemudian dilarutkan kedalam 10 ml
asam anhidrat dan dipanaskan. Setelah itu didinginkan, setelah dingin ditambahkan 20
ml benzena. Setelah itu diteteskan indikator krystal violet sebanyak 3 tetes (warna
ungu), kemudian dititrasi dengan asam perklorat sampai pada titik akhir titrasi ditandai
dengan perubahan warna. Dicatat volume asam perklorat yang terpakai.

1.
2.

BAB IV
KAJIAN HASIL PRAKTIKUM
A. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan
NO

Berat sampel (mg)

Vol. Titrasi (ml)

1.

203,5 mg

10 ml

2.

200,5 mg

9 ml

1.
2. Perhitungan
Berat setara asam perklorat terhadap kafein adalah
Kadar % I

= =
= 97,428987715 %

= 97,43 %
Kadar % II =
=
= 88,998100249 %
= 88,99 %
Nilai kadar rata-rata =
=
= 93,21 %
1.

Reaksi

1.
B. Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan penetapan kadar kafein dengan menggunakan metode
titrasi bebas air berdasarkan reaksi netralisasi. Reaksi netralisasi merupakan reaksi
antara asam dan basa yang setara menurut perhitungan stokiometri. Indikator yang
digunakan adalah indikator larutan kristal violet. Titik akhir titrasi ditandai dengan
tepat berubahnya warna larutan dari ungu menjadi hijau.
Titrasi bebas air adalah titrasi yang dilakukan untuk larutan yang tak dapat larut dalam
air tetapi dapat larut dalam pelarut-pelarut organik lainnya, seperti misalnya asam
salisilat. Dalam percobaan ini semua alat harus dibebas dari air dengan menggunakan
alkohol sebagai pembilas karena sifat alkohol yang mudah menguap. Selain itu alkohol
juga bersifat inert sehingga diharapkan dapat membantu menghilangkan sisa-sisa air
yang mungkin menempel pada dinding alat.

Dalam percobaan ini dilakukan pengeringan sampel dalam oven selama beberapa jam
hal ini dilakukan untuk menghilangkan air yang mungkin terkandung dalam sampel
yang akan ditetapkan konsentrasinya.
Pada percobaan ini seharusnya dilakukan titrasi blangko untuk melihat sampai berapa
mililiter (ml) pengaruh pelarut dalam reaksi penetralan ini. Titrasi blangko dapat
dilakukan dengan mentitrasi asam asetat glasial dengan indikator krital violet.
Pada pembuatan asam perklorat ditambahkan asam asetat anhidrat untuk mereaksikan
asam asetat anhidrat dengan air, sehingga benar-benar bebas air. Hal ini sesuai dengan
reaksi :
CH -CO-O-OC-CH + H O
2 CH COOH
Berdasarkan reaksi di atas air akan terikat dengan asam asetat anhidrat sehingga akan
membentuk asam asetat.
3

Pada percobaan ini didapatkan hasil konsentrasi asam perklorat adalah 0,1021 N. Pada
percobaan titrasi bebas air dilakukan untuk dapat mengetahui kadar senyawa kafein
dengan menggunakan larutan baku asam perklorat. Titik akhir titrasi ini ditandai
dengan berubahnya titrat menjadi warna kuning, sedangkan pada titik ekivalen ketika
warna larutan menjadi hijau. Pada titrasi pertama kami dapat volume titran adalah 10
ml, sedangkan untuk titrasi ke dua didapat volume titran yang bereaksi dengan titrat
adalah 9 ml.
Pada titrasi ini kami menggunakan asam perklorat sebagai titran dimana pelarut
mengambil bagian yang amat penting untuk reaksi stoikiometri, pelarut tersebut dapat
mengambil bagian dalam reaksi. Penggunaan pelarut aprotik asam perklorat pada
titrasi bebas air memberikan dua keuntungan. Pelarut tidak mempunyai efek
menyetingkatkan keasaman/kebasaan asam basa yang bereaksi sesamanya. Garam yang
terjadi pada titrasi tidak akan diuraikan secara protolitik oleh pelarut. Kerugiannya
adalah sifat yang sedikit polar atau non polar yang mempunyai daya pelarutan kecil
uuntuk protolit dan pendesakan kembali disosiasi. Disebabkan terdesaknya kembali
disosiasi, maka kemampuan hantaran suatu larutan akan sangat dikurangi, sehingga
misalnya penentuan potensiometri suatu titrasi tidak mungkin dilakukan.

Berdasarkan pada volume titrasi, dengan menggunakan rumus penentuan kadar yang
telah ditentukan diperoleh kadar kafein pada titrasi pertama adalah 97,43 %, dan pada
titrasi kedua didapat kadar kafein adalah Sehingga jika dirata-ratakan maka kadar
kafein adalah 88,99 %. Hal ini ternyata tidak sesuai dengan literature. Dimana dalam
literature bahwa kadar kafein itu tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101%.
Adapun faktor-faktor yang dapat salah pengamatan dalam melakukan percobaan ini
adalah :
1.

Tidak dilakukannya titrasi blangko, sehingga volume titran akan semakin


banyak.
2.
Asam asetat yang digunakan mengandung pengotor, sehingga mengganggu titik
akhir titrasi.
3.
Alat-alat atau bahan-bahan yang digunakan ( seperti pembakuan HClO )
mungkin menggunakan air.
Aplikasi titrasi bebas air dalam bidang farmasi yaitu sebagai calon farmasi dapat
membuat suatu obat walaupun senyawa-senyawa penyusunnya itu sukar larut dalam air
dengan menggunakan pearut organik yang hampir sama khasiatnya bahkan lebih baik
jika dibandingkan dengan pelarut organik.
4

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
A. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang kami lakukan bahwa kadar titrasi I didapat 97,43 % dan
titarsi II didapat 88,99 %, sehingga kadar rata-rata kafein adalah 93,21 %.
B. Saran
Terima kasih kepada asisten yang telah membantu kami dengan optimal
sehingga dapat terlaksanakanya praktikum dengan baik, dan semoga dapat
ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2012. Penuntun Praktikum Kimia Analisis . Makassar :
Universitas Muslim Indonesia.

Ditjen POM.1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Harjadi, W. 1986. lmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia.

Roth, HJ. 1998. Analisis Farmasi. Yoyakarta : UGM Press.

Said, S. 1994. Analisis Kimia Farmasi Kuantitatif. Makassar : UNHAS

Rivai, H. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : Universitas Indonesia.

Underwood, Day RA. 1993. Analisa Kimia Kuantitatif. Surabaya :


Erlangga,.

Wunas, Said. 1986. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. Makassar : UNHAS.

Anda mungkin juga menyukai