Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

“Rekristalisasi Senyawa Organik”

Kelompok 9
Ketua Kelompok : Jennica Fidelia / 1401010031

Anggota Kelompok :
Chrisdina Harly Handoyo / 1401010044
Fadilla A. Larasaty / 1401010011
Fendy Wijaya / 1401010060
Veshia Handoko / 1401010040

Dosen Pembimbing: Deli Silvia, M.Sc


Asisten Laboratorium: Khairun Nufus

Modul 02
Hari & Tanggal Praktikum: Selasa, 3 Mei 2016
Hari & Tanggal Memasukan Laporan: Selasa, 10 Mei 2016

Program Studi Teknologi Pangan


Fakultas Ilmu Hayati
Universitas Surya
Tangerang
2016

ABSTRAK
Chrisdina Harly Handoyo (1401010044)
Fadilla A. Larasaty (1401010011)
Fendy Wijaya (1401010060)
Jennica Fidelia (1401010031)
Veshia Handoko (1401010040)

Rekristalisasi Senyawa Organik

(11; 3 tabel; 2 gambar; 1 lampiran)

Praktikum ini bertujuan untuk memurnikan senyawa aspirin dan asam salisilat melalui proses
rekristalisasi serta mengevaluasi efektivitas rekristalisasi dengan perbandingan titik leleh. Prinsip
dalam praktikum ini ialah perbedaan sifat kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan
zat pencampur atau pencemarnya. Sampel aspirin dan asam salisilat dilarutkan dalam pelarut akuades
dan dipanaskan hingga suhu 80oC. Zat pengotor dipisahkan dengan disaring, kemudian larutan zat
sampel aspirin dan asam salisilat dikristalkan dengan cara menjenuhkannya. Berdasarkan hasil
percobaan yang telah dilakukan menggunakan senyawa asam salisat dan aspirin, kedua senyawa dapat
direkristalisasi kembali sehingga didapatkan kristal masing-masing senyawa secara lebih murni.
Tingkat kemurnian aspirin adalah 73,4585% yang menunjukkan bahwa tablet aspirin yang digunakan
mengandung tidak terlalu banyak mengandung senyawa-senyawa lain. Sedangkan tingkat kemurnian
yang didapatkan pada percobaan untuk asam salisat mencapai 82,1499%. Kesalahan dan
ketidakakuratan hasil praktikum ini disebabkan oleh ketidaktelitian praktikan dalam melakukan
praktikum terutama kurang memperhatikan sifat-sifat senyawa yang diuji.

Referensi : 6 (1973-2013)
Kata kunci : asam salisilat, aspirin, kelarutan, rekristalisasi

I. Tujuan Praktikum:
1. Memurnikan senyawa organik melalui proses rekristalisasi.
2. Mengevaluasi efektivitas rekristalisasi dengan perbandingan titik leleh.

II. Teori/ Hipotesis :


Rekristalisasi merupakan teknik pemurnian suatu zat padat dari pengotornya dengan cara
mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai yang didasarkan
pada kemiripan kelarutannya. Prinsip dasar dari proses rekristalisasi ini adalah perbedaan kelarutan
antara zat yang akan dimurnikan dengan zat pengotornya, dimana konsentrasi zat pengotor umumnya
lebih kecil dibandingkan konsentrasi dari zat yang dimurnikan. Dalam kondisi dingin, konsentrasi
pengotor yang rendah akan tetap dalam larutan sementara zat yang berkonsentrasi tinggi akan
mengendap. Proses ini terdapat kelemahannya yakni sebagian senyawa murni yang diinginkan dapat
ikut terlarut dalam zat pengotornya. Bentuk dan ukuran kristal yang dihasilkan akan mempengaruhi
proses penyaringan dan pencucian. Semakin besar ukuran kristal yang terbentuk selama proses
pengendapan, maka semakin mudah untuk disaring (Anita, 2011)
Menurut (Williamson, 1999) proses rekristalisasi terdiri atas 7 (tujuh) langkah yang dilakukan
yaitu memilih pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna larutan, memindahkan zat padat,
mengkristalkan larutan, mengumpulkan dan mencuci kristal yang biasanya menggunakan filtrasi,
mengeringkan produknya/hasil. Faktor yang mempengaruhi rekristalisasi merupakan konsentrasi
larutan, suhu sampel selama proses berlangsung, sifat dasar dari sampel (kelarutan, kejenuhan, dll),
tekanan lingkungan, serta kemurnian dari sampel yang digunakan (Harwood et al., 1999)
Pelarut yang digunakan dalam proses rekristalisasi menjadi faktor utama yang dapat
mempengaruhi keberhasilkan rekristalisasi. Oleh karena itu, ada beberapa syarat yang harus
diperhatikan dalam pemilihan larutan yang cocok yaitu sebagai berikut
a. Pelarut tidak bereaksi dengan zat yang dilarutkan.
b. Partikel zat terlarut tidak larut pada pelarut dingin tetapi larut dalam pelarut yang panas.
c. Pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak melarutkan zat
pencemarnya.
d. Titik didih pelarut harus rendah. Hal ini akan mempermudah proses pengeringan kristal yang
terbentuk.
e. Titik didih pelerut harus lebih rendah dari titik leleh zat yang akan dimurnikan agar zat yang
dilarutkan tidak terurai saat pemanasan berlangsung.
f. Kelarutan merupakan fungsi dari polaritas pelarut dan zat terlarut, dimana pelarut polar akan
melarutkan senyawa polar dan pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa non polar (Anita,
2011).
Aspirin disebut juga asam asetilsalisilat atau acetylsalicylic acid (C9H8O4), dapat dibuat
dengan cara asetilasi senyawa phenol (dalam bentuk asam salisilat) menggunakan anhidrida asetat
dengan bantuan sedikit asam sulfat pekat sebagai katalisator. Aspirin digunakan sebagai senyawa
analgesik yang efektif sebagai pereda rasa nyeri, anti-inflamasi untuk mengurangi sakit pada cedera
ringan seperti bengkak dan luka yang memerah, serta antipretik yang berfungsi sebagai obat penurun
demam. Karakteristik dari aspirin yaitu berbentuk serbuk atau butiran kristal yang berwarna putih dan
tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, bersifat stabil dalam udara yang kering tetapi mudah
terdegradasi oleh uap air (menjadi asam asetat dan asam salisilat). Aspirin larut dalam air, etanol,
kloroform, eter, larutan hidroksida, karbonat (Baysinger, 2004).
Gambar 1. Struktur Kimia Aspirin Gambar 2. Struktur Kimia Asam Salisilat
sumber: http://www.chemspider.com/ sumber: http://www.chemspider.com/

Asam salisilat (C7H6O3) merupakan asam yang bersifat iritan lokal, yang dapat digunakan
secara topikal. Turunan dari asam salisilat yang digunakan sebagai obat luar terdiri atas dua kelas
yakni ester dari asam salisilat dan ester dari asam organik. Turunannya yang paling dikenal adalah
asam asetilsalisilat. Asam salisilat memiliki titik leleh 158,6 oC. Sifat kimianya ialah larut dalam air,
mudah larut dalam kloroform dan eter, tidak cepat menguap, lebih stabil terhadap panas, serta tidak
mudah terbakar (CR Scientific LLC, 2013).

III. Prosedur Praktikum:


A. Alat
1. Hot plate and Magnetic stirrer
2. Termometer
3. Pengaduk kaca
4. Gelas beaker 50 mL
5. Gelas beaker 250 mL
6. Labu erlenmeyer 50 mL
7. Gelas ukur 100 mL
8. Cawan kaca
9. Mortar dan alu
10. Corong pisah
11. Neraca analitik merek Kern ABJ
12. Oven
13. Kulkas

B. Bahan
1. Kertas saring
2. Akuades dingin
3. Akuades biasa
4. Ice gel
5. Asam salisilat
6. Aspirin

C. Prosedur Kerja
Terdapat beberapa perubahan pada prosedur kerja yang dilakukan saat praktikum. Berikut
adalah revisi prosedur kerja tersebut.
1. Persiapan bahan
a. Akuades sebanyak 100 mL dituang ke dalam labu erlenmeyer untuk dipanaskan diatas
hotplate. Suhu akuades diukur hingga mencapai suhu ±80 oC dengan teliti.
b. Asam salisilat dan aspirin ditumbuk secara terpisah sehingga menjadi bubuk halus dan
ditimbang dengan massa masing-masing 0,5 gram.
c. Empat lembar kertas saring diberi tanda pembeda atau dilabelkan, kemudian massa
kertas saring diukur satu per satu.
2. Rekristalisasi sampel
a. Setiap bubuk sampel dilarutkan secara terpisah dengan 30 mL akuades hangat ke
dalam labu erlenmeyer. Kemudian setiap larutan dipanaskan di atas hotplate dengan
magnetic stirer dengan hati-hati selama 10 menit. Pada proses pengadukan, suhu
larutan sampel diatur agar menghindari proses pemanasan yang menyebabkan larutan
mendidih.
b. Corong pisah dan kertas saring yang ada dihangatkan juga selama proses pelarutan
sampel agar dapat digunakan pada filtrasi tahap I.
c. Filtrasi tahap I
Padatan yang tidak dapat terlarut pada larutan sampel dipisahkan dengan
menggunakan corong pisah dan kertas saring yang telah dihangatkan. Lalu filtrat dari
larutan ditampung ke dalam gelas beaker 50 mL.
d. Rekristalisasi
Filtrat larutan direndam ke dalam air es selama 15 menit agar kristal dalam proses
rektristalisasi cepat terbentuk. Pada tahap ini suhu pendinginan diukur dan dicatat dan
mengamati tahap-tahap pembentukan kristal.
e. Filtrasi tahap II
Hasil rekristalisasi larutan berupa fase padatan dan cairan dipisahkan dengan
menggunakan corong dan kertas saring yang telah dibilas menggunakan akuades
bersuhu ruangan. Untuk memastikan kedua fasa, yaitu kristal dan cairnya benar benar
terpisah seluruhnya maka diperlukan untuk membilas kertas saring secara berulang.
f. Hasil filtrasi dari tahap I dan II dikeringkan dengan menggunakan oven dan desikator.
g. Massa kristal diukur dengan menggunakan timbangan neraca analitik, kemudian
kristal-kristal yang terbentuk diamati dengan menggunakan mikroskop agar melihat
warna dan bentuk kristal dengan jelas .

IV. Hasil dan Diskusi:


4.1 Hasil Data
Tabel 1. Massa Kristal
Tabel 2. Persentase Kemurnian Kristal dan Zat Pengotor

4.2 Pembahasan
Berdasarkan data pada Tabel 1, diketahui bahwa massa kristal Aspirin yang didapatkan
adalah 0,3717 gram, sedangkan massa kristal asam salisilat yang didapatkan adalah sebanyak 0,4165
gram. Masing-masing sampel memiliki massa awal yang hampir sama, yaitu 0,5060 gram untuk
sampel aspirin dan 0,5070 gram untuk sampel asam salisilat. Kedua sampel diperlakukan dengan
sama. Mula-mula dilakukan penimbangan massa kertas saring yang selanjutnya akan digunakan untuk
menyaring hasil kristal. Kemudian setiap sampel ditimbang lalu dilarutkan dengan sejumlah pelarut
kemudian dipanaskan sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer pada suhu tertentu selama
beberapa waktu. Tujuan dari pemanasan sambil diaduk adalah agar sampel dapat larut dengan lebih
sempurna. Pada praktikum ini, pelarut yang digunakan adalah akuades dengan sebanyak 30 mL. Asam
salisilat memiliki gugus polar dan nonpolar, sehingga senyawa tersebut tidak mudah larut dalam
pelarut yang hanya bersifat polar saja ataupun nonpolar saja, seperti akuades yang merupakan pelarut
polar. Oleh karena itu, penggunaan akuades sebagai pelarut asam salisilat kurang efektif karena serbuk
asam salisilat yang sulit larut dalam akuades dan menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk
melarutkannya cukup lama. Sedangkan untuk aspirin, akuades merupakan pelarut yang cukup baik
namun tidak semua bubuk aspirin dapat terlarutkan karena adanya kandungan-kandungan lain dalam
aspirin yang tidak dapat larut dalam akuades. Proses pelarutan dibantu dengan menaikkan suhu pelarut
akuades hingga suhu 80oC. Pemanasan bertujuan untuk mempercepat proses pelarutan sampel serbuk
asam salisilat karena bubuk asam salisilat cenderung tidak larut dalam air pada suhu ruang. Dengan
demikian, setiap sampel yang telah ditimbang kemudian dicampurkan dengan 30 mL akuades dan
dimasukkan ke labu Erlenmeyer dan ditutup aluminium foil, lalu dipanaskan pada suhu 80oC selama
10 menit sambil terus diaduk menggnakan magnetic stirrer. Setiap 3 menit sekali suhu dicek
menggunakan termometer agar tidak lebih dari 80 oC, hal ini dilakukan agar kristal sampel tidak
menguap sehingga memengaruhi hasil akhir kristal. Sampel kemudian disaring menggunakan kertas
saring dengan bantuan corong kaca yang sudah dipanaskan sebelumnya. Penyaringan larutan sampel
dilakukan dua kali, yakni terdiri dari penyaringan pertama yang dilakukan untuk memisahkan padatan
tidak larut yang bukan asam salisilat (zat pengotor) dan penyaringan kedua yang dilakukan untuk
memisahkan kristal asam salisilat murni yang sudah terbentuk setelah proses pendinginan dari
pelarutnya. Penyaringan pertama harus dilakukan dengan cepat sebelum kristal terbentuk agar tidak
mengurangi hasil akhir kristal. Hasil penyaringannya kemudian dimasukkan ke dalam lemari
pendingin untuk mempercepat pembentukan kristal. Larutan kemudian disaring kembali menggunakan
kertas saring untuk memisahkan antara kristal yang terbentuk dan pelarut. Hasil kristal kemudian
dipanaskan dalam oven bersama dengan kertas saring selama 1 jam untuk menguapkan air yang terikat
dalam kertas saring maupun asam salisilat sehingga pelarut yang diperoleh hasil kristal yang kering.
Selanjutnya dilakukan penimbangan massa kristal asam salisilat bersama dengan kertas saringnya dan
kemudian dihitung massa kristalnya saja dengan menghitung selisihnya dengan massa kertas saring
yang telah ditimbang pada awal praktikum.
Aspirin merupakan obat yang mengandung asetil salisilat dan senyawa-senyawa lain, sehingga
dalam praktikum ini, sampel yang digunakan tidaklah murni 100% asetil salisilat. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa sampel aspirin memiliki kemurnian 73,4585% dengan presentase pengotor
sebesar 26,5415%. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam 100% tablet aspirin, kandungan asetil
salisilatnya sebesar 73,4585% dengan tambahan senyawa-senyawa lain sebesar 26,5415%. Pada saat
pelarutan aspirin menggunakan akuades, tidak semua partikel aspirin dapat terlarut, hal ini disebabkan
karena akuades adalah pelarut polar, namun tidak semua senyawa yang terkandung dalam tablet dapat
larut dalam pelarut polar. Pada umumnya, aspirin memiliki karakteristik tidak berbau, stabil dalam
udara kering namun dapat bereaksi menjadi asam salisilat dan asam asetat saat udara lembab, dan
dapat sedikit larut dengan pelarut alkohol, kloroform dan eter (Pringgodigdo dan Shadily, 1973).
Setelah diamati dengan mikroskop, didapat bahwa bentuk kristal aspirin seperti lempengan-lempengan
yang tersusun dan memiliki ujung tumpul. Berdasarkan literatur yaitu dari CR Scientific LLC,
didapati bahwa kristal yang didapatkan memiliki bentuk yang mirip dengan literatur.
Asam salisilat memiliki gugus polar dan non polar yang menyebabkannya tidak dapat larut
dengan sempurna bila dilarutkan dengan pelarut polar atau non polar saja. Asam salisilat memiliki
karakteristik tidak berbau, rasanya manis, dan larut dalam air panas serta mudah larut dalam alkohol.
Asam salisilat dan senyawa turunannya biasa digunakan sebagai bahan pembuatan berbagai macam
obat (Pringgodigdo dan Shadily, 1973). Hasil percobaan menunjukkan bahwa sampel yang digunakan
belum murni, hal ini dikarenakan berdasarkan hasil perhitungan tingkat kemurnian kristal sebesar
82,1499% dengan pengotor sebesar 17,8501%. Hasil tersebut dapat dikatakan kurang baik, karena
sampel yang digunakan adalah serbuk asam salisilat. Setelah hasil kristal diamati dibawah mikroskop,
didapati bahwa kristal asam salisilat yang didapatkan memiliki bentuk seperti jarum dan berwarna
bening, sehingga dapat dikatakan bahwa kristal yang didapatkan sudah sesuai dengan hasil literatur.
Pada percobaan ini, galat dapat terjadi akibat pemanasan yang tidak stabil akibat dari hotplate
yang terlalu panas. Hal ini disebabkan karena walaupun heater dimatikan, panas yang terdapat pada
hotplate masih ada, sehingga suhu tetap dapat mengalami kenaikan dan menyebabkan sampel
menguap. Kesalahan lain yang dapat terjadi adalah kertas saring yang kurang kering, sehingga ada
uap air yang terserap dan memengaruhi massa kertas saring, sehingga tidak didapatkan data massa
kertas saring yang benar. Terlalu rendahnya suhu larutan saat dilakukan penyaringan pertama juga
dapat memengaruhi hasil akhir kristal, hal ini dikarenakan sudah terbentuknya kristal terlebih dahulu,
sehingga kristal yang sudah terbentuk tertahan pada kertas saring dan mengurangi jumlah akhir kristal
yang terbentuk. Pada asam salisilat, penggunaan pelarut akuades yang merupakan pelarut polar dapat
juga menyebabkan serbuk asam salisilat tidak dapat terlarut sepenuhnya dan bagian asam salisilat
yang tidak terlarut tersaring pada saat penyaringan pertama, sehingga memengaruhi hasil akhir kristal.

V. Simpulan:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspirin yang digunakan memiliki persentase kemurnian
sebesar 73,4585% yang sisanya diperkirakan pengotor maupun sisa senyawa yang tidak mampu larut
dengan baik pada pelarut akuades. Hal ini karena kandungan aktif asam asetil salisilat merupakan zat
yang mudah larut namun aspirin juga memiliki kandungan inaktifnya yang bersifat tidak larut
sehingga tingkat kemurnian dari aspirin tidak 100%. Hal yang identik juga terjadi pada kemurnian
dari asam salisilat. Hasil menunjukkan bahwa kemurnian asam salisilat yang didapatkan adalah
sebesar 82,1499%. Ketidakmurnian ini terjadi karena proses pelarutan sampel yang tidak merata.
Kesalahan dapat ditinjau dari proses pemanasan hot plate yang terlalu panas sehingga membuat
penguapan sampel terjadi, serta tidak tersaring dengan baiknya sampel pada proses penyaringan.

VI. Referensi:
Anita P. 2011. Penentuan Metode Rekristalisasi yang Tepat untuk Meningkatkan Kemurnian Kristal
Amonium Perklorat (AP). Maj. Sains Teknol. Dirgant. 6: 64–70.
Baysinger G. 2004. CRC Handbook of Chemistry and Physics (85 ed.). CRC Press: New York.
CR Scientific LLC. 2013. Aspirin & Salysillic Acid. Diambil dari http://www.crscientific.com/article-
aspirin.html
Harwood LM, Moody CJ, Percy JM. 1999. Experimental Organic Chemistry. John Wiley and Sons,
Inc.: New York.
Pringgodigdo AG, Shadily HMA. 1973. Ensiklopedi Umum. Penerbit Kanisius.
Williamson. 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiments. Houghton Mifflin Company:
USA.

VII. Appendix:
6.1 Pertanyaan
1. Hitung yield dari kristal masing-masing sampel!
→ Perhitungan massa yield dan %yield aspirin dan asam salisilat:
Massa yield = massa kertas saring dengan kristal - massa kertas saring
Massa yield aspirin = 0,7415 gr - 0,3698 gr = 0,3717gr
Massa yield asam salisilat =0,7929 gr - 0,3764 gr = 0,4165 gr
%yield = massa yield/massa awal sampel x 100%
%yield aspirin= 0,3717 gram/0,5060 gram x 100% = 73,4585%
%yield asam salisilat = 0,4165 gram/0,5070 gram x 100% = 82,1499%
Yield kristal aspirin adalah sebanyak 0,4263 gram, dengan persentase sebesar 73,4585%
sedangkan yield kristal asam salisilat adalah sebanyak 0,4165 gr dengan presentase sebesar
82,1499%.

2. Senyawa apa yang berhasil direkristalisasi dari sampel aspirin?


→ Senyawa asam asetil salisilat.

3. Bandingkan penampakan kristal dengan literatur. Apakah kristal yang diperoleh adalah benar
senyawa tersebut?
→ Benar. Kristal yang diperoleh dari hasil pengamatan memiliki penampakkan yang serupa
dengan penampakkan kristal dari literatur yang diperoleh. Kristal aspirin dan asam asetil yang
terbentuk berwarna putih mengkilap namun memiliki bentuk yang berbeda, yakni kristal
aspirin berbentuk seperti lempengan tersusun sedangkan kristal asam salisilat berbentuk
seperti jarum.
Asam Salisilat Aspirin (Asam Asetilsalisilat)

Foto
Pengamatan

Foto Literatur

Sumber: (CR Scientific LLC,


Sumber: (CR Scientific LLC, 2013)
2013)
Tabel 3. Tabel perbandingan penampakan kristal Aspirin dan Asam Salisilat Hasil Percobaan dengan
Literatur

4. Berapa titik leleh teoritis dari kedua kristal tersebut?


→ Asam salisilat : 158,6oC
Asam asetil salisilat : 135oC

6.2 Dokumetasi

No. Foto Keterangan


1. Pemanasan pelarut akuades

2. Proses penyaringan sampel untuk mendapatkan


filtrat

3. Contoh hasil kristal sampel yang terbentuk


setelah proses penyaringan
4. Hasil pengamatan aspirin ( asam asetil salisilat)

5. Hasil pengamatan asam salisilat

Anda mungkin juga menyukai