Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

METODE TITRASI KOMPLEKSOMETRI

Dosen Pembimbing :
Mustika Furi, M.Si, Apt

Oleh Kelompok 5
Alimia Woelandari (1701048)
Desi Setia Wati (1701055)
Risma Nurhayati (1701080)
Sarah Amelia Azhar (1701081)
Siti Zubaidah (1701085)
Tryanita Aisyah (1701087)
Wahyudi (1601126)
Yolanda Maharani (1701092)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
PEKANBARU
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Esa atas segala pertolongannya kami

mampu menyelesaikan makalah ini. Makalah Metode Titrasi Kompleksometri ini

kami buat dalam rangka pemenuhan tugas mata kuliah Kimia Farmasi Kuantitatif.

Makalah ini kami susun berdasarkan dari berbagai sumber buku perpustakaan.

Sehingga makalah ini pun siap dengan kerja sama satu kelompok yang mau

membantu satu sama yang lain.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan lebih luas baik kepada

pembaca maupun kami sendiri, sebagaimana kita ketahui tidak ada manusia yang

terlahir sempurna begitupun dengan makalah ini memiliki kelebihan maupun

kekurangan. Oleh karena itu kami mohon saran dan kritiknya. terimakasih

Pekanbaru, 27 Februari 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................2
BAB II ISI ..............................................................................................................3
2.1 Pembentukan Senyawa Kompleks............................................................3
2.2 Prinsip Titrasi Kompleksometri................................................................6
2.3 Indikator Ttrasi Kompleksometri.............................................................6
2.4 Macam-Macam Titrasi kompleksometri..................................................9
2.4 1 Titrasi Langsung.............................................................................9
2.4.2 Titrasi Kembali...............................................................................9
2.4.3 Titrasi Subtitusi............................................................................10
2.4.4 Titrasi tidak langsung...................................................................10
2.5 Penetapan Titrasi Kompleksometri dan Perhitungan Kuantitatif...........10
2.5.1 Penentuan Kadar Air....................................................................10
2.5.2 Perhitungan kuantitatif dalam titrasi kompleksometri.................12
2.6 Hasil Open-ended Experiment................................................................14
BAB III PENUTUP..............................................................................................16
3.1 Kesimpulan.............................................................................................16
3.2 Saran.......................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bagi orang awam, mendengar zat kimia saja, mereka sudah beranggapan
bahwa itu adalah zat yang berbahaya, tetapi tanpa di sadarinya, di dalam
kehidupan sehari-hari kita bergelut dengan zat-zat kimia apakah itu kebutuhan
sehari-hari seperti makanan, minuman, pernafasan, pakaian, obat-obatan, sabun,
pasta gigi bahkan proses dalam tubuh kita sendiri juga berupa proses kimia, jadi
dengan kata lain kita tidak bisa lari dari zat kimia. Kenyataannya memang zat
kimia itu ada yang berfaedah buat kehidupan kita manusia tetapi juga berbahaya
bagi kehidupan kita manusia pada khususnya dan makhluk hidup pada umumnya.
Kompleksometri adalah suatu cara untuk penetapan kadar zat – zat (kation)
yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan suatu komplekson. Prinsipnya
adalah pembentukan senyawa kompleks antara ion logam dengan EDTA.
Titrasi kompleksometri adalah titrasi yang berdasarkan reaksi pembentukan
kompleks, misalnya penetapan kadar Ca (ion logam) dengan EDTA (garam
natrium dari asam etilendiaminatetra-asetat).
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa
kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah satu zat
pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri
adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA).
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling
mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan
kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga
banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas
tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada salah satu
tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan
pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit
terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk
melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral.

1
Titrasi kompleksometri atau kelatometri yaitu titrasi berdasarkan
pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar
mengion). Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling
mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan
kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga
banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas
tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi.
Titrasi kompleksometri ini digunakan untuk penetapan kation bervalensi
banyak dalam air. Di dalam dunia farmasi, metode ini banyak digunakan dalam
penetapan kadar suatu senyawa obat yang mengandung ion logam, misalnya
penentuan kadar MgSO4 yang digunakan sebagai laksativum atau ZnO yang
digunakan sebagai antiseptic. Sehingga kadar logam-logam yang ada dalam suatu
produk farmasi sehingga tepat kadar (sesuai standar) dan tidak menjadi toksik
serta membahayakan konsumen.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pembentukan senyawa kompleks
2. Bagaimana prinsip titrasi kompleksometri
3. Bagaimana kurva titrasi kompleksomteri dan indikator logam
4. Apa saja jenis titrasi kompleksometri
5. Bagaimana penerapan tittrasi kompleksomteri dan perhitungan kuantitatif

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pembentukan senyawa kompleks
2. Untuk mengetahui prinsip titrasi kompleksometri
3. Untuk mengetahuo kurva titrasi kompleksomteri dan indikator logam
4. Untuk mengetahui jenis titrasi kompleksometri
5. Untuk mengetahui penerapan titrasi kompleksometri dan perhitungan
kuantitatif

2
BAB II

ISI

2.1 Pembentukan Senyawa Kompleks

Banyak ion logam yang dapat dititrasi dengan suatu latutan pengompleks
untuk membentuk ion atau senyawa kompleks. Ion logam dalam pembentukan
komples tersebut berperan sebagai akseptor pasangan elektron (penyedia ruang),
sehingga disebut atom pusat, sedangkan larutan pengompleks atau titran adalah
donor pasangan elektron yang dikenal sebagai ligan. Jumlah ligan yang dapat
diikat oleh suatu ion logam dinyatakan dengan bilangan koordinasi. Bilangan
koordinasinya biasanya berjumlah 2,4,6 atau 8. Bilangan koordinasi yang dimiliki
oleh senyawa kompleks umunya berjumlah 4 atau 6. Bilangan koordinasi 4
dijumpai pada ion : Zn+, Cd2+, Hg2+, Pt2+, Pd2+, Bi2+, dan Al3+, sedangkan bilangan
koordinasi 6 dijumpai pada ion : Fe2+, Co2+, Ni2+, Al3+, Co3+, Cr3+, Sn4+, dan Pb4+.
Salah satu tipe rekasi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetik
melibatkan pembentukan (formasi) komples atau ion komplkes yang larut namun
sedikit terdisosiasi. Sebuah contohnya adalah reaksi dari ion perak dengan ion
sianida ke bentuk ion kompleks Ag(CN)2- yang amat stabil:
Ag+ + 2CN- Ag(CN)2-
Pada reaksi tersebut, ion Ag- mrupakan atom pusat dan ion sianida
merupakan ligan dengan bilangan koordinasi dua. Beberapa contoh ion logam,
ligan dan ion kompleks dapat dilihat di tabel

3
Rekasi pembentukan kompleks juga merupakan rekasi asam-basa menurut
definis lewis. Dalam hal ini ion logam bertindak sebagai basa (akseptor pasangan
elektron) dan ligan sebagai asam (donor pasangan elektron). Ligan atau donor
pasangan elektron harus memiliki paling sedikit pasangan elektron bebas untuk
bisa berikatan dengan ion logam. Ligan-ligan yang memiliki sepasang elektron
disebut juga monodentat atau unidentat. Amonia (NH3) adalah contoh ligan
monodentat. Ligan dengan dua pasang elektron disebut ligan bidentat. Contoh
logam bidentat adalah etilendiamin (NH2CH2CH2NH2). Ligan ini memiliki dua
pasangan elektron bebas, sehingga dapat berikatan dengan ion logam melalui dua
atom nitrogen.
Ion Tembaga (II) membentuk sebuah kompleks dengan dua molekul
etilenadiamina sebgai berikut:

Ligand polidentat atau ligan multidentat dikenal dengan sebutan pengkelat.


Istillah kelat berasal dari bahasa yunani “chele” yang beratti cakar. Hal ini
disebabkan pada pembentukan senyawa kompleks maka ligan polidentat akan
mencengkram atom logam denagn sangat kuat. Senyawa kompoles yang
dihasilkan disebut komples kelat. Contoh logan polidentat yang banyak digunakan
adalah EDTA (asam etilendiamintetra asetat). EDTA merupakan asam amino
karboksilat yaitu asam lemah yang dalam struktur molekulya mengandung gugus
amina dan karboksilat. EDTA memiliki enam pasan elektron bebas, sehingga
mampu mencengkram atom pusat dengan sangat kuat.

4
Senyawa EDTA yang biasa digunakan sebagai penitran atau pengompleks
yaitu garam Na2EDTA atau disimbolkan Na2H2Y. Senyawa EDTA dalam bentuk
H4Y dan NaH3Y tidak atau sukar larut dalam air. Bentuk garam dinatriumnya
digunakan dalam titrasi kompleksometri karena dapat dengan mudah larut dalam
air. Senyawa NA-EDTA dapat mengomplekskan kampir semua ion logam dengan
perbandingan mol 1 : 1. Ion atau senyawa kompleks yang terbentuk dari ion
logam dan EDTA mempunyai kestabilan tertentu. Kestabilan suatu senyawa
kompleks dinyatakan oleh tetapan kesetimbangannya. Rekasi kesetimbangan natar
ion logam Mn+ dengan ligan L membentuk ion kompleks MLn+ adalah:

Mn+ + L MLn+

Tetapan pembentukan kompleks (Kf) atau tetapan kestabilan kompleks


(Kstab) rekasi tersebut adalah:

Kf = Kstab = [MLn+]
[Mn+][L]
Besarnya nilai tetapan pembentukan kompleks menyatakan tingkat kestabilan
suatu senyawa kompleks. Makin besar nilai tetapan pembentukan senyawa
kompleks, maka senyawa kompleks tersebut semakin stabil. Sebaliknya makin
kecil harga konstanta kestabilan senyawa kompleks, maka senyawa kompleks
tersebut semakin tidak stabil.
Kestabilan ion atau senyawa kompleks dipengaruhi oleh jenis ligan maupun
jenis kation. Ciri logan yang mempengaruhi kestabilan kompleks antara lain:
1. Kekuatan basa dari ligan
2. Siaft-sifat penyempitan (jika ada)
3. Efek-efek sterik (ruang)
Adapun ciri ion ligan yang mempengaruhi kestabilan ion kompleks anatar lain:
1. Unsur golongan utama, biasanya membentuk kompleks-kompleks labil
2. Unsur transisi baris pertama kecuali Cr(III) dan Co(III) membentuk
kompleks-kompleks labil
3. Unsur transisi baris kedua dan baris ketiga cenderung membentuk
kompleks-kompleks inert.

5
2.2 Prinsip Titrasi Kompleksometri

Titrasi kompleksometri adalah titrasi yang berdasarkan atas pembentukan


kompleks yang larut dari reaksi komponen zat uji (logam) dengan titran
(komplekson). Untuk penentuan ion-ion logam ini dengan pereaksi etilen diamin
tetraasetat dinatrium, yang umumnya disebut EDTA dengan menggunakan
indikator terhadap ion logam yang mempunyai sifat seperti halnya indikator pH
pada titrasi asam basa/ dengan dasar pembentukan kompleks khelat yang
digolongkan dalam golongan komplekson. Faktor-faktor seperti suhu, pelarut, ion
lawannya atau zat-zat/ ion-ion pembentuk kompleks lainnya dapat mempengaruhi
pembentukan kompleks khelat.
Prinsip dan dasar reaksi dalam penentuan ion-ion logam secara titrasi
kompleksometri umumnya digunakan komplekson III (EDTA) sebagai zat
pembentuk kompleks khelat, dimana EDTA bereaksi dengan ion-ion logam yang
polivalent seperti Al   , Bi    , Ca  dan Cu    membentuk senyawa atau kompleks
khelat yang stabil dan larut dalam air.

2.3 Indikator Ttrasi Kompleksometri

Indikator dalam titrasi kompleksometri tidak berubah karena perubahan


pH, tidak juga karena daya oksidasi titrat berubah, akan tetapi karena perubahan
pM (M adalah khelat logam). (Roth 1988).

Syarat-syarat indikator logam, yaitu:

1. Warnanya harus sensitif, dengan kepekaan yang besar terhadap logam.


2. Perubahan warna pada titik ekivalen tajam
3. Perbedaan warna dari indikator bebas dengan indikator kompleks harus
mempunyai kestabilan yang efektif dimana pH titrasi tidak boleh tidak
teroksidasi dan tereduksi.
4. Kestabilan kompleks logam indikator harus cukup.
5. Ikatan senyawa logam EDTA harus lebih kuat dari pada logam-logam
indikator. Artinya ikatan logam – logam Indikator logamnya harus dapat
direbut oleh EDTA.

6
Beberapa indikator yang paling banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri.

1. Eriochrom Black-T (EBT)


Didunakan pada daerah pH 7 – 11. Suatu kelemahan dari EBT bahwa
larutannya tidak stabil, bila disimpan akan terjadi peruraian secara
lambat,sehingga setelah janka waktu tertentu indikator tidak berfungsi
lagi. Suatu kesulitan yang dialami indikator metalokromik adalah
pembentukan kelat dengan logam yang tidak reversibel atau terlalu kuat.
Bila hal ini terjadi maka tidak dapat terjadi perubahan warna dan indikator
kehilangan fungsinya. Kejadian ini disebut blocking indikator. Mengalami
blocking dengan Fe³⁺. Merupakan asam lemah, tidak stabil dalam air
karena senyawa organik ini merupakan gugus sulfonat yang mudah
terdisosiasi sempurna dalam air dan mempunyai 2 gugus fenol yang
terdisosiasi lambat dalam air.
Penggunaan : Penentuan kadar Ca, Mg, Cd, Zn, Mn, Hg.
2. Murexide
Merupakan indikator yang sering digunakan untuk titrasi Ca2+, pada
pH=12.
3. Jingga Xylenol
Kompleks dengan logam memberikan warna merah.
4. Calmagite
Dapat digunakan sebagai pengganti EBT, karena calmagite lebih stabil,
daerah terjadinya pada pH 8,1-12,4 dan warna indikator bebasnya biru.
Mengalami blocking dengan Cu, Ni, Fe³⁺, dan Al.
5. Arzenazo
Digunakan untuk Ca maupun Mg, juga baik untuk titrasi Pb(IV) dengan
EDTA. Keuntungan menggunakan indikator ini adalah :
- Tidak mengalami blocking oleh Cu(II) dan Fe(III) dalam jumlah kecil.
- Bereaksi cepat sehingga terjadinya perubahan warna juga lebih cepat.
6. NAS
Digunakan pada daerah pH 3-9. Dalam larutan yang sangat asam NAS
berwarna merah violet pada pH 3,5 keatas berwarna merah jingga.

7
Penggunaan NAS cukup luas dan dianjurkan untuk titrasi Cu, Co(II), Cd,
Ni, Zn, Al dengan EDTA.
7. Calcon
Calcon merupakan garam natrium dari Eriochrome Blue Black R, yang
disebut juga Pontachrome Blue Black R. Molekul indikator berwarna hijau
dan hanya terdapat dalam larutan asam kuat. Pada pH 7 sampai 10
berwarna merah, kemudian biru sampai pH 13,5 dan diatasnya jingga.
Kelat Calcon dengan logam berwarna merah dan ternyata sangat cocok
untuk titrasi Ca pada pH 12,5 – 13 tanpa terganggu oleh Mg. Perubahan
warna dari merah menjadi biru. Dengan indikator ini maka dapat
ditentukan kesadahan air yang disebabkan oleh Ca saja tidak termasuk
kesadahan oleh Mg.
8. Tiron
9. Violet cathecol
10. Fast sulphon black F
11. Varjamin blue B
12. Bromopirogalol merah
13. Timolftalekson
Beberapa indikator logam sering menglami penguraian apabila dilarutkan
dalam air. Sehingga stabilitas di dalam larutan rendah sekali. Oleh karena itu,
dalam prakteknya sering dibuat pengenceran dengan NaCl atau KNO3 dengan
perbandingan 1:500.

Salah satu contohnya adalah ZnSO4 yaitu zink sulfat merupakan salah satu
ion logam yang polivalen dan dapat bereaksi dengan EDTA membentuk senyawa
atau kompleks khelat yang stabil dan larut dalam airsebanyak 100 mg dimana
senyawa ini dilarutkan ke dalam aquadest sebanyak 100 ml kemudian dtambahan
NaOH encer tetes demi tetes sampai terbentuk endapan. NaOH yang berfungsi
untuk memberikan suasana basa pada larutan tersebut kemudian ditambahkan
larutan dapar amonia pH 10 yang berfungsi untuk mempertahankan suasana
basanya. Setelah ditambahkan indikator EBT hingga larutan berubah warna
menjadi ungu kemudian dititrasi dengan EDTA hingga warna larutan berubah

8
menjadi biru. Penggunaan EDTA berfungsi untuk mempermudah dalam mencapai
akhir titik titrasi.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kesalahan pada saat praktikum


adalah :
1) Alat yang digunakan tidak steril
2) Bahan yang digunakan sudah terkontaminasi dengan zat yang lain.
3) Kurangnya ketelitian praktikan pada saat melakukan percobaan baik pada
saat penimbangan maupun pada saat titrasi.
4) Kurang teliti pada saat membaca volume titrasi.

2.4 Macam-Macam Titrasi kompleksometri

2.4 1 Titrasi Langsung

 Prinsip : Ion logam yang berada dalam larutan dititrasi langsung oleh
EDTA dengan menggunakan   indikator yang sesuai.
Perhatian :
Perlu dilakukan titrasi blanko untuk memeriksa adanya senyawa pengotor
logam dalam pereaksi, karena pengotor logam dapat bereaksi dengan EDTA
sehingga dikhawatirkan dapat membentuk kompleks logam-EDTA, karena sifat
EDTA yang tidak spesifik.

2.4.2 Titrasi Kembali

Prinsip : Dilakukan jika penentuan TA secara titrasi langsung tidak mungkin.


Penggunaan :
 Digunakan untuk penentuan logam yang mengendap sebagai
hidroksida/senyawa yang tidak larut pada pH kerja titrasi. Seperti : Pb-
sulfat dan Ca-oksalat.

9
 Digunakan untuk logam yang bereaksi lambat dengan EDTA, dimana
pembentukan kompleks logam-EDTA terjadi sangat lambat dan labil pada
pH titrasi.
 Tidak ada indikator yang sesuai.

Cara titrasi kembali :


Larutan yang mengandung logam ditambah EDTA berlebih, lalu system
titrasi didapar pada pH yang sesuai, kemudian dipanaskan (untuk mempercepat
terbantuknya kompleks). Setelah dingin, kelebihan EDTA dititrasi kembali
dengan larutan baku Zn2+ (ZnCl2, ZnSO4, ZnO) atau larutan baku logam Mg2+
(MgO, MgSO4).

2.4.3 Titrasi Subtitusi

Prinsip :
 Dipilih titrasi substitusi jika cara titrasi langsung dan titrasi kembali tidak
dapat memberikan hasil yang baik.
 Dipilih jika ion logam tidak bereaksi sempurna dengan indikator logam.
 Stabilitas kompleks logam-EDTA lebih besar dibandingkan dengan
stabilitas kompleks logam lain, seperti : Mg2+ atau Zn2+ (Mg-EDTA dan
Zn-EDTA).

2.4.4 Titrasi tidak langsung

Titrasi ini dilakukan dengan cara :


 Titrasi kelebihan kation pengendap (misalnya penetapan ion sulfat, dan
fosfat).
 Titrasi kelebihan kation pembentuk senyawa kompleks (misalnya
penetapan ion sianida).

10
2.5 Penetapan Titrasi Kompleksometri dan Perhitungan Kuantitatif

2.5.1 Penentuan Kadar Air

Salah satu penerapa titrasi kompleksometri dengan menggunakan EDTA


adalah penentuan kesadahan air. Sebelum digunakan sebagai titran, maka larutan
harus distandarisasi terlebih dahulu.

Standarisasi larutan EDTA dengan CaCl2

Larutan EDTA di standarisasi dengan larutan CaCl2 secara


kompleksometri menggunakan indiktor EBT. Prosedur standarisasi yang harus
dilakukan adalah :
1. Siapkan larutan standar CaCl2 0,1M sebanyak 250 ml
2. Ambil 25 ml larutan CaCl2 kemudian dimasukkan kedalam Erlenmeyer
250 ml
3. Tambahkan dengan 0,1 ml larutan buffer ph = 10 dan 2-3 tetes
indikator EBT. Larutan akan berwarna merah
4. Lakukan titrasi dengan larutan EDTA yang telah disiapkan hingga
terjadi perubahan warna dari merah ke biru
5. Percobaan diulang 3 kali
6. Hitung molaritas larutan EDTA

Penentuan kesadahan total dalam air laut

Konsentrasi kesadahan total dalam air laut dapat ditentukan secara


kompleksometri dengan menitrasi air laut dengan larutan standar EDTA.
Kesadahan menyatakan konsentrasi total alkali tanah dalam air. Konsentrasi ion
kalsium dan magnesium dalam air biasanya jauh lebih besar daripada konsentrasi
ion alkali tanah yang lain. Oleh karena itu kasadahan dinyatakan dalam bentuk
[Ca2+] dan [Mg2+]. Kesadahan biasa dinyatakan sebagai jumlah milligram CaCO3
atau CaCO3 per liter (ppm). Air dengan kesadahan kurang dari 60 ppm disebut air
lunak. Prosedur penentuan kesadahan total adalah:

11
1. Ambil 2 ml sampel air laut, masukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml,
kemudian tambahkan dengan 25 ml akuades.
2. Tambah dengan 1 ml larutan buffer ph 10 dan 2-3 tetes indicator EBT.
Larutan akan berwarna merah.
3. Titrasi dengan larutan standar EDTA sampai terjadi perubahan warna dari
merah ke biru.
4. Percobaan diulang 3 kali
5. Hitung kesadahan total dalam air laut.

2.5.2 Perhitungan kuantitatif dalam titrasi kompleksometri

Contoh soal.

Suatu paduan kromel (chromel) mengandung logam nikel, besi,dan krom


dianalisis secara titrasi kompleksometri menggunakan EDTA sebagai titran.
Sampel paduan sebanyak 0,7176 g dilarutkan dalam HNO3 dan diencerkan sampai
250 ml dalam labu ukur. Sebanyak 50,00 mL alikuot ditambahkan pirofosfat
(untuk menopeng besi dan krom). Larutan EDTA 0,05831 M yang diperlukan
untuk mencapai titik akhir dengan indikator murexide sebanyak 26,14 ml.
Selanjutnya 50,00 mL alikuot kedua ditambahkan heksametiltetramin untuk
menopeng krom. Dalam hal ini volume EDTA 0,058 M yang diperlukan untuk
mencapai titik akhir sebanyak 35,43 ml. Sedangkan 50,00 ml alikuot ketiga
ditambahkan 50,00 mL EDTA dan dititrasi balik dengan 6,21 ml larutan Cu 2+.
0,064 M. Berapakah persentase (%b/b) dari Ni, Fe, dan Cr dalam paduan tersebut?

Penyelesaian:

a. Identifikasi masalah

Diketahui:

massa paduan = 0,7176 g

volume larutan sampel = 250 mL

volume alikuot1, alikuot2, dan alikuot3 = @ 50,00 mL

12
[EDTA] = 0,058 M

Volume EDTA1 = 26,14 mL; volume EDTA2 = 35,43 mL; volume EDTA 3
= 50,00 mL

Volume Cu2+ = 6,21 mL

[Cu2+] = 0,064 M

Ditanyakan : % b/b dari Ni, Fe, dan Cr dalam paduan

b. Penulisan Reaksi
Ni2+ + Y4-  NiY2-
Fe2+ + Y4-  FeY2-
Cr3+ + Y4-  CrY-
Cu2+ + Y4-  CuY2-
c. Perencanaan Solusi
 Titrasi 1 : mmol Ni = mmol EDTA1 (Fe,Cr ditopeng)
 Titrasi 2 : mmol Ni + mmol Fe = mmol EDTA2 (Cr ditopeng)
 Titrasi 3 : mol Ni + mol Fe + mol Cr + mol Cu = mol EDTA3
 Menghitung massa dan persentase Ni, Fe dan Cu
d. Pelaksanaan Solusi
Titrasi 1 :
mmol Ni = VEDTA1 x MEDTA1 = 26,14 mL x 0,058 M = 1,516 mmol,
massa Ni = 1,516 mmol x 58,69 mg/mmol = 88,98 mg.
Titrasi 2 :
1,516 mmol + mmol Fe = VEDTA2 x MEDTA2
1,516 mmol + mmol Fe = 35,43 mL x 0,58 M
mmol Fe = 2,055 mmol – 1,516 mmol
mmol Fe = 0,539 mmol
massa Fe = 0,539 mmol x 55,85 mg/mmol = 30,10 mg
Titrasi 3 :
1,516 mmol + 0,539 mmol + mmol Cr + VCu2+ x MCu2+ + VEDTA2 x MEDTA2
2,055 mmol + mmol Cr + (6,21 mL x 0,063 M) = 50,00 mL x 0,058 M

13
2,055 mmol + mmol Cr + 0,392 mmol = 2,900 mmol
Mmol Cr = 2,900 – 2,447 = 0,453 mmol
Massa Cr = 0,453 mmol x 52,0 mg/mmol = 23,56 mg
Dalam 50,00 mL larutan sampel terdapat 88,98 mg Ni; 30,10mg Fe;
dan 23,56 mg Cr, hingga dalam 250 mL larutan sampel terdapat 444,9 mg Ni;
150,5 mg Fe; dan 117,8 mg Cr

Persentase dari :
b 444,9 mg
% ∋¿ x 100 %=62,0 %
b 717,6 mg

b 150,5 mg
% Fe= x 100 %=21,0 %
b 717,6 mg

b 117,8 mg
% Cr= x 100 %=16,4 %
b 717,6 mg
e. Kesimpulan
Persentase (%b/b) dari Nikel, Besi dan Krom dalam sampel paduan
Kromel masing-masing sebanyak 62,0%; 21,0%; dan 16,4%
f. Evaluasi
Persamaan reaksi sudah setara
Rumus dan perhitungan sudah sesuai

2.6 Hasil Open-ended Experiment

Sekelompok mahasiswa menentukan kadar kalsium dan kalsium karbonat


dalam cangkang telur menggunakan larutan EDTA sebagai titran. Prosedur
eksperimennya adalah:

1. Pelarutan sampel
a) Membersihkan kulit telur dari membran yang tersisa.

14
b) Memasukkan kulit telur kedalam cawan penguap dan dikeringkan
dalam oven pada suhu 105°C selama 30 menit.
c) Mendinginkan kulit telur, kemudian menggerus hingga halus
menggunakan lumpang dan alu.
d) Menimbang kulit telur yang telah dihaluskan sebanyak 3 gram,
kemudian memasukkannnya kedalam gelas kimia dan menambahkan
aquades dan 50 ml. larutan HCI 6 M sambil diaduk
e) Memanaskan larutan kulit telur dan mengaduk hingga larut, kemudian
mendinginkannya
f) Menyaring larutan tersebut, dan mengencerkannya di dalam labu ukur
250 mL hingga tanda batas.

2. Titrasi larutan sampel dengan larutan standar EDTA

a) Memasukkan S ml. larutan tersebut kedalam Erlenmeyer dan


menambahkan 50 mL akuades, 1 mL larutan buffer amoniak dengan pH 10
dan indikator EBT dalam NaCl
b) Menitrasi larutan tersebut dengan larutan EDTA hingga berwarna ungu
kebiruan
c) Menentukan % Ca dalam kulit telur yang telah ditentukan.

Hasil eksperimen menunjukkan konsentrasi EDTA standar yang


digunakan adalah 0,033 M serta perolehan kadar Ca = 38,53% dan kadar CaCO 3 =
96,43% (Pursi tasari, 2012).

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Titrasi kompleksometri merupakan titrasi terhadap larutan analıt dengan
titran yang mampu membentuk ion atau senyawa kompleks.
2. Kurva pada titrasi EDTA dibuat dengan memplot pM (logarıtma negatif
dari konsentrasi ion logam bebas yaitu pM = -loglMo ]) pada sumbu y dan
volume larutan EDTA yang ditambahkan pada sumbu x.
3. Titrasi kompleksometri digolongkan menjadi dua yaitu: titrasi yang
melibatkan ligan monodentat dan titrasi yang melibatkan ligan polidentat.
4. Prosedur yang dapat digunakan dalam titrasi dengan EDTA antara lain
titrasi langsung, titrasi balik, titrasi substitust, titrasi tidak langsung, dan
titrasi alkalimetri.

3.2 Saran
 Sebaiknya mahasiswa harus lebih memahami metode titrasi Kompleksometri
serta bagaimana peranannya dalam kehidupan sehari-hari.

16
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J., dkk. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 

Day, R.A dan Underwood, A.L.2001. Analisis Kimia Kuantitas. Jakarta :


Erlangga.

Pursitasari, Indarini Dwi. 2014. Kimia Analitik Dasar. Bandung : Alfabeta

Roth, H.j. dan G. Blaschke. 1998. Analisis Farmasi. Diterjemahkan oleh : Sarjono
Kisman dan Slamet Ibrahim. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hal. 430-431, 482-493

17

Anda mungkin juga menyukai