Dosen Pembimbing :
Mustika Furi, M.Si, Apt
Oleh Kelompok 5
Alimia Woelandari (1701048)
Desi Setia Wati (1701055)
Risma Nurhayati (1701080)
Sarah Amelia Azhar (1701081)
Siti Zubaidah (1701085)
Tryanita Aisyah (1701087)
Wahyudi (1601126)
Yolanda Maharani (1701092)
Segala puji bagi Allah Yang Maha Esa atas segala pertolongannya kami
kami buat dalam rangka pemenuhan tugas mata kuliah Kimia Farmasi Kuantitatif.
Makalah ini kami susun berdasarkan dari berbagai sumber buku perpustakaan.
Sehingga makalah ini pun siap dengan kerja sama satu kelompok yang mau
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan lebih luas baik kepada
pembaca maupun kami sendiri, sebagaimana kita ketahui tidak ada manusia yang
kekurangan. Oleh karena itu kami mohon saran dan kritiknya. terimakasih
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................2
BAB II ISI ..............................................................................................................3
2.1 Pembentukan Senyawa Kompleks............................................................3
2.2 Prinsip Titrasi Kompleksometri................................................................6
2.3 Indikator Ttrasi Kompleksometri.............................................................6
2.4 Macam-Macam Titrasi kompleksometri..................................................9
2.4 1 Titrasi Langsung.............................................................................9
2.4.2 Titrasi Kembali...............................................................................9
2.4.3 Titrasi Subtitusi............................................................................10
2.4.4 Titrasi tidak langsung...................................................................10
2.5 Penetapan Titrasi Kompleksometri dan Perhitungan Kuantitatif...........10
2.5.1 Penentuan Kadar Air....................................................................10
2.5.2 Perhitungan kuantitatif dalam titrasi kompleksometri.................12
2.6 Hasil Open-ended Experiment................................................................14
BAB III PENUTUP..............................................................................................16
3.1 Kesimpulan.............................................................................................16
3.2 Saran.......................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Bagi orang awam, mendengar zat kimia saja, mereka sudah beranggapan
bahwa itu adalah zat yang berbahaya, tetapi tanpa di sadarinya, di dalam
kehidupan sehari-hari kita bergelut dengan zat-zat kimia apakah itu kebutuhan
sehari-hari seperti makanan, minuman, pernafasan, pakaian, obat-obatan, sabun,
pasta gigi bahkan proses dalam tubuh kita sendiri juga berupa proses kimia, jadi
dengan kata lain kita tidak bisa lari dari zat kimia. Kenyataannya memang zat
kimia itu ada yang berfaedah buat kehidupan kita manusia tetapi juga berbahaya
bagi kehidupan kita manusia pada khususnya dan makhluk hidup pada umumnya.
Kompleksometri adalah suatu cara untuk penetapan kadar zat – zat (kation)
yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan suatu komplekson. Prinsipnya
adalah pembentukan senyawa kompleks antara ion logam dengan EDTA.
Titrasi kompleksometri adalah titrasi yang berdasarkan reaksi pembentukan
kompleks, misalnya penetapan kadar Ca (ion logam) dengan EDTA (garam
natrium dari asam etilendiaminatetra-asetat).
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa
kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah satu zat
pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri
adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA).
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling
mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan
kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga
banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas
tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada salah satu
tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan
pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit
terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk
melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral.
1
Titrasi kompleksometri atau kelatometri yaitu titrasi berdasarkan
pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar
mengion). Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling
mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan
kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga
banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas
tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi.
Titrasi kompleksometri ini digunakan untuk penetapan kation bervalensi
banyak dalam air. Di dalam dunia farmasi, metode ini banyak digunakan dalam
penetapan kadar suatu senyawa obat yang mengandung ion logam, misalnya
penentuan kadar MgSO4 yang digunakan sebagai laksativum atau ZnO yang
digunakan sebagai antiseptic. Sehingga kadar logam-logam yang ada dalam suatu
produk farmasi sehingga tepat kadar (sesuai standar) dan tidak menjadi toksik
serta membahayakan konsumen.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pembentukan senyawa kompleks
2. Untuk mengetahui prinsip titrasi kompleksometri
3. Untuk mengetahuo kurva titrasi kompleksomteri dan indikator logam
4. Untuk mengetahui jenis titrasi kompleksometri
5. Untuk mengetahui penerapan titrasi kompleksometri dan perhitungan
kuantitatif
2
BAB II
ISI
Banyak ion logam yang dapat dititrasi dengan suatu latutan pengompleks
untuk membentuk ion atau senyawa kompleks. Ion logam dalam pembentukan
komples tersebut berperan sebagai akseptor pasangan elektron (penyedia ruang),
sehingga disebut atom pusat, sedangkan larutan pengompleks atau titran adalah
donor pasangan elektron yang dikenal sebagai ligan. Jumlah ligan yang dapat
diikat oleh suatu ion logam dinyatakan dengan bilangan koordinasi. Bilangan
koordinasinya biasanya berjumlah 2,4,6 atau 8. Bilangan koordinasi yang dimiliki
oleh senyawa kompleks umunya berjumlah 4 atau 6. Bilangan koordinasi 4
dijumpai pada ion : Zn+, Cd2+, Hg2+, Pt2+, Pd2+, Bi2+, dan Al3+, sedangkan bilangan
koordinasi 6 dijumpai pada ion : Fe2+, Co2+, Ni2+, Al3+, Co3+, Cr3+, Sn4+, dan Pb4+.
Salah satu tipe rekasi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetik
melibatkan pembentukan (formasi) komples atau ion komplkes yang larut namun
sedikit terdisosiasi. Sebuah contohnya adalah reaksi dari ion perak dengan ion
sianida ke bentuk ion kompleks Ag(CN)2- yang amat stabil:
Ag+ + 2CN- Ag(CN)2-
Pada reaksi tersebut, ion Ag- mrupakan atom pusat dan ion sianida
merupakan ligan dengan bilangan koordinasi dua. Beberapa contoh ion logam,
ligan dan ion kompleks dapat dilihat di tabel
3
Rekasi pembentukan kompleks juga merupakan rekasi asam-basa menurut
definis lewis. Dalam hal ini ion logam bertindak sebagai basa (akseptor pasangan
elektron) dan ligan sebagai asam (donor pasangan elektron). Ligan atau donor
pasangan elektron harus memiliki paling sedikit pasangan elektron bebas untuk
bisa berikatan dengan ion logam. Ligan-ligan yang memiliki sepasang elektron
disebut juga monodentat atau unidentat. Amonia (NH3) adalah contoh ligan
monodentat. Ligan dengan dua pasang elektron disebut ligan bidentat. Contoh
logam bidentat adalah etilendiamin (NH2CH2CH2NH2). Ligan ini memiliki dua
pasangan elektron bebas, sehingga dapat berikatan dengan ion logam melalui dua
atom nitrogen.
Ion Tembaga (II) membentuk sebuah kompleks dengan dua molekul
etilenadiamina sebgai berikut:
4
Senyawa EDTA yang biasa digunakan sebagai penitran atau pengompleks
yaitu garam Na2EDTA atau disimbolkan Na2H2Y. Senyawa EDTA dalam bentuk
H4Y dan NaH3Y tidak atau sukar larut dalam air. Bentuk garam dinatriumnya
digunakan dalam titrasi kompleksometri karena dapat dengan mudah larut dalam
air. Senyawa NA-EDTA dapat mengomplekskan kampir semua ion logam dengan
perbandingan mol 1 : 1. Ion atau senyawa kompleks yang terbentuk dari ion
logam dan EDTA mempunyai kestabilan tertentu. Kestabilan suatu senyawa
kompleks dinyatakan oleh tetapan kesetimbangannya. Rekasi kesetimbangan natar
ion logam Mn+ dengan ligan L membentuk ion kompleks MLn+ adalah:
Mn+ + L MLn+
Kf = Kstab = [MLn+]
[Mn+][L]
Besarnya nilai tetapan pembentukan kompleks menyatakan tingkat kestabilan
suatu senyawa kompleks. Makin besar nilai tetapan pembentukan senyawa
kompleks, maka senyawa kompleks tersebut semakin stabil. Sebaliknya makin
kecil harga konstanta kestabilan senyawa kompleks, maka senyawa kompleks
tersebut semakin tidak stabil.
Kestabilan ion atau senyawa kompleks dipengaruhi oleh jenis ligan maupun
jenis kation. Ciri logan yang mempengaruhi kestabilan kompleks antara lain:
1. Kekuatan basa dari ligan
2. Siaft-sifat penyempitan (jika ada)
3. Efek-efek sterik (ruang)
Adapun ciri ion ligan yang mempengaruhi kestabilan ion kompleks anatar lain:
1. Unsur golongan utama, biasanya membentuk kompleks-kompleks labil
2. Unsur transisi baris pertama kecuali Cr(III) dan Co(III) membentuk
kompleks-kompleks labil
3. Unsur transisi baris kedua dan baris ketiga cenderung membentuk
kompleks-kompleks inert.
5
2.2 Prinsip Titrasi Kompleksometri
6
Beberapa indikator yang paling banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri.
7
Penggunaan NAS cukup luas dan dianjurkan untuk titrasi Cu, Co(II), Cd,
Ni, Zn, Al dengan EDTA.
7. Calcon
Calcon merupakan garam natrium dari Eriochrome Blue Black R, yang
disebut juga Pontachrome Blue Black R. Molekul indikator berwarna hijau
dan hanya terdapat dalam larutan asam kuat. Pada pH 7 sampai 10
berwarna merah, kemudian biru sampai pH 13,5 dan diatasnya jingga.
Kelat Calcon dengan logam berwarna merah dan ternyata sangat cocok
untuk titrasi Ca pada pH 12,5 – 13 tanpa terganggu oleh Mg. Perubahan
warna dari merah menjadi biru. Dengan indikator ini maka dapat
ditentukan kesadahan air yang disebabkan oleh Ca saja tidak termasuk
kesadahan oleh Mg.
8. Tiron
9. Violet cathecol
10. Fast sulphon black F
11. Varjamin blue B
12. Bromopirogalol merah
13. Timolftalekson
Beberapa indikator logam sering menglami penguraian apabila dilarutkan
dalam air. Sehingga stabilitas di dalam larutan rendah sekali. Oleh karena itu,
dalam prakteknya sering dibuat pengenceran dengan NaCl atau KNO3 dengan
perbandingan 1:500.
Salah satu contohnya adalah ZnSO4 yaitu zink sulfat merupakan salah satu
ion logam yang polivalen dan dapat bereaksi dengan EDTA membentuk senyawa
atau kompleks khelat yang stabil dan larut dalam airsebanyak 100 mg dimana
senyawa ini dilarutkan ke dalam aquadest sebanyak 100 ml kemudian dtambahan
NaOH encer tetes demi tetes sampai terbentuk endapan. NaOH yang berfungsi
untuk memberikan suasana basa pada larutan tersebut kemudian ditambahkan
larutan dapar amonia pH 10 yang berfungsi untuk mempertahankan suasana
basanya. Setelah ditambahkan indikator EBT hingga larutan berubah warna
menjadi ungu kemudian dititrasi dengan EDTA hingga warna larutan berubah
8
menjadi biru. Penggunaan EDTA berfungsi untuk mempermudah dalam mencapai
akhir titik titrasi.
Prinsip : Ion logam yang berada dalam larutan dititrasi langsung oleh
EDTA dengan menggunakan indikator yang sesuai.
Perhatian :
Perlu dilakukan titrasi blanko untuk memeriksa adanya senyawa pengotor
logam dalam pereaksi, karena pengotor logam dapat bereaksi dengan EDTA
sehingga dikhawatirkan dapat membentuk kompleks logam-EDTA, karena sifat
EDTA yang tidak spesifik.
9
Digunakan untuk logam yang bereaksi lambat dengan EDTA, dimana
pembentukan kompleks logam-EDTA terjadi sangat lambat dan labil pada
pH titrasi.
Tidak ada indikator yang sesuai.
Prinsip :
Dipilih titrasi substitusi jika cara titrasi langsung dan titrasi kembali tidak
dapat memberikan hasil yang baik.
Dipilih jika ion logam tidak bereaksi sempurna dengan indikator logam.
Stabilitas kompleks logam-EDTA lebih besar dibandingkan dengan
stabilitas kompleks logam lain, seperti : Mg2+ atau Zn2+ (Mg-EDTA dan
Zn-EDTA).
10
2.5 Penetapan Titrasi Kompleksometri dan Perhitungan Kuantitatif
11
1. Ambil 2 ml sampel air laut, masukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml,
kemudian tambahkan dengan 25 ml akuades.
2. Tambah dengan 1 ml larutan buffer ph 10 dan 2-3 tetes indicator EBT.
Larutan akan berwarna merah.
3. Titrasi dengan larutan standar EDTA sampai terjadi perubahan warna dari
merah ke biru.
4. Percobaan diulang 3 kali
5. Hitung kesadahan total dalam air laut.
Contoh soal.
Penyelesaian:
a. Identifikasi masalah
Diketahui:
12
[EDTA] = 0,058 M
Volume EDTA1 = 26,14 mL; volume EDTA2 = 35,43 mL; volume EDTA 3
= 50,00 mL
[Cu2+] = 0,064 M
b. Penulisan Reaksi
Ni2+ + Y4- NiY2-
Fe2+ + Y4- FeY2-
Cr3+ + Y4- CrY-
Cu2+ + Y4- CuY2-
c. Perencanaan Solusi
Titrasi 1 : mmol Ni = mmol EDTA1 (Fe,Cr ditopeng)
Titrasi 2 : mmol Ni + mmol Fe = mmol EDTA2 (Cr ditopeng)
Titrasi 3 : mol Ni + mol Fe + mol Cr + mol Cu = mol EDTA3
Menghitung massa dan persentase Ni, Fe dan Cu
d. Pelaksanaan Solusi
Titrasi 1 :
mmol Ni = VEDTA1 x MEDTA1 = 26,14 mL x 0,058 M = 1,516 mmol,
massa Ni = 1,516 mmol x 58,69 mg/mmol = 88,98 mg.
Titrasi 2 :
1,516 mmol + mmol Fe = VEDTA2 x MEDTA2
1,516 mmol + mmol Fe = 35,43 mL x 0,58 M
mmol Fe = 2,055 mmol – 1,516 mmol
mmol Fe = 0,539 mmol
massa Fe = 0,539 mmol x 55,85 mg/mmol = 30,10 mg
Titrasi 3 :
1,516 mmol + 0,539 mmol + mmol Cr + VCu2+ x MCu2+ + VEDTA2 x MEDTA2
2,055 mmol + mmol Cr + (6,21 mL x 0,063 M) = 50,00 mL x 0,058 M
13
2,055 mmol + mmol Cr + 0,392 mmol = 2,900 mmol
Mmol Cr = 2,900 – 2,447 = 0,453 mmol
Massa Cr = 0,453 mmol x 52,0 mg/mmol = 23,56 mg
Dalam 50,00 mL larutan sampel terdapat 88,98 mg Ni; 30,10mg Fe;
dan 23,56 mg Cr, hingga dalam 250 mL larutan sampel terdapat 444,9 mg Ni;
150,5 mg Fe; dan 117,8 mg Cr
Persentase dari :
b 444,9 mg
% ∋¿ x 100 %=62,0 %
b 717,6 mg
b 150,5 mg
% Fe= x 100 %=21,0 %
b 717,6 mg
b 117,8 mg
% Cr= x 100 %=16,4 %
b 717,6 mg
e. Kesimpulan
Persentase (%b/b) dari Nikel, Besi dan Krom dalam sampel paduan
Kromel masing-masing sebanyak 62,0%; 21,0%; dan 16,4%
f. Evaluasi
Persamaan reaksi sudah setara
Rumus dan perhitungan sudah sesuai
1. Pelarutan sampel
a) Membersihkan kulit telur dari membran yang tersisa.
14
b) Memasukkan kulit telur kedalam cawan penguap dan dikeringkan
dalam oven pada suhu 105°C selama 30 menit.
c) Mendinginkan kulit telur, kemudian menggerus hingga halus
menggunakan lumpang dan alu.
d) Menimbang kulit telur yang telah dihaluskan sebanyak 3 gram,
kemudian memasukkannnya kedalam gelas kimia dan menambahkan
aquades dan 50 ml. larutan HCI 6 M sambil diaduk
e) Memanaskan larutan kulit telur dan mengaduk hingga larut, kemudian
mendinginkannya
f) Menyaring larutan tersebut, dan mengencerkannya di dalam labu ukur
250 mL hingga tanda batas.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Titrasi kompleksometri merupakan titrasi terhadap larutan analıt dengan
titran yang mampu membentuk ion atau senyawa kompleks.
2. Kurva pada titrasi EDTA dibuat dengan memplot pM (logarıtma negatif
dari konsentrasi ion logam bebas yaitu pM = -loglMo ]) pada sumbu y dan
volume larutan EDTA yang ditambahkan pada sumbu x.
3. Titrasi kompleksometri digolongkan menjadi dua yaitu: titrasi yang
melibatkan ligan monodentat dan titrasi yang melibatkan ligan polidentat.
4. Prosedur yang dapat digunakan dalam titrasi dengan EDTA antara lain
titrasi langsung, titrasi balik, titrasi substitust, titrasi tidak langsung, dan
titrasi alkalimetri.
3.2 Saran
Sebaiknya mahasiswa harus lebih memahami metode titrasi Kompleksometri
serta bagaimana peranannya dalam kehidupan sehari-hari.
16
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J., dkk. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Roth, H.j. dan G. Blaschke. 1998. Analisis Farmasi. Diterjemahkan oleh : Sarjono
Kisman dan Slamet Ibrahim. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hal. 430-431, 482-493
17