Anda di halaman 1dari 47

ANALISIS KUALITATIF ZAT ORGANIK

A. Tujuan
1. Untuk mengidentifikasi sifat –sifat fisika (titik leleh, titik didih dan indeks bias)
suatu senyawa organik.
2. Untuk mengidentifikasi adanya unsur belerang dalam suatu senyawa organik
dengan tes Lassaigne
3. Untuk mengidentifikasi adanya unsur karbon dan hidrogen dalam suatu senyawa
organik melalui uji gas CO2 dan H2O
4. Untuk mengidentifikasi adanya unsur oksigen dalam suatu senyawa organik
dengan pereaksi feroks
5. Untuk mengidentifikasi adanya unsure nitrogen dalam suatu senyawa organik
dengan tes Lassaigne
6. Untuk mengidentifikasi adanya unsure halogen dalam suatu senyawa organik
dengan tes Lassaigne
7. Untuk mengidentifikasi adanya ikatan tidak jenuh pada senyawa organik melalui
tes Baeyer dan tes Bromin
8. Untuk mengidentifikasi sifat senyawa organik (alifatis atau aromatis) melalui Tes
Asap
9. Untuk mengidentifikasi adanya gugus Fenolat pada senyawa organik melalui tes
Feriklorida
10. Untuk mengidentifikasi adanya gugus Aldehida pada senyawa organik melalui tes
Fehling dan Tollens
11. Untuk mengidentifikasi adanya gugus Keton pada senyawa organik melalui tes
DNP dan tes Iodoform
12. Untuk mengidentifikasi adanya gugus Karboksil pada senyawa organik melalui
tes Na-Bikarbonat
13. Untuk mengidentifikasi adanya Ester pada senyawa organik melalui tes Feri-
Hidroksamat
B. Dasar Teori
Senyawa –senyawa kimia di alam ini berlimpah jumlah dan jenisnya. Untuk
mempermudah mempelajari sifat-sifatnya, diperlukan suatu tahap identifikasi. Pada
senyawa organik, identifikasi senyawa-senyawnya bisa dilakukan dengan uji secara kimia
terutama pada gugus-gugus fungsionalnya. Metode –metode spektroskopi modern seperti
resonansi magnet inti (RMI), spektroskopi massa, inframerah, ultraviolet sekarang
digunakan secara intensif untuk analisis gugus fungsional, tetapi uji analisis kimia klasik
masih memegang peranan penting bila ada masalah atau kebingungan dalam interpretasi
spectra (Muderawan, 2008). Identifikasi senyawa organik bisa dilakukan dengan
penentuan sifat fisika, analisis unsure penyusun senyawa organik dan deteksi gugus
fungsional.
B.1 Penentuan Sifat Fisika
B.1.1 Titik Leleh
Titik leleh didefinisikan sebagai temperatur dimana zat padat berubah menjadi
cairan pada tekanannya satu atmosfer. Titik leleh suatu zat padat tidak mengalami
perubahan yang berarti dengan adanya perubahan tekanan. Oleh karena itu tekanan
biasanya tidak dilaporkan pada penentuan titik leleh , kecuali kalau perbedaan dengan
tekanan normal terlalu besar. Pada umumnya titik leleh senyawa organik mudah diamati
sebab temperatur dimana pelelehan mulai terjadi hamper sama dengan temperatur dimana
zat telah meleleh semuanya. Jika zat padat yang diamati tidak murni , maka akan terjadi
penyimpangan dari titik leleh senyawa murninya. Penyimpangan itu berupa penurunan
titik leleh dan perluasan range titik leleh.
Kristal dari senyawa organik murni biasanya mempunyai titik leleh yang tertentu
dan tajam, artinya kisaran titik leleh (perbedaan suhu pada saat kristal mulai meleleh da
pada saat kristal meleleh sempurna) tidak lebih dari 0,5oC. Adanya sedikit zat pengotor
dapat menyebabkan kisaran titik leleh akan membesar dan mengakibatkan titik leleh dari
zat yang diamati menjadi lebih rendah dari titik leleh zat murninya, oleh karena itu titik
leleh merupakan criteria yang sangat berarti untuk senyawa organik.
Penentuan titik leleh senyawa organik bisa dilakukan dengan metode pipa kapiler.
Dengan metode ini diperlukan pipa kapiler dengan diameter 1mm, yang salah satu
ujungnya tertutup. Senyawa yang akan diamati diusahakan sudah kering benar dan
dimasukkan ke dalam pipa kapiler tersebut. Untuk memasukkan zat ini, letakkanlah
kristal yang telah dihaluskan pada gelas arloji dan ujung kapiler yang terbuka didorong
kea rah serbuk tersebut. Selanjutnya pipa kapiler dijatuhkan beberapa kali melalui tabung
gelas yang diletakkan bertikal. Cara ini dapat dilakukan beberapa kali sehingga diperoleh
ketinggian bahan dalam pipa kapiler kira-kira 2-4 nm.

B.1.2 Titik Didih


Titik didih suatu cairan ialah temperatur pada mana tekanan uap yang
meninggalkan cairan sama dengan tekanan luar. Bila tekanan uap sama dengan tekanan
luar ( tekanan yang dikenakan ), mulai terbentuk gelembung-gelembung uap dalam
cairan. Karena tekanan uap dalam gelembung sama dengan tekanan udara , maka
gelembung itu dapat mendorong diri lewat permukaan dan bergerak ke fase gas di atas
cairan , sehingga cairan itu mendidih.
Penambahan kecepatan panas pada cairan yang mendidih akan mempercepat
terbentuknya gelembung uap air. Cairan pun akan lebih cepat mendidih , tapi suhu didih
tidak naik. Titik didih cairan tergantung pada besarnya tekanan atmosfer. Titik didih pada
tekanan 1 atm (760 torr) dinamakan sebagai “ titik didih normal “. Pada tekanan yang
lebih besar maka titik didihnya juga lebih tinggi, dan begitu juga sebaliknya.
Titik didih biasanya merupakan kisaran suhu pendidihan yang diamati pada
distilasi terhadap suatu zat. Pada proses ini, penyimpanan dari hasil yang sebenarnya
dapat terjadi karena adanya pemanasan yang berlebihan (superheating) dan kesalahan
dalam meletakkan alat. Sumber kesalahan yang lain adalah bila koreksi thermometer
tidak diperhatikan atau tekanan tidak diukur dengan teliti, akibatnya diperoleh hasil titik
didih yang berada untuk zat yang sama.
Pengaruh zat pengotor pada titik didih sangat bergantung kepada sifat zat
pengotor, sehingga akan dijumpai pengaruh yang besar bila residu dari pelarut yang
volatile masih tetap ada. Sebaiknya, penambahan zat yang mempunyai titik didih sama
tidak memberikan pengaruh apapun. Umumnya, sejumlah kecil zat pengotor akan
memberikan pengaruh yang kecil pada titik didih jika dibandingkan pengaruhnya
terhadap titik leleh. Dengan demikian, titik didih tidak memberikan arti yang sama seperti
titik leleh untuk karakterisasi bahan-bahan dan criteria kemurniannya.
Penentuan titik didih dapat dilakukan dengan berbagai macam metode bergantung
pada jumlah zat yang diamati. Jika zat yang akan diamati sangat sedikit, maka bisa
digunakan metode Emrich. Pada metode Emrich, titik didih ditentukan dengan
menggunakan tabung kapiler dengan diameter 1mm. Salah satu ujung kapiler ini dibuat
tajam sepanjang 2 cm. Ujung dari tabung ini dimasukkan sedikit pada cairan yang akan
diamati titik didihnya dan tabung diangkat bila cairan telah mencapai bagian tabung yang
membesar. Ujung bawah kapiler ditutup dengan sedikit nyala api akan menghasilkan
gelembung udara. Perlu diperhatikan bahwa sebaiknya gelembung udara ini panjangnya
hanya 1-3 nm. Selanjutnya pipa kapiler diletakkan pada thermometer dan dimasukkan ke
dalam alat Thiele. Bila gelembung membesar dan menunjukkan adanya gerakan ke atas,
nyala api dikurangi. Titik didih tercapai apabila gelembung naik sampai permukaan
cairan pada pemanas.

B.1.3 Indeks Bias


Indeks bias, n, merupakan tetapan fisik yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi suatu senyawa cairan dan dapat juga digunakan untuk menentukan
kemurnian dari senyawa tersebut. Jika cahaya monokromatis, direfraksikan pada
permukaan dua media, maka menurut hukum Snellius :
sin α / sin β = C1/C2 = n
dimana C1 dan C2 adalah kecepatan cahaya pada media 1 dan 2. Pada umumnya
udara digunakan sebagai medium pembanding. Indeks bias sangat bergantung pada suhu.
Untuk senyawa-senyawa organik, indeks bias akan turun dengan naiknya suhu, kira-kira
sebesar 4-5 x 104 per derajat. Selain itu, indeks bias juga bergantung pada panjang
gelombang yang digunakan. Pada umumnya indeks-indeks bias diperoleh dengan
menggunakan garis spectra dituliskan sebagai indeks, misalnya n yang artinya
pengukuran indeks bias dilakukan pada suhu 25oC dan menggunakan panjang gelombang
garis D. Indeks bias dapat ditentukan dengan alat refraktometer.
B.2 Analisis Unsur
B.2.1 Deteksi Karbon dan Hidrogen
Untuk identifikasi keberadaan unsure karbon dan hydrogen dalam senyawa
organik, bisa dilakukan dengan menambahkan zat Tembaga (II) oksida atau CuO. Selain
dengan CuO tes kandungan karbon dan oksigen bisa dilanjutkan dengan uji CO 2 dan
H2O. timbulnya H2O bisa diamati dengan keberadaan uap air dan tes CO 2 bisa dilakukan
dengan memasukkan dupa ke dalam tabung reaksi yang terdapat zat yang diuji setelah
pemanasan. Jika positif mengandung CO2, maka nyala api pada dupa tersebut akan
padam. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
CxHy + CuO Cu(s) + H2O(g) + CO2(g)
B.2.2 Deteksi Oksigen
Untuk deteksi oksigen, digunakan pereaksi Feroks. Pereaksi feroks dibuat dengan
melarutkan KCNS dan FeCl3 secara terpisah dalam methanol, setelah itu kemudian
dicampurkan. Kemudian larutan itu diteteskan dengan kertas saring dan menimbulkan
warna merah. Kertas ini disebut dengan kertas feroks. Kemudian zat akan diuji
kandungan oksigennya, dilarutkan terlebih dahulu dalam benzena, hidrokarbon atau
toulena. Kemudian setelah dicampurkan, diteteskan ke kertas feroks. Jika positif
mengandung oksigen maka kertas feroks berubah warna menjadi merah cerah.
B.2.3 Deteksi Nitrogen
Unsur nitrogen dapat berada dalam bentuk nitrit dan nitrat untuk
mengidentifikasinya dapat dilakukan dengan mereaksikan sampel dengan larutan filtrat
Lassaigne kemudian ditambahkan garam Mohr (FeSO4(NH4)2SO4). Apabila positif
adanya nitrogen maka akan terbentuk suspensi berwarna biru kehijauan dalam satu menit.
Selain itu, dapat juga dilakukan dengan uji cincin coklat. Dimana sampel direaksikan
dengan FeSO4 dan H2SO4 pekat. Sebuah cincin coklat akan terbentuk pada tempat dimana
kedua cairan bertemu. Cincin coklat disebabkan oleh pembentukkan kompleks
[Fe(NO)]2+.

B.2.4 Deteksi Belerang


Deteksi belerang bisa dilakukan dengan menggunakan kertas saring yang telah
ditetesi Pb-asetat. Sebelumnya zat yang akan dideteksi diasamkan terlebih dahulu. Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut :
S2- + 2H+ H2S
H2S + Pb2+ PbS(s)

Selain itu, identifikasi belerang juga bisa dilakukan dengan menggunakan larutan
natrium nitroprusid ([Fe(CN)5NO]2-). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
S2- + [Fe(CN)5NO]2- [Fe(CN)5NOS]4-
Hasil reaksi ini akan memberikan warna ungu/gelap pada larutan.

B.2.5 Deteksi Halogen

Deteksi kandungan halogen pada suatu senyawa organik, bisa dilakukan dengan
menggunakan garam AgNO3, dimana nantinya garam ini akan bereaksi dengan ion
halogen membentuk endapan garam perak halida.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
-untuk ion Cl-, ketika bereaksi dengan AgNO3 akan menghasilkan endapan putih garam
AgCl ; AgNO3 + Cl- → AgCl (s)
- untuk ion Br-, ketika bereaksi dengan AgNO3 akan menghasilkan endapan kuning pucat
garam AgBr ; AgNO3 + Br- → AgBr (s)
- untuk ion I-, ketika bereaksi dengan AgNO3 akan menghasilkan endapan kuning dari
garam AgI ; AgNO3 + I- → AgI (s)
Untuk menguji secara spesifik, jenis halogen apa yang terdapat pada senyawa
organik tersebut, bisa dilakukan uji terhadap endapan yang terbentuk dengan
menggunakan ammonia atau NH4OH, AgCl larut dengan ammonia encer, AgBr sedikit
larut dalam ammonia encer, sedangkan AgI tidak larut dalam ammonia encer. Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut :
AgCl + 2NH3→ (Ag(NH3)2)+ + Cl-
AgBr + 2NH3 → (Ag(NH3)2)+ + Br-
AgI + 2NH3 → (tidak terjadi reaksi)
B.3 Deteksi Gugus Fungsional

Gugus fungsional merupakan gugus yang berpengaruh sangat besar terhadap sifat-sifat
dari senyawa organik tersebut. Beberapa gugus fungsional yang sering ditemukan dalam
senyawa-senyawa organik adalah hidroksil (-OH), karbonil (-CO), amino (-NH 2),
karboksil (-COOH), gugus okso (-O-), nitro (-NO 2), ikatan rangkap dua dan tiga. Untuk
mengidentifikasi senyawa organik, bisa dilakukan dengan serangkaian uji dengan reaksi-
reaksi kimia untuk menentukan gugus fungsional apa saja yang terdapat pada senyawa
organik tersebut.

B.3.1. Gugus Aldehida


Aldehida ialah senyawa karbon (organik) yang mempunyai gugus (-CHO).
Aldehida juga merupakan turunan alkana dimana dua atom hydrogen pada alkana diganti
dengan atom O. Rumus umum aldehida adalah R – CHO atau CnH2nO (Parning, 2003).
Sifat – sifat aldehida meliputi seifat fisis dan kimia. Sifat fisis di antaranya bahwa
aldehida bersifat polar. Hal ini karena pada gugus karbonil (C=O) terdapat perbedaan
keelektronegatifan yang besar antara atom karbon dengan oksigen. Gugus karbonil dari
aldehida dapat membentuk gaya tarik – menarik elektrostatik yang relatif kuat antar
molekulnya. Bagian positif dari sebuah molekul akan tertarik pada bagian negative dari
molekul lain.Senyawa aldehida dapat membentuk ikatan hydrogen dengan atom
hydrogen dari air atau alcohol. Adanya ikatan hydrogen tersebut mengakibatkan
kelarutan aldehida dalam air sebanding dengan alcohol (Deni Pranowo, 2006).
Untuk reaksi identifikasi gugus aldehida bisa dilakukan dengan beberapa cara.
Bisa menggunakan pereaksi Fehling dan Tollen.
Pereaksi Fehling mengandung kompleks Cu2+ dan ion tartrat. Terjadinya oksidasi
aldehida ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna merah bata dari Cu 2O (Deni
Pranowo, 2006). Reaksinya adalah sebagai berikut :
R – CHO + 2Cu 2+ + 5OH- → R-COO- (anion asam) + Cu2O (endapan merah bata) +
3H2O
Pereaksi Tollen adalah larutan Ag2O dalam ammonia. Pereaksi ini dibuat dengan
melarutkan garam AgNO3 ke dalam larutan NaOH berlebih sehingga terbentuk endapan
Ag2O, dengan reaksi :
2AgNO3(aq) + 2NaOH(aq) → Ag2O (s) + H2O (l) + 2NaNO3 (aq)
Endapan yang terbentuk selanjutnya disaring dan ditambah NH3 lagi sehingga
Ag2O larut kembali membentuk senyawa kompleks dengan reaksi :
Ag2O(s) + H2O(l) + 4NH3 → 2(Ag(NH3)2)OH (diaminoperakhidroksida)
Reaksi di atas merupakan reaksi kesetimbangan. Oleh karena itu, jika direaksikan
dengan suatu reduktor maka Ag2O akan direduksi kembali menjadi Ag (cermin perak).
Aldehida menunjukkan uji positif terhadap pereaksi Tollen, ditandai dengan terbentuknya
endapan putih mengkilap dan perak (cermin perak)
R – CHO + 2Ag(NH 3)2+ + 2OH- → R-COO- (anion asam) + 2Ag (cermin perak) + H 2O
+ 4NH3

B.3.2 Gugus Keton


Keton atau alkanon adalah suatu senyawa organik yang mempunyai sebuah gugus
karbonil (-C=O) terikat pada dua gugus alkyl, dua gugus aril atau satu gugus alkyl dan
satu gugus aril. Berbeda dengan aldehid, keton tidak mengandung atom hydrogen yang
terikat pada gugus karbonil (Deni Pranowo, 2006).
Sifat fisika keton tidak jauh berbeda dengan aldehida. Untuk sifat kimia,keton
merupakan senyawa polar dan reduktor yang sangat lemah.
Uji gugus fungsional keton pada senyawa organik bisa dilakukan dengan
melakukan tes DNP dan tes Iodoform.
Tes DNP merupakan tes identifikasi keton dengan menggunakan larutan 2,4-DNP
(dinitrofenilhidrazin). Apabila senyawa tersebut mengandung gugus keton, maka ketika
ditambahkan senyawa 2,4 DNP akan menghasilkan kristal berwarna oranye, merah atau
kuning yang merupakan senyawa keturunan 2,4-DNP. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut :

Uji iodoform biasa digunakan untuk mengetahui apakah suatu senyawa memiliki
struktur metil keton. Uji iodoform merupakan pereaksi yang terdiri dari iodine dan
kalium hidroksida (kalium hipoiodit).
Reaksi – reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut :
R – CO – CH3 + 3KIO → R – CO – CI3 + KOH
R – CO – CI3+ NaOH → R – COO – Na + CHI3 (endapan kuning)

B.3.3 Gugus Karboksil


Asam karboksilat merupakan senyawa yang mengandung gugus karboksil, yaitu
istilah karboksil berasal dari karbonil dan hidroksil. Asam karboksilat memiliki rumus
umum R-COOH atau CnH2nO2, R dapat berupa atom hydrogen, gugus alkyl, aril bahkan
berupa gugus karboksil yang lain.
Suatu molekul asam karboksilat mengandung gugusan (-OH) dan dengan
sendirinya dapat membentuk ikatan hydrogen dengan air. Oleh karena adanya ikatan
hydrogen, asam karboksilat yang mengandung atom karbon satu sampai empat dapat
bercampur dengan air. Selain itu, asam karboksilat juga membentuk ikatan hydrogen
dengan molekul asam karboksilat lainnya. Di sini terjadi dua ikatan hydrogen antara dua
gugusan karboksil. Dalam larutan yang tidak mempunyai ikatan hydrogen, asam
karboksilat sebagai sepasang molekul yang bergabung yang disebut dengan dimer.
Uji gugus karboksil dapat dilakukan dengan cara mereaksikan senyawa organik
yang akan diidentifikasi dengan natrium bikarbonat (NaHCO 3). Hasil reaksinya, jika
positif mengandung gugus karboksil maka akan menghasilkan suatu asam bikarbonat
yang nantinya terdekomposisi menjadi CO2 dan H2O.
R – COOH + NaHCO3 → R- COO – Na + H2CO3
H2CO3 → CO2 + H2O
Selain dengan tes Na-Bikarbonat uji gugus karboksil juga bisa dilakukan dengan
tes pembentukan ester. Hal ini bisa dilakukan dengan mereaksikan senyawa asam
karboksilat dengan alcohol. Katalis yang digunakan adalah asam sulfat pekat.
Terbentuknya ester bisa diidentifikasi dengan munculnya aroma buah-buahan setelah
senyawa asam karboksilat yang ditambahkan dengan alcohol dipanaskan dan
menggunakan H2SO4 pekat sebagai katalis. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

B.3.4 Gugus Fenol


Fenol merupakan suatu alcohol, di mana gugus fungsi –OH terikat pada cincin
benzene. Fenol, dengan rumus C6H5-OH dalam bentuk murni berupa kristal tak berwarna,
berbau (karbol), antiseptic, sedikit larut dalam air dan sebagai asam lemah (lebih lemah
dari asam karbonat). Senyawa ini dapat bereaksi dengan basa membentuk garam,
misalnya dengan NaOH menghasilkan Na-fenolat.
Identifikasi fenol dapat dilakukan dengan uji warna yaitu dengan menggunakan
FeCl3 atau tes feriklorida. Dimana antara senyawa feriklorida (FeCl 3) direaksikan dengan
fenol akan menghasilkan senyawa kompleks berwarna hijau. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut :
6 C6H5-OH + FeCl3 etanol (Fe(OC6H5)6)3- + 3 Cl- + 6H+
B.3.5 Adanya ikatan rangkap
Uji yang bisa dilakukan untuk identifikasi ikatan rangkap dalam senyawa organik
bisa dilakukan dengan uji bromine dalam CCl4 dan uji dengan KMnO4 alkalis (tes
baeyer).
Untuk uji bromine, senyawa yang akan diidentifikasi dilarutkan dalam Br2 dalam
CCl4. Nantinya jika positif terdapat ikatan rangkap akan menghasilkan senyawa visinal
dibromida sebagai hasil reaksi adisi.

CCl4
Etena(tak berwarna) + Br2(merah-coklat) Br-CH2-CH2-Br(tak berwarna)

Untuk tes Baeyer, KMnO4 yang digunakan akan mengoksidasi alkena menjadi
visinal diol pada suhu kamar. Pada reaksi ini ditandai dengan hilangnya warna ungu dari
KMnO4 berubah menjadi coklat dan menghasilkan endapan coklat MnO2.
Etena(tak berwarna ) + 2 MnO4(violet) + 4 H2O HO-CH 2-CH2-OH(tak berwarna ) + 2
MnO2(coklat) + 2 OH-
B.3.5 Uji Alifatis atau Aromatis suatu senyawa organik
Uji sifat senyawa organik apakah alifatis atau aromatis, bisa dilakukan dengan
melakukan tes asap. Bila senyaw organik tersebut positif mengandung cincin benzena
(aromatis) maka ketika dipanaskan akan timbul asap. Hal ini dikarenakan kestabilan
cincin benzena yang mengakibatkan sulit untuk dioksidasi. Sehingga ketika proses
pembakaran (pemanasan) timbul asap yang diakibatkan oleh pembakaran yang tidak
sempurna (sulit dioksidasi). Namun jika senyawa organik tersebut alifatis maka, ketika
pemanasan (pembakaran) tidak timbul asap, karena proses pembakaran yang berlangsung
sempurna
B.3.6 Mendeteksi Ester
Untuk uji identifikasi ester bisa dilakukan dengan tes feri-hidroksamat. Uji positif
kandungan ester terhadap tes feri hidroksamat adalah timbulnya warna merah atau ungu
dengan ester-anhidrida, asam klorida akibat pembentukan suatu komplek asam
hidroksamat.
Asam klorida dan asam anhidrida bereaksi dengan hidroksilamin secara
cepat dalam suasana asam, sedangkan ester dalam kondisi asam tidak dapat
bereaksi dengan hidroksilamin. (Chairil Anwar,1994)

HCl
RCOOR’ + H2NOH RCONHOH + R’OH
Et-OH

C. Alat dan Bahan

Alat :
 Pipa kapiler
 Balok logam
 Termometer
 Pemanas/hitter
 Pemanas Bunsen
 Tabung Thiele
 Refraktometer
 Tabung reaksi
 Neraca Analitik
 Gelas ukur 10 mL
 Kaca arloji
 Spatula
 Gelas kimia 100 mL
 Gelas kimia 200 mL
 Gelas kimia 500 mL
 Gelas ukur 25 mL
 Erlenmeyer
 Batang pengaduk
 Kertas saring
 Corong
Bahan :
 Padatan FeSO4
 Larutan NaOH
 Asam sulfat
 Larutan HNO3 pekat
 Larutan AgNO3
 Fenil hidrazin klorida (C6H9ClN2)
 L-sistein (C3H7NO2S)
 Asam asetat (CH3COOH)
 Larutan Pb-asetat 10%
 Natrium nitroprusid
 Metanol
 FeCl3
 n-pentena
 Air suling
 Natrium
 Glukosa
 Benzaldehide
 Minyak goreng
 CuO
 KSCN
 Etil asetat
 Lakmus merah
 Etil alkohol
 KOH
 Hidroksilamin hidroklorida

D. Prosedur Kerja dan Hasil Pengamatan


D.1 Penentuan Titik Leleh

No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar

1 digunakan pipa kapiler - ujung yang dibakar


dengan diameter 1,5 – adalah ujung yang
2,0 nm dan panjang 5 cm lebih kecil
yang salah satu ujungnya - hasilnya ujung akan
ditutup dengan jalan tertutup dengan
memanaskan di atas api. pembakaran kurang
lebih selama 2,5
menit
2 dihaluskan zat padat Dalam percobaan ini, zat
dengan spatula, setelah padat yang digunakan
halus masukkan ke adalah glukosa dengan tipe
dalam pipa kapiler di serbuk berwarna putih. Zat
atas, dengan jalan padat menjadi halus dengan
menekan ujung pipa waktu penghalusan 2,5
kapiler yang terbuka ke menit
dalam senyawa yang
halus. Ketuk-ketuk pipa
kapiler tersebut, sehingga
zat padat turun dan
memadat. Masukkan
sampai mencapai tinggi
0,5 cm

3 Bila menggunakan alat Tidak dilakukan


Thiele, ikatkan pipa
kapiler pada
thermometer secara
sejajar. Isi alat Thiele
dengan minyak goreng,
panaskan dengan cepat
pada posisi yang benar
sampai mencapai 60oC,
kemudian secara
perlahan – lahan dengan
kenaikan temperature 1-
2o tiap menit.

4 Bila menggunakan blok


logam, pipa kapiler tidak
perlu diikatkan pada
thermometer, tinggal
dimasukkan pada lubang
yang sesuai

5 Catat temperature - pada suhu 104oC zat


dimana zat mulai mulai meleleh
meleleh dan temperature - pada suhu 105oC zat
dimana zat tepat meleleh. telah meleleh semua
Trayek tidak boleh lebih - Trayek titik leleh
dari 1oC. zat 104 – 105oC
D.2 Penentuan Titik Didih
No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
1 Sebanyak 0,25 – 0,5 mL Zat cair berupa
zat cair dimasukkan ke benzaldehid (1 mL)
dalam pipa kecil
2 Pipa kapiler dimasukkan Pipa kapiler telah
ke dalam tabung reaksi dimasukkan
kecil dengan ujung
tertutup di sebelah atas.
3 Pipa kecil diikatkan pada Tabung reaksi diikatkan
ujung thermometer, pada ujung termometer,
kemudian dimasukkan ke kemudian dimasukkan ke
dalam penangas minyak dalam alat Thiele sampai
pertigaan. Dalam hal ini
alat Thiele sudah diisi
dengan minyak goreng.
4 dipanaskan tabung Thiele Benzaldehid dipanaskan
dengan api kecil, sehingga hingga mendidih
semua cairan keluar dari
dalam pipa kapiler dan
cairan dalam tabung reaksi
mendidih

5 dipindahkan pembakar dan - Minyak goreng


biarkan minyak dingin mulai mendingin
secara perlahan-lahan - Mulai ada cairan
benzaldehid yang
masuk ke dalam
pipa kapiler
6 Pada saat uap sampel - suhu pada saat
dalam pipa kapiler naiknya cairan
mengalami kondensasi, pada pipa kapiler
cairan akan tersedot naik = 84oC
ke dalam pipa kapiler. - suhu pada saat
Catat suhu pada saat cairan tidak naik
naiknya cairan dalam pipa lagi pada pipa
kapiler, itulah titik didih kapiler = 60oC
cairan tersebut - titik didih cairan =
84oC

D.3 Penentuan Indeks Bias


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
1 digunakan refraktometer - zat yang digunakan
untuk menentukan indeks adalah benzaldehid
bias zat organik - hasil pengamatan
dengan
refraktometer
didapat indeks bias
benzaldehid sebesar
1, 544

D.4 Mendeteksi Karbon dan Hidrogen


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
1 dicampurkan zat yang - zat yang digunakan
akan diperiksa dengan adalah glukosa
serbuk tembaga oksida - campuran zat
kering berwarna putih
- CuO berwarna hitam

2 dimasukkan ke dalam Campuran telah dimasukkan


tabung reaksi yang bersih ke dalam tabung reaksi.
dan kering Namun campuran tidak
menyatu secara sempurna
3 dipanaskan tabung - Pemanasan
tersebut sampai semua zat dilakukan dengan
berubah menjadi CO2 dan menggunakan
H2O pemanas Bunsen
- Terdapat uap dan
asap setelah
dipanaskan

4 Ujilah adanya gas CO2 - adanya uap air


dan H2O menunjukkan adanya
H2O
- Uji CO2 dilakukan
dengan cara
memasukkan
lidi/dupa yang
menyala pada tabung
reaksi. Setelah
dimasukkan ke
dalam tabung reaksi,
lidi/dupa yang
semula menyala akan
mati dan padam.

D.5 Mendeteksi Oksigen


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
1 dibuat pereaksi feroks - Timbul larutan
- larutkan 1 gram berwarna bening
KCNS dalam 10 mL ketika KCNS
methanol dan 1 gram dilarutkan dalam
FeCl3 dalam 10 mL 10 mL methanol
methanol. - Larutan berwarna
- Kedua larutan ini kuning ketika
dicampur dan FeCl3 dilarutkan
endapan disaring dalam 10 mL
methanol
- Filtrat berwarna
merah dan
mengandung
senyawa kompleks
Fe3+[Fe(CNS)6]3-.
Ini yang kemudian
disebut pereaksi
feroks.
2 Sedikit zat dilarutkan dalam Glukosa dilarutkan ke
salah satu pelarut seperti dalam n-pentana, larutan
benzene/toulena/hidrokarbon berwarna bening dan ada
endapan putih
3 disiapkan kertas saring yang Setelah ditetesi pereaksi
sudah diberi pereaksi feroks feroks kertas saring
dan dikeringkan (kertas menjadi berwarna merah
feroks)

4 Larutan sampel diteteskan - Larutan sampel


pada kertas feroks, bila diteteskan kertas
terjadi warna merah berarti saring berwarna
zat tersebut diindikasikan merah. Ini
mengandung oksigen menandakan
larutan sampel
mengandung
oksigen

D.5 Mendeteksi Nitrogen, Belerang dan Halogen


1. Pembuatan ekstrak Natrium atau filtrate Lassaigne
No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
1 Zat organik yang - zat yang diperiksa
diperiksa dimasukkan ke berwana putih dan
dalam tabung reaksi kecil pink
kemudian tambahkan - zat yang diuji
sepotong natrium yang berupa C6H9ClN2
dikeringkan terlebih (phenilhidrazin
dahulu dengan kertas klorida) dan
saring C3H7NO2S (Lcytein)
2 dipanaskan sampai pijar - Tabung reaksi
agar reaksinya sempurna berwarna coklat
kehitaman
- Serbuk juga meleleh
hingga berwarna
coklat kehitaman

3 Kelebihan Natrium diusir Tidak dilakukan


dengan menambahkan
etanol dan campuran
dipanaskan lagi sampai
merah membara
4 Isi tabung dilarutkan - tabung reaksi pecah
dalam air suling dengan - campuran + aquades
cara memanaskan tabung sehingga berwarna
coklat tua
5 Larutan ini kemudian Larutan disaring dan
disebut filtrate Lassaigne diperoleh filtrate Lassaigne
atau ekstrak natrium berwarna coklat muda.

2. Mendeteksi Unsur Belerang


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
1 Asamkan 2 mL ekstrak Larutan berwarna kuning
Natrium dengan asam muda saat dididihkan dan
asetat, didihkan menghasilkan gas

2 diperiksa gas yang timbul Kertas saring yang telah


dengan kertas saring yang dicelupkan dalam Pb-asetat
dicelupkan ke dalam 10% dan didekatkan pada
larutan Pb-asetat 10%. mulut tabung, warna kertas
Amati perubahan yang saring menjadi hitam. Ini
terjadi merupakan uji positif
terhadap belerang

3 Sisa filtrate dalam tabung - Natrium nitroprusid


reaksi ditetesi dengan (serbuk) berwarna
larutan Natrium merah
nitroprusid - Larutan berwarna
merah
- Filtrat + natrium
nitroprusid berwarna
hitam Filtrat + Natrium
nitroprusid

3. Mendeteksi unsure Nitrogen


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
1 ditambahkan 2 mL ekstrak - FeSO4 (kristal warna
Natrium ke dalam larutan biru muda)
FeSO4 yang baru dibuat, dilarutkan dengan
panaskan campuran aquades, larutan
sampai mendidih bening dan kuning
kehijauan
- Endapan yang
dihasilkan berwarna FeSO4 berwarna biru
gelap dan pekat muda

Dilarutkan dalam
aquades menjadi
berwarna hijau
kekuningan
2 Bila tidak terbentuk Ditambah NaOH terbentuk
endapan hijau, tambahkan endapan hijau lumut
larutan NaOH dan
dididihkan sampai
terbentuk endapan hijau

3 Dinginkan dan asamkan Setelah didinginkan dan


dengan asam sulfat sampai ditambahkan asam sulfat
semua endapan hijau pekat, semua endapan hijau
melarut melarut.

4 Akan muncul suatu Terdapat suspensi berwarna


suspensi berwarna biru kehijauan (positif
kehijauan atau biru mengandung N)
Prusian bila zat
mengandung N

4. Mendeteksi Halogen
No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
1 Asamkan 2mL ekstrak - Ekstrak natrium
Natrium dengan HNO3 ditambah HNO3
pekat dan didihkan pekat, larutan
berwarna coklat
muda
- Setelah dididihkan
warna semakin
pudar dan ada uap di Ekstrak Natrium +
sekitar dinding HNO3 pekat
tabung

Warna yang semakin


pudar setelah
dididihkan dan ada uap
di sekitar dinding
tabung
2 Didinginkan dan tambah 1 Setelah dingin, kemudian
mL larutan AgNO3 ditambah AgNO3 dan
terbentuk endapan putih
3 Bila ada halogen, akan Terbentuk endapan
terbentuk endapan berwarna putih
berwarna putih atau putih
kekuningan atau kuning
4 Untuk menentukan Setelah ditambah NH4OH
halogen yang ada maka berlebih, endapan putih
endapan tersebut melarut membentuk larutan
dilarutkan dalam NH4OH berwarna kuning muda
berlebih

D.6 Deteksi Ketidakjenuhan


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
a) Tes Baeyer
1 Sedikit zat cair dalam - Zat cair yang
etanol ditambahkan larutan digunakan adalah
KMnO4 alkalis tetes demi olive oil
tetes sambil dikocok - Zat cair semula
berwarna kuning
- zat cair setelah
dilarutkan dengan
etanol tidak
melarut secara
sempurna
2 Bila warna larutan KMnO4 Setelah ditetesi KMnO4,
memudar, berarti positif warna KMnO4 memudar,
adanya ikatan tidak jenuh. berarti dalam zat cair ada
ikatan tidak jenuh

b) Tes Bromin
1 dilarutkan sedikit zat dalam - setelah ditambah
CCl4 dan tambahkan larutan CCl4 larutan/zat
5% Br2 dalam CCl4 tetes berwarna kuning
demi tetes sambil dikocok - Ditambah 5% Br2,
larutan berubah
warna menjadi tak
berwarna
2 Bila warna coklat berubah Setelah ditambah Br2 dan
menjadi tak berwarna, dikocok, warna
berarti positif ada ikatan coklat/kuning pada larutan
tidak jenuh menjadi tidak berwarna,
berarti zat cair positif
mengandung ikatan tidak
jenuh.

D.7 Deteksi Alifatis da Aromatis suatu senyawa organik


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
a) Tes Asap
1 ditaruh sedikit senyawa - Zat yang digunakan
pada spatula, panaskan pada adalah benzokain
nyala Bunsen dalam lemari dan glukosa
asam - Benzokain (padatan
berwarna oranye)
dipanaskan, padatan
meleleh dan
terbentuk asap Benzokain
merah
- Glukosa
dipanaskan, padatan
meleleh dan tidak
terbentuk asap
Benzokain
dipanaskan timbul
asap merah
2 Terbentuknya asap Benzokain merupakan
menunjukkan adanya senyawa aromatic, karena
senyawa aromatik setelah dipanaskan
menghasilkan asap warna
merah.

D.8 Deteksi Gugus Fenolat


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
a) Tes Feriklorida
1 Zat dilarutkan dalam - zat dilarutkan dalam
alcohol, kemudian etanol, larutan
ditambahkan tetes demi tetes berwarna kuning
larutan FeCl3 - Ditambah FeCl3,
larutan berubah
warna menjadi ungu
2 Bila berubah warna menjadi Fenol positif mengandung
ungu, biru, hijau atau merah gugus fenol karena setelah
anggur berarti positif adanya ditambahkan FeCl3, larutan
gugus fenol berwarna ungu

D.9 Deteksi Gugus Aldehida


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
a) Tes Fehling
1 Sebanyak 1 mL larutan - larutan Fehling A
Fehling A dicampur dengan berwarna biru
1 mL larutan Fehling B - larutan Fehling B
berwarna bening
- Setelah kedua
larutan
dicampurkan,
menghasilkan Fehling A berwarna
campuran larutan biru
yang berwarna biru

Fehling B berwarna
bening
Campuran Fehling A
dan B
2 ditambahkan sedikit zat dan - Zat yang digunakan
panaskan dalam penangas adalah asetaldehid
air - Larutan berwarna
oranye setelah
ditambah zat dan
terbentuk endapan
merah

Terdapat endapan
merah bata setelah
asetaldehid ditambah
larutan Fehling
3 Bila warna biru larutan Larutan berwarna agak
secara perlahan berubah kehijauan dan terbentuk
menjadi endapan merah bata endapan merah bata
dari Cu2O, maka
menunjukkan adanya gugus
aldehida

b) Tes Tollen
1 disiapkan pereaksi Tollen, - AgNO3 ditambah
yaitu larutan AgNO3 NaOH, larutan
ditambah tetes demi tetes berwarna keruh.
larutan NaOH kemudian - Setelah ditambah
ditambah larutan Amoniak NH3 larutan
berlebih sampai semua menjadi bening
endapan larut kembali dan
AgNO3 yang
endapan melarut
ditimbang terlebih
sempurna
dahulu
2 ditambahkan sedikit zat dan - Zat yang digunakan
panaskan dalam penangas adalah benzaldehid
air - Ditambah
benzaldehid larutan
berwarna abu-abu
keruh

Pereaksi Tollen
ditambah benzaldehid
dan dipanaskan
3 Terbentuk cermin perak Terbentuk cermin perak
pada dinding tabung pada dinding tabung
menunjukkan adanya gugus
aldehida

D.10 Deteksi Gugus Keton


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
a) Tes DNP
1 Sedikit zat dilarutkan - zat etil metal
dalam HCl encer, keton berwarna
kemudian ditambah larutan putih kekuningan
2,4 dinitrofenilhidrazin - ditambah HCL,
warna larutan
menjadi bening
- ditambah 2,4 –
DNP larutan
menjadi oranye
2 Kocok campuran tersebut Larutan berwarna oranye
3 Bila ada endapan berarti Terbentuk endapan
positif adanya gugus keton (positif adanya gugus
keton)

b) Tes Iodoform
1 dibuat larutan Iod dalam Setelah ditimbang
KI (0,25 gram I2, 0,5 gram didapat I2 dengan berat
KI dalam 2 mL air) 0,2501 gram dan 0,503
gram KI yang dilarutkan
dalam 2 mL air. Warna
larutan merah kehitaman

2 Sedikit zat ditambahkan ke Aseton setelah ditambah


dalam 2 mL larutan NaOH NaOH 10%, larutan
10% menjadi tak berwarna
3 ditambahkan sedikit demi Warna zat menjadi
sedikit larutan Iod dalam kecoklatan
KI
4 Bila positif adanya keton, - warna coklat
maka warna coklat akan hilang
hilang dan terbentuk - terbentuk
endapan iodoform yang endapan
berwana kuning berwarna kuning

D.11. Mendeteksi Gugus Karboksil


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
a) tes Na-Bikarbonat
1 Larutan NaHCO3 jenuh - serbuk NaHCO3
ditambahkan sedikit zat setelah dilarutkan
dalam air
warnanya menjadi
keruh
- ditambah asam
asetat muncul
gelembung-
gelembung gas
2 Munculnya gelembung- Positif terdapat gugus
gelembung gas karboksil
menunjukkan adanya
gugus karboksil

D.12 Tes Pembentukan Ester


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
1 Dicampurkan sedikit zat Zat yang digunakan
dengan etilalkohol dan adalah asam asetat
asam sulfat pekat.

2 Dipanaskan beberapa Bau buah kurang terasa


saat dalam penangas air.

3 Munculnya bau harum Tidak timbulnya bau


buah menunjukkan buah disebabkan oleh
adanya gugus karboksil. beberapa faktor yang
mempengaruhi.

D.12 Mendeteksi Ester


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan gambar
a) Tes Feri-Hidroksanat
1 Zat dilarutkan dalam 0,5 - etilasetat berwarna
mL larutan jenuh kuning
hidroksilamin hidroklorida - hidroksilamin
dalam metanol hidroklorida
berwarna bening
- methanol berwarna
bening
2 ditambahkan larutan KOH - larutan tetap bening
dalam methanol sampai - setelah diuji dengan
bersifat basa kertas lakmus
merah, berubah
warna kertas lakmus
itu menjadi biru
(bersifat basa)
3 dipanaskan campuran Warna larutan tetap tak
tersebut sampai mendidih berwarna
4 Dinginkan dan tambahkan Larutan menjadi berwarna
1-2 tetes larutan FeCl3 oranye
5 diasamkan dengan larutan Ditambah HCl, warna
HCl larutan menjadi merah
anggur

6 Bila ada ester maka akan Positif ada ester karena


terjadi warna merah anggur setelah ditambah HCl,
warna larutan menjadi
merah anggur

E. Pembahasan
E.1 Penentuan Titik Leleh
Pada penentuan titik leleh ini, sampel yang digunakan adalah glukosa (C 6H12O6)
dengan berat molekul 180,18. Rumus strukturnya adalah sebagai berikut :

Hasil percobaan, menyatakan bahwa glukosa mulai meleleh pada suhu 104 OC dan
meleleh seluruhnya pada suhu 105oC. ini berarti titik leleh glukosa adalah 104oC. Terjadi
penyimpangan yang sangat jauh, karena secara teoritis titik leleh glukosa adalah 146oC.
penyimpangan yang sangat jauh ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
termometer yang belum dikalibrasi, padatan glukosa yang tidak murni dan glukosa yang
masuk ke pipa kapiler belum dalam kondisi memadat seluruhnya.
E.2 Penentuan Titik Didih
Untuk percobaan penentuan titik didih ini, sampel yang digunakan adalah
benzaldehid. Struktur benzaldehid adalah sebagai berikut :
O

C H

Dari hasil percobaan didapat bahwa titik didih benzaldehid adalah 84 oC. Berbeda
jauh dengan teori. Secara teoritis titik didih benzaldehid adalah 175oC. Perbedaan yang
sangat jauh antara teori dengan kenyataan (hasil percobaan) ini disebabkan oleh factor
peralatan thermometer yang belum dikalibrasi dan kemurnian benzaldehid. Benzaldehid
yang digunakan sebagai sampel bisa dikatakan sudah tidak murni lagi. Hal ini bisa dilihat
dari warna larutan benzaldehid yang berwarna kuning, padahal mestinya warna larutan
benzaldehid adalah bening dan tak berwarna.
E.3 Penentuan Indeks Bias
Zat yang digunakan sebagai sampel dalam uji penentuan indeks bias adalah
benzaldehid. Benzaldehid merupakan senyawa organik yang mengandung cincin
aromatic dan gugus aldehida. Secara teoritis nilai indeks bias suatu senyawa yang
mengandung cincin benzene (aromatis) adalah > 1,5. Khusus untuk benzaldehid, secara
teoritis mempunyai nilai indeks bias 1,5440-1,5464 pada suhu 200C. Dari hasil
pengamatan diperoleh nilai indeks bias dari sampel benzaldehid adalah 1,544. Hasil ini
tentu sudah sangat sesuai dengan teori.
E.4 Mendeteksi Karbon dan Hidrogen
Dalam uji identifikasi karbon dan hydrogen ini, sampel yang digunakan adalah
glukosa dengan rumus struktur sebagai berikut :

Bentuk rantai D-Glukosa.


Zat yang digunakan untuk membantu identifikasi karbon dan hydrogen adalah
CuO. Jadi glukosa dan CuO dicampurkan terlebih dahulu baru kemudian dipanaskan.
Setelah dipanaskan selama beberapa menit, timbul bintik –bintik air pada tabung reaksi.
Bintik –bintik air tersebut merupakan uap air atau H2O yang terbentuk dari hasil reaksi
pemanasan (pembakaran) glukosa. Kemudian untuk identifikasi karbon, dilakukan
dengan cara memasukkan dupa yang masih menyala ke dalam tabung reaksi yang masih
ada sampel setelah dipanaskan terlebih dahulu. Hasilnya ketika dupa dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, nyala dupa itu padam. Padamnya nyala dupa ini disebabkan oleh
adanya gas CO2 yang timbul akibat proses pembakaran glukosa. Berarti glukosa positif
mengandung unsure karbon dan hydrogen pada senyawanya. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut :
C6H12O6 + 12CuO → 6CO2 +6 H2O + 12Cu
E. 5 Mendeteksi Oksigen
Sebelum mendeteksi oksigen, terlebih dahulu dibuat pereaksi Feroks yang
nantinya digunakan sebagai senyawa uji keberadaan oksigen. Pereaksi feroks dibuat
dengan melarutkan KCNS dan FeCl3 dalam methanol secara terpisah. Lalu kemudian
dicampur. Setelah dicampur terbentuk filtrate yang mengandung senyawa kompleks Fe 3+
[Fe(CNS)6]3- yang kemudian disebut sebagai pereaksi feroks.
Kemudian sebagai sampel, yang digunakan adalah glukosa. Glukosa sebelum
diuji dengan pereaksi feroks, terlebih dahulu dilarutkan dalam n-pentena. Reaksi
berlangsung dingin dan terbentuk endapan putih atau ada pembekuan. Hal ini disebabkan
karena reaksi antara glukosa dan n-pentena berlangsung endoterm. Kemudian pereaksi
feroks terlebih dahulu diteteskan pada kertas saring untuk mempermudah proses
pengamatan. Ketika kertas saring diteteskan oleh pereaksi feroks, timbul warna merah
pada kertas saring. Setelah itu barulah larutan sampel glukosa dalam n-pentena diteteskan
dalam kertas saring yang sebelumnya sudah ditetesi pereaksi feroks. Hasilnya, warna
merah pada kertas saring yang diakibatkan oleh tetesan pereaksi feroks menjadi lebih
terang setelah ditetesi dengan larutan sampel. Warna merah yang lebih terang ini
disebabkan karena pada glukosa positif terdapat unsur oksigen pada senyawanya. Hasil
ini tentu sudah sesuai dengan teori, karena secara teori glukosa memang terdapat unsure
oksigen. Rumus struktur glukosa adalah sebagai berikut :

E.6 Mendeteksi Belerang, Nitrogen dan Halogen


Untuk deteksi belerang, nitrogen dan halogen sampel yang digunakan adalah fenil
hidrazin klorida (C6H9ClN2) yang merupakan serbuk merah muda dan L-sistein
(C3H7NO2S) yang merupakan serbuk putih. Sebelum proses deteksi dilakukan, terlebih
dahulu dibuat ekstak natrium atau filtrat Lassaigne. Filtrat ini dibuat dengan cara
mencampurkan senyawa sampel dan ditambahkan sepotong Natrium. Kemudian
dipanaskan agar reaksinya sempurna. Kemudian ditambahkan air suling dengan cara
memecah tabung. Larutan inilah yang kemudian disebut dengan ekstrak Natrium atau
Filtrat Lassaigne.Filtrat inilah yang akan diuji lebih lanjut.
Untuk mendeteksi keberadaan belerang, ekstrak Natrium atau Filtrat Lassaigne
diasamkan dengan asam asetat dan dididihkan. Proses ini menghasilkan gas H 2S. Gas H2S
ini ditangkap dengan kertas saring yang sebelumnya sudah dicelupkan ke dalam larutan
Pb-asetat 10%. Hasilnya, warna kertas saring menjadi hitam. Hal ini menandakan bahwa
pada larutan sampel positif mengandung unsur belerang. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut :
S2- + 2H+ H2S
H2S + Pb2+ PbS(s)

Timbulnya warna hitam pada kertas saring, disebabkan oleh terbentuknya


senyawa PbS.
Selain itu, keberadaan belerang pada larutan sampel juga bisa diuji dengan cara
meneteskan larutan Natrium Nitroprusid, Na2[Fe(CN)5NO] ke dalam filtrat sampel.
Hasilnya filtrate setelah ditetesi dengan larutan ini berubah warna menjadi hitam. Hal ini
menandakan bahwa pada sampel positif mengandung nitrogen. Reaksi yang terjadi pada
proses ini adalah sebagai berikut :
S2- + [Fe(CN)5NO]2- [Fe(CN)5NOS]4-

Sedangkan untuk identifikasi nitrogen, ekstrak Natrium dilarutkan ke dalam


FeSO4 dan campuran dipanaskan hingga mendidih. Setelah itu ditambahkan dengan
NaOH hingga terbentuk endapan hijau. Kemudian didinginkan dan diasamkan dengan
asam sulfat hingga semua endapan melarut. Setelah itu, muncul suspensi berwarna biru
kehijauan. Munculnya suspensi berwarna biru kehijauan menandakan sampel positif
mengandung nitrogen.
Kemudian, untuk mendeteksi keberadaan halogen, bisa digunakan dengan cara
mereaksikan ekstrak Natrium dengan garam perak nitrat AgNO3. Sebelumnya ekstrak
Natrium diasamkan terlebih dahulu dengan HNO3 pekat dan dididihkan. Terbentuk
endapan putih setelah ditambahkan AgNO3. Ini mengindikasikan pada larutan sampel
terdapat unsur halogen utamanya Cl. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Cl- + Ag+ AgCl(s)

Setelah itu, untuk mengetahui dan meyakinkan secara spesifik, unsur halogen
jenis apa yang terkandung, bisa dilakukan dengan cara melarutkan kembali endapan ke
dalam amonia. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa endapan melarut setelah
dilarutkan dalam amonia dan terbentuk warna kuning muda. Ini menandakan bahwa
unsur halogen yang terkandung dalam senyawa sampel adalah ion Cl- atau klorida.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
AgCl(s) + 2NH3 [Ag(NH3)2]+ + Cl-

E.7 Mendeteksi Ketidakjenuhan


Mendeteksi ketidakjenuhan atau kandungan ikatan rangkap suatu senyawa
organik bisa dilakukan dengan dua cara Tes Baeyer dan Tes Bromin. Sampel yang
digunakan adalah Olive oil. Untuk tes Baeyer, sampel Olive oil dilarutkan terlebih dahulu
dalam etanol. Kemudian diteteskan larutan Baeyer (KmnO4 alkalis) sambil dikocok.
Hasilnya warna KmnO4 memudar. Memudarnya warna KmnO4 menandakan bahwa pada
Olive Oil positif mengandung ikatan rangkap atau ketidakjenuhan. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut :
Etena(tak berwarna ) + 2 MnO4(violet) + 4 H2O HO-CH 2-CH2-OH(tak berwarna ) + 2
MnO2(coklat) + 2 OH-

Kemudian untuk Tes Bromin, sampel Olive Oil dilarutkan terlebih dahulu dalam
CCl4. Setelah itu ditambahkan Br2 tetes demi tetes sambil dikocok. Ketika dilarutkan
dalam CCl4, menghasilkan larutan berwarna kuning kecoklatan. Namun setelah
diteteskan Br2 warna kuning kecoklatan itu hilang dan tidak berwarna. Pudarnya warna
kuning kecoklatan setelah ditambahkan dengan Br2 mengindikasikan pada Olive Oil
positif mengandung ikatan rangkap atau ketidakjenuhan. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut : CCl4

Etena(tak berwarna) + Br2(merah-coklat) Br-CH2-CH2-Br(tak berwarna)

E.8 Mendeteksi Alifatis dan Aromatis Senyawa dengan Tes Asap


Dalam uji alifatis atau aromatis senyawa organik, digunakan dua zat sebagai
sampel yaitu benzokain dan glukosa. Benzokain dalam bentuk padatan dan berwarna
oranye. Ketika dipanaskan, pada benzokain timbul asap merah dan padatan meleleh.
Namun ketika glukosa dipanaskan, padatan glukosa menjadi meleleh namun tidak timbul
asap. Hal ini disebabkan pada benzokain terdapat cincin benzena (aromatis) yang sangat
stabil dan sulit untuk dioksidasi. Oleh karena itu, ketika proses pemanasan atau
pembakaran dari benzokain timbul asap merah, karena terjadi proses pembakaran yang
tidak sempurna sebagai akibat dari adanya cincin benzena yang stabil dan sulit
dioksidasi.
Berbeda halnya dengan glukosa. Ketika proses pembakaran, tidak timbul asap
atau terjadi proses pembakaran sempurna. Hal ini disebabkan pada glukosa tidak terdapat
cincin benzena (aromatis) dan bersifat alifatis sehingga relatif lebih mudah untuk
dioksidasi. Proses pembakaran pun berlangsung sempurna. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut :
C6H12O6 + 6O2 → 6CO2 + 6H2O

E. 9 Mendeteksi Gugus Fenolat


Identifikasi gugus fenolat, sampel yang digunakan adalah fenol. Uji gugus fenolat
dilakukan dengan melakukan tes Feriklorida dengan menggunakan FeCl3. Sebelum FeCl3
ditambahkan pada larutan sampel, terlebih dahulu sampel dilarutkan dalam etanol. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa, sampel yang sudah dicampur dengan etanol ketika
ditetesi dengan FeCl3 warna larutan sampel yang semula berwarna kuning berubah warna
menjadi ungu. Perubahan warna menjadi ungu ini, menandakan bahwa sampel positif
mengandung gugus fenolat. Untuk reaksinya, adalah sebagai berikut :
FeCl3 + 6H2O → [Fe(H2O)6]3+ + 3Cl-
[Fe(H2O)6]3+ + 3Cl- + 6 fenol → [Fe (OC6H5)6]3+ + 3Cl- + 3H+
Timbulnya warna ungu merupakan warna khas dari senyawa kompleks dari [Fe
(OC6H5)6]3+.
E.10 Deteksi Aldehida
Untuk deteksi aldehida, dalam praktikum ini digunakan dua cara yaitu dengan
pereaksi Fehling dan Tollens. Sampel yang digunakan adalah asetaldehid untuk pereaksi
Fehling dan benzaldehid untuk pereaksi Tollens.
Untuk uji Fehling, sebelumnya dicampurkan terlebih dahulu larutan Fehling A
dan Fehling B. Dimana terbentuk larutan berwarna biru. Lalu ditambahkan asetaldehida
ke dalam campuran larutan Fehling tersebut dan dipanaskan. Ketika dicampurkan dengan
asetaldehida, warna larutan yang semula biru berubah perlahan menjadi oranye dan
ketika dipanaskan terbentuk endapan berwarna merah bata. Endapan merah bata ini
berasal dari pembentukan Cu2O pada proses reaksi antara pereaksi Fehling dengan
asetaldehida. Berarti pada asetaldehida positif mengandung gugus aldehida. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut :

CH3 – CHO + 2Cu2+ + 5OH- → CH3-COO- (anion asam) + Cu2O (endapan merah
bata) + 3H2O
Lalu untuk uji dengan pereaksi Tollens, terlebih dahulu dibuat pereaksi Tollens
dengan cara menambahkan larutan NaOH tetes demi tetes ke dalam larutan AgNO3.
Ketika terbentuk endapan ditambahkan larutan ammonia berlebih sampai semua
endapan larut. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
2AgNO3(aq) + 2NaOH(aq) → Ag2O (s) + H2O (l) + 2NaNO3 (aq)
Ag2O(s) + H2O(l) + 4NH3 → 2[Ag(NH3)2]OH (diaminoperakhidroksida)
Kemudian ditambahkan benzaldehid ke dalam larutan tersebut dan dipanaskan.
Ketika dipanaskan terbentuk cermin perak pada tabung reaksi. Cermin perak terbentuk
akibat terbentuknya endapan perak karena reaksi antara benzaldehid dengan pereaksi
Tollens, reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
O
O
C O-
C H + 2Ag(NH 3)2 + 2OH -
+ 2Ag + H 2O + 4NH 3

E.11 Deteksi Gugus Keton dengan tes DNP dan tes Iodoform
Untuk identifikasi gugus Keton, zat yang digunakan sebagai sampel adalah etil
metil keton. Sedangkan zat pengujinya adalah 2,4-dinitrofenilhidrazin. Berikut adalah
rumus struktur dari etil metil keton dan 2,4-dinitrofenilhidrazin :
NH NH 2

NO 2

CH 3 CH 2 C CH 3 NO 2

etil metil keton 2,4 - dinitrofenilhidrazin

Sebelum diteteskan dengan 2,4-DNP terlebih dahulu sampel yang berupa etil
metil keton ditambahkan dengan HCl encer. Kemudian barulah ditambahkan dengan 2,4
–DNP. Hasilnya larutan berwarna oranye dan timbul endapan setelah dikocok. Ini
menandakan bahwa sampel etil metil keton positif mengandung gugus keton. Reaksi
yang terjadi antara etil metil keton dengan 2,4 –DNP adalah sebagai berikut :

NH NH 2
O
NO 2
+
CH 3 CH 2 C CH 3

NO 2

CH 3 CH 2 NO 2

C N NH

CH 3 NO 2

Selain dengan tes DNP, deteksi gugus keton bisa juga dilakukan dengan uji
Iodoform. Larutan yang digunakan sebagai penguji adalah larutan Iod dalam KI. Larutan
ini dibuat dengan cara melarutkan 0,25 gram I2 dan 0,5 gram KI dalam 2 mL air. Warna
larutan berubah menjadi merah kehitaman. Untuk zat yang akan diuji gugus ketonnya
adalah aseton. Sebelum ditambahkan larutan Iod, aseton terlebih dahulu dilarutkan ke
dalam larutan NaOH 10%. Setelah itu ditambahkan tetes demi tetes larutan Iod. Hasilnya
warna coklat hilang dan terbentuk endapan berwarna kuning. Berarti aseton positif
mengandung gugus keton. Endapan kuning yang dihasilkan merupakan senyawa
iodoform (CHI3). Untuk reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
O
O

C O- + CHI
CH 3 C CH 3
+ OH- + I2 → CH 3 3

E. 12 Deteksi Gugus Karboksil dengan tes Na-Bikarbonat dan Tes Pembentukan


Ester
Untuk deteksi gugus karboksil ini, zat yang akan diuji adalah asam asetat
(CH3COOH) dan zat penguji adalah Natrium Bikarbonat (NaHCO 3) jenuh. Ketika
Natrium Bikarbonat ditambahkan asam asetat, timbul gelembung –gelembung gas.
Gelembung gas ini merupakan gas CO2 yang dihasilkan dari reaksi antara asam asetat
dengan natrium bikarbonat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
CH3COOH + NaHCO3 → CH3COONa + CO2 + H2O
Selain dengan tes Na-Bikarbonat, deteksi gugus karboksil juga bisa dilakukan
dengan tes Pembentukan Ester. Yang digunakan sebagai sampel adalah asam asetat.
Asam asetat dicampurkan dengan etil alcohol dan asam sulfat pekat. Tujuan penambahan
asam sulfat pekat adalah berfungsi sebagai katalisator reaksi. Kemudian setelah itu
dilakukan proses pemanasan untuk mempercepat laju reaksi. Sebenarnya indicator
adanya gugus karboksil adalah munculnya aroma buah –buahan sebagai pertanda
terbentuknya ester. Namun dalam praktikum dan hasil pengamatan menunjukkan aroma
buah-buahan kurang terasa. Hal ini dikarenakan asam asetat yang digunakan kurang
pekat.

E. 13 Deteksi Ester
Untuk uji identifikasi ester bisa dilakukan dengan tes feri-hidroksamat. Sampel
yang digunakan adalah etil asetat. Etil asetat dilarutkan terlebih dahulu dalam
hidroksilamin hidroklorida dalam metanol. Setelah itu ditambahkan KOH sampai bersifat
basa. Untuk membuktikan sudah bersifat basa, ke dalam larutan dicelupkan kertas lakmus
merah. Hasilnya kertas lakmus merah berubah menjadi biru. Hal ini menunjukkan bahwa
larutan sudah bersifat basa. Kemudian dilakukan pemanasan. Setelah pemanasan, lalu
didinginkan dan ditambahkan FeCl3. hasilnya warna larutan yang semula bening menjadi
oranye. Kemudian diasamkan dengan HCl. Ketika itu warna larutan berubah menjadi
merah anggur. Uji positif kandungan ester terhadap tes feri hidroksamat adalah timbulnya
warna merah atau ungu dengan ester-anhidrida, asam klorida akibat pembentukan suatu
komplek asam hidroksamat. Berarti etil asetat positif mengandung ester.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
HCl
CH3COOC2H5 + H2NOH CH3CONHOH + C2H5OH
Metanol
F. Kesimpulan
1. sifat – sifat fisika senyawa organik dapat ditentukan dengan uji titik leleh, titk didih
dan indeks bias. Uji titik leleh dilakukan untuk zat organik yang berbentuk padatan dan
untuk zat organik yang berbentuk cairang dapat diuji titik didihnya.
2. Analisis unsur untuk identifikasi karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, belerang dan
halogen dapat dilakukan dengan uji-uji tertentu. Uji karbon dan hidrogen bisa dilakukan
dengan tes CO2 dan H2O, uji oksigen dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi
feroks dan uji nitrogen, belerang dan halogen dilakukan dengan menggunakan ekstrak
Natrium
3. Mendeteksi ketidakjenuhan senyawa organik bisa dilakukan dengan tes Baeyer dan tes
Bromin. Tes Baeyer dilakukan dengan menggunakan KmnO4 alkalis dan tes Bromin
dilakukan dengan menggunakan Br2. Indikator untuk tes Baeyer adalah pudarnya warna
KmnO4 dan untuk tes Bromin adalah perubahan warna (coklat menjadi tak berwarna).
4. Mengidentifikasi suatu senyawa organik bersifat alifatis atau aromatis bisa dilakukan
dengan uji asap. Jika aromatis menimbulkan asap namun jika tidak aromatis tidak
menimbulkan asap.
5. Identifikasi gugus fenolat bisa dilakukan dengan tes Feri-Klorida.
6.Identifikasi gugus Aldehida bisa dilakukan dengan tes Fehling dan tes Tollens.
Indikator adanya gugus aldehida untuk tes Fehling adalah terbentuknya endapan merah
bata dan terbentuknya cermin perak untuk tes Tollens
7. Identifikasi gugus keton bisa dilakukan dengan tes DNP dan tes Iodoform. Indikator
adanya gugus keton untuk tes DNP adalah terbentuknya endapan dan terbentuknya
endapan kuning muda untuk tes Iodoform
8. Identifikasi gugus karboksil bisa dilakukan dengan tes Na-Bikarbonat dan tes
Pembentukan Ester. Indikator adanya gugus karboksil untuk tes Na-Bikarbonat adalah
terbentuknya gelembung-gelembung gas dan munculnya bau harum buah-buahan untuk
tes pembentukan ester.
9. Identifikasi ester bisa dilakukan dengan tes Feri-Hidroksamat

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Chairil,dkk.1994.Pengantar parktikum Kimia Organik.Yogyakarta:UGM


Muderawan, I Wayan dan I Wayan Suja. 2008. Praktikum Kimia Organik. Singaraja
:Universitas Pendidikan Ganesha
Nurlita,Frieda dan I Wayan Suja.2004.Buku Ajar Praktikum Kimia Organik.Singaraja :
IKIP Negeri Singaraja
Pranowo, Deni. 2005. Kimia Untuk SMA Kelas XII. Klaten : PT. Intan Pariwara
Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta : Penerbit Erlangga
Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Mikro dan Semimikro. Jakarta :
PT. Kalman Media Pusaka
Lampiran
Jawaban Pertanyaan
1. Mengapa zat pada pipa kapiler perlu diketuk-ketuk dan harus memadat secara
merata? Karena jika tidak memadat secara merata, maka titik leleh yang didapat
akan sangat jauh menyimpang dari titik leleh teoritis
2. Mengapa digunakan minyak goreng sebagai penangas? Dapatkah air digunakan
sebagai penangas? Minyak goreng digunakan sebagai penangas karena minyak
dapat digunakan untuk penentuan senyawa-senyawa titik leleh sampai 200˚C. Air
bisa digunakan sebagai penangas jika zat tersebut mempunyai titik leleh dibawah
100˚C.
3. Bagaimana cara menguji adanya CO2 ? Cara menguji adanya CO2 dengan
mengalirkan gas yang didapat kedalam larutan Ca(OH)2. Bila larutan Ca(OH)2
keruh, maka terbukti adanya gas CO2 didalam zat yang sedang diuji.
4. . Bagaimana cara menguji H2O ? dengan cara melihat titik air yang terbentuk
akibat proses reaksi
5. Bagaimana membedakan AgCl dari AgBr atau AgI dengan menggunakan larutan
NH4OH ? AgCl larut dengan ammonia encer, AgBr sedikit larut dalam ammonia
encer, sedangkan AgI tidak larut dalam ammonia encer. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut :
AgCl + 2NH3→ (Ag(NH3)2)+ + Cl-
AgBr + 2NH3 → (Ag(NH3)2)+ + Br-
AgI + 2NH3 → (tidak terjadi reaksi)
6. Tuliskan persamaan reaksi antara aldehida dan peraksi Fehling ?
R – CHO + 2Cu 2+ + 5OH- → R-COO- (anion asam) + Cu2O (endapan
merah bata) + 3H2O
7. Tuliskan persamaan reaksi antara aldehida dan peraksi Tollens ?
R – CHO + 2Ag(NH 3)2+ + 2OH- → R-COO- (anion asam) + 2Ag
(cermin perak) + H2O + 4NH3
8. Tuliskan persamaan reaksi antara asam karboksilat dan natrium bikarbonat ?
R – COOH + NaHCO3 → R- COO – Na + H2CO3
H2CO3 → CO2 + H2O

Anda mungkin juga menyukai