A. Tujuan
1. Untuk mengidentifikasi sifat –sifat fisika (titik leleh, titik didih dan indeks bias)
suatu senyawa organik.
2. Untuk mengidentifikasi adanya unsur belerang dalam suatu senyawa organik
dengan tes Lassaigne
3. Untuk mengidentifikasi adanya unsur karbon dan hidrogen dalam suatu senyawa
organik melalui uji gas CO2 dan H2O
4. Untuk mengidentifikasi adanya unsur oksigen dalam suatu senyawa organik
dengan pereaksi feroks
5. Untuk mengidentifikasi adanya unsure nitrogen dalam suatu senyawa organik
dengan tes Lassaigne
6. Untuk mengidentifikasi adanya unsure halogen dalam suatu senyawa organik
dengan tes Lassaigne
7. Untuk mengidentifikasi adanya ikatan tidak jenuh pada senyawa organik melalui
tes Baeyer dan tes Bromin
8. Untuk mengidentifikasi sifat senyawa organik (alifatis atau aromatis) melalui Tes
Asap
9. Untuk mengidentifikasi adanya gugus Fenolat pada senyawa organik melalui tes
Feriklorida
10. Untuk mengidentifikasi adanya gugus Aldehida pada senyawa organik melalui tes
Fehling dan Tollens
11. Untuk mengidentifikasi adanya gugus Keton pada senyawa organik melalui tes
DNP dan tes Iodoform
12. Untuk mengidentifikasi adanya gugus Karboksil pada senyawa organik melalui
tes Na-Bikarbonat
13. Untuk mengidentifikasi adanya Ester pada senyawa organik melalui tes Feri-
Hidroksamat
B. Dasar Teori
Senyawa –senyawa kimia di alam ini berlimpah jumlah dan jenisnya. Untuk
mempermudah mempelajari sifat-sifatnya, diperlukan suatu tahap identifikasi. Pada
senyawa organik, identifikasi senyawa-senyawnya bisa dilakukan dengan uji secara kimia
terutama pada gugus-gugus fungsionalnya. Metode –metode spektroskopi modern seperti
resonansi magnet inti (RMI), spektroskopi massa, inframerah, ultraviolet sekarang
digunakan secara intensif untuk analisis gugus fungsional, tetapi uji analisis kimia klasik
masih memegang peranan penting bila ada masalah atau kebingungan dalam interpretasi
spectra (Muderawan, 2008). Identifikasi senyawa organik bisa dilakukan dengan
penentuan sifat fisika, analisis unsure penyusun senyawa organik dan deteksi gugus
fungsional.
B.1 Penentuan Sifat Fisika
B.1.1 Titik Leleh
Titik leleh didefinisikan sebagai temperatur dimana zat padat berubah menjadi
cairan pada tekanannya satu atmosfer. Titik leleh suatu zat padat tidak mengalami
perubahan yang berarti dengan adanya perubahan tekanan. Oleh karena itu tekanan
biasanya tidak dilaporkan pada penentuan titik leleh , kecuali kalau perbedaan dengan
tekanan normal terlalu besar. Pada umumnya titik leleh senyawa organik mudah diamati
sebab temperatur dimana pelelehan mulai terjadi hamper sama dengan temperatur dimana
zat telah meleleh semuanya. Jika zat padat yang diamati tidak murni , maka akan terjadi
penyimpangan dari titik leleh senyawa murninya. Penyimpangan itu berupa penurunan
titik leleh dan perluasan range titik leleh.
Kristal dari senyawa organik murni biasanya mempunyai titik leleh yang tertentu
dan tajam, artinya kisaran titik leleh (perbedaan suhu pada saat kristal mulai meleleh da
pada saat kristal meleleh sempurna) tidak lebih dari 0,5oC. Adanya sedikit zat pengotor
dapat menyebabkan kisaran titik leleh akan membesar dan mengakibatkan titik leleh dari
zat yang diamati menjadi lebih rendah dari titik leleh zat murninya, oleh karena itu titik
leleh merupakan criteria yang sangat berarti untuk senyawa organik.
Penentuan titik leleh senyawa organik bisa dilakukan dengan metode pipa kapiler.
Dengan metode ini diperlukan pipa kapiler dengan diameter 1mm, yang salah satu
ujungnya tertutup. Senyawa yang akan diamati diusahakan sudah kering benar dan
dimasukkan ke dalam pipa kapiler tersebut. Untuk memasukkan zat ini, letakkanlah
kristal yang telah dihaluskan pada gelas arloji dan ujung kapiler yang terbuka didorong
kea rah serbuk tersebut. Selanjutnya pipa kapiler dijatuhkan beberapa kali melalui tabung
gelas yang diletakkan bertikal. Cara ini dapat dilakukan beberapa kali sehingga diperoleh
ketinggian bahan dalam pipa kapiler kira-kira 2-4 nm.
Selain itu, identifikasi belerang juga bisa dilakukan dengan menggunakan larutan
natrium nitroprusid ([Fe(CN)5NO]2-). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
S2- + [Fe(CN)5NO]2- [Fe(CN)5NOS]4-
Hasil reaksi ini akan memberikan warna ungu/gelap pada larutan.
Deteksi kandungan halogen pada suatu senyawa organik, bisa dilakukan dengan
menggunakan garam AgNO3, dimana nantinya garam ini akan bereaksi dengan ion
halogen membentuk endapan garam perak halida.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
-untuk ion Cl-, ketika bereaksi dengan AgNO3 akan menghasilkan endapan putih garam
AgCl ; AgNO3 + Cl- → AgCl (s)
- untuk ion Br-, ketika bereaksi dengan AgNO3 akan menghasilkan endapan kuning pucat
garam AgBr ; AgNO3 + Br- → AgBr (s)
- untuk ion I-, ketika bereaksi dengan AgNO3 akan menghasilkan endapan kuning dari
garam AgI ; AgNO3 + I- → AgI (s)
Untuk menguji secara spesifik, jenis halogen apa yang terdapat pada senyawa
organik tersebut, bisa dilakukan uji terhadap endapan yang terbentuk dengan
menggunakan ammonia atau NH4OH, AgCl larut dengan ammonia encer, AgBr sedikit
larut dalam ammonia encer, sedangkan AgI tidak larut dalam ammonia encer. Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut :
AgCl + 2NH3→ (Ag(NH3)2)+ + Cl-
AgBr + 2NH3 → (Ag(NH3)2)+ + Br-
AgI + 2NH3 → (tidak terjadi reaksi)
B.3 Deteksi Gugus Fungsional
Gugus fungsional merupakan gugus yang berpengaruh sangat besar terhadap sifat-sifat
dari senyawa organik tersebut. Beberapa gugus fungsional yang sering ditemukan dalam
senyawa-senyawa organik adalah hidroksil (-OH), karbonil (-CO), amino (-NH 2),
karboksil (-COOH), gugus okso (-O-), nitro (-NO 2), ikatan rangkap dua dan tiga. Untuk
mengidentifikasi senyawa organik, bisa dilakukan dengan serangkaian uji dengan reaksi-
reaksi kimia untuk menentukan gugus fungsional apa saja yang terdapat pada senyawa
organik tersebut.
Uji iodoform biasa digunakan untuk mengetahui apakah suatu senyawa memiliki
struktur metil keton. Uji iodoform merupakan pereaksi yang terdiri dari iodine dan
kalium hidroksida (kalium hipoiodit).
Reaksi – reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut :
R – CO – CH3 + 3KIO → R – CO – CI3 + KOH
R – CO – CI3+ NaOH → R – COO – Na + CHI3 (endapan kuning)
CCl4
Etena(tak berwarna) + Br2(merah-coklat) Br-CH2-CH2-Br(tak berwarna)
Untuk tes Baeyer, KMnO4 yang digunakan akan mengoksidasi alkena menjadi
visinal diol pada suhu kamar. Pada reaksi ini ditandai dengan hilangnya warna ungu dari
KMnO4 berubah menjadi coklat dan menghasilkan endapan coklat MnO2.
Etena(tak berwarna ) + 2 MnO4(violet) + 4 H2O HO-CH 2-CH2-OH(tak berwarna ) + 2
MnO2(coklat) + 2 OH-
B.3.5 Uji Alifatis atau Aromatis suatu senyawa organik
Uji sifat senyawa organik apakah alifatis atau aromatis, bisa dilakukan dengan
melakukan tes asap. Bila senyaw organik tersebut positif mengandung cincin benzena
(aromatis) maka ketika dipanaskan akan timbul asap. Hal ini dikarenakan kestabilan
cincin benzena yang mengakibatkan sulit untuk dioksidasi. Sehingga ketika proses
pembakaran (pemanasan) timbul asap yang diakibatkan oleh pembakaran yang tidak
sempurna (sulit dioksidasi). Namun jika senyawa organik tersebut alifatis maka, ketika
pemanasan (pembakaran) tidak timbul asap, karena proses pembakaran yang berlangsung
sempurna
B.3.6 Mendeteksi Ester
Untuk uji identifikasi ester bisa dilakukan dengan tes feri-hidroksamat. Uji positif
kandungan ester terhadap tes feri hidroksamat adalah timbulnya warna merah atau ungu
dengan ester-anhidrida, asam klorida akibat pembentukan suatu komplek asam
hidroksamat.
Asam klorida dan asam anhidrida bereaksi dengan hidroksilamin secara
cepat dalam suasana asam, sedangkan ester dalam kondisi asam tidak dapat
bereaksi dengan hidroksilamin. (Chairil Anwar,1994)
HCl
RCOOR’ + H2NOH RCONHOH + R’OH
Et-OH
Alat :
Pipa kapiler
Balok logam
Termometer
Pemanas/hitter
Pemanas Bunsen
Tabung Thiele
Refraktometer
Tabung reaksi
Neraca Analitik
Gelas ukur 10 mL
Kaca arloji
Spatula
Gelas kimia 100 mL
Gelas kimia 200 mL
Gelas kimia 500 mL
Gelas ukur 25 mL
Erlenmeyer
Batang pengaduk
Kertas saring
Corong
Bahan :
Padatan FeSO4
Larutan NaOH
Asam sulfat
Larutan HNO3 pekat
Larutan AgNO3
Fenil hidrazin klorida (C6H9ClN2)
L-sistein (C3H7NO2S)
Asam asetat (CH3COOH)
Larutan Pb-asetat 10%
Natrium nitroprusid
Metanol
FeCl3
n-pentena
Air suling
Natrium
Glukosa
Benzaldehide
Minyak goreng
CuO
KSCN
Etil asetat
Lakmus merah
Etil alkohol
KOH
Hidroksilamin hidroklorida
Dilarutkan dalam
aquades menjadi
berwarna hijau
kekuningan
2 Bila tidak terbentuk Ditambah NaOH terbentuk
endapan hijau, tambahkan endapan hijau lumut
larutan NaOH dan
dididihkan sampai
terbentuk endapan hijau
4. Mendeteksi Halogen
No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
1 Asamkan 2mL ekstrak - Ekstrak natrium
Natrium dengan HNO3 ditambah HNO3
pekat dan didihkan pekat, larutan
berwarna coklat
muda
- Setelah dididihkan
warna semakin
pudar dan ada uap di Ekstrak Natrium +
sekitar dinding HNO3 pekat
tabung
b) Tes Bromin
1 dilarutkan sedikit zat dalam - setelah ditambah
CCl4 dan tambahkan larutan CCl4 larutan/zat
5% Br2 dalam CCl4 tetes berwarna kuning
demi tetes sambil dikocok - Ditambah 5% Br2,
larutan berubah
warna menjadi tak
berwarna
2 Bila warna coklat berubah Setelah ditambah Br2 dan
menjadi tak berwarna, dikocok, warna
berarti positif ada ikatan coklat/kuning pada larutan
tidak jenuh menjadi tidak berwarna,
berarti zat cair positif
mengandung ikatan tidak
jenuh.
Fehling B berwarna
bening
Campuran Fehling A
dan B
2 ditambahkan sedikit zat dan - Zat yang digunakan
panaskan dalam penangas adalah asetaldehid
air - Larutan berwarna
oranye setelah
ditambah zat dan
terbentuk endapan
merah
Terdapat endapan
merah bata setelah
asetaldehid ditambah
larutan Fehling
3 Bila warna biru larutan Larutan berwarna agak
secara perlahan berubah kehijauan dan terbentuk
menjadi endapan merah bata endapan merah bata
dari Cu2O, maka
menunjukkan adanya gugus
aldehida
b) Tes Tollen
1 disiapkan pereaksi Tollen, - AgNO3 ditambah
yaitu larutan AgNO3 NaOH, larutan
ditambah tetes demi tetes berwarna keruh.
larutan NaOH kemudian - Setelah ditambah
ditambah larutan Amoniak NH3 larutan
berlebih sampai semua menjadi bening
endapan larut kembali dan
AgNO3 yang
endapan melarut
ditimbang terlebih
sempurna
dahulu
2 ditambahkan sedikit zat dan - Zat yang digunakan
panaskan dalam penangas adalah benzaldehid
air - Ditambah
benzaldehid larutan
berwarna abu-abu
keruh
Pereaksi Tollen
ditambah benzaldehid
dan dipanaskan
3 Terbentuk cermin perak Terbentuk cermin perak
pada dinding tabung pada dinding tabung
menunjukkan adanya gugus
aldehida
b) Tes Iodoform
1 dibuat larutan Iod dalam Setelah ditimbang
KI (0,25 gram I2, 0,5 gram didapat I2 dengan berat
KI dalam 2 mL air) 0,2501 gram dan 0,503
gram KI yang dilarutkan
dalam 2 mL air. Warna
larutan merah kehitaman
E. Pembahasan
E.1 Penentuan Titik Leleh
Pada penentuan titik leleh ini, sampel yang digunakan adalah glukosa (C 6H12O6)
dengan berat molekul 180,18. Rumus strukturnya adalah sebagai berikut :
Hasil percobaan, menyatakan bahwa glukosa mulai meleleh pada suhu 104 OC dan
meleleh seluruhnya pada suhu 105oC. ini berarti titik leleh glukosa adalah 104oC. Terjadi
penyimpangan yang sangat jauh, karena secara teoritis titik leleh glukosa adalah 146oC.
penyimpangan yang sangat jauh ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
termometer yang belum dikalibrasi, padatan glukosa yang tidak murni dan glukosa yang
masuk ke pipa kapiler belum dalam kondisi memadat seluruhnya.
E.2 Penentuan Titik Didih
Untuk percobaan penentuan titik didih ini, sampel yang digunakan adalah
benzaldehid. Struktur benzaldehid adalah sebagai berikut :
O
C H
Dari hasil percobaan didapat bahwa titik didih benzaldehid adalah 84 oC. Berbeda
jauh dengan teori. Secara teoritis titik didih benzaldehid adalah 175oC. Perbedaan yang
sangat jauh antara teori dengan kenyataan (hasil percobaan) ini disebabkan oleh factor
peralatan thermometer yang belum dikalibrasi dan kemurnian benzaldehid. Benzaldehid
yang digunakan sebagai sampel bisa dikatakan sudah tidak murni lagi. Hal ini bisa dilihat
dari warna larutan benzaldehid yang berwarna kuning, padahal mestinya warna larutan
benzaldehid adalah bening dan tak berwarna.
E.3 Penentuan Indeks Bias
Zat yang digunakan sebagai sampel dalam uji penentuan indeks bias adalah
benzaldehid. Benzaldehid merupakan senyawa organik yang mengandung cincin
aromatic dan gugus aldehida. Secara teoritis nilai indeks bias suatu senyawa yang
mengandung cincin benzene (aromatis) adalah > 1,5. Khusus untuk benzaldehid, secara
teoritis mempunyai nilai indeks bias 1,5440-1,5464 pada suhu 200C. Dari hasil
pengamatan diperoleh nilai indeks bias dari sampel benzaldehid adalah 1,544. Hasil ini
tentu sudah sangat sesuai dengan teori.
E.4 Mendeteksi Karbon dan Hidrogen
Dalam uji identifikasi karbon dan hydrogen ini, sampel yang digunakan adalah
glukosa dengan rumus struktur sebagai berikut :
Setelah itu, untuk mengetahui dan meyakinkan secara spesifik, unsur halogen
jenis apa yang terkandung, bisa dilakukan dengan cara melarutkan kembali endapan ke
dalam amonia. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa endapan melarut setelah
dilarutkan dalam amonia dan terbentuk warna kuning muda. Ini menandakan bahwa
unsur halogen yang terkandung dalam senyawa sampel adalah ion Cl- atau klorida.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
AgCl(s) + 2NH3 [Ag(NH3)2]+ + Cl-
Kemudian untuk Tes Bromin, sampel Olive Oil dilarutkan terlebih dahulu dalam
CCl4. Setelah itu ditambahkan Br2 tetes demi tetes sambil dikocok. Ketika dilarutkan
dalam CCl4, menghasilkan larutan berwarna kuning kecoklatan. Namun setelah
diteteskan Br2 warna kuning kecoklatan itu hilang dan tidak berwarna. Pudarnya warna
kuning kecoklatan setelah ditambahkan dengan Br2 mengindikasikan pada Olive Oil
positif mengandung ikatan rangkap atau ketidakjenuhan. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut : CCl4
CH3 – CHO + 2Cu2+ + 5OH- → CH3-COO- (anion asam) + Cu2O (endapan merah
bata) + 3H2O
Lalu untuk uji dengan pereaksi Tollens, terlebih dahulu dibuat pereaksi Tollens
dengan cara menambahkan larutan NaOH tetes demi tetes ke dalam larutan AgNO3.
Ketika terbentuk endapan ditambahkan larutan ammonia berlebih sampai semua
endapan larut. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
2AgNO3(aq) + 2NaOH(aq) → Ag2O (s) + H2O (l) + 2NaNO3 (aq)
Ag2O(s) + H2O(l) + 4NH3 → 2[Ag(NH3)2]OH (diaminoperakhidroksida)
Kemudian ditambahkan benzaldehid ke dalam larutan tersebut dan dipanaskan.
Ketika dipanaskan terbentuk cermin perak pada tabung reaksi. Cermin perak terbentuk
akibat terbentuknya endapan perak karena reaksi antara benzaldehid dengan pereaksi
Tollens, reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
O
O
C O-
C H + 2Ag(NH 3)2 + 2OH -
+ 2Ag + H 2O + 4NH 3
E.11 Deteksi Gugus Keton dengan tes DNP dan tes Iodoform
Untuk identifikasi gugus Keton, zat yang digunakan sebagai sampel adalah etil
metil keton. Sedangkan zat pengujinya adalah 2,4-dinitrofenilhidrazin. Berikut adalah
rumus struktur dari etil metil keton dan 2,4-dinitrofenilhidrazin :
NH NH 2
NO 2
CH 3 CH 2 C CH 3 NO 2
Sebelum diteteskan dengan 2,4-DNP terlebih dahulu sampel yang berupa etil
metil keton ditambahkan dengan HCl encer. Kemudian barulah ditambahkan dengan 2,4
–DNP. Hasilnya larutan berwarna oranye dan timbul endapan setelah dikocok. Ini
menandakan bahwa sampel etil metil keton positif mengandung gugus keton. Reaksi
yang terjadi antara etil metil keton dengan 2,4 –DNP adalah sebagai berikut :
NH NH 2
O
NO 2
+
CH 3 CH 2 C CH 3
NO 2
CH 3 CH 2 NO 2
C N NH
CH 3 NO 2
Selain dengan tes DNP, deteksi gugus keton bisa juga dilakukan dengan uji
Iodoform. Larutan yang digunakan sebagai penguji adalah larutan Iod dalam KI. Larutan
ini dibuat dengan cara melarutkan 0,25 gram I2 dan 0,5 gram KI dalam 2 mL air. Warna
larutan berubah menjadi merah kehitaman. Untuk zat yang akan diuji gugus ketonnya
adalah aseton. Sebelum ditambahkan larutan Iod, aseton terlebih dahulu dilarutkan ke
dalam larutan NaOH 10%. Setelah itu ditambahkan tetes demi tetes larutan Iod. Hasilnya
warna coklat hilang dan terbentuk endapan berwarna kuning. Berarti aseton positif
mengandung gugus keton. Endapan kuning yang dihasilkan merupakan senyawa
iodoform (CHI3). Untuk reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
O
O
C O- + CHI
CH 3 C CH 3
+ OH- + I2 → CH 3 3
E. 13 Deteksi Ester
Untuk uji identifikasi ester bisa dilakukan dengan tes feri-hidroksamat. Sampel
yang digunakan adalah etil asetat. Etil asetat dilarutkan terlebih dahulu dalam
hidroksilamin hidroklorida dalam metanol. Setelah itu ditambahkan KOH sampai bersifat
basa. Untuk membuktikan sudah bersifat basa, ke dalam larutan dicelupkan kertas lakmus
merah. Hasilnya kertas lakmus merah berubah menjadi biru. Hal ini menunjukkan bahwa
larutan sudah bersifat basa. Kemudian dilakukan pemanasan. Setelah pemanasan, lalu
didinginkan dan ditambahkan FeCl3. hasilnya warna larutan yang semula bening menjadi
oranye. Kemudian diasamkan dengan HCl. Ketika itu warna larutan berubah menjadi
merah anggur. Uji positif kandungan ester terhadap tes feri hidroksamat adalah timbulnya
warna merah atau ungu dengan ester-anhidrida, asam klorida akibat pembentukan suatu
komplek asam hidroksamat. Berarti etil asetat positif mengandung ester.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
HCl
CH3COOC2H5 + H2NOH CH3CONHOH + C2H5OH
Metanol
F. Kesimpulan
1. sifat – sifat fisika senyawa organik dapat ditentukan dengan uji titik leleh, titk didih
dan indeks bias. Uji titik leleh dilakukan untuk zat organik yang berbentuk padatan dan
untuk zat organik yang berbentuk cairang dapat diuji titik didihnya.
2. Analisis unsur untuk identifikasi karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, belerang dan
halogen dapat dilakukan dengan uji-uji tertentu. Uji karbon dan hidrogen bisa dilakukan
dengan tes CO2 dan H2O, uji oksigen dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi
feroks dan uji nitrogen, belerang dan halogen dilakukan dengan menggunakan ekstrak
Natrium
3. Mendeteksi ketidakjenuhan senyawa organik bisa dilakukan dengan tes Baeyer dan tes
Bromin. Tes Baeyer dilakukan dengan menggunakan KmnO4 alkalis dan tes Bromin
dilakukan dengan menggunakan Br2. Indikator untuk tes Baeyer adalah pudarnya warna
KmnO4 dan untuk tes Bromin adalah perubahan warna (coklat menjadi tak berwarna).
4. Mengidentifikasi suatu senyawa organik bersifat alifatis atau aromatis bisa dilakukan
dengan uji asap. Jika aromatis menimbulkan asap namun jika tidak aromatis tidak
menimbulkan asap.
5. Identifikasi gugus fenolat bisa dilakukan dengan tes Feri-Klorida.
6.Identifikasi gugus Aldehida bisa dilakukan dengan tes Fehling dan tes Tollens.
Indikator adanya gugus aldehida untuk tes Fehling adalah terbentuknya endapan merah
bata dan terbentuknya cermin perak untuk tes Tollens
7. Identifikasi gugus keton bisa dilakukan dengan tes DNP dan tes Iodoform. Indikator
adanya gugus keton untuk tes DNP adalah terbentuknya endapan dan terbentuknya
endapan kuning muda untuk tes Iodoform
8. Identifikasi gugus karboksil bisa dilakukan dengan tes Na-Bikarbonat dan tes
Pembentukan Ester. Indikator adanya gugus karboksil untuk tes Na-Bikarbonat adalah
terbentuknya gelembung-gelembung gas dan munculnya bau harum buah-buahan untuk
tes pembentukan ester.
9. Identifikasi ester bisa dilakukan dengan tes Feri-Hidroksamat
DAFTAR PUSTAKA