Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

ANALISIS KUALITATIF ZAT ORGANIK

OLEH
Kelompok 7
Ida Bagus Made Asmara Dwipa 0913031004
Ni Putu Pipi Indra Wahyuni 0913031005
Ni Kadek Dwi Ratna Sari 0913031010

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2011
PERCOBAAN I
ANALISIS KUALITATIF ZAT ORGANIK

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan titik leleh senyawa organik dalam bentuk padatan dengan menggunakan alat
balok logam
2. Menentukan unsur-unsur penyususn senyawa organik dengan melakukan uji secara
kualitatif
3. Mendeteksi gugus fungsi senyawa organik dengan melakukan pengujian secara kualitatif
4. Menguji derivat suatu senyawa organik

II. DASAR TEORI


Penentuan unsur penyusun suatu senyawa organik dapat dilakukan dengan analisis
secara kualitatif. Selain menentukan unsur penyusun senyawa organik, analisis secara
kualitatif juga dapat menentukan gugus fungsi yang terdapat di dalam senyawa organik
tersebut. Oleh karena itu, analisis kulitatif sangat banyak kegunaannya untuk
mengidentifikasi zat yang belum diketahui. Hal ini dimungkinkan karena sifat fisika dan
sifat kimia zat terutama ditentukan oleh gugus fungsi yang ada pada zat itu. Sebelum
penentuan rumus struktur zat organik, penentuan sifat fisika, analisis unsur, identifikasi
gugus fungsional dan penentuan derivatnya merupakan tahap yang penting.
A. PENENTUAN SIFAT FISIKA
Penentuan sifat fisika didahului dengan mengamati warna, bau, wujud, kelarutan, dan
sifat khusus lainnya, meliputi: titik leleh dan bentuk kristal untuk zat padat, titik didih dan
indeks bias untuk zat cair. Sifat fisika ini tidak ada hubungannya dengan struktur suatu
senyawa. Titik leleh maupun titik didih sangat berkaitan dengan kemurnian suatu senyawa.
Senyawa dikatakan murni jika titik leleh tidak berubah dari hasil berapa kali rekristalisasi.
Untuk menguji kemurnian suatu zat, penentuan indeks bias juga sangat membantu.
Khususnya dalam identifikasi bahan-bahan yang tidak mempunyai gugus fungsional untuk
dibuat turunannya dalam bentuk padatan. Penentuan indeks bias juga sangat berguna untuk
bahan yang mempunyai sifat azeotrop dalam destilasi. Dalam percobaan ini, sampel yang
kami gunakan adalah sampel padat sehingga untuk penentuan sifat fisika hanya
diidentifikasi dengan penentuan titik leleh saja.
1. Penentuan titik leleh
Penentuan titik leleh bisa menggunakan alat Thiele atau blok logam. Dengan
metoda ini diperlukan pipa kapiler dengan diameter 1 mm, yang salah satu ujungnya
tertutup. Senyawa yang akan diamati diusahakan sudah kering benar dan kemudian
dimasukkan ke dalam pipa kapiler tersebut. Untuk memasukkan zat ini, letakkanlah
kristal yang telah dihaluskan pada gelas arloji dan ujung kapiler yang terbuka didorong
kea rah serbuk tersebut. Selanjutnya pipa kapiler dijatuhkan beberapa kali melalui tabung
gelas yang diletakkan bertikal. Cara ini dapat dilakukan beberapa kali sehingga diperoleh
ketinggian bahan dalam pipa kapiler 1 cm.
Titik leleh didefinisikan sebagai temperatur dimana zat padat berubah menjadi
cairan pada tekanannya satu atmosfer. Titik leleh suatu zat padat tidak mengalami
perubahan yang berarti dengan adanya perubahan tekanan. Pada umumnya titik leleh
senyawa organik mudah diamati sebab temperatur dimana pelelehan mulai terjadi hampir
sama dengan temperatur dimana zat telah meleleh semuanya. Contohnya : suatu zat
dituliskan dengan range titik leleh 122,1°- 122,4°C dari pada titik lelehnya 122,2°C. Jika
zat padat yang diamati tidak murni , maka akan terjadi penyimpangan dari titik leleh
senyawa murninya. Penyimpangan itu berupa penurunan titik leleh dan perluasan range
titik leleh. Adanya sedikit zat pengotor dapat menyebabkan kisaran titik leleh akan
membesar dan mengakibatkan titik leleh dari zat yang diamati menjadi lebih rendah dari
titik leleh zat murninya, oleh karena itu titik leleh merupakan criteria yang sangat berarti
untuk senyawa organik.

2. Penentuan titik didih


Titik didih suatu cairan ialah temperatur pada mana tekanan uap yang meninggalkan
cairan sama dengan tekanan luar. Bila tekanan uap sama dengan tekanan luar ( tekanan
yang dikenakan ), mulai terbentuk gelembung-gelembung uap dalam cairan. Karena
tekanan uap dalam gelembung sama dengan tekanan udara , maka gelembung itu dapat
mendorong diri lewat permukaan dan bergerak ke fase gas di atas cairan , sehingga cairan
itu mendidih. Jadi titik didih adalah temperatur dimana tekanan uap sama tekanan
atmosfer.
Penambahan kecepatan panas pada cairan yang mendidih akan mempercepat
terbentuknya gelembung uap air. Cairan pun akan lebih cepat mendidih , tapi suhu didih
tidak naik. Titik didih cairan tergantung pada besarnya tekanan atmosfer. Titik didih pada
tekanan 1 atm (760 torr) dinamakan sebagai titik didih normal. Pada tekanan yang lebih
besar maka titik didihnya juga lebih tinggi, dan begitu juga sebaliknya.
Titik didih biasanya merupakan kisaran suhu pendidihan yang diamati pada distilasi
terhadap suatu zat. Pada proses ini, penyimpanan dari hasil yang sebenarnya dapat terjadi
karena adanya pemanasan yang berlebihan (superheating) dan kesalahan dalam
meletakkan alat. Sumber kesalahan yang lain adalah bila koreksi thermometer tidak
diperhatikan atau tekanan tidak diukur dengan teliti, akibatnya diperoleh hasil titik didih
yang berada untuk zat yang sama.
Titik didih (suhu atau temperatur) yang didapat ketika melakukan praktikum sangat
dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya, maka perlu dilakukan konversi terhadap hasil
yang diperoleh dengan menggunakan rumus:
Vw = Va + n.γ ( Va - Vδ)
Dimana,
Vw = suhu sebenarnya
Va = suhu (titik leleh) yang terbaca
n = skala termometer yang tercelup ke dalam media
γ = muai gelas yang nilainya 0,00016
Vδ = suhu di atas media
Pengaruh zat pengotor pada titik didih sangat bergantung pada sifat zat pengotor,
sehingga akan dijumpai pengaruh yang besar bila residu dari pelarut yang volatil yang
masih tetap ada. Sebenarnya, penambahan zat yang mempunyai titik didih sama tidak
memberikan pengaruh apapun. Umumnya, sejumlah kecil zat pengotor akan memberikan
pengaruh yang kecil pada titik didih jika dibandingkan dengan pengaruhnya terhadap titik
leleh. Dengan demikian titik didih tidak memberikan arti yang sama seperti titik leleh
untuk karakteristik bahan-bahan dan kriteria kemurnian.
Penentuan titik didih dapat dilakukan dengan berbagai macam metode bergantung
pada jumlah zat yang diamati. Jika zat yang akan diamati sangat sedikit, maka bisa
digunakan metode Emrich. Pada metode Emrich, titik didih ditentukan dengan
menggunakan tabung kapiler dengan diameter 1mm. Salah satu ujung kapiler ini dibuat
tajam sepanjang 2 cm. Ujung dari tabung ini dimasukkan sedikit pada cairan yang akan
diamati titik didihnya dan tabung diangkat bila cairan telah mencapai bagian tabung yang
membesar. Ujung bawah kapiler ditutup dengan sedikit nyala api akan menghasilkan
gelembung udara. Perlu diperhatikan bahwa sebaiknya gelembung udara ini panjangnya
hanya 1-3 nm. Selanjutnya pipa kapiler diletakkan pada thermometer dan dimasukkan ke
dalam alat Thiele. Bila gelembung membesar dan menunjukkan adanya gerakan ke atas,
nyala api dikurangi. Titik didih tercapai apabila gelembung naik sampai permukaan
cairan pada pemanas.

3. Penentuan indeks bias


Indek bias, n, merupakan tetapan fisik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
suatu senyawa cairan dan dapat juga digunakan untuk menentukan kemurnian dari
senyawa tersebut. Prinsip dari indeks bias adalah perbedaan perambatan gelombang pada
media yang berbeda. Apabila suatu berkas cahaya melewati perbatasan permukaan dua
jenis media, cahay akan dibiaskan. Indeks bias merupakan tetapan fisik yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa cairan dan dapat juga digunakan untuk
menentukan kemurnian dari senyawa tersebut. Indeks bias sangat bergantung pada suhu.
Indeks bias sangat bergantung pada suhu. Untuk senyawa-senyawa organik, indeks
bias akan turun dengan naiknya suhu, kira-kira sebesar 4-5x10-4 perderajat. Selain itu
indeks bias juga bergantung pada panjang gelombang yang digunakan.

B. ANALISIS UNSUR
1. Mendeteksi karbon dan hidrogen
Untuk mendeteksi adanya karbon dan hydrogen dilakukan dengan memanaskan
tabung yang berisi zat organik yang dicampur dengan CuO. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut.
CxHy + CuO Cu(s) + H2O(g) + CO2(g)
Terbentuknya gas CO2 diuji dengan menggunakan larutan air kapur (Ca(OH2)). Jika
larutan menjadi keruh maka positif terbentuk gas CO2.
CO2 (g) + Ca(OH)2(aq) CaCO3(s) + H2O(l) .
Sedangkan H2O diuji dengan menggunakan kertas kobalt. Kertas kobalt dibuat
dengan meneteskan larutan CoCl2 pada kertas saring. Warna biru dari kertas kobalt akan
memudar jika menyerap H2O. Reaksinya adalah sebagai berikut.
CoCl2.6H2O Co(H2O)Cl2

2. Mendeteksi oksigen
Untuk mendeteksi oksigen digunakan pereaksi feroks. Pereaksi feroks ini
mengandung senyawa kompleks Fe+3[Fe(CNS)6]-3. Pereaksi ini diteteskan pada kertas
saring kemudian dikeringkan, disebut kertas feroks. Larutan dari zat organik diteteskan
pada kertas feroks, bila terjadi warna merah mengindikasikan zat tersebut mengandung
oksigen.
3+ −
Fe +3 SCN →Fe (SCN )3
3. Mendeteksi nitrogen, belerang, dan halogen
 Mendeteksi belerang
Untuk mendeteksi adanya belerang dapat dilkukan dengan mereaksikan zat
sampel dengan beberapa pereaksi tertentu. mendeteksi dengan menggunakan
kertas saring yang telah ditetesi dengan menggunakan larutan Pb-asetat 10%.
Sebelumnya zat sampel diasamkan terlebih dahulu dalam hal ini menggunakan
asam asetat. Berikut reaksi yang terjadi.
S2- + 2H+ H2S
H2S + Pb2+ PbS(s)
Dalam hal ini hasil reaksi yang berupa PbS akan menyebabkan kertas saring
berwarna gelap.
Dapat diuji juga dengan menggunakan natrium nitroprusid, Na2[Fe(CN)5NO],
dengan reaksi sebagai berikut.
S2- + [Fe(CN)5NO]2- [Fe(CN)5NOS]4-
Hasil reaksi ini akan memberikan warna ungu/gelap pada larutan.
 Mendeteksi nitrogen
Unsur nitrogen dapat berada dalam bentuk nitrit dan nitrat untuk
mengidentifikasinya dapat dilakukan dengan mereaksikan sampel dengan
larutan resorsinol 20% dalam asam asetat kemudian ditambahkan garam Mohr
(FeSO4(NH4)2SO4). Apabila positif adanya nitrogen maka akan terbentuk warna
hijau zamrud dalam satu menit. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan uji
cincin coklat. Dimana sampel direaksikan dengan FeSO 4 dan H2SO4 pekat.
Sebuah cincin coklat akan terbentuk pada tempat dimana kedua cairan bertemu.
Cincin coklat disebabkan oleh pembentukkan kompleks [Fe(NO)]2+.
 Mendeteksi halogen
Halogen dapat dideteksi dengan mereaksikannya dengan pereaksi tertentu.
Misalnya dalam hal ini direaksikan dengan larutan perak nitrat.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
 Untuk ion Cl-, ketika bereaksi dengan AgNO3 akan menghasilkan endapan
putih garam AgCl . Reaksinya : AgNO3 + Cl- → AgCl (s)
 Untuk ion Br-, ketika bereaksi dengan AgNO3 akan menghasilkan endapan
kuning pucat garam AgBr. Reaksinya : AgNO3 + Br- → AgBr (s)
 Untuk ion I-, ketika bereaksi dengan AgNO3 akan menghasilkan endapan
kuning dari garam AgI. Reaksinya : AgNO3 + I- → AgI (s)
Dan endapan akan larut ketika dilarutkan menggunakan larutan ammonia,
dimana. AgCl larut dengan ammonia encer, AgBr sedikit larut dalam ammonia
encer, sedangkan AgI tidak larut dalam ammonia encer. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut :
AgCl(s) + 2NH3 [Ag(NH3)2]+ + Cl-
AgBr + 2NH3 → (Ag(NH3)2)+ + Br-
AgI + 2NH3 → (tidak terjadi reaksi)

C. MENDETEKSI GUGUS FUNGSIONAL


1. Menentukan ketidakjenuhan
 Tes Baeyer
Pada tes Baeyer, kalium permanganat mengoksidasi alkena menjadi visinal diol
pada suhu kamar. Pada reaksi ini ditandai dengan hilangnya warna ungu dari
KMnO4 berubah menjadi coklat dan dihasilkan endapan coklat MnO2. Sekalipun
reaksi ini mudah diamati akan tetapi kurang selektif karena KMnO4 juga
mengoksidasi gugus fungsional yang lain seperti alkuna, alkohol, aldehida, dan
fenol yang kesemuanya memberikan perubahan yang sama dengan pereaksi antara
KMnO4 dengan alkena. Reaksinya.
Etena(tak berwarna ) + 2 MnO4(violet) + 4 H2O HO-CH 2-CH2-OH(tak berwarna ) +
2 MnO2(coklat) + 2 OH-
Selain itu, untuk reaksi oksidasi dengan KMnO4 dapat dikerjakan dalam media
KMnO4 encer atau KMnO4 pekat. Dalam suasana encer KMnO4 akan terjadi
oksidasi ikatan π saja dari alkena dengan membentuk senyawa diol yaitu adisi 2
gugus hidroksil ke alkena. Kedua gugus OH terletak pada sisi yang sama (adisi cis).
Berikut reaksinya.
R H R H
CCOH
CCOH
+ MnO4- R H R H+ MnO2

Dalam reaksi ini ion mangan mengalami reduksi dari bilangan oksidasi VII menjadi
IV.
 Tes Bromin
Untuk uji bromine, senyawa yang akan diidentifikasi dilarutkan dalam Br2 dalam CCl4,
jika positif terdapat ikatan rangkap akan menghasilkan senyawa visinal dibromida
sebagai hasil reaksi adisi. Reaksinya.

CCl4
Etena(tak berwarna) + Br2(merah-coklat) Br-CH2-CH2-Br(tak berwarna)
Adisi brom merupakan cara kualitatif untuk mengidentifikasi ikatan karbon-karbon tak
jenuh. Brom dalam karbon tetraklorida, larutan berwarna merah coklat, diteteskan
pada senyawa yang diteliti. Jika memang ada ikatan rangkap dua atau rangkap tiga,
terbentuklah sebuah dibromida yang tak berwarna. Hilangnya warna dalam larutan
brom menunjukkan bahwa telah terjadi adisi. Gugus fungsi lain dapat juga bereaksi
dengan brom, sehingga keterangan lanjutan diperlukan untuk membuktikan adanya
alkena dan alkuna.
2. Mendeteksi alifatis dan aromatik
 Tes Asap
Untuk mengidentifikasi senyawa aromatik dilakukan dengan teknik tes asap. Akan
menghasilkan asap pada proses pembakaran jika senyawa tersebut mengandung cincin
benzene (aromatis).
Hal ini dikarenakan kestabilan cincin benzena yang mengakibatkan sulit untuk
dioksidasi. Sehingga ketika proses pembakaran (pemanasan) timbul asap yang
diakibatkan oleh pembakaran yang tidak sempurna (sulit dioksidasi). Namun jika
senyawa organik tersebut alifatis maka, ketika pemanasan (pembakaran) tidak timbul
asap, karena proses pembakaran yang berlangsung sempurna
3. Mendeteksi gugus fenolat
Fenol merupakan suatu alkohol, di mana gugus fungsi –OH terikat pada cincin
benzene. Fenol, dengan rumus C6H5-OH dalam bentuk murni berupa kristal tak
berwarna, berbau (karbol), antiseptic, sedikit larut dalam air dan sebagai asam lemah
(lebih lemah dari asam karbonat). Senyawa ini dapat bereaksi dengan basa membentuk
garam, misalnya dengan NaOH menghasilkan Na-fenolat.
Identifikasi fenol dapat dilakukan dengan uji warna yaitu dengan menggunakan FeCl3
atau tes feriklorida. Reaksi antara senyawa fenol dengan ferri klorida memberikan
senyawa kompleks yang berwarna merah, hijau, biru, atau ungu. Warna yang diperoleh
tergantung dari subtituen yang terikat pada fenol. Senyawa organik lain yang
memberikan warna dengan membentuk senyawa komplek ferriklorida adalah senyawa
enol dan oxime. Dengan reaksi sebagai berikut.
etanol
6 C6H5-OH + FeCl3 (Fe(OC6H5)6)3- + 3 Cl- + 6H+

4. Menentukan gugus aldehida


Aldehida ialah senyawa karbon (organik) yang mempunyai gugus (-CHO).
Aldehida juga merupakan turunan alkana dimana dua atom hydrogen pada alkana
diganti dengan atom O. Rumus umum aldehida adalah R – CHO atau C nH2nO (Parning,
2003).
Sifat – sifat aldehida meliputi seifat fisis dan kimia. Sifat fisis di antaranya
bahwa aldehida bersifat polar. Hal ini karena pada gugus karbonil (C=O) terdapat
perbedaan keelektronegatifan yang besar antara atom karbon dengan oksigen. Gugus
karbonil dari aldehida dapat membentuk gaya tarik – menarik elektrostatik yang relatif
kuat antar molekulnya. Bagian positif dari sebuah molekul akan tertarik pada bagian
negative dari molekul lain.Senyawa aldehida dapat membentuk ikatan hydrogen dengan
atom hydrogen dari air atau alcohol. Adanya ikatan hydrogen tersebut mengakibatkan
kelarutan aldehida dalam air sebanding dengan alcohol (Deni Pranowo, 2006).
Untuk reaksi identifikasi gugus aldehida bisa dilakukan dengan beberapa cara.
Bisa menggunakan pereaksi Fehling dan Tollen.

 Tes Fehling
Pereaksi Fehling mengandung kompleks Cu2+ dan ion tartrat. Aldehida mereduksi
larutan fehling menghasilkan endapan Cu2O (kupro oksida) yang berwarna kuning
atau merah. Tetapi larutan ini tidak memberikan tes yang positif terhadap aldehida
aromatik.
RCHO + 2 Cu2+ [tartarat] + 5 OH- RCOO- + Cu2O(merah bata) + H2O

 Tes Tollen
Pereaksi Tollen adalah larutan Ag2O dalam ammonia.Sifat pereaksi ini sangat selektif,
sifat pereaksi ini hanya akan bereaksi dengan aldehid dan tidak bereaksi dengn keton,
alkohol, alkena, dan senyawa organik dengan fungsional yang lain. Senyawa aldehida
dioksidasi dengan pereaksi Tollen akan menghasilkan endapan perak sebagai cermin.
RCHO + 2 Ag(NH3)2+ + 2OH- 2Ag + RCOO- + H2O + NH4+ + NH3
(cermin perak)
Cermin perak biasanya terbentuk pada dinding tabung reaksi yang berwarna putih
perak (cermin perak).
5. Mendeteksi gugus keton
Keton atau alkanon adalah suatu senyawa organik yang mempunyai sebuah
gugus karbonil (-C=O) terikat pada dua gugus alkyl, dua gugus aril atau satu gugus
alkyl dan satu gugus aril. Berbeda dengan aldehid, keton tidak mengandung atom
hydrogen yang terikat pada gugus karbonil.
Uji gugus fungsional keton pada senyawa organik bisa dilakukan dengan
melakukan tes DNP dan tes Iodoform.
 Tes DNP
Tes DNP merupakan tes identifikasi keton dengan menggunakan larutan 2,4-DNP
(dinitrofenilhidrazin). Aldehida dan keton dideteksi melalui cara pengendapan dengan
2,4 dinitrofenilhidrazin menghasilkan 2,4 dinitrofenilhidrazon yang berbentuk zat
padat.

Berikut reaksi keton dengan 2,4 dinitrofenilhidrazin.

Tes positif ditandai dengan endapan kuning atau merah (dikenal sebagai
dinitrifenilhidrazon). Jika senyawa karbonil adalah aromatik, maka endapan akan
merah, jika alifatik, maka endapan akan berwarna kuning.
Dinitrofenilhidrazin tidak bereaksi dengan karbonil lain seperti, asam karboksilat,
amida dan ester. Untuk asam karboksilat, amida dan ester ada resonansi terkait
stabilitas sebagai pasangan-elektron mandiri berinteraksi dengan orbital p karbon
karbonil yang mengakibatkan delokalisasi meningkat dalam molekul. Oleh karena itu,
senyawa ini lebih tahan terhadap reaksi adisi.
 Tes Iodoform
Tes pembentukan iodoform memberikan hasil positif untuk senyawa karbonil yang
mempunyai atom hidrogen posisi α. metil keton dan asetaldehida merupakan senyawa
yang positif dengan uji ini. Dalam reaksi ini terjadi reaksi substitusi hidrogen posisi α
dengan atom halogen pada kondisi basa. Reaksi substitusi ini berlanjut dan selanjutnya
diikuti dengan pemutusan ikatan C=O dengan C-halogen. Jika halogen yang dipakai
iodide akan menghasilkan endapan kuning iodoform (titik leleh 1190C).
CH3CO-R + 3 I2 + 4 OH- RCOO- + CHI3 + 4 H2O + 3I-
Iodoform
(padatan kuning)
Pereaksi ini memiliki kelemahan yaitu dapat memberikan hasil positif untuk senyawa-
senyawa yang dapat dioksidasi menjadi metil keton. Dengan demikian senyawa 2-
metilkarbinol yang mempunyai struktur RCH(OH)CH3, juga memberikan tes positif
pembentukan iodoform.

6. Mendeteksi gugus karboksil


Asam karboksilat merupakan senyawa yang mengandung gugus karboksil, yaitu istilah
karboksil berasal dari karbonil dan hidroksil. Asam karboksilat memiliki rumus umum
R-COOH atau CnH2nO2, R dapat berupa atom hydrogen, gugus alkyl, aril bahkan berupa
gugus karboksil yang lain.
 Tes Na-bikarbonat
Ketika suatu senyawa yang mengandung gugus karkoksil diteteskan pada larutan
NaHCO3 timbul gelembung-gelembung gas seperti soda pada larutan tersebut. Hal ini
disebabkan karena pada reaksi ini menghasilkan suatu asam bikarbonat yang nantinya
terdekomposisi menjadi CO2 dan H2O. Berikut reaksi yang terjadi.

NaHCO3(aq) + CH3COOH(l) CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l)


 Tes pembentukan ester
Ester dihasilkan apabila asam karboksilat dipanaskan bersama alkohol dengan bantuan
katalis asam. Katalis ini biasanya asam sulfat pekat. Reaksi esterifikasi berjalan lambat
dan dapat balik (reversibel). Persamaan untuk reaksi antara asam RCOOH dengan
alkohol R’OH (dimana R dan R’ bisa sama atau berbeda) adalah sebagai berikut:
Asam karboksilat dan alkohol sering dipanaskan bersama disertai dengan beberapa
tetes asam sulfat pekat untuk mengamati bau ester yang terbentuk. Untuk
melangsungkan reaksi dalam skala tabung uji, semua zat (asam karboksilat, alkohol dan
asam sulfat pekat) yang dalam jumlah kecil dipanaskan di sebuah tabung uji yang
berada di atas sebuah penangas air panas selama beberapa menit. Karena reaksi
berlangsung lambat dan dapat balik (reversibel), ester yang terbentuk tidak banyak. Bau
khas ester seringkali tertutupi atau terganggu oleh bau asam karboksilat. Sebuah cara
sederhana untuk mendeteksi bau ester adalah dengan menaburkan campuran reaksi ke
dalam sejumlah air di sebuah gelas kimia kecil. Terkecuali ester-ester yang sangat
kecil, semua ester cukup tidak larut dalam air dan cenderung membentuk sebuah
lapisan tipis pada permukaan. Asam dan alkohol yang berlebih akan larut dan terpisah
di bawah lapisan ester. Ester-ester kecil seperti pelarut-pelarut organik sederhana
memiliki bau yang mirip dengan pelarut-pelarut organik (etil etanoat merupakan sebuah
pelarut yang umum misalnya pada lem). Semakin besar ester, maka aromanya
cenderung lebih ke arah perasa buah buatan – misalnya “buah pir”.

7. Mendeteksi ester
Untuk uji identifikasi ester bisa dilakukan dengan tes feri-hidroksamat. Uji positif
terhadap uji asam hidroksamat adalah timbulnya warna merah atau ungu dengan ester-
anhidrida, asam klorida akibat pembentukan suatu komplek asam hidroksamat.
Asam klorida dan asam anhidrida bereaksi dengan hidroksilamin secara cepat dalam
suasana asam, sedangkan ester dalam kondisi asam tidak dapat bereaksi dengan
hidroksilamin. Reaksinya adalah sebagai berikut:

HCl
RCOR’ + H2NOH RCONHOH + R’OH
Et-OH
III. ALAT DAN BAHAN

Alat :

 Pipa kapiler 1 buah

 Balok logam 1 buah

 Termometer 1 buah

 Pemanas/hitter 1 buah

 Pemanas Bunsen 1 buah

 Tabung reaksi 8 buah

 Neraca Analitik 1 buah

 Gelas ukur 10 mL 1 buah

 Kaca arloji 1 buah

 Spatula 1 buah

 Gelas kimia 100 mL 6 buah

 Gelas kimia 200 mL 2 buah

 Gelas kimia 500 mL 1 buah

 Erlenmeyer 2 buah

 Batang pengaduk 1 buah

 Corong 1 buah
Bahan :
 Padatan FeSO4  Asam asetat (CH3COOH)
 Larutan NaOH  Larutan Pb-asetat 10%
 Asam sulfat  Natrium nitroprusid
 Larutan HNO3 pekat  Metanol
 Larutan AgNO3  n-pentena
 L-sistein (C3H7NO2S)  Natrium
 Benzaldehide  Larutan NaOH 10%
 Minyak goreng  Larutan Na-bikarbonat jenuh
 CuO  Asam sulfat pekat
 KSCN  Larutan hidoksilaminhidroklurida jenuh
 Etil asetat  Larutan KOH (KOH dalam methanol)
 Lakmus merah  Larutan kupri asetat (Cu2(OAc)4)
 Etil alkohol  Larutan benzidin-hidroklorida
 KOH  Asam Nitrit
 Hidroksilamin hidroklorida  Kertas saring
 Larutan Baeyer ( KMnO4 alkalis)
 CCl4
 Br2 atau air brom (Br2 dalam CCl4)
 Larutan serat-amonium-nitrat
 Larutan asetil klorida
 Alkohol
 Aquades
 Larutan FeCl3
 Larutan Fehling A (CuSO4 dalam asam
asetat)
 Larutan Fehling B ( garam Rochelle
dalam NaOH)
 Perekasi Tollens (AgNO3 + NaOH +
NH3 berlebih)
 Larutan HCl encer
 Larutan 2,4-dinitrofenilhidrazin
 Larutan Iod dalam KI ( I2 + KI dalam air)
IV. PROSEDUR DAN HASIL PENGAMATAN
A. Penentuan Sifat Fisika
1. Penentuan Titik Leleh

No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar


1 Zat dihaluskan - Zat mulai meleleh
kemudian dimasukkan pada suhu 1650C
ke dalam pipa kapiler - Seluruh zat
yang telah ditutup meleleh pada suhu
ujungnya. Pipa kapiler 1700C
yang telah diisi dengan
zat dimasukkan ke
lubang yang sesuai
pada balok logam
begitu pula dengan
termometer. Balok
logam dipanaskan
dengan pemanas,
temperatur dicatat
dimana zat mulai
meleleh dan
temperatur dimana zat
tepat meleleh. Trayek
tidak boleh lebih dari
1oC.

2. Penentuan Titik Didih


Percobaan ini tidak dilakukan karena sampel zat berwujud padat

3. Penentuan Indeks Bias


Percobaan ini tidak dilakukan karena sampel zat berwujud padat
B. Menentukan unsur-unsur penyususn senyawa organik
1. Mendeteksi Karbon dan Hidrogen
No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
1 Zat organik dicampurkan Percobaan ini tidak dilakukan
dengan serbuk tembaga
oksida kering dan diperiksa
2 Zat organik tersebut Percobaan ini tidak dilakukan
dimasukkan ke dalam tabung
reaksi yang bersih dan kering
3 Tabung tersebut dipanaskan Percobaan ini tidak dilakukan
sampai semua zat berubah
menjadi CO2 dan H2O
4 Ujilah adanya gas CO2 dan Percobaan ini tidak dilakukan
H2O

2. Mendeteksi Oksigen
No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
1 Pereaksi feroks dibuat Percobaan ini tidak
- larutkan 1 gram dilakukan
KCNS dalam 10 mL
methanol dan 1 gram
FeCl3 dalam 10 mL
methanol.
- Kedua larutan ini
dicampur dan
endapan disaring
2 Sedikit zat dilarutkan dalam Percobaan ini tidak dilakukan
salah satu pelarut seperti
benzene/toulena/hidrokarbon
3 Kertas saring yang sudah Percobaan ini tidak dilakukan
diberi pereaksi feroks
disiapkan dan dikeringkan
(kertas feroks)
4 Larutan sampel diteteskan Percobaan ini tidak dilakukan
pada kertas feroks, bila
terjadi warna merah berarti
zat tersebut diindikasikan
mengandung oksigen

3. Mendeteksi Nitrogen, Belerang dan Halogen


a. Pembuatan ekstrak Natrium atau filtrate Lassaigne
No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
1 Zat organik yang Zat memijar yang ditandai
diperiksa dimasukkan dengan perubahan warna
ke dalam tabung reaksi zat dari putih kemudian
kecil kemudian memerah akibat
tambahkan sepotong dipanaskan kemudian
natrium yang menjadi hitam
dikeringkan terlebih
dahulu dengan kertas
saring kemudian
dipanaskan sampai
pijar agar reaksinya
sempurna
2 Kelebihan Natrium tabung reaksi pecah
diusir dengan campuran + aquades
menambahkan etanol sehingga berwarna coklat
dan campuran tua
dipanaskan lagi sampai
merah membara. Isi
tabung dilarutkan
dalam air suling
dengan cara
memanaskan tabung
3 Larutan ini kemudian Larutan disaring dan
disebut filtrate diperoleh filtrate
Lassaigne atau ekstrak Lassaigne berwarna
natrium coklat muda.

b. Mendeteksi Unsur Belerang


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
1 2 mL ekstrak Natrium Tidak terjadi perubahan
diasamkan dengan asam
asetat, kemudian dididihkan
2 Gas yang timbul diperiksa Kertas saring yang telah
dengan kertas saring yang dicelupkan dalam Pb-asetat
dicelupkan ke dalam larutan 10% dan didekatkan pada
Pb-asetat 10%. Amati mulut tabung, warna kertas
perubahan yang terjadi saring tidak mengalami
perubahan. Ini menandakan
negatif terhadap belerang.

3 Sisa filtrat dalam tabung Pada saat natrium nitroprusid


reaksi ditetesi dengan ditambahkan kedalam filtrate
larutan Natrium nitroprusid. tidak terjadi perubahan warna
Bila larutan berwarna gelap sehingga negatif terhadap
menunjukkan adanya belerang
belerang

c. Mendeteksi unsur Nitrogen


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
1 2 mL ekstrak Natrium Terbentuk gumpalan-gumpalan
ditambahkan ke dalam kehitaman
larutan FeSO4 yang baru
dibuat, kemudian campuran
dipanaskan sampai mendidih
2 Karena tidak terbentuk Terbentuk endapan hijau dan
endapan hijau, tambahkan larutan berwarna kecoklatan
larutan NaOH dan
dididihkan sampai terbentuk
endapan hijau
3 Campuran dinginkan dan Tidak terbentuk suspensi
diasamkan dengan asam berwarna biru, sehingga
sulfat sampai semua endapan sampel tidak mengandung
hijau melarut. Akan muncul gugus Nitrogen.
suatu suspensi berwarna biru
kehijauan atau biru Prusian
bila zat mengandung N

d. Mendeteksi Halogen
No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
1 2mL ekstrak natrium - larutan berwarna
diasamkan dengan coklat
HNO3 pekat dan - Setelah dididihkan
dididihkan larutan berwarna
bening kekuningan
2 Didinginkan dan tambah Setelah dingin, kemudian
1 mL larutan AgNO3 ditambah AgNO3 dan tidak
terbentuk endapan putih.
Tidak adanya endapan
putih menandakan bahwa
sampel tersebut tidak
mengandung gugus halogen

C. Mendeteksi gugus fungsi senyawa organik


1. Mendeteksi Ketidakjenuhan
No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
a) Tes Baeyer
1 Sampel ditambahkan Warna KMnO4 dalam
dengan alkohol dan larutan tidak mengalami
ditambahkan larutan perubahan / tidak
Baeyer (Larutan KMnO4 memudar.
dalam suasana Alkalis) Dalam hal ini tidak
dan kemudian dikocok. adanya ikatan tidak jenuh.
b) Tes Bromin
1 Sedikit zat dilarutkan Larutan tidak mengalami
dalam CCl4 dan perubahan atau tidak
tambahkan larutan 5% Br2 adanya ikatan tidak jenuh
dalam CCl4 tetes demi
tetes sambil dikocok

2. Mendeteksi Alifatis da Aromatis suatu senyawa organik


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
a) Tes Asap
1 Sedikit senyawa ditaruh pada Zat meleleh dan tidak timbul
spatula, kemudian dipanaskan asap putih pada saat zat
pada nyala Bunsen dalam dipanaskan.
lemari asam

3. Mendeteksi Gugus Hidroksi Senyawa Alkohol


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
a) Tes Serat – Amonium – Nitrat
1 Sampel dilarutkan dalam Percobaan ini tidak
larutan serat ammonium dilakukan
nitrat
b) Tes Asetilklorida
1 Sampel ditambahkan Timbul asap putih pada
dengan asetilklorida, saat campuran
kemudian campuran didekatkan dengan
tersebut didekatkan larutan ammonia pekat
dengan ammonia pekat

4. Mendeteksi Gugus Fenolat


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
a) Tes Feriklorida
1 Zat dilarutkan dalam Tidak terjadi perubahan
alkohol, kemudian warna, sehingga tidak
ditambahkan tetes demi menandung gugus fenolat
tetes larutan FeCl3. Bila
berubah warna menjadi
ungu, biru, hijau atau
merah anggur berarti
positif adanya gugus fenol

5. Mendeteksi Gugus Aldehida


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
a) Tes Fehling
1 Sebanyak 1 mL larutan Setelah kedua larutan
Fehling A dicampur dengan dicampurkan, menghasilkan
1 mL larutan Fehling B campuran larutan yang
berwarna biru

2 Sedikit zat ditambahkan ke terbentuk endapan yang


dalam larutan Fehling dan berwarna merah bata.
dipanaskan dalam penangas Dalam hal ini sampel
air menunjukkan adanya gugus
aldehid

b) Tes Tollen
1 Pereaksi Tollen disiapkan, - AgNO3 ditambah
yaitu larutan AgNO3 NaOH, larutan
ditambahkan larutan NaOH berwarna keruh.
tetes demi tetes kemudian - Setelah ditambah
ditambah larutan Amoniak NH3 larutan menjadi
berlebih sampai semua bening kembali dan
endapan larut endapan melarut
sempurna
2 Sampel ditambahkan Larutan yang mula –
kedalam pereaksi Tollens mulanya berwarna bening
dan panaskan dalam berubah menjadi abu setelah
penangas air dipanaskan dan terbentuk
cermin perak.
Terbentukknya cermin
perak menunjukkan positip
adanya gugus aldehid.

6. Mendeteksi Gugus Keton


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
a) Tes DNP
1 Sedikit sampel ditambahkan Percobaan ini tidak
dengan HCl encer dan dilakukan
ditambahkan larutan 2,4
dinitrofenilhidrasin
kemudian dikocok
b) Tes Iodoform
 Larutan iod 0,25 Percobaan ini tidak
gram I2 ditambah dilakukan
dengan 0,5 gram KI
ditambah dengan 2
mL air kemudian
dikocok.
 Sampel ditambahkan
dengan 2 mL larutan
NaOH 10 %
ditambahkan dengan
larutan iod tetes demi
tetes
7. Mendeteksi Gugus Karboksil
No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
a) tes Na-Bikarbonat
1 Larutan NaHCO3 jenuh - tidak terdapat
ditambahkan sedikit zat gelembung-
gelembung gas yang
menunjukkan bahwa
tidak adanya gugus
karboksil
b) tes pembentukkan Ester
1. Sampel ditambahkan dengan  tidak adanya bau
etilalkohol dan asam sulfat buah yang
pekat dan dipanaskan menandakan bahwa
tidak adanya gugus
karboksilat

8. Mendeteksi Ester
No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan gambar
a) Tes Feri-Hidroksanat
1 Zat dilarutkan dalam 0,5 mL larutan berwarna kuning
larutan jenuh hidroksilamin yang menandakan bahwa
hidroklorida dalam methanol tidak adanya ester
ditambah dengan larutan KOH
dalam methanol lalu
dipanaskan sampai mendidih.
Didinginkan dan ditambahkan
1,2 tetes larutan FeCl3 dan HCl

9. Mendeteksi Eter
No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan gambar
a) Tes Feigl
1  Kertas saring dibasahi Percobaan ini tidak
dengan kupriasedan dan dilakukan
benzidinhidroklorida
 Tutup mulut tabung reaksi
dengan kertas saring dan
kemudian dipanaskan

10. Mendeteksi gugus nitro


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar
a) Tes Merah – Biru
1  Sampel ditambahkan asam Percobaan ini tidak
nitrit dan NaOH dilakukan

V. PEMBAHASAN
A. Penentuan Sifat Fisika
1. Penentuan Titik Leleh
Pada penentuan titik leleh zat padat, sampel mulai meleleh pada suhu 1650C. Seluruh
zat habis meleleh pada suhu 1700C. Rentangan suhu yang terlalu jauh dapat terjadi
karena beberapa faktor. Yang pertama adalah dari tingkat kemurnian zat dan yang
kedua adalah tingkat kerapatan zat (belum memadat secara keseluruhan) dalam pipa
kapiler. Dalam percobaan ini, masih terdapat rongga-rongga kecil dalam pipa kapiler
sehingga menghambat seluruh zat meleleh tidak serentak.
B. Menentukan unsur-unsur penyususn senyawa organik
1. Mendeteksi Nitrogen, Belerang dan Halogen
Sebelum proses deteksi dilakukan, terlebih dahulu dibuat ekstak natrium atau filtrat
Lassaigne. Filtrat ini dibuat dengan cara mencampurkan senyawa sampel dan
ditambahkan sepotong Natrium, dipanaskan , kemudian ditambahkan air suling
dengan cara memecah tabung. Larutan inilah yang kemudian disebut dengan ekstrak
Natrium atau Filtrat Lassaigne. Filtrat inilah yang akan diuji lebih lanjut.
a. Mendeteksi Unsur Belerang
Untuk mendeteksi keberadaan belerang, ekstrak Natrium diasamkan dengan asam
asetat dan dididihkan. Jika proses ini menghasilkan gas H2S, gas H2S ditangkap
dengan kertas saring yang sebelumnya sudah dicelupkan ke dalam larutan Pb-asetat
10%, akan menghasilkan warna kertas saring menjadi hitam. Hal ini menandakan
bahwa pada larutan sampel mengandung unsur belerang. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut :
S2- + 2H+ H2S
H2S + Pb2+ PbS(s)
Timbulnya warna hitam pada kertas saring, disebabkan oleh terbentuknya
senyawa PbS.
Selain itu, keberadaan belerang pada larutan sampel juga bisa diuji dengan
cara meneteskan larutan Natrium Nitroprusid, Na2[Fe(CN)5NO] ke dalam filtrat
sampel. Hasilnya filtrate setelah ditetesi dengan larutan ini berubah warna menjadi
hitam. Hal ini menandakan bahwa pada sampel positif mengandung nitrogen. Reaksi
yang terjadi pada proses ini adalah sebagai berikut :
S2- + [Fe(CN)5NO]2- [Fe(CN)5NOS]4-
Saat pengujian pada sampel, tidak terjadi warna hitam pada kertas saring,
sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel tidak mengandung unsur belerang.
b. Mendeteksi unsur Nitrogen
Untuk identifikasi nitrogen, ekstrak Natrium dilarutkan ke dalam FeSO 4 dan
campuran dipanaskan hingga mendidih. Setelah itu ditambahkan dengan NaOH
hingga terbentuk endapan hijau. Kemudian didinginkan dan diasamkan dengan asam
sulfat hingga semua endapan melarut. Setelah itu, muncul suspensi berwarna biru
kehijauan. Munculnya suspensi berwarna biru kehijauan menandakan sampel positif
mengandung nitrogen.
Saat pengujian pada sampel, tidak terbentuk suspensi berwarna biru kehijauan
yang menandakan sampel tidak mengandung unsur nitrogen.
c. Mendeteksi Halogen
Untuk mendeteksi keberadaan halogen, bisa digunakan dengan cara
mereaksikan ekstrak Natrium dengan garam perak nitrat AgNO 3. Sebelumnya ekstrak
Natrium diasamkan terlebih dahulu dengan HNO3 pekat dan dididihkan. Terbentuk
endapan putih setelah ditambahkan AgNO3 mengindikasikan pada larutan sampel
terdapat unsur halogen utamanya Cl. Namun, tidak terbentuk endapan saat
ditambahkan AgNO3 hal ini mengindikasikan tidak terdapat halogen dalam sampel.
Reaksi yang terjadi jika sampel mengandung halogen terutama Cl adalah sebagai
berikut :

Cl- + Ag+ AgCl(s)


C. Mendeteksi gugus fungsi senyawa organik
1. Mendeteksi Ketidakjenuhan
Mendeteksi ketidakjenuhan atau kandungan ikatan rangkap suatu senyawa organik
bisa dilakukan dengan dua cara Tes Baeyer dan Tes Bromin. Untuk tes Baeyer, setelah
sampel dilarutkan kemudian diteteskan larutan Baeyer (KmnO4 alkalis) sambil dikocok.
Hasilnya warna KmnO4 memudar. Memudarnya warna KmnO4 menandakan bahwa pada
sampel positif mengandung ikatan rangkap atau ketidakjenuhan.
Kemudian untuk Tes Bromin, setelah sampel dilarutkan terlebih dahulu dalam
CCl4. kemudian ditambahkan Br2 tetes demi tetes sambil dikocok. Namun setelah
diteteskan Br2 warna kuning kecoklatan tetap. Tidak pudarnya warna kuning kecoklatan
setelah ditambahkan dengan Br2 mengindikasikan pada sampel tidak mengandung ikatan
rangkap atau ketidakjenuhan. Hal ini bertentangan dengan tes Baeyer. Setelah
dikonfirmasi dengan dosen dan dicoba berulang kali untuk tes Baeyer, terjadi hasil yang
sama. Namun, tes tersebut menyimpang. Jadi, berdasarkan konfirmasi, sampel tidak
mengandung ikatan rangkap sesuai dengan tes Bromin.

2. Mendeteksi Alifatis dan Aromatis suatu senyawa organik


Dalam mendeteksi alifatis dan aromatis sampel dilakukan dengan tes asap.
Berdasarkan tes asap, tidak timbul asap yang mengindikasikan bahwa terjadi
pembakaran sempurna. Pembakaran sempurna terjadi jika senyawa lebih mudah
teroksidasi dalam hal ini bersifat alifatis.
3. Mendeteksi Gugus Hidroksi Senyawa Alkohol
Untuk mendeteksi gugus hidroksida dapat dilakukan dengan dua cara yaitu tes
serat-amonium-nitrat dan tes asetilklorida. Dalam percobaan ini, hanya dilakukan 1 tes
saja pada sampel yaitu tes asetilklorida. Tumbul asap putih didapatkan setelah gas hasil
reaksi antara sampel dengan asetilklorida didekatkan dengan ammonia pekat. Asap putih
ini adalah NH4Cl hasil reaksi antara gas HCl dengan ammonia. HCl terbentuk akibat
adanya gugus hidroksida dalam sampel yang bereaksi dengan asetil klorida. Jadi dapat
disimpulkan sampel positif mengandung gugus hidroksida.
4. Mendeteksi Gugus Fenolat
Uji gugus fenolat dilakukan dengan melakukan tes Feriklorida dengan
menggunakan FeCl3. Sebelum FeCl3 ditambahkan pada larutan sampel, terlebih dahulu
sampel dilarutkan dalam etanol. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, sampel yang
sudah dicampur dengan etanol ketika ditetesi dengan FeCl 3 warna larutan sampel tetap
berwarna kuning kecoklatan (tidak terjadi perubahan warna). Hal ini mengindikasikan
bahwa sampel tidak mengandung gugus fenolat.
5. Mendeteksi Gugus Aldehida
Untuk deteksi aldehida, dalam praktikum ini digunakan dua cara yaitu dengan
pereaksi Fehling dan Tollens. Untuk uji Fehling, larutan Fehling A dan Fehling B yang
sudah dicampurkan ditambahkan sampel kemudian dipanaskan. Ketika dipanaskan
terbentuk endapan berwarna merah bata. Endapan merah bata ini berasal dari
pembentukan Cu2O pada proses reaksi antara pereaksi Fehling dengan sampel. Berarti
pada sampel positif mengandung gugus aldehida. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut :
R–CHO + 2Cu2+ + 5OH- → R–COO- (anion asam) + Cu2O (endapan merah
bata) + 3H2O
Lalu untuk uji dengan pereaksi Tollens, terlebih dahulu dibuat pereaksi Tollens.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
2AgNO3(aq) + 2NaOH(aq) → Ag2O (s) + H2O (l) + 2NaNO3 (aq)
Ag2O(s) + H2O(l) + 4NH3 → 2[Ag(NH3)2]OH (diaminoperakhidroksida)
Setelah ditambahkan sampel ke dalam pereaksi Tollens dan dipanaskan terbentuk
larutan berwarna keruh kemudian mengendap membentuk cermin perak pada tabung
reaksi. Cermin perak terbentuk akibat terbentuknya endapan perak karena reaksi antara
sampel dengan pereaksi Tollens.
Berdasarkan kedua tes, baik tes Fehling dan tes Tollens, sampel positif
mengendung gugus aldehid.
6. Mendeteksi Gugus Keton
Uji terhadap keton tidak dilakukan karena sampel positif mengandung gugus
aldehid.
7. Mendeteksi Gugus Karboksil
Ketika larutan jenuh Natrium Bikarbonat ditambahkan pada sampel, tidak timbul
gelembung–gelembung gas. Hal ini menandakan tidak terdapat gugus karboksil dalam
sampel. Selain dengan tes Na-Bikarbonat, deteksi gugus karboksil juga bisa dilakukan
dengan tes Pembentukan Ester. Sampel dicampurkan dengan etil alkohol dan asam sulfat
pekat. Tujuan penambahan asam sulfat pekat adalah berfungsi sebagai katalisator reaksi.
Kemudian setelah itu dilakukan proses pemanasan untuk mempercepat laju reaksi. Tidak
ada bau buah-buahan dari ester, sehingga berdasarkan kedua tes dapat disimpulkan bahwa
sampel tidak mengandung gugus karboksil.
8. Mendeteksi Ester
Untuk uji identifikasi ester bisa dilakukan dengan tes feri-hidroksamat. Sampel
dilarutkan terlebih dahulu dalam hidroksilamin hidroklorida dalam metanol. Setelah itu
ditambahkan KOH sampai bersifat basa. Kemudian dilakukan pemanasan. Setelah
pemanasan, lalu didinginkan dan ditambahkan FeCl3. Hasilnya warna larutan tetap (tidak
terjadi perubahan). Kemudian diasamkan dengan HCl. Uji positif kandungan ester
terhadap tes feri hidroksamat adalah timbulnya warna merah atau ungu dengan ester-
anhidrida, asam klorida akibat pembentukan suatu komplek asam hidroksamat. Tidak
terjadi perubahan warna, sehingga dapat disimpulkan sampel tidak mengandung gugus
ester.
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, dapat dirangkum data fisik tentang
senyawa sampel yang digunakan. Titik leleh senyawa yaitu sebesar 1700C. Berdasarkan
uji terhadap unsur-unsur penyusun senyawa sampel, diperoleh hasil bahwa sampel
senyawa tidak mengandung unsur nitrogen, belerang, ataupun halogen yang disimpulkan
berdasarkan hasil negatif terhadap uji dari masing-masing unsur. Berdasarkan uji deteksi
gugus fungsinya, sampel senyawa negative terhadap tes Baeyer dan tes Bromin yang
mengindikasikan sampel tidak mengandung ikatan rangkap. Selain itu, sampel senyawa
berupa senyawa alifatis yang ditandai tidak timbulnya asap saat dilakukan uji asap.
Sampel juga mendapat hasil negatif terhadap tes Feriklorida yang menandakan tidak
terkandungnya gugus fenolat dalam sampel. Tes natrium bikarbonat dan tes pembentukan
ester juga memberi hasil negatif sehingga sampel diindikasikan tidak mengandung gugus
karboksil. Sampel memberikan hasil positif terhadap tes asetil klorida yang menandakan
sampel mengandung gugus hidroksi. Hasil positif juga diperoleh dari deteksi aldehid yang
ditandai dengan timbulnya warna merah bata dari uji Fehling dan timbulnya cermin perak
pada uji Tollens. Lain halnya dengan tes Feri-hidroksamat, tes ini memberikan hasil
negatif terhadap uji ester.
Jadi berdasarkan seluruh tes yang dilakukan, sampel senyawa merupakan senyawa
alifatis yang tidak mengandung ikatan rangkap dan mengandung gugus hidroksi serta
gugus aldehid. Hal ini memberikan hasil yang sama seperti ciri-ciri dari senyawa D-
galaktosa. Dapat disimpulkan bahwa senyawa sampel yang diuji adalah D-galaktosa.
Untuk memastikan apakah benar sampel adalah D-galaktosa dapat dilakukan
dengan pembuatan derivat senyawa dari senyawa yang dianalisis. Senyawa derivat
aldehid yang dibuat adalah dengan membuat turunan terhadap 2,4-dinitrofenilhidrazon
(2,4-DNP). Namun, pembuatan derivat ini tidak dilakukan sampai selesai. Pembuatan
derivat dari sampel hanya dilakukan hingga rekristalisasi senyawa derivat dari D-
galaktosa mengingat kurangnya alat yang tersedia.

VI. SIMPULAN
Dari hasil pengujian, sampel senyawa padat baik melalui pengujian sifat fisika dan kimia
(uji gugus fungsional) serta analisis data, dapat ditarik bahwa sampel senyawa padat
adalah D-galaktosa. D-galaktosa memiliki titik leleh 167oC dan memberikan hasil positif
terhadap tes asetilklorida, tes Fehling dan Tollens.Tes Baeyer, tes Bromin dan tes asap
menunjukkan hasil negatif yang menandakan senyawa alifatis dan tidak memiliki ikatan
rangkap. Untuk rumus struktur D-galaktosa adalah sebagai berikut :
VII. DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Chairil,dkk.1994.Pengantar parktikum Kimia Organik.Yogyakarta:UGM


Frieda Nurlita dan I Wayan Suja.2004.Buku Ajar Praktikum Kimia Organik.Singaraja : IKIP
Negeri Singaraja

Muderawan, I Wayan dan I Wayan Suja. 2008. Praktikum Kimia Organik. Singaraja
:Universitas Pendidikan Ganesha
Pranowo, Deni. 2005. Kimia Untuk SMA Kelas XII. Klaten : PT. Intan Pariwara
Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta : Penerbit Erlangga
Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Mikro dan Semimikro. Jakarta : PT.
Kalman Media Pusaka
Jawaban pertanyaan
1. Apa yang mendasari digunakannya blok logam atau alat Thiele dalam menentukan titik
leleh?
Pengunaaan balok logam dan alat Thiele sebagai alat dalam menentukan titik leleh dan
titik didih karena alat ini merupakan alat yag digunakan dalam penentuan secara mikro
yang bertujuan untuk mengefisienkan bahan yang ada. Selain itu, alat ini memang cocok
dan cukup akurat dalam menentukan titik didih dan titik leleh karena pada alat Thiele
perambatan panas lebih merata dan alat ini menggunakan cairan pemanas minyak kelapa
sehingga pemanasannya lebih cepat dan dapat menentukan senyawa-senyawa dengan titik
leleh lebih dari 100˚C.
2. Mengapa zat pada pipa kapiler perlu diketuk-ketuk dan harus memadat secara merata?
Agar agar zat padat zat organik memadat pada dasar pipa kapiler sehingga titik lelehnya
dapat diamati secara teliti. Jika ada rongga-rongga atau dengan kata lain zat belum
memadat, hal ini akan mempengaruhi penentuan titik leleh.
3. Mengapa digunakan minyak goreng sebagai penangas? Dapatkah air digunakan sebagai
penangas?
Minyak goreng digunakan sebagai penangas karena minyak dapat digunakan untuk
penentuan senyawa-senyawa dengan titik leleh lebih dari 100˚C dan pemanasan yang
terjadi juga bias lebih cepat jika menggunakan penangas minyak. Air bisa digunakan
sebagai penangas jika zat tersebut mempunyai titik leleh dibawah 100˚C.
4. Mengapa alat Thiele harus dipanaskan pada posisi yang benar dan tepat?
Pemanasan alat Thiele harus pada posisi yang benar dan tepat bertujuan agar proses
pemanasan minyak optimal dan merata sehingga tidak mengganggu kesalah penentuan
titik didih.
5. Mengapa trayek titik leleh tidak boleh lebih dari 1˚C?
Suatu zat murni mempunyai trayek titik leleh tidak lebih dari 0,5˚C. Jika suatu zat
mempunyai trayek titik leleh lebih dari 0,5-1˚C maka zat tersebut sudah terkontaminasi
oleh zat-zat pengotor. Adanya zat pengotor ini akan membuat range titik lelehnya besar.
Adanya zat pengotor juga akan menyebabkan titik leleh suatu zat bisa lebih besar atau
lebih kecil dari titik leleh secara teoritis.
6. Sebutkan kriteria zat padat murni!
Salah satu kriteria zat murni adalah zat tersebut mempunyai trayek titik leleh tidak lebih
dari 1˚C.
7. Untuk mendapatkan titik leleh yang akurat, temperatur hasil pengamatan perlu dikonversi
dengan rumus tertentu. Bagaimanakah rumus konversi tersebut?
v w=v a + n⋅γ ( v a −v f ) .
Keterangan va adalah suhu terbaca, maka suhu sebenarnya v w, dimana vf adalah skala
suhu yang berada di atas media. Konstanta γ bergantung pada thermometer yang
digunakan dan n adalah besarnya skala (derajat) thermometer yang tercelup dalam media.
8. Bagaimana cara saudara mengamati bentuk kristal zat padat?
Cara saya mengamati bentuk kristal zat padat dimulai dari warnanya kemudian
bentuknya, apakah cacat atau tidak.
9. Mengapa digunakan garam Mohr? Bagaimana rumus kimia garam Mohr?
Garam Mohr digunakan karena garam Mohr mengandung ion besi (II) yang bersifat
pereduksi kuat. Selain itu ion besi (II) yang digunakan haruslah baru sehingga dibuat dari
garam Mohr saat melakukan percobaan, jika didiamkan ion besi (II) akan teroksidasi
dengan cepat menjadi ion besi (III). Rumus garam Mohr : Fe(NH4)2(SO4)2
10. Mengapa tidak boleh terlalu asam? Jelaskan!
Dalam reaksi tersebut tidak boleh terlalu asam karena ion besi (II) dapat dengan mudah
teroksidasi menjadi ion besi (III). Selain itu, tidak boleh asam agar larutan tersebut lebih
awet.
11. Tuliskan persamaan reaksi yang terjadi!
Fe2 + +2 OH − →Fe (OH )2
4 Fe (OH )2 +2 H 2 O+O2 →4 Fe(OH )3
12. Senyawa apakah yang berwarna biru Prusian?
Yang berwarna biru prusian adalah Fe(OH)3
13. Bila N dan S ada bersama-sama, pereaksi apakah yang digunakan untuk meguji CNS?
Perubahan apa yang bisa diamati? Tuliskan persamaaan reaksinya!
Jika terdapat belerang dan nitrogen bersama-sama, maka pereaksi yang digunakan adalah
FeCl3. Apabila ekstrak natrium direaksikan dengan FeCl3 makan akan terbentuk warna
larutan yang merah sesuai dengan persamaan reaksi berikut.
3CNS-(aq) + Fe3+(aq)→ Fe(CNS)3(aq)
Merah
14. Tuliskan persamaan reaksi untuk tes Baeyer!

R H R H
CCOH
CCOH
+ MnO4- R H R H+ MnO2

15. Mengapa warna KMnO4 pudar atau hilang?


Karena kalium permanganat mengoksidasi alkena menjadi visinal diol pada suhu kamar.
Pada reaksi ini ditandai dengan hilangnya warna ungu dari KMnO 4 berubah menjadi
coklat dan dihasilkan endapan coklat MnO2. Dalam reaksi ini ion mangan mengalami
reduksi dari bilangan oksidasi VII menjadi V.
16. Tuliskan persamaan tes Bromin!

CCl4
Etena(tak berwarna) + Br2(merah-coklat) Br-CH2-CH2-Br(tak berwarna)
17. Mengapa warna coklat dari Br2 hilang?
Karena jika memang ada ikatan rangkap dua atau rangkap tiga, setelah ditetesi brom
maka akan terbentuk sebuah dibromida yang tak berwarna. Hilangnya warna dalam
larutan brom menunjukkan bahwa telah terjadi adisi.
18. Termasuk jenis reaksi apakah kedua tes tersebut?
Dalam tes Baeyer dan tes Bromin terjadi reaksi adisi.
19. Persamaan reaksi tes asap adalah
3
C n H 2n+2 O + O 2 → nCO 2 +( n+1 ) H 2 O
2
20. Tuliskan persamaan reaksi yang terjadi bila Fehling A ditambah Fehling B?
2-
O O- Na+ O O
C C O O C
CH2 H2 C CH2
+ CuSO4 Cu2+
CH2 H2 C CH2 + Na2SO4
C C O O C
O O- K+ O O

Fehling B Fehling A
21. Tuliskan rumus struktur kompleks Fehling?
2-
O O
C O O C
H2 C CH2
Cu2+
H2 C CH2
C O O C
O O

Campuran Fehling A dan Fehling B

22. Tuliskan persamaan reaksi antara aldehida dengan pereaksi Fehling?


O O
C + Cu2+komplex R C O Na + Cu2O
R H
23. Termasuk reaksi apa no 21? Mana oksidator dan mana reduktor?
Reaksi pada no 21 termasuk reaksi redoks
Yang termasuk oksidator adalah yang mengalami reduksi dan reduktor adalah yang
mengalami oksidasi
O O
C + Cu2+komplex R C O Na + Cu2O
R H
oksidasi

reduksi
24. Reaksi antara karboksilat dengan natrium bikarbonat :
O O

C C
OH O -Na +
+ Na HCO3 + H2 CO 3 CO 2 + H2 O

25. Reaksi antara karboksilat dengan etilalkohol:

O O

CH3 + C 2 H5 H+
C OH CH3 C + H2 O
OH OC 2 H5

26. Cara mencium bau hasil reaksi kimia dengan cara mengangin-anginkan bau tersebut
kearah indera penciuman kita.

Anda mungkin juga menyukai