Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KIMIA ANALISIS

PENETAPAN KADAR KALSIUM LAKTAT SECARA TITRASI


KOMPLEKSOMETRI

Disusun Oleh:

Nama : Pusparum Isma Pramasti D.

NIM : 1508010094

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2016
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, berkat ridho-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Komplexometri”.

Dalam menyusun makalah ini, terdapat hambatan yang penulis alami, namun berkat dukungan,
dorongan dan semangat sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu
penulis tidak lupa pada kesempatan ini mengaturkan terima kasih kepada Bapak Arif Santoso,
S.Farm.,Apt selaku dosen pembimbing.

Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Semoga makalah “Komplexometri” ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis
pada khususnya.

Tulungagung, 7 Desember 2015

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR........................................................................................................ ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 2

1.3 Tujuan .................................................................................................................... 2

1.4 Manfaat ................................................................................................................. 3

BAB II ISI

2.1 Teori Analisis Komplexometri.................................................................... ........... 4

2.2 Ligan .......................................................................................................... ........... 5

2.3 Stabilitas ................................................................................................................ 6

2.4 Masking Demasking Agent ................................................................................... 8

2.5 Indikator Logam.................................................................................................... 8

2.6 Pengaruh pH........................................................................................................... 10

2.7 Jenis Titrasi ............................................................................................................ 11

2.8 Kesadahan ............................................................................................................. 12

2.9 Aplikasi Komplexometri dalam Analisis Obat ...................................................... 14

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan............................................................................................................. 15

3.2 Saran ...................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 16
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dasar Teori

Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titrasi dan titransaling mengkompleks,


membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi-reaksipembentukan kompleks atau yang menyangkut
kompleks banyak sekalidan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi karena itu
perlupengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan
diterapkan pada titrasi. Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputireaksi
pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekulnetral yang terdisosiasi
dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentunyakompleks demikian adalah tingkat kelarutan
tinggi.Selain titrasi kompleks biasa seperti di atas dikenal jugakompleksometri yang
dikenal sebagai titrasi kompleksimetri, seperti yangmenyangkut penggunaan EDTA. Gugus-
gugus yang terkait pada ion pusat,disebut ligan dan dalam larutan air, reaksi dapat
dinyatakan olehpersamaan: m (H2O)n + L m (H2O) (n-1) L + H2O.EDTA merupakan
salah satu jenis asam amino polikarboksilatEDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat
yang terdapat berkoordinasidengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat
guguskarboksilnya atau disebut ligan multidentat yang menagndung lebih daridua atom
koordinasi permolekul, misalnya asam 1,2-

diaminoetanatetraasetat (EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogenpenyumbang dan


empat atom oksigen penyumbang dalam molekul. Penetapan titik akhir titrasi digunakan
indikator biru hidroksi naftolyaitu indikator yang membentuk senyawa kompleks dengan ion
logam.Ikatan kompleks antara indikator dan logam harus lebih lama daripadaikatan kompleks
antara larutan titer dan ion logam. Larutan indikatorbebas mempunyai warna yang berbeda
dengan larutan kompleks indikator.Indikator yang banyak digunakan dalam
kompleksometri adalah biruhidroksi naftol.2.2 Uraian Bahan1. Kalsium LaktatNama Resmi :
CALCII LACTASNama Lain : Kalsium LaktatBM/RM : 308, 30 / (

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah teori analisis komplexometri ?

2. Apa yang dimaksud dengan ligan dalam analisis komplexometri ?


3. Bagaimana stabilitas analisis komplexometri ?

4. Apa yang dimaksud dengan masking demasking agent dalam analisis komplexometri ?

5. Indikator logam

6. Bagaimana pengaruh ph dalam analisis komplexometri ?

7. Apa sajakah jenis titrasi dalam analisis komplexometri ?

8. Apa yang dimaksud dengan kesadahan dalam analisis komplexometri?

9. Bagaimana aplikasi komplexometri dalam analisis obat ?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui teori analisis komplexometri.

2. Untuk mengetahui ligan dalam analisis komplexometri.

3. Untuk mengetahui stabilitas analisis komplexometri.

4. Untuk mengetahui masking demasking agent dalam analisis komplexometri.

5. Untuk mengetahui indikator logam dalam analisis komplexometri.

6. Untuk mengetahui pengaruh ph dalam analisis komplexometri.

7. Untuk mengetahui jenis titrasi dalam analisis komplexometri.

8. Untuk mengetahui kesadahan dalam analisis komplexometri.

9. Untuk mengetahui aplikasi komplexometri dalam analisis obat.

1.4 MANFAAT

1. Mengetahui teori analisis komplexometri.


2. Mengetahui ligan dalam analisis komplexometri.

3. Mengetahui stabilitas analisis komplexometri.

4. Mengetahui masking demasking agent dalam analisis komplexometri.

5. Mengetahui Indikator logam dalam analisis komplexometri.

6. Mengetahui pengaruh ph dalam analisis komplexometri.

7. Mengetahui jenis titrasi dalam analisis komplexometri.

8. Mengetahui kesadahan dalam analisis komplexometri.

9. Mengetahui aplikasi komplexometri dalam analisis obat.


BAB II

ISI

2.1 Teori Analisis Komplexometri

Kompleksometri adalah suatu cara untuk penetapan kadar zat – zat (kation) yang dapat
membentuk senyawa kompleks dengan suatu komplekson. Prinsipnya adalah pembentukan
senyawa kompleks antara ion logam dengan EDTA.

Titrasi kompleksometri adalah titrasi yang berdasarkan reaksi pembentukan kompleks, misalnya
penetapan kadar Ca (ion logam) dengan EDTA (garam natrium dari asam etilendiaminatetra-
asetat) (Pujaatmaka, 2002).

Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara kation
dengan zat pembentuk kompleks. Salah satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan
dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat (dinatrium
EDTA) (Khopkar, 1990).

Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks,
membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang
menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi.
Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama
akan diterapkan pada titrasi (Khopkar, 1990)

Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan
pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi.
Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam,
sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral (Basset, 1994)
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion
kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan
mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi
komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi
kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA (Khopkar, 1990)

Titrasi kompleksometri atau kelatometri adalah suatu jenis titrasi dimana reaksi antara bahan
yang dianalisis dan titrat akan membentuk suatu kompleks senyawa. Kompleks senyawa ini
dsebut kelat dan terjadi akibat titran dan titrat yang saling mengkompleks. Kelat yang terbentuk
melalui titrasi terdiri dari dua komonen yang membentuk ligan dan tergantung pada titran serta
titrat yang hendak diamati. Kelat yang terbentuk melalui titrasi terdiri dari dua komponen yang
membentuk ligan dan tergantung pada titran serta titrat yang hendak diamati.

Dalam larutan dengan pH tertentu sebagaian besar kation atau logam dapat bereaksi dengan
komplekson yang kemudian membentuk ion kompleks. Contoh :

Ag+ → [Ag(CN)2]¯

Cu2+ → [Cu(NH₃)₄]²⁺

Jika diperhatikan contoh – contoh kompleks, terlihat bahwa suatu kompleks selalu terjadi dari
sebuah ion logam yang dinamakan ion negatif atau molekul.

2.2 Ligan

Sedangkan yang dinamakan Ligan (dari kata latin ligare = mengikat) . Jumlah ligan ini berbeda-
beda dari dua sampai delapan. Jumlah ikatan dengan ligan itu disebut bilangan koordinasi yang
biasanya merupakan bilangan genap terutama bernilai 4 atau 6. Ion logam univalen biasanya
mempunyai bilangan koordinasi dua.

Muatan sebuah kompleks dapat positif, negatif atau nol. Muatan tersebut merupakan jumlah
muatan inti dan semua ligan yang diikatnya. Ligan yang mempunyai satu atom donor pasangan
elektron (missal I¯ dan CN¯) monodentat atau unidentat, sedang Ligan yang mempunyai atom
donor lebih dari stu disebut poli- atau muktidentat, bidentat kalau punya dua donor, terdentat bila
3, kuadridentat, pentedentat, heksadentat dan seterusnya.
Bila mislanya ion Zn²⁺ berkompleks dengan ligan etilendiamin (dua molekul ligan perion Zn
karena bilangan koordinasi Zn mencapai 4), maka terbentuk ikatan – ikatan yang mempunyai
bentuk cincin atau lingkaran (ring). Lingkaran demikian lingkaran kelat (chelat ring) dari kata
yunani chele yang berarti cakar. Jenis Ligan :

1. Unidentat, yaitu ligan yang mempunyai 1 gugus donor pasangan elektron. Contoh : NH3,
CN.

2. Bidentat, yaitu ligan yang mempunyai 2 gugus donor pasangan elektron.

Contoh : Etilendiamin

3. Polidentat, yaitu ligan yang mempunyai banyak gugus donor pasangan elektron.

Contoh : asam etilendiamintetraasetat (EDTA).

2.3 Stabilitas

Titrasi kompleksometri adalah salah satu metode kuantitatif dengan memanfaatkan reaksi
kompleks antara ligan dengan ion logam utamanya, yang umum di indonesia EDTA (Disodium
ethylene diamin tetra asetat/ tritiplex/ komplekson, dll).

Konstanta pembentukan/kestabilan senyawa komplek dinyatakan sebagai berikut ini :

http://3.bp.blogspot.com/-
NC9JTHTy9zk/T6dN99qNDWI/AAAAAAAAAFU/y83GaYmxAvw/s1600/ggs+3.jpg

Besarnya harga konstanta pembentukan komplek menyatakan tingkat kestabilan suatu senyawa
komplek :

“Semakin besar harga konstanta pembentukan senyawa komplek, maka semakin stabil senyawa
komplek tersebut dan sebaliknya makin kecil harga konstanta kestabilan senyawa komplek,
maka senyawa komplek tersebut makin tidak (kurang) stabil”.

Harga konstanta kestabilan komplek logam dengan EDTA (KMY) (Fritz dan Schenk, 1979).

http://3.bp.blogspot.com/-
w63iqRP59Qw/T6dOlGLDbfI/AAAAAAAAAFc/j3BIt77oKp8/s1600/tab+1.jpg

Kestabilan termodinamik dari suatu spesi merupakan ukuran sejauh mana spesi ini akan
terbentuk dari spesi-spesi lain pada kondisi-kondisi tertentu, jika sistem itu dibiarkan mencapai
keseimbangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan kompleks, yaitu :

1. Kemampuan mengkompleks logam-logam.

Kemampuan mengkompleks relatif (dari) logam-logam digambarkan dengan baik menurut


klarifikasi Schwarzenbach, yang dalam garis besarnya didasarkan atas pembagian logam menjadi
asam Lewis (penerima pasangan elektron) kelas A dan kelas B.

2. Ciri-ciri khas ligan :

Di antara ciri-ciri khas ligan yang umum diakui sebagai mempengaruhi kestabilan kompleks
dalam mana ligan itu terlibat, adalah :

1. Kekuatan basa dari ligan itu

2. Sifat-sifat penyepitan (jika ada)

3. Efek-efek sterik (ruang)

Keinertan atau kelabilan kinetik dipengaruhi oleh banyak faktor, tetapi pengamatan umum
berikut ini merupakan pedoman yang baik akan perilaku kompleks-kompleks dari berbagai
unsur, yaitu diantaranya :

1. Unsur grup utama, biasanya membentuk kompleks-kompleks labil.

2. Dengan pengecualian Cr(III) dan Co(III), kebanyakan unsur transisi baris pertama,
membentuk kompleks-kompleks labil.

3. Unsur transisi baris kedua dan baris ketiga, cenderung membentuk kompleks-kompleks
inert.

2.4 Masking Demasking Agent

Masking atau penutup adalah suatu proses diamana suatu zat dapat dirubah sedemikian rupa
sehingga tidak dapat lagi ikut dalam suatu reaksi. Dimasking adalah suatu peristiwa dimana zat
yang dimasking dikembalikan dalam keadaan semula. Beberapa kation dalam campuran sering
dimasking sehingga dapat lagi bereaksi dengan EDTA atau indicator.

* Sebagai masking yang terkenal adalah ion CN¯ yang memberi kompleks sianida yang
stabil dengan kation Cd, Zn, Mg2+, Cu, Ni, Ag atau Pt. Kompleks sianida dengan Zn dapat
dimasking dengan larutan formal dehida, asam asetat, atau kloral hidrat.

* Penambahan thioglycolat akan bereaksi dengan Hg dan Cu hingga tidak dapat


membentuk kompleks lagi dengan EDTA. Jadi Zn bila tercampur dengan Hg dan Cu dapat
dititrasi secara kompleksometri.
* NH₄F dapat menutup (masking Ca, Hg dan Al) hingga Zn dalam campuran dengan Ca,
Hg, dan Al setelah ditambah dengan NH₄F dapat dititrasi dengan EDTA tanpa terganggu oleh
Ca, Hg dan Al.

2.5 Indikator Logam

Indikator dalam titrasi kompleksometri tidak berubah karena perubahan pH, tidak juga karena
daya oksidasi titrat berubah, akan tetapi karena perubahan pM (M adalah khelat logam). (Roth
1988). Syarat-syarat indikator logam, yaitu:

1. Reaksi warnanya harus sensitif, dengan kepekaan yang besar terhadap logam.

2. Perubahan warna pada titik ekivalen tajam

3. Perbedaan warna dari indikator bebas dengan indikator kompleks harus mempunyai
kestabilan yang efektif dimana pH titrasi tidak boleh tidak teroksidasi dan tereduksi.

4. Kestabilan kompleks logam indikator harus cukup.

5. Ikatan senyawa logam EDTA harus lebih kuat dari pada logam-logam indikator. Artinya
ikatan logam – logam Indikator logamnya harus dapat direbut oleh EDTA.

Beberapa indikator yang paling banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri.

1. Eriochrom Black-T (EBT)

Digunakan pada daerah pH 7 – 11. Suatu kelemahan dari EBT bahwa larutannya tidak stabil, bila
disimpan akan terjadi peruraian secara lambat,sehingga setelah janka waktu tertentu indikator
tidak berfungsi lagi. Suatu kesulitan yang dialami indikator metalokromik adalah pembentukan
kelat dengan logam yang tidak reversibel atau terlalu kuat. Bila hal ini terjadi maka tidak dapat
terjadi perubahan warna dan indikator kehilangan fungsinya. Kejadian ini disebut blocking
indikator. Mengalami blocking dengan Fe³⁺. Merupakan asam lemah, tidak stabil dalam air
karena senyawa organik ini merupakan gugus sulfonat yang mudah terdisosiasi sempurna dalam
air dan mempunyai 2 gugus fenol yang terdisosiasi lambat dalam air.

Penggunaan : Penentuan kadar Ca, Mg, Cd, Zn, Mn, Hg.

2. Murexide

Merupakan indikator yang sering digunakan untuk titrasi Ca2+, pada pH=12.

3. Jingga Xylenol

Kompleks dengan logam memberikan warna merah.


4. Calmagite

Dapat digunakan sebagai pengganti EBT, karena calmagite lebih stabil, daerah terjadinya pada
pH 8,1-12,4 dan warna indikator bebasnya biru. Mengalami blocking dengan Cu, Ni, Fe³⁺, dan
Al.

5. Arzenazo

Digunakan untuk Ca maupun Mg, juga baik untuk titrasi Pb(IV) dengan EDTA. Keuntungan
menggunakan indikator ini adalah :

* Tidak mengalami blocking oleh Cu(II) dan Fe(III) dalam jumlah kecil.

* Bereaksi cepat sehingga terjadinya perubahan warna juga lebih cepat.

6. NAS

Digunakan pada daerah pH 3-9. Dalam larutan yang sangat asam NAS berwarna merah violet
pada pH 3,5 keatas berwarna merah jingga. Penggunaan NAS cukup luas dan dianjurkan untuk
titrasi Cu, Co(II), Cd, Ni, Zn, Al dengan EDTA.

7. Calcon

Calcon merupakan garam natrium dari Eriochrome Blue Black R, yang disebut juga
Pontachrome Blue Black R. Molekul indikator berwarna hijau dan hanya terdapat dalam larutan
asam kuat. Pada pH 7 sampai 10 berwarna merah, kemudian biru sampai pH 13,5 dan diatasnya
jingga. Kelat Calcon dengan logam berwarna merah dan ternyata sangat cocok untuk titrasi Ca
pada pH 12,5 – 13 tanpa terganggu oleh Mg. Perubahan warna dari merah menjadi biru. Dengan
indikator ini maka dapat ditentukan kesadahan air yang disebabkan oleh Ca saja tidak termasuk
kesadahan oleh Mg.

8. Violet cathecol

9. Tiron

10. Fast sulphon black F

11. Varjamin blue B

12. Bromopirogalol merah

13. Timolftalekson
Beberapa indikator logam sering menglami penguraian apabila dilarutkan dalam air. Sehingga
stabilitas di dalam larutan rendah sekali. Oleh karena itu, dalam prakteknya sering dibuat
pengenceran dengan NaCl atau KNO3 dengan perbandingan 1:500.

2.6 Pengaruh pH

pH sangatlah berpengaruh pada analisa komplexiometri. pH adalah ukuran konsentrasi


ion hidrogen dari larutan. Pengukuran pH (potensial Hidrogen) akan mengungkapkan jika larutan
bersifat asam atau alkali (atau basa). Jika larutan tersebut memiliki jumlah molekul asam dan
basa yang sama, pH dianggap netral. Berikut keterangan tentang suasana pH dalam
analisakomplexiometri :

1. Suasan terlalu asam

Proton yang dibebaskan pada reaksi yang terjadi dapat mempengaruhi pH, dimana jika H+ yang
dilepaskan terlalu tinggi, maka hal tersebut dapat terdisosiasi sehingga kesetimbangan
pembentukkan kompleks dapat bergeser ke kiri, karena terganggu oleh suasana system titrasi
yang terlalu asam. Pencegahan : sistem titrasi perlu didapar untuk mempertahankan pH yang
diinginkan.

2. Suasana terlalu basa

Bila pH system titrasi terlalu basa, maka kemungkinan akan terbentuk endapan hidroksida dari
logam yang bereaksi. Jika pH terlalu basa, maka reaksi kesetimbangan akan bergeser ke kanan,
sehingga pada suasana basa yang banyak akan terbentuk endapan.

Berdasarkan selalu terbentuknya H+ pada pembentukan ion kompleks dan melihat harga pK₄
maka pembentukan kompleks akan lebih baik dan lebih stabil dalam larutan alkalis. Pada
umumnya kompleks EDTA dengan kation valensi 2 stabil dalam larutan yang sedikit asam atau
alkalis. kompleks EDTA dengan logam valensi 3 dan 4 stabil dalam larutan dengan pH =1-3.
Logam – logam bervalensi 2 misalnya Cu, Pb, atau Ni dapat stabil pada pH = 3 sehingga dapat
dititrasi secara selektif walaupun tercampur dengan logam – logam alkali tanah. Co⁺⁺ stabil
dalam larutan HCl pekat.

Kesimpulan : pada titrasi kompleksometri diperlukan penambahan bufer pada pH dimana


kompleks itu stabil, dan perubahan warnanya jelas. Stabilitas dari kompleks di tentukan oleh
harga Ks = konstante stability.

Yang menyebabkan perubahan harga Ks :


* Kenaikan suhu, karena menyebabkan kenaikan ionisasi kompleks.

* Ion yang tidak memberi ion sejenis dengan kompleks.

Yang menyebabkan kenaikan harga Ks adalah adanya alkohol, sebab alkohol mendesak ionisasi
kompleks.

2.7 Jenis Titrasi

Macam-macam titrasi yang sering digunakan dalam kompleksometri, antara lain:

1. Titrasi langsung yaitu titrasi yang biasa digunakan untuk ion-ion yang tidak mengendappada
pH titrasi, reaksi pembentukan kompleksnya berjalan cepat.

Contoh : penentuannya ialahuntuk ion-ion Mg, Ca, dan Fe.

2. Titrasi kembali yaitu titrasi yang digunakan untuk ion-ion logam yang mengendap pada pH
titrasi,reaksi pembentukan kompleksnya berjalan lambat.

Contoh : penentuannya ialah untukpenentuan ion Ni.

3. Titrasi penggantian atau titrasi substitusi adalah titrasi yang ini digunakan untuk ion-ion
logam yang tidak bereaksi sempurna dengan indikator logam yang membentuk kompleks EDTA
yang lebih stabil daripada kompleks ion-ion logam lainnya.

Contoh : penentuannya ialah untuk ion-ion Ca dan Mg.

4. Titrasi tidak langsung

Titrasi ini dilakukan dengan cara, yaitu :

* Titrasi kelebihan kation pengendap (misalnya penetapan ion sulfat, dan fosfat).

* Titrasi kelebihan kation pembentuk senyawa kompleks (misalnya penetapan ion sianida)
(Bassett et al., 1994).

2.8 Kesadahan

Metode titrasi kompleksometri dapat diaplikasikan dalam penentuan kesadahan air.Kesadahan


terutama disebabkan oleh keberadaan ion-ion kalsium (Ca2+) dan magnesium (Mg2+) di dalam
air. Keberadaannya di dalam air mengakibatkan sabun akan mengendap sebagai garam kalsium
dan magnesium, sehingga tidak dapat membentuk emulsi secara efektif. Kation-kation polivalen
lainnya juga dapat mengendapkan sabun (Harjadi, 1985).

Ada dua macam kesadahan, yaitu :


a) Kesadahan sementara (temporer hardness)

Kesadahan sementara adalah kesadahan karena adanya garam bikarbonat dari Ca dan Mg,
sedangkan kesadahan tetap adanya garam non karbonat seperti sulfat, klorida, dan nitrat.
Kesadahan sementara dan tetap disebut kesadahan jumlah (total hardness).

b) Kesadahan tetap (permanent hardness)

Kesadahan sementara dapat dihilangkan dengan memanaskannya, karena CO2 akan keluar dan
meninggalkan garam karbonat yang tidak larut (mengendap). Air yang mempunyai kesadahan
tinggi tidak baik apabila dipergunakan sebagai pengisi air ketel (boiler feed) maupun dalam
proses pencucian dengan sabun.(Syafei, 1999)

Penetapan kesadahan hanya diarahkan pada penentuan kadar Ca2+ dan Mg2+ pada titrasi
kompleksometri. Prinsip yang digunakan yaitu reaksi pembentukan kompleks, kestabilan
kompleks, dan pengaruh pH. Kesadahan total didefinisikan sebagai kesadahan jumlah milli
ekivalen ion Ca2+ dan Mg2+ tiap liter sampel air. Secara sederhana penetuan tingkat kesadahan
air untuk masing-masing ion dapat dilakukan dengan larutan baku ligan pengkompleks
Na2EDTA (Natrium Diamin Tetra Asetat) pada pH tertentu (Harvey, D. 2000).

Dalam melakukan titrasi, kedalam larutan yang mengandung ion-ion Ca2+ dan Mg2+
ditambahkan indikator (warna 1) membentuk warna kompleks dalam larutan buffer pada pH
tertentu. Penembahan EDTA akan memecah kompleks kation-indikator tersebut membentuk
kation-EDTA (warna 2) yang lebih stabil. Dengan mengamati perubahan warna, maka titik akhir
titrasi kompleksometri dapat diamati dan ditentukan. Untuk jelasnya perhatikan reaksi-reaksi
yang terjadi pada proses titrasi kompleksometri dibawah ini :

Ca2+ + EBT (Indikator) → Ca.EBT senyawa kompleks lemah berwarna merah anggur

Mg2+ + EBT (Indikator) → Mg.EBT senyawa kompleks kuat berwarna merah anggur

Ca.EBT + EDTA → Ca. EDTA

Mg.EBT + EDTA → Mg. EDTA

Larutan Dinantrium EDTA dijadikan standar baku sekunder karena sifatnya yang tidak
mendukung untuk dijadikan standar primer, antara lain (Day & Underwood, 2002):

* Kurang stabil

Mudah/dapat terurai oleh bakteri dimana EDTA adalah suatu senyawa organik yang dapat diurai
oleh bakteri.

* Dapat terurai oleh cahaya.


Kadar maksimal kesadahan total untuk air minum yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 adalah 500 mg/L, angka ini sesuai dengan angka standar yang
ditetapkan baik oleh WHO, maupun standar internasional (Gabriel, 2004).

2.9 Aplikasi Komplexometri dalam Analisis Obat

Di dalam farmasi ,metode ini banyak digunakan dalam penetapan kadar MgSO4 yang digunakan
sebagai laksativum atau ZnO yang digunakan sebagai antiseptik.Beberapa contoh sistem titrasi
kompleksometri pada obat :

Sampel

Pelarut

Peniter

Indikator

Sediaan obat

Kalsium glukonat

Air dibasakan dengan NaOH

Dinatrium edetat

Kalkon (merah jambu menjadi biru)

Injeksi kalsium glukonat

Kalsium laktat

Air

Dinatrium edetat

Biru hidroksi naftol (biru)

Kalsium laktat

Kalsium pantotenat
Air

Dinatrium edetat

Biru hidroksi naftol (biru)

Tablet kalsium pantotenat

Alukol

Air

Pb(NO3)2

Jingga xilenol

Suspensi antasida

Metil tiourasil

Air

Raksa (II) asetat

Difenilkarbazon

Metil tiourasil

.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks,
membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang
menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi.
Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama
akan diterapkan pada titrasi

Ligan (dari kata latin ligare = mengikat). Jumlah ikatan dengan ligan itu disebut bilangan
koordinasi yang biasanya merupakan bilangan genap terutama bernilai 4 atau 6.

Kestabilan termodinamik dari suatu spesi merupakan ukuran sejauh mana spesi ini akan
terbentuk dari spesi-spesi lain pada kondisi-kondisi tertentu, jika sistem itu dibiarkan mencapai
keseimbangan.

Masking atau penutup adalah suatu proses diamana suatu zat dapat dirubah sedemikian rupa
sehingga tidak dapat lagi ikut dalam suatu reaksi. Dimasking adalah suatu peristiwa dimana zat
yang dimasking dikembalikan dalam keadaan semula.

5. Indikator Logam antara lain Eriochrom Black-T (EBT) , Murexide, Jingga Xylenol dll.

6. Pengaruh pH jika terlalu asam maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan dan
menyebabkan terbentuknya senyawa kompleks, jika suasana terlalu basa maka kesetimbangan
akan bergeser ke arah kiri dan membentuk endapan.

7. Jenis titrasi kompleksometri antara lain titrasi langsung, titrasi tidak langsung, titrasi
kembali dan titrasi penggantian.

8. Kesadahan di bedakan menjadi dua yaitu kesadahan tetap dan kesadahan sementara

3.2 Saran

Lebih teliti lagi dalam mengerjakan makalah


DAFTAR PUSTAKA

Brady, J.E.1999.Kimia Universitas : Asas Dan Struktur.Binapura Aksara:Jakarta.

Day, R.A,Underwood A.L.1996.Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima.Erlangga:Jakarta.

Prof. Dr. Gholib Ibnu dan R.Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis.Pustaka Pelajar:Yogyakarta

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press: Jakarta.

Khopkar, S. M. 1999. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.

Vogel, A.I. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik Edisi 4. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai