Anda di halaman 1dari 6

A.

Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat


1) Konsep Pancasila sebagai Sistem Filsafat
a) Apa yang dimaksudkan dengan sistem filsafat
Filsafat berasal dari Bahasa Yunani yaitu Philosophia, yang terdiri atas dua kata yaitu
Philos (cinta) atau Philia (persahabatan, tertarik kepada) dan Sophos (hikmah, kebijaksanaan,
pengetahuan, keterampilan, intelegensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta
kebijaksanaan atau kebenaran.
1. (arti informal). Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan
alam yang biasanya diterima secara tidak kritis.
2. (arti formal). Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan
sikap yang sangat dijunjung tinggi.
Mengapa Pancasila dikatakan sebagai sistem filsafat?
1. Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan hasil perenungan yang mendalam dari para
tokoh kenegaraan Indonesia.
2. fungsi utama Pancasila menjadi dasar negara dan dapat disebut dasar filsafat adalah dasar
filsafat hidup kenegaraan atau ideologi negara.
3. Pancasila sebagai Weltanschauung, artinya nilai-nilai Pancasila itu merupakan sesuatu
yang telah ada dan berkembang di dalam masyarakat Indonesia, yang kemudian disepakati
sebagai dasar filsafat.
b) Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Menurut Sastrapratedja pengolahan filsofis Pancasila sebagai dasar negara ditujukan
pada beberapa aspek yaitu :
- Pertama, agar dapat diberikan pertanggungjawaban rasional dan mendasar mengenai sila-
sila dalam Pancasila sebagai prinsip-prinsip politik.
- Kedua, agar dapat dijabarkan lebih lanjut sehingga menjadi operasional dalam bidang-
bidang yang menyangkut hidup bernegara.
- Ketiga, agar dapat membuka dialog dengan berbagai perspektif baru dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
- Keempat, agar dapat menjadi kerangka evaluasi terhadap segala kegiatan yang bersangkut
paut dengan kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat, serta memberikan
perspektif pemecahan terhadap permasalahan nasional.

1
B. Alasan Diperlukannya Kajian Pancasila sebagai Sistem Filsafat
1) Filsafat Pancasila sebagai Genetivus Objectivus dan Genetivus Subjectivus
Pancasila sebagai genetivus-objektivus, artinya nilai-nilai Pancasila dijadikan sebagai
objek yang dicari landasan filosofisnya. Pancasila sebagai genetivus-subjectivus, artinya nilai-
nilai Pancasila dipergunakan untuk mengkritisi berbagai aliran filsafat yang berkembang.
Landasan Filsafat Pancasila
Pancasila sebagai Genetivus Subjectivus memerlukan landasan pijak filosofis yang kuat
yang mencakup tiga dimensi yaitu:
- Landasan ontologis, landasan ontologis Pancasila artinya sebuah pemikiran filosofis atas
hakikat sila-sila Pancasila sebagai dasar filosofis negara Indonesia.
- Landasan epistemologis, landasan epistemologis Pancasila artinya nilai-nilai Pancasila
digali dari pengalaman (empiris) bangsa Indonesia, kemudian disintesiskan menjadi
sebuah pandangan yang komprehensif tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
- Landasan aksiologis, landasan aksiologis Pancasila artinya nilai atau kualitas yang
terkandung dalam sila-sila Pancasila.
1. Sila pertama mengandung kualitas monoteis, spiritual, kekudusan, dan sakral.
2. Sila kemanusiaan mengandung nilai martabat, harga diri, kebebasan, dan tanggung
jawab.
3. Sila persatuan mengandung nilai solidaritas dan kesetiakawanan.
4. Sila keempat mengandung nilai demokrasi, musyawarah, mufakat, dan berjiwa
besar.
5. Sila keadilan mengandung nilai kepedulian dan gotong royong.

2
C. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai
Sistem Filsafat
1) Sumber Historis Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Pembahasan sila-sila Pancasila sebagai sistem filsafat dapat ditelusuri dalam sejarah
masyarakat Indonesia sebagai berikut.
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sejak zaman purbakala hingga pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia,
masyarakat Nusantara telah melewati ribuan tahun pengaruh agama-agama lokal, yaitu
sekitar 14 abad pengaruh Hindu dan Buddha, 7 abad pengaruh Islam, dan 4 abad pengaruh
Kristen.
b. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Berdasarkan rekam jejak perjalanan bangsa Indonesia, tampak jelas bahwa sila
kemanusiaan yang adil dan beradab memiliki akar yang kuat dalam historisitas
kemerdekaan Indonesia untuk memperoleh keadilan tanpa adanya penjajahan lagi.
c. Sila Persatuan Indonesia.
Indonesia adalah bangsa majemuk, Indonesia adalah sebuah bangsa besar yang
mewadahi warisan peradaban Nusantara dan kerajaan-kerajaan bahari terbesar di muka
bumi. Telah jelas bahwa bangsa Indonesia adalah pemersatu semua kemajemukan yang
ada di dalam negara
d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan.
Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Hal tersebut sudah tercermin jauh sebelu Indonesia merdeka seperti desa di Jawa, nagari
di Sumatera Barat, banjar di Bali, dan lain sebagainya.
e. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Masyarakat adil dan makmur adalah impian kebahagiaan yang telah berkobar
ratusan tahun lamanya dalam dada keyakinan bangsa Indonesia. Impian kebahagiaan itu
terpahat dalam ungkapan “Gemah ripah loh jinawi, tatatentrem kerta raharja”.
2) Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem filsafat dapat diklasifikasikan ke dalam 2
kelompok. Kelompok pertama, masyarakat awam yang memahami Pancasila sebagai sistem
filsafat yang sudah dikenal masyarakat Indonesia dalam bentuk pandangan hidup. Kelompok
pertama memahami sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem filsafat dalam pandangan

3
hidup atau kearifan lokal yang memperlihatkan unsur-unsur filosofis Pancasila itu masih
berbentuk pedoman hidup yang bersifat praktis dalam berbagai aspek kehidupan. Kelompok
kedua, masyarakat ilmiah-akademis yang memahami Pancasila sebagai sistem filsafat dengan
teori-teori yang bersifat akademis.
3) Sumber Politis Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Sumber politis Pancasila sebagai sistem filsafat dapat diklasifikasikan ke dalam dua
kelompok. Kelompok pertama, meliputi wacana politis tentang Pancasila sebagai sistem
filsafat pada sidang BPUPKI, sidang PPKI, dan kuliah umum Soekarno antara tahun 1958,
tentang pembahasan sila-sila Pancasila secara filosofis. Kelompok kedua, mencakup berbagai
argumen politis tentang Pancasila sebagai sistem filsafat yang disuarakan kembali di era
reformasi dalam pidato politik Habibie 1 Juni 2011.

4
D. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila
sebagai Sistem Filsafat
1) Dinamika Pancasila sebagai Sistem Filsafat
a) Pada era pemerintahan Soekarno, Pancasila sebagai sistem filsafat dikenal dengan
istilah “Philosofische Grondslag”. Gagasan tersebut merupakan perenungan filosofis
Soekarno atas rencananya berdirinya negara Indonesia merdeka. Ide tersebut
dimaksudkan sebagai dasar kerohanian bagi penyelenggaraan kehidupan bernegara.
b) Pada era Soeharto, kedudukan Pancasila sebagai sistem filsafat berkembang ke arah
yang lebih praktis. Artinya, filsafat Pancasila tidak hanya bertujuan mencari
kebenaran dan kebijaksanaan, tetapi juga digunakan sebagai pedoman hidup sehari-
hari.
c) Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem filsafat kurang terdengar resonansinya.
Namun, Pancasila sebagai sistem filsafat bergema dalam wacana akademik,
termasuk kritik dan renungan yang dilontarkan oleh Habibie dalam pidato 1 Juni
2011.
Beberapa bentuk tantangan terhadap Pancasila sebagai sistem filsafat muncul dalam
bentuk-bentuk sebagai berikut:
d) Pertama, kapitalisme, salah satu bentuk tantangan kapitalisme terhadap Pancasila
sebagai sistem filsafat ialah meletakkan kebebasan individual secara berlebihan
sehingga dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti monopoli, gaya hidup
konsumerisme, dan lain-lain.
e) Kedua, komunisme adalah sebuah paham yang muncul sebagai reaksi atas
perkembangan kapitalisme sebagai produk masyarakat liberal.

5
E. Mendeskripsikan Esensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat
1) Esensi (hakikat) Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Hakikat (esensi) Pancasila sebagai sistem filsafat terletak pada hal-hal sebagai berikut:
Pertama; hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa Tuhan
sebagai prinsip utama dalam kehidupan semua makhluk. Artinya, setiap makhluk
hidup, termasuk warga negara harus memiliki kesadaran yang otonom (kebebasan,
kemandirian) di satu pihak, dan berkesadaran sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa yang akan dimintai pertanggungjawaban atas semua tindakan yang dilakukan.
Kedua; hakikat sila kemanusiaan adalah manusia monopluralis, yang terdiri atas 3
monodualis, yaitu susunan kodrat (jiwa, raga), sifat kodrat (makhluk individu,
sosial), kedudukan kodrat (makhluk pribadi yang otonom dan makhluk Tuhan)
(Notonagoro).
Ketiga; hakikat sila persatuan terkait dengan semangat kebangsaan. Rasa kebangsaan
terwujud dalam bentuk cinta tanah air, yang dibedakan ke dalam 3 jenis, yaitu :
1. Tanah air real
2. Tanah air formal
3. Tanah air mental bukan bersifat territorial
Keempat, hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah. Artinya, keputusan
yang diambil lebih didasarkan atas semangat musyawarah untuk mufakat, bukan
membenarkan begitu saja pendapat mayoritas tanpa peduli pendapat minoritas.
Kelima, hakikat sila keadilan terwujud dalam tiga aspek, yaitu keadilan distributif, legal,
dan komutatif. Keadilan distributif adalah keadilan bersifat membagi dari negara
kepada warga negara. Keadilan legal adalah kewajiban warga negara terhadap
negara atau dinamakan keadilan bertaat. Keadilan komutatif adalah keadilan antara
sesama warga negara (Notonagoro dalam Kaelan, 2013: 402).

Anda mungkin juga menyukai