Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENDIDIKAN PANCASILA

LANDASAN – LANDASAN FILSAFAT PANCASILA

Kelompok 3

Penyusun :

Siska Apriliani H1C019001


Febri Pratiwi Saragih H1C019003
Renita Asri Sekarningrum H1C019004
Hanifah Dyah Paramita H1C019005
Olga Revalina H1C019006

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PURBALINGGA

2020

1
A. Latar Belakang Masalah
Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali
bagi mereka yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18
Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar
berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua,
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima,
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu
ialah, Mr. Mohammad Yamin, Prof. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Dapat dikemukakan
mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di
negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung
toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.

Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup
faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif
tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga,
karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif
sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang
bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk
kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama.

Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan


berusaha untuk berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta
akan kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang sejati
sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak bertentangan
dengan keyakinan serta agamanya.

Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia
yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai,
menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya
pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini.
Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara

2
Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan
negara Indonesia.

B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan
memperdalam kajian tentang hal-hal berikut:

1. Pengertian filsafat
2. Pancasila sebagai sistem filsafat
3. Landasan ontologis
4. Landasan epistemologis
5. Landasan aksiologis
6. Landasan antropologis
7. Urgensi pancasila dalam berbangsa dan bernegara
C. Pembahasan
1. Pengertian Filsafat

Filsafat adalah sebuah kajian masalah umum dan juga mendasar tentang persoalan seperti
eksistensi, pengetahuan, akal dan pikiran, nilai dan juga bahasa. 1Pengertian filsafat secara
umum adalah sebagai suatu kebijaksanaan hidup (filosofi) untuk memberikan pandangan
hidup yang menyeluruh berdasarkan refleksi atas pengalaman hidup maupun pengalaman
ilmiah. Filsafat juga bisa diartikan sebagai ilmu yang berusaha mencari sebab-sebab yang
sedalam mungkin bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Arti Filsafat adalah
pandangan hidup dari seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar
mengenai kehidupan yang inginkan atau di cita-citakan.

Filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan karena dalam filsafat sendiri memiliki logika,
metode dan juga sistem. Namun filsafat juga merupakan studi tentang seluruh fenomena
kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan juga dijabarkan dalam konsep mendasar.
Orangnya disebut filosof yang dalam bahasa Arab disebut Failasuf. Berbagai tokoh filosof
dari berbagai bangsa menemukan dan merumuskan sistem filsafat sebagai ajaran terbaik
mereka; yang dapat berbeda antar ajaran filosof. Karena itulah berkembang berbagai aliran
filsafat: materialisme, idealisme, spiritualisme; realisme, dan berbagai aliran modern:

1
Surajiyo. 2014. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Bumi Aksara

3
rasionalisme, humanisme, individualisme, liberalisme-kapitalisme; marxisme-komunisme;
sosialisme dll.

Secara etimologis filsafat memiliki pengartian yang sepadan dengan kata falsafah dalam
bahasa arab atau kata philosophy dalam bahasa Inggris. Dari kata-kata tasi semuanya berasal
dari kata latin philosophia, sebuah kata benda yang merupakan hasil kegiatan plhiloshopiem
sebagai kata kerjanya.

Philosophia berasal dari bahasa Yunani, yakni philein (mencintai) atau philia
(persahabatan,tertarik kepada … ) dan sophos (kebijaksanaa, ketrampilan, pengalaman
praktis dan intelgensi). Dengan demikian, kata filsafat secara etimologi diartikan sebagai
cinta atau kecenderungan akan kebijaksanaan. Atau juga pengertian filsafat secara etimologi
adalah sebagai cinta secara mendalam akan kebijaksanaan atau cinta sedalam-dalamnya akan
kearifan atau cinta secara sungguh-sungguh terhadap pandangan, kebenaran.

Pengertian filsafat menurut Aristoteles adalah memiliki kewajiban untuk menyelidiki


sebab dan asas segala benda. Dengan ini, filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas mengenai
penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.

Faktor timbulnya keinginan manusia untuk berfilsafat adalah:

1. Keheranan, sebagian filsuf berpendapat bahwa adanya kata heran merupakan asal dari
filsafat. Rasa heran itu akan mendorong untuk menyelidiki dan mempelajari.
2. Kesangsian, merupakan sumber utama bagi pemikiran manusia yang akan menuntun
pada kesadaran. Sikap ini sangat berguna untuk menemukan titik pangkal yang kemudian
tidak disangsikan lagi.
3. Kesadaran akan keterbatasan, manusia mulai berfilsafat jika ia menyadari bahwa
dirinya sangat kecil dan lemah terutama bila dibandingkan dengan alam sekelilingnya.
Kemudian muncul kesadaran akan keterbatasan bahwa diluar yang terbatas pasti ada
sesuatu yang tdak terbatas.

Pada umumnya terdapat dua pengertian filsafat yaitu filsafat dalam arti Produk dan
filsafat dalam arti Proses. Selain itu, ada pengertian lain, yaitu filsafat sebagai pandangan
hidup. Disamping itu, dikenal pula filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis.

4
2.  Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat dapat berupa jati diri bangsa Indonesia sebagai
konteksnya, misal pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, sebagai dasar filsafat
negara Republik Indonesia, sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia.

Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan yang saling berhubungan untuk
satu tujuan tertentu,dan saling berkualifikasi yang tidak terpisahkan satu dengan yang
lainnya. Jadi Pancasila pada dasarnya satu bagian/unit-unit yang saling berkaitan satu sama
lain,dan memiliki fungsi serta tugas masing-masing.2

1. Pancasila sebagai Jati diri bangsa Indonesia

Pancasila pada hakikatnya merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa


Indonesia sepanjang sejarah, yang berakar dari unsut-unsur kebudayaan luar yang sesuai
sehingga secara keseluruhannya terpadu menadi kebudayaan bangsa Indonesia. Hal tersebut
dapat dilihat dari proses terjadinya Pancasila yaitu melalui suatu proses yang disebut kausa
materialisme karena nilai-nilai Pancasila sudah ada dan hidup sejak zaman dulu yang
tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, nilai-nilai Pancasila diungkapkan
dan dirumuskan dari sumber nilai utamanya yaitu:

a. Niai-nilai yang bersifat fundamental, unicersal, mutlak dan abadi dari Tuhan Yang
Maha Esa yang tercermin dalam inti kesamaan ajaran-ajaran agama dalam kitab suci.
b. Nilai-nilai yang bersifat kolektif nasional yang merupakan intisari dari nilai-nilai yang
luhur budaya mastarakat.
c. Rumusan Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai Suatu Sistem

2
Kaelan. Filsafat Pancasila. 1996. Yogyakarta:Paradigma

5
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat.
Pengertian dari sistem itu sebdiri yaitu suatu kesatuan bagian-bagian yang saling
berhubungan, saling kerjasama untuk sati tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan
suatu kesatuan yang utuh.

2. Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Bersifat Organis

Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu keratuan peradaban, dalam arti
setiap sila meruapakan unsur dari kesatuan Pancasila. Ileh karena itu, Pancasila meruapak
suatu ksatuan yang majemuk tunggal, dengan akibat setiap sila tidak dapat berdiri senrdiri,
terlepas dari saila-sila lainnya. Disamping itu, diantara sila satu dengan yang lain tidak saling
bertentangan.

3. Susunan Kesatuan Yang Bersifat Hirarki Dan Berbentuk Piramidal

Hirarki dan Poramidal mempunyai pengertian yang sangat matematis yang digunakan
untuk menggambarkan hubungan sila-sila Pancasila dalam hal urut-urutan luas dan juga
dalam hal isi sifatnya. Susunan sila-sila Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkatan
luas dan isi sidarnya dari sila-sila sebelumnya. Secara ontologis hakikat Pancasila
mendasarkan setiap silanya pada landasan, yaitu: Tuhan, Manusia, satu, Rakyat, Adil. Oleh
karena itu, hakikat itu harus selalu berkaitan dengan sifat dan hakikat bangsa Indonesia.
Dengan demikianlah sila pertama adalah sifat dan keadaan negra harus sesuai dengan hakikat
Tuhan: sila dedua bersifat dan keadaan negera harus sesuai dengan hakikat manusia, sila
keriga sifat dan keadaan negara harus satu, sila keempat adalah sifat dan keadaan negara
harus sesuai dengan hakikat rakyat, dan sila kelima adalah sifat dan keadaan negara harus
sesuai dengan hakiat adil.

4. Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Saling Mengisi Dan Saling
Mengkualifikasi.

Kesatuan sila-sila Pancasila yang majemuk tunggal, hirarkis Piramidal juga memiliki sifat
saling mengisi dan saling mengkualifikasi. Hal tersebut dimaksudkan bahwa setiap sila
terkandung nilai keempat sila lainnya, dengan kata lain, dalam setiap sila Pancasila senantiasa
dikualifikasikan oleh keempai sila lainnya. Contoh rumusan kesatuan sila-sila Pancasila yang
mengisi dan saling mengkualifikasi adalah sebagai berikut: “sila ketuhanan yang maha esa

6
adalah berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan indonesia, berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakitan dan berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat indonesia.”

3. Landasan Ontologis

Secara ontologis, Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk


mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila terdiri atas lima sila memiliki satu
kesatuan dasar ontologis maksudnya setiap sila bukan merupakan asas yang berdiri sendiri-
sendiri.

Manusia merupakan pendukung pokok dari sila-sila Pancasila. Maksudnya pada


hakikatnya manusia memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis sebagai
dasar ontologis Pancasila.

Kesesuaian hubungan negara dengan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa


hubungan sebab-akibat. Yaitu sebagai berikut :

a. Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, satu,  rakyat, dan
adil sebagai pokok pangkal hubungan.q
b. Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah sebagai
sebab, dan negara adalah sebagai akibat.

 Ontologi ialah penyelidikan hakikat ada (esensi) dan keberadaan (eksistensi) segala
sesuatu: alam semesta, fisik, psikis, spiritual, metafisik, termasuk kehidupan sesudah mati,
dan Tuhan. Ontologi Pancasila mengandung azas dan nilai antara lain:

a. Tuhan yang Maha Esa adalah sumber eksistensi kesemestaan. Ontologi ketuhanan
bersifat religius, supranatural, transendental dan suprarasional;
b. Ada – kesemestaan, alam semesta (makrokosmos) sebagai ada tak terbatas, dengan
wujud dan hukum alam, sumber daya alam yang merupakan prwahana dan sumber
kehidupan semua makhluk: bumi, matahari, zat asam, air, tanah subur, pertambangan,
dan sebagainya;
c. Eksistensi subyek/ pribadi manusia: individual, suku, nasional, umat manusia
(universal). Manusia adalah subyek unik dan mandiri baik personal maupun nasional,
merdeka dan berdaulat. Subyek pribadi mengemban identitas unik: menghayati hak dan

7
kewajiban dalam kebersamaan dan kesemestaan (sosial-horisontal dengan alam dan
sesama manusia), sekaligus secara sosial-vertikal universal dengan Tuhan. Pribadi
manusia bersifat utuh dan unik dengan potensi jasmani-rohani, karya dan kebajikan
sebagai pengemban amanat keagamaan;
d. Eksistensi tata budaya, sebagai perwujudan martabat dan kepribadian manusia yang
unggul. Baik kebudayaan nasional maupun universal adalah perwujudan martabat dan
kepribadian manusia: sistem nilai, sistem kelembagaan hidup seperti keluarga,
masyarakat, organisasi, negara. Eksistensi kultural dan peradaban perwujudan
teleologis manusia: hidup dengan motivasi dan cita-cita sehingga kreatif, produktif,
etis, berkebajikan;
e. Eksistensi bangsa-negara yang berwujud sistem nasional, sistem kenegaraan yang
merdeka dan berdaulat, yang menampilkan martabat, kepribadian dan kewibawaan
nasional. Sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat merupakan puncak prestasi
perjuangan bangsa, pusat kesetiaan, dan kebanggaan nasional
4. Landasan Epistemologis
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode,
ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya
pengetahuan, batas ilmu pengetahuan.

Menurut Titus (1984 : 20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi,
yaitu:

a. Tentang sumber pengetahuan manusia


b. Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia
c. Tentang watak pengetahuan manusia

Secara epistemologis Pancasila sebagai filsafat yaitu sebagai upaya untuk mencari
hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan.

Sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia
sendiri. Sedangkan susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan yaitu Pancasila
memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila
maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu.

Sebagai suatu paham epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya


bahwa ilmu pengetahuan tidak bebas nilai dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan
pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia. Epistemologi menyelidiki sumber, proses,

8
syarat-syarat batas, validitas dan hakikat ilmu. Epistemologi Pancasila secara mendasar
meliputi nilai-nilai dan azas-azas:

Mahasumber ialah Tuhan, yang menciptakan kepribadian manusia dengan martabat


dan potensi unik yang tinggi, menghayati kesemestaan, nilai agama dan ketuhanan.
Kepribadian manusia sebagai subyek diberkati dengan martabat luhur: pancaindra, akal, rasa,
karsa, cipta, karya dan budi nurani. Kemampuan martabat manusia sesungguhnya adalah
anugerah dan amanat ketuhanan/ keagamaan.

Sumber pengetahuan dibedakan dibedakan secara kualitatif, antara:

a. Sumber primer, yang tertinggi dan terluas, orisinal: lingkungan alam, semesta, sosio-
budaya, sistem kenegaraan dan dengan dinamikanya;
b. Sumber sekunder: bidang-bidang ilmu yang sudah ada/ berkembang, kepustakaan,
dokumentasi;
c. Sumber tersier: cendekiawan, ilmuwan, ahli, narasumber, guru.

Wujud dan tingkatan pengetahuan dibedakan secara hierarkis:

a. Pengetahuan indrawi;
b. Pengetahuan ilmiah;
c. Pengetahuan filosofis;
d. Pengetahuan religius.

Pengetahuan manusia relatif mencakup keempat wujud tingkatan itu. Ilmu adalah
perbendaharaan dan prestasi individual maupun sebagai karya dan warisan budaya umat
manusia merupakan kualitas martabat kepribadian manusia. Perwujudannya adalah
pemanfaatan ilmu guna kesejahteraan manusia, martabat luhur dan kebajikan para
cendekiawan (kreatif, sabar, tekun, rendah hati, bijaksana). Ilmu membentuk kepribadian
mandiri dan matang serta meningkatkan harkat martabat pribadi secara lahiriah, sosial (sikap
dalam pergaulan), psikis (sabar, rendah hati, bijaksana). Ilmu menjadi kualitas kepribadian,
termasuk kegairahan, keuletan untuk berkreasi dan berkarya.

Martabat kepribadian manusia dengan potensi uniknya memampukan manusia untuk


menghayati alam metafisik jauh di balik alam dan kehidupan, memiliki wawasan kesejarahan
(masa lampau, kini dan masa depan), wawasan ruang (negara, alam semesta), bahkan secara
suprarasional menghayati Tuhan yang supranatural dengan kehidupan abadi sesudah mati.

9
Pengetahuan menyeluruh ini adalah perwujudan kesadaran filosofis-religius, yang
menentukan derajat kepribadian manusia yang luhur. Berilmu/ berpengetahuan berarti
mengakui ketidaktahuan dan keterbatasan manusia dalam menjangkau dunia suprarasional
dan supranatural. Tahu secara ‘melampaui tapal batas’ ilmiah dan filosofis itu justru
menghadirkan keyakinan religius yang dianut seutuh kepribadian: mengakui keterbatasan
pengetahuan ilmiah-rasional adalah kesadaran rohaniah tertinggi yang membahagiakan.

5. Landasan Aksiologi
Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik.
Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.
Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila.

Dalam filsafat Pancasila, terdapat tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai
instrumental, dan nilai praktis.

a. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan,
nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
b. Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang
selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
c. Nilai praktis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini
merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup
dalam masyarakat.

Nilai-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar
yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan
masyarakat, berbansa, dan bernegara.

Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila


(subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang
berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial.

Aksiologi menyelidiki pengertian, jenis, tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara
kesemestaan. Aksiologi Pancasila pada hakikatnya sejiwa dengan ontologi dan
epistemologinya. Pokok-pokok aksiologi itu dapat disarikan sebagai berikut:

a. Tuhan yang Maha Esa sebagai mahasumber nilai, pencipta alam semesta dan segala
isi beserta antarhubungannya, termasuk hukum alam. Nilai dan hukum moral mengikat

10
manusia secara psikologis-spiritual: akal dan budi nurani, obyektif mutlak menurut ruang
dan waktu secara universal. Hukum alam dan hukum moral merupakan pengendalian
semesta dan kemanusiaan yang menjamin multieksistensi demi keharmonisan dan
kelestarian hidup.
b. Subyek manusia dapat membedakan hakikat mahasumber dan sumber nilai dalam
perwujudan Tuhan yang mahaesa, pencipta alam semesta, asal dan tujuan hidup manusia
(sangkan paraning dumadi, secara individual maupun sosial).
c. Nilai-nilai dalam kesadaran manusia dan dalam realitas alam semesta yang meliputi:
Tuhan yang mahaesa dengan perwujudan nilai agama yang diwahyukan-Nya, alam
semesta dengan berbagai unsur yang menjamin kehidupan setiap makhluk dalam
antarhubungan yang harmonis, subyek manusia yang bernilai bagi dirinya sendiri
(kesehatan, kebahagiaan, etc.) beserta aneka kewajibannya. Cinta kepada keluarga dan
sesama adalah kebahagiaan sosial dan psikologis yang tak ternilai. Demikian pula
dengan ilmu, pengetahuan, sosio-budaya umat manusia yang membentuk sistem nilai
dalam peradaban manusia menurut tempat dan zamannya.
d. Manusia dengan potensi martabatnya menduduki fungsi ganda dalam hubungan
dengan berbagai nilai: manusia sebagai pengamal nilai atau ‘konsumen’ nilai yang
bertanggung jawab atas norma-norma penggunaannya dalam kehidupan bersama
sesamanya, manusia sebagai pencipta nilai dengan karya dan prestasi individual maupun
sosial (ia adalah subyek budaya). “Man created everything from something to be
something else, God created everything from nothing to be everything.” Dalam
keterbatasannya, manusia adalah prokreator bersama Allah.
e. Martabat kepribadian manusia secara potensial-integritas bertumbuhkembang dari
hakikat manusia sebagai makhluk individu-sosial-moral: berhikmat kebijaksanaan, tulus
dan rendah hati, cinta keadilan dan kebenaran, karya dan darma bakti, amal kebajikan
bagi sesama.
f. Manusia dengan potensi martabatnya yang luhur dianugerahi akal budi dan nurani
sehingga memiliki kemampuan untuk beriman kepada Tuhan yang mahaesa menurut
agama dan kepercayaan masing-masing. Tuhan dan nilai agama secara filosofis bersifat
metafisik, supernatural dan supranatural. Maka potensi martabat manusia yang luhur itu
bersifat apriori: diciptakan Tuhan dengan identitas martabat yang unik: secara sadar
mencintai keadilan dan kebenaran, kebaikan dan kebajikan. Cinta kasih adalah produk
manusia – identitas utama akal budi dan nuraninya – melalui sikap dan karyanya.

11
g. Manusia sebagai subyek nilai memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap
pendayagunaan nilai, mewariskan dan melestarikan nilai dalam kehidupan. Hakikat
kebenaran ialah cinta kasih, dan hakikat ketidakbenaran adalah kebencian (dalam aneka
wujudnya: dendam, permusuhan, perang, etc.).
h. Eksistensi fungsional manusia ialah subyek dan kesadarannya. Kesadaran berwujud
dalam dunia indra, ilmu, filsafat (kebudayaan/ peradaban, etika dan nilai-nilai ideologis)
maupun nilai-nilai supranatural.

Seluruh kesadaran manusia tentang nilai tercermin dalam kepribadian dan


tindakannya. Sumber nilai dan kebajikan bukan saja kesadaran akan Ketuhanan yang
mahaesa, tetapi juga adanya potensi intrinsik dalam kepribadian, yakni: potensi cinta kasih
sebagai perwujudan akal budi dan nurani manusia (berupa kebajikan). Azas dan usaha
manusia guna semakin mendekati sifat-sifat kepribadiannya adalah cinta sesama. Nilai
cinta inilah yang menjadi sumber energi bagi darma bakti dan pengabdiannya untuk selalu
berusaha melakukan kebajikan-kebajikan. Azas normatif ini bersifat ontologis pula, karena
sifat dan potensi pribadi manusia berkembang dari potensialitas menuju aktualitas, dari
real-self menuju ideal-self, bahkan dari kehidupan dunia menuju kehidupan kekal. Garis
menuju perkembangan teleologis ini pada hakikatnya ialah usaha dan dinamika
kepribadian yang disadari (tidak didasarkan atas motivasi cinta, terutama cinta diri).

Cinta diri cenderung mengarahkan manusia ke egosentrisme, mengakibatkan


ketidakbahagiaan. Kebaikan dan watak pribadi manusia bersumber pula pada nilai
keseimbangan proporsi cinta pribadi dengan sesama dan dengan Tuhan yang mahaesa.
Dengan perkataan lain, kesejahteraan rohani dan kebahagiaan pribadi manusia yang hakiki
ialah kesadarannya dalam menghayati cinta Tuhan dan hasrat luhurnya mencintai Tuhan dan
sesamanya.

Nilai instrinsik ajaran filsafat Pancasila sedemikian mendasar, komprehensif, bahkan


luhur dan ideal, meliputi: multi-eksistensial dalam realitas horisontal; dalam hubungan
teleologis; normatif dengan mahasumber kesemestaan (Tuhan dengan ‘ikatan’ hukum alam
dan hukum moral yang psikologis-religius); kesadaran pribadi yang natural, sosial, spiritual,
supranatural dan suprarasional. Penghayatannya pun multi-eksistensial, bahkan praeksistensi,
eksistensi (real-self dan ideal-self), bahkan demi tujuan akhir pada periode post-existence
(demi kehidupan abadi), menunjukkan wawasan eksistensial yang normatif-ideal.

12
Secara instrinsik dan potensial, nilai-nilai Pancasila memenuhi tuntutan hidup
manusia karena nilai filsafat sejatinya adalah untuk menjamin keutuhan kepribadian dan tidak
mengakibatkan konflik kejiwaan maupun dilematika moral.

6. Landasan Antropologi
Antropologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata ”antrophos” berarti manusia,
dan “logos” berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis
sekaligus makhluk sosial. Dasar Antropologis, (hakikat manusia). Sila-sila pancasila.
Pancasila sebagai satu kesatuan sistem filsafat tidak hanya kesatuan yang menyangkut sila-
silanya saja melainkan juga meliputi hakikat dasar dari sila-sila pancasila atau secara filosofis
meliputi dasar ontologis (hakikat) sila-sila pancasiala. Pancasila terdiri dari lima sila, setiap
sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri, melainkan memiliki satu kesatuan dasar
ontologis. Dasar ontologis pancasila pada dasarya adalah manuia yang memiliki hakikat
mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut dasar antropologis. Subjek
penduukun pancasila adalah manusia. Bahwa yang berketuhanan Yang Maha Esa, yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan yang berkerakyatan yang dipmpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial
pada hakikatnya adalah manusia. (Notonegoro. 1975: 23). Dapat dipahami bahwa pancasila
adalah dasar filsafat negara dan pendukung pokok negara adalah rakyat dan unsur rakyat
adalah manusia. Jadi dapat dipahami bahwa hakiat dasar antropologis sila-sila pancasila
adalah manusia.

7. Urgensi Pancasila dalam Berbangsa dan Bernegara


Pancasila adalah jati diri bangsa Indonesia, sebagai falsafah, ideologi, dan alat
pemersatu bangsa Indonesia. Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan
pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk. begitu besar pengaruh Pancasila terhadap bangsa
dan negara Indonesia, Kondisi ini dapat terjadi karena perjalanan sejarah dan kompleksitas
keberadaan bangsa Indonesia seperti keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat
istiadat, kebiasaan budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu sama lain tetapi mutlak harus
dipersatukan. Begitu banyak permasalahan yang sedang bangsa kita hadapi, mulai dari yang
sepeles sampai ke persoalan yang vital. Sebenernya semua persoalan bisa diselesaikan
apabila rakyat indonesia sudah menjiwai pancasila. tetapi negara hanya meninggikan
keilmuwan, ilmu penegatahuan tidak adanya pendalaman pancasila, penerapana pancasila.

   a. Esensi pancasila sebagai dasar negara

13
        Esensi yang berasal dari kata essence yang menurut kamus Longman berarti the most
basic and important quality of something, sedangkan  dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) esensi adalah kata benda yang artinya hakikat; inti; hal yang pokok. Contoh
penggunaannya adalah: Esensi pertikaian atara kedua tokoh itu ialah pertentangan
ideologi. Jadi segala sesuatu yang merupakan Hakikat, dasar, inti, sari, hal yang pokok,
penting, ekstrak dan konsentrat dari segala sesuatu disebut esensi tergantung dalam konteks
dan penggunaannya.

       Semangat dan keinginan untuk bebas dari segala penjajahan fisik maupun pemikiran
pada rakyat Indonesia oleh kapitalisme dan feodalisme yang mengambil secara paksa seluruh
hak milik rakyat Indonesia dan mengeksploitasi segala sumber daya alam yang Indonesia
miliki. Dengan penindasan yang terjadi di Indonesia membuat rakyat menjadi erat rasa
persatuannya, melahirkan tujuan yang sama yaitu merdeka, damai, tentram, dan makmur.
Maka lahirlah sebuah ideologi Negara Indonesia yang mencakup segala aspek kehidupan dan
sebagai pedoman Indonesia yang disebut pancasila.

      Dalam sila-sila pancasila terdapat patologi budaya pancasila, yang bisa menghancurkan
nilai-nilai yang terkandung pada setiap sila pancasila. Fenomena yang terjadi pada masa
Indonesia saat ini seperti korupsi, kerusuhan, dan moral yang bertentangan dengan nilai
pancasila. Jika dasar pancasila itu tidak tertanam kuat pada diri rakyat Indonesia maka negara
ini akan berantakan. Dengan berkembangnya dunia dan segala masukan berbagai macam dari
luar negeri ke dalam negara, pancasila sebagai konsep dasar kehidupan rakyat Indonesia
harus diperkuat serta ditanamkan agar kita tidak dijajah oleh bangsa lain. Memang tidak
dijajah dalam hal fisik tetapi dijajah dalam hal pemikiran yang secara perlahan-lahan
membuat berubah rakyat Indonesia dari sila-sila pancasila itu sendiri.

Beberapa contoh penerapan esensi pancasila sebagai dasar negara:

 Sila Pertama

Ketuhanan yang Maha Esa, artinya sesuai dengan agama dan keyakinan yang sejalan dengan
asas kemanusiaan yang adil dan beradap. Contohnya rakyat Indonesia memiliki hak untuk
memilih agama yang akan ia anut dan jalani tanpa ada unsur paksaan, bebas melaksanakan
kegiatan agama dengan syarat tidak melanggar norma-norma di Indonesia dan saling
menghormati dengan agama lain.

14
 Sila Kedua

Kemanusiaan yang adil dan beradab, artinyasetiap warga negara telah mengakui persamaan
derajat, kewajiban antara sesama manusia sebagai asas kebersamaan bangsa Indonesia, dan
hak. Contoh penerapannya, majikan tidak sewenang-wenangnya bertindak kepembantunya
yang tidak berperikemanusiaan.

 Sila Ketiga

Persatuan Indonesia artinya setiap warga negara mengutamakan persatuan, kepentingan,


kesatuan, dan juga keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi golonganyang
selalu harus diwujudkan, diperjuangkan, dipertahankan, dan diupayakan secara terus-
menerus. Contoh penerapannya,  tidak terlalu menonjolkan kebudayaan masing-masing
daerah untuk melihat siapa yang terbaik tetapi dipelajari dan ikut melestarikan dengan serta
meyakinkan bahwa perbedaan itu baik.

 Sila Keempat

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam permusyawaratan atau


perwakilan artinya bermusyawarah untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi dengan
bijaksana, memikirkan kententraman rakyat dan mengambil keputusan juga untuk rakyat
dengan mengikutsertakan perwakilan-perwakilan setiap masyarakat. Contohnya segala
persoalan yang ada untuk mendapatkan solusi dengan cara bermusyawarah unntuk mencapai
tujuan ynang diinginkan seperti rapat warga setiap RT untuk membahas masalah dalam
lingkungan tersebut.

 Sila Kelima

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menggambarkan dalam bertindak supaya
bersikap adil kepada setiap warga negara Indonesia, tanpa membedakan status sosial, suku,
ras, dan bahasa sehingga tujuan dari bangsa Indonesia akan tercapai dengan keikutansertaan
semua rakyat Indonesia.Contohnya pemerintah mengadakan program wajib bersekolah
selama 9 tahun tanpa membedakan-bedakan  guna mengatasi masalah pendidikan yang begitu
rendah.

b. Urgensi pancasila sebagai dasar negara

15
Ir. Soekarno menggambarkan urgensi pancasila secara ringkas tetapi meyakinkan.
Pancasila adalah Weltanschauung, satu dasar falsafah dan juga satu alat pemersatu bangsa
yang juga pada hakikatnya satu alat mempersatukan dalam perjuangan melenyapkan segala
macam penjajahan terutama imperialisme.

Memahami urgensi pancasila sebagai dasar negara, bisa menggunakan dua


pendekatan yaiut, Pendekatan institusional dan pendekatan sumber daya manusia, Pendekatan
institusional adalah membentuk dan menyelenggarakan negara yang berdasarkan pada nilai-
nilai pancasila sehingga negara Indonesia dapat mewujudkan tujuan negara atau terpenuhinya
kepentingan nasional. Sementara itu pendekatan sumber daya manusia terdapat pada dua
aspek, yaitu orang-orang yang menjalankan pemerintahan dengan cara melaksanakan nilai-
nilai Pancasila secara murni dan konsekuen di dalam mengemban tugas dan bertanggung
jawab. Sehinnga kebijakan negara akan menghasilkan kebijakan yang mengedepankan
kepentingan rakyat.

Tetapi melihat kejadian yang jauh dari sikap penerapan nilai-nilai pancasila pada
Indonesia seperti, masyarakat yang hanya memeluk agama tertentu karena faktor mayoritas
sehingga ia tidak bisa menjalani ajaran agamanya dengan baik, sikap tidak adil terhadap
sesama hanya karena perbedaan suatu hal, aksi bentrok antar suku karena rendahnya
kesadaran dan rasa persatuan, dan perlakuan tidak adil di beberapa tempat sosial  karena
faktor perbedaan RAS.

Untuk mengatasi beberapa masalah yang ada perlu pemahaman yang mendalam
terhadap urgensi pancasila sebagai dasar negara. Dalam pemahaman tersebut ada tahap 
implementasi juga yaitu tahap yang selalu memperhatikan prinsip-prinsip good governance,
antara lain transparan, akuntabel, dan fairness sehingga akan terhindar dari KKN (Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme) dan warga negara yang berkiprah dalam bidang bisnis, harus
menjadikan Pancasila sebagai sumber nilai-nilai etika bisnis yang menghindarkan warga
negara melakukan free fight liberalism, tidak terjadi monopoli dan monopsoni, serta warga
negara yang bergerak dalam bidang organisasi kemasyarakatan dan bidang politik. Maka
Indonesia akan mencapai tujuan yang di cita-citakan seperti yang diharapan pejuang-pejuang
pada masa dulu jika rakyat Indonesia menerapkan nila-nilai yang terkandung dalam
pancasila.

D. Analisis

16
Dari apa yang telah dijelaskan di atas, Pancasila merupakan kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan, karena dalam masing-masing sila tidak bisa di tukar tempat atau dipindah. Bagi
bangsa Indonesia, Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia.
Dan filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan karena memiliki logika, metode dan
sistem.Pancasila dikatakan sebagai filsafat dikarenakan pancasila merupakan hasil
perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh para pendahulu kita, yang kemudian
dituangkan dalam suatu sistem yang tepat, dimana pancasila memiliki hakekatnya tersendiri
yang terbagi menjadi lima sesuai dengan kelima sila-silanya tersebut.
Adapun yang mendasari Pancasila adalah dasar Ontologist (Hakikat Manusia), dasar
Epistemologis (Pengetahuan), dasar Aksiologis (Pengamalan Nilai-Nilainya), dan
antrapologis.
E. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat Pancasila
merupakan hasil pemikiran mendalam dari bangsa Indonesia, yang dianggap, diyakini
sebagai kenyataan nilai dan norma yang paling benar, dan adil untuk melakukan kegiatan
hidup berbangsa dan bernegara di manapun mereka berada. Selain itu, filsafat Pancasila
memiliki beragam fungsi, diantaranya yaitu; sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia,
Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia,
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, dan Pancasila sebagai sistem ideologi
nasional.
Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sedangkan
Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling
berhubungan, saling bekerjasama antara sila yang satu dengan sila yang lain untuk tujuan
tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh yang mempunyai
beberapa inti sila, nilai dan landasan yang mendasar.

17
DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Kaelan. Filsafat Pancasila. 1996. Yogyakarta:Paradigma

Sunoto. Mengenal Filsafat Pancasila Pendekatan Melalui Etika Pancasila. 1985.

Yogyakarta: PT Hanindita

Surajiyo.2008. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT.Bumi Aksara

Surajiyo. 2014. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Bumi Aksara

B. Sumber Lain
Rina. 2012. Makalah PKn : Filsafat Pancasila. Diakses hari Selasa, 3 Maret2020 pukul
16:57 pada https://rinastkip.wordpress.com/2012/12/19/ makalah-pkn-filsafat-
pancasila.html.

18

Anda mungkin juga menyukai