Anda di halaman 1dari 12

MAKALA FILSAFAT KELIMA SILA PANCASILA

OLEH: MUHAMMAD ARIF WIBOWO

NIK: B19076

SISTEM INFORMASI SEMESTER 3


POLITEHNIK INDONUSA SURAKARTA
BAB I

PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Sebagai dasar dan pandangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila kembali diuji
ketahanannya dalam era reformasi sekarang. Merekahnya matahari bulan Juni 1945, 67 tahun
yang lalu disambut dengan lahirnya sebuah peristiwa yang sangat bersejarah bagi bangsa
Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila.
Sebagai filsafat negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang
merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan pedoman bagi segenap
bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan
kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai
pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, serta menjadi dasar
sekaligus filsafat negara Republik Indonesia.
Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia. Pancasila lahir 1
Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan
ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu,
Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan
Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah,
Mr. Mohammad Yamin, Prof. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa
Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan krisis politik di negara ini, yaitu
pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa
yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi. Kedua, Pancasila merupakan
wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-faham positif yang dianut oleh
bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup
untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari
nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia,
selain itu, ideologi kediktatoran juga ditolak, karena bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa
yang berprikemanusiaan dan berusaha untuk berbudi luhur. Dengan demikian bahwa filsafat
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga
negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang
telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang
untuk kemerdekaan negara Indonesia ini.
Rumusan Pancasila dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke empat merupakan
landasan yuridis yang tidak dapat diubah, alasannya adalah pancasila merupakan falsafah
hidup dan perjanjian luhur bangsa Indonesia. Sebagai falsafah hidup dan kepribadian bangsa
Pancasila diyakini memiliki rumusan yang paling tepat. Oleh karena itu, kami menulis
makalah berjudul ”Filsafat Pancasila” selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan juga untuk menambah nasionalisme pembaca, mengingat nasionalisme
warga negara Indonesia akhir-akhir ini yang semakin luntur. Sehingga kami harapkan apa
yang kami sampaikan dapat menjiwai setiap tingkah laku dan kepribadian pembaca.

B.  TUJUAN
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain, yaitu :
1.    Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
2.    Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan tentang Pancasila dari aspek filsafat.
3.    Sebagai bahan kajian bagi para mahasiswa mengenai peranan ideologi Pancasila sebagai
dasar filsafat bangsa dan Negara Indonesia.
4.    Sebagai kajian untuk mengetahui fungsi dan peranan filsafat Pancasila dalam kehidupan
bangsa Indonesia.
5.    Sebagai sarana untuk memahami filsafat Pancasila sebagai falsafah Negara Indonesia.

C.  RUMUSAN MASALAH
Dengan memperhatikan ulasan singkat latar belakang di atas, maka dapat disusunlah
rumusan masalah sebagai berikut :
1.    Apakah sebenarnya filsafat Pancasila tersebut, dan bagaimana pancasila tersebut muncul
sebagai ideologi bangsa Indonesia?
2.    Apakah fungsi dari filsafat Pancasila tersebut bagi bangsa dan Negara Indonesia?
3.    Apakah yang menjadi bukti bahwa ideologi Pancasila menjadi dasar dari filsafat Negara
Indonesia?

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
A.  PENGERTIAN FILSAFAT
Secara etimologis istilah ”filsafat“ atau dalam bahasa Inggrisnya “philosophi” adalah
berasal dari bahasa Yunani “philosophia” yang secara lazim diterjemahkan sebagai “cinta
kearifan” kata philosophia tersebut berasal dari kata “philos” (pilia, cinta)
dan “sophia” (kearifan). Berdasarkan  pengertian bahasa tersebut filsafat berarti cinta
kearifan. Kata kearifan bisa juga berarti “wisdom” atau kebijaksanaan sehingga filsafat bisa
juga berarti cinta kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata  tersebut maka mempelajari filsafat
berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa
menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi peradaban manusia.
Sesungguhnya nilai ajaran filsafat telah berkembang, terutama di wilayah Timur
Tengah sejak sekitar 6000-600 SM; juga di Mesir dan sekitar sungai Tigris dan Eufrat sekitar
5000-1000 sM; daerah Palestina/Israel sebagai doktrine Yahudi sekitar 4000-1000 SM
(Radhakrishnan, et al. 1953: 11; Avey 1961:3-7). Juga di India sekitar 3000-1000 SM,
sebagaimana juga di China sekitar 3000-500 SM. Nilai filsafat berwujud kebenaran sedalam-
dalamnya, bersifat fundamental, universal dan hakiki, karenanya dijadikan filsafat hidup oleh
pemikir dan penganutnya.
Pada  umunya terdapat dua pengertian filsafat, yaitu filsafat dalam arti proses, dan
filsafat dalam arti produk atau hasil. Pancasila dapat di golongkan sebagai filsafat dalam arti
produk, filsafat pancasila sebagai pandangan hidup maupun filsafat pancasila dalam arti
praktis. Oleh karena itu, berarti pancasila memiliki fungsi dan peranan sebagai pedoman dan
pegangan dalam bersikap, bertingkah laku, dan perbuatan dalam kehidupan sehari hari dalam
kehidupan bermasyarakat maupun bernegara di manapun mereka berada.  

B.  PENGERTIAN PANCASILA
Pancasila merupakan salah satu filsafat yang merupakan hasil dari pencerminan nilai-
nilai luhur dan budaya bangsa indonesia yang terkandung 5 isi di dalamnya, yaitu satu,
ketuhanan yang maha esa. Dua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, persatuan
indonesia. Empat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebikjasanaan dan
permusayawaratan/perwakilan. Lima, keadilan bagi seluruh rakyat indonesia.
Secara historis pancasila muncul pada tanggal 01 Juni 1945 yang pada saat itu
presiden Ir. Soekarno berpidato tanpa teks mengenai rumusan Pancasila sebagai Dasar
Negara. Kemudian, Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan
kemerdekaan, keesokan harinya 18 Agustus 1945 disahkanlah UUD 1945 termasuk
Pembukaannya dimana didalamnya terdapat rumusan lima Prinsip sebagai Dasar Negara
yang kemudian dikenal dengan nama Pancasila.
Sejak saat itulah Pancasila menjadi Bahasa Indonesia yang umum. Jadi walaupun
pada Alinea 4 Pembukaan UUD 45 tidak termuat istilah Pancasila namun yang dimaksud
dasar Negara RI adalah disebut istilah Pancasila hal ini didasarkan pada interprestasi
(penjabaran) historis terutama dalam rangka pembentukan Rumusan Dasar Negara.

C.  PENGERTIAN FILSAFAT PANCASILA


Filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-
dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu
(kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling
baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia. Filsafat pancasila mempunyai tujuan yang
sesuai dengan dasar filsafat tersebut. Pancasila dengan dasar sebagai pandangan hidup bangsa
dan dasar filsafat negara, maka tujuan filsafat pancasila secara umum adalah untuk
menandingi filsafat komunis dan filsafat liberalis, tujuan ini berhasil atau tidaknya tergantung
dari ketangguhan pancasila yang di dukung oleh penalaran kefilsafatan.
Tujuan khusus filsafat Pancasila yaitu untuk memahami dan menjelaskan lima prinsip
kehidupan manusia dalam bermasyarakat dan bernegara, mengajukan kritik dan menilai
prinsip tersebut, menemukan hakikatnya secara manusiawi serta mengatur semuanya itu
dalam bentuk yang sistematik sebagai pandangan dunia.

D.  PENGERTIAN PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


Pancasila yang terdiri dari atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat.
Yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling bekerja sama
untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila pancasila setiap sila pada
hakikatnya merupakan suatu asa sendiri. Dasar filsafat Negara Indonesia terdiri atas lima sila
yang masing-masing merupakan suatu asas peradaban. Sila-sila pancasila yang merupakan
sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis. Antara sila-sila pancasila
itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Secara demikian ini
maka pancasila pada hakikatnya merupakan sistem, dalam pengertian bahwa bagian sila-
silanya saling berhubungan secara erat hingga membentuk suatu struktur yang menyeluruh.
Pancasila sebagai suatu sistem juga dapat dipahami dari pemikiran dasar yang
terkandung dalam pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan
Tuhan Yang Maha Esa dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dengan masyarakat
bangsa yang nilai-nilainya telah dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian Pancasila
merupakan suatu sistem dalam pengertian kefilsafatan sebagaimana sistem filsafat lainnya
antara lain matrealisme, idealisme, rasioanlisme, liberalisme, sosialisme dan sebagainya.

BAB III

TEORI PEMBAHASAN
A.  KARAKTERISTIK SISTEM FILSAFAT PANCASILA
Sebagai filsafat, Pancasila memiliki karakteristik sistem filsafat tersendiri yang
berbeda dengan filsafat lainnya, yaitu Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem
yang bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas).
1.    Aspek Ontologis Pancasila
Dasar-dasar ontologis Pancasila menunjukkan secara jelas bahwa Pancasila itu benar-
benar ada dalam realitas dengan identitas dan entitas (satuan yang berwujud) yang jelas.
Melalui tinjauan filsafat, dasar ontologis Pancasila mengungkap status istilah yang
digunakan, isi dan susunan sila-sila, tata hubungan, serta kedudukannya. Dasar ontologis
Pancasila pada hakekatnya adalah manusia yang memiliki hakekat mutlak mono-pluralis.
Manusia Indonesia menjadi dasar adanya Pancasila. Manusia Indonesia sebagai pendukung
pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas
susunan kodrat raga dan jiwa, jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia sebagai makhluk
individu dan sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri
dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Pancasila amat bergantung pada manusia Indonesia. Selain ditemukan adanya
manusia Indonesia sebagai pendukung pokok Pancasila, secara ontologis, realitas yang
menjadikan sifat-sifat melekat dan dimiliki Pancasila dapat diungkap sehingga identitas dan
entitas Pancasila itu menjadi sangat jelas. Jika ditinjau menurut sejarah asal-usul
pembentukannya, Pancasila memenuhi syarat sebagai dasar filsafat negara. Ada empat
macam sebab (causa) yang menurut Notonagoro dapat digunakan untuk menetapkan
Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara, yaitu sebab berupa materi (causa material), sebab
berupa bentuk (causa formalis), sebab berupa tujuan (causa finalis),dan sebab berupa asal
mula karya (causa eficient).
Selanjutnya Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia memiliki
susunan lima sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan serta mempunyai sifat dasar
kesatuan yang mutlak yaitu berupa sifat kodrat monodualis, sebagai makhluk individu
sekaligus juga sebagai makluk sosial, serta kedudukannya sebagai makluk pribadi yang
berdiri sendiri juga sekaligus sebagai makhluk Tuhan. Konsekuensinya segala aspek dalam
penyelenggaraan negara diliputi oleh nilai-nilai  Pancasila yang merupakan suatu kesatuan
yang utuh yang memiliki sifat dasar yang mutlak berupa sifat kodrat manusia yang
monodualis tersebut.
Kemudian seluruh nilai-nilai Pancasila tersebut menjadi dasar rangka dan jiwa bagi
bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa dalam setiap aspek penyelenggaraan negara harus
dijabarkan dan bersumberkan pada nilai-nilai Pancasila, seperti bentuk negara, sifat negara,
tujuan negara, tugas dan kewajiban negara dan warga negara, sistem hukum negara, moral
negara dan segala aspek penyelenggaraan negara lainnya. Hal yang sama juga berlaku dalam
konteks negara Indonesia, Pancasila adalah filsafat negara dan pendukung pokok negara
adalah rakyat (manusia).
2.    Aspek Epistemologis Pancasila
Epistemologis Pancasila terkait dengan sumber dasar pengetahuan Pancasila.
Eksistensi Pancasila dibangun sebagai abstraksi dan penyederhanaan terhadap realitas yang
ada dalam masyarakat bangsa Indonesia dengan lingkungan yang heterogen, multikultur, dan
multietnik dengan cara menggali nilai-nilai yang memiliki kemiripan dan kesamaan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat bangsa Indonesia.
Masalah-masalah yang dihadapi menyangkut keinginan untuk mendapatkan
pendidikan, kesejahteraan, perdamaian, dan ketentraman. Pancasila itu lahir sebagai respon
atau jawaban atas keadaan yang terjadi dan dialami masyarakat bangsa Indonesia dan
sekaligus merupakan harapan. Diharapkan Pancasila menjadi cara yang efektif dalam
memecahkan kesulitan hidup yang dihadapi oleh masyarakat bangsa Indonesia.
Pancasila memiliki kebenaran korespondensi dari aspek epistemologis sejauh sila-sila
itu secara praktis didukung oleh realita yang dialami dan dipraktekkan oleh manusia
Indonesia. Pengetahuan Pancasila bersumber pada manusia Indonesia dan lingkungannya.
Pancasila merupakan pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas
alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan negara tentang makna hidup serta sebagai
dasar bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan.
Epistemologis sosial Pancasila juga dicirikan dengan adanya upaya masyarakat
bangsa Indonesia yang berkeinginan untuk membebaskan diri menjadi bangsa merdeka,
bersatu, berdaulat dan berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab,
berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta ingin mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Sumber pengetahuan Pancasila dapat ditelusuri melalui sejarah terbentuknya
Pancasila. Akar sila-sila Pancasila ada dan berpijak pada nilai serta budaya masyarakat
bangsa Indonesia. Nilai serta budaya masyarakat bangsa Indonesia yang dapat diungkap
mulai awal sejarah pada abad IV Masehi di samping diambil dari nilai asli Indonesia juga
diperkaya dengan dimasukkannya nilai dan budaya dari luar Indonesia. Nilai-nilai dimaksud
berasal dari agama Hindu, Budha, Islam, serta nilai-nilai demokrasi yang dibawa dari Barat.
Berdasarkan realitas yang demikian maka dapat dikatakan bahwa secara
epistemologis pengetahuan Pancasila bersumber pada nilai dan budaya tradisional dan
modern, budaya asli dan campuran. Selain itu, sumber historis itu, menurut tinjauan
epistemologis, Pancasila mengakui kebenaran pengetahuan yang bersumber dari wahyu atau
agama serta kebenaran yang bersumber pada akal pikiran manusia serta kebenaran yang
bersifat empiris berdasarkan pada pengalaman. Dengan sifatnya yang demikian maka
pengetahuan Pancasila mencerminkan adanya pemikiran masyarakat tradisional dan modern.
3.    Aspek Aksiologis Pancasila
Aksiologi terkait erat dengan penelaahan atas nilai. Dari aspek aksiologi, Pancasila
tidak bisa dilepaskan dari manusia Indonesia sebagai latar belakang, karena Pancasila bukan
nilai yang ada dengan sendirinya (given value) melainkan nilai yang diciptakan (created
value) oleh manusia Indonesia. Nilai-nilai dalam Pancasila hanya bisa dimengerti dengan
mengenal manusia Indonesia dan latar belakangnya. Pancasila mengandung nilai, baik
intrinsik maupun ekstrinsik atau instrumental. Nilai intrinsik Pancasila adalah hasil
perpaduan antara nilai asli milik bangsa Indonesia dan nilai yang diambil dari budaya luar
Indonesia, baik yang diserap pada saat Indonesia memasuki masa sejarah abad IV Masehi,
masa imperialis, maupun yang diambil oleh para kaum cendekiawan Soekarno, Muhammad
Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan para pejuang kemerdekaan lainnya yang mengambil nilai-
nilai modern saat belajar ke negara Belanda.
Kekhasan nilai yang melekat dalam Pancasila sebagai nilai intrinsik terletak pada
diakuinya nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial
sebagai satu kesatuan. Kekhasan ini yang membedakan Indonesia dari negara lain. Nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan memiliki sifat umum universal.
Karena sifatnya yang universal, maka nilai-nilai itu tidak hanya milik manusia Indonesia,
melainkan manusia seluruh dunia. Pancasila sebagai nilai instrumental mengandung imperatif
dan menjadi arah bahwa dalam proses mewujudkan  cita-cita negara bangsa, seharusnya
menyesuaikan dengan sifat-sifat yang ada dalam nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan sosial.
Sebagai nilai instrumental, Pancasila tidak hanya mencerminkan identitas manusia
Indonesia, melainkan juga berfungsi sebagai cara dalam mencapai tujuan, bahwa dalam
mewujudkan cita-cita negara, bangsa Indonesia menggunakan cara-cara yang berketuhanan,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan, berkerakyatan yang menghargai
musyawarah dalam mencapai mufakat, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila juga mencerminkan nilai realitas dan idealitas. Pancasila mencerminkan nilai
realitas, karena di dalam sila-sila Pancasila berisi nilai yang sudah dipraktekkan dalam hidup
sehari-hari oleh bangsa Indonesia. Di samping mengandung nilai realitas, sila-sila Pancasila
berisi nilai-nilai idealitas, yaitu nilai yang diinginkan untuk dicapai.
Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila
(subcriber of values Pancasila). Bangsa Indonesia yang berketuhanan, yang berkemanusiaan,
yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan yang berkeadilan sosial. Sebagai pendukung
nilai, bangsa Indonesia itulah yang menghargai, mengakui, menerima Pancasila sebagai
sesuatu yang bernilai. Pengakuan, penghargaan, dan penerimaan Pancasila sebagai sesuatu
yang bernilai itu akan tampak menggejala dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa
Indonesia. Kalau pengakuan, penerimaan atau penghargaan itu telah menggejala dalam sikap,
tingkah laku dan perbuatan manusia dan bangsa Indonesia, maka bangsa Indonesia dalam hal
ini sekaligus adalah pengembannya dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan manusia
Indonesia. 

B.  HAKEKAT SILA-SILA PANCASILA
Kata ‘hakekat’ dapat diartikan sebagai suatu inti yang terdalam dari segala sesuatu
yang terdiri dari sejumlah unsur tertentu dan yang mewujudkan sesuatu itu, sehingga terpisah
dengan sesuatu lain dan bersifat mutlak. Terkait dengan hakekat sila-sila Pancasila,
pengertian kata ‘hakekat’ dapat dipahami dalam tiga kategori, yaitu :
1.    Hakekat abstrak yang disebut juga sebagai hakekat jenis atau hakekat umum yang
mengandung unsur-unsur yang sama, tetap dan tidak berubah. Hakekat abstrak sila-sila
Pancasila menunjuk pada kata: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Menurut bentuknya, Pancasila terdiri atas kata-kata dasar Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan
adil yang dibubuhi awalan dan akhiran, berupa ke dan an (sila I, II, IV, dan V), sedangkan
yang satu berupa per dan an (sila III).
2.    Hakekat pribadi sebagai hakekat yang memiliki sifat khusus, artinya terikat kepada barang
sesuatu. Hakekat pribadi Pancasila menunjuk pada ciri-ciri khusus sila-sila Pancasila yang
ada pada bangsa Indonesia, yaitu adat istiadat, nilai-nilai agama, nilai-nilai kebudayaan, sifat
dan karakter yang melekat pada bangsa Indonesia sehingga membedakan bangsa Indonesia
dengan bangsa yang lain di dunia. Sifat-sifat dan ciri-ciri ini tetap melekat dan ada pada
bangsa Indonesia. Hakekat pribadi inilah yang realisasinya sering disebut sebagai
kepribadian, dan totalitas kongkritnya disebut kepribadian Pancasila.
3.    Hakekat kongkrit yang bersifat nyata sebagaimana dalam kenyataannya. Hakekat kongkrit
Pancasila terletak pada fungsi Pancasila sebagai dasar filsafat negara. Dalam realisasinya,
Pancasila adalah pedoman praktis, yaitu dalam wujud pelaksanaan praktis dalam kehidupan
negara, bangsa dan negara Indonesia yang sesuai dengan kenyataan sehari-hari, tempat,
keadaan dan waktu. Dengan realisasi hakekat kongkrit itu, pelaksanaan Pancasila dalam
kehidupan negara setiap hari bersifat dinamis, antisipatif, dan sesuai dengan perkembangan
waktu, keadaan, serta perubahan jaman.

C.  KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT


Pancasila yang berisi lima sila, menurut Notonagoro (1967: 32) merupakan satu
kesatuan utuh. Kesatuan sila-sila Pancasila tersebut, diuraikan sebagai berikut :

1.    Kesatuan Sila-Sila
Pancasila dalam struktur yang bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal. Susunan
secara hirarkis mengandung pengertian bahwa sila-sila Pancasila memiliki tingkatan
berjenjang, yaitu sila yang ada di atas menjadi landasan sila yang ada di bawahnya. Sila
pertama melandasi sila kedua, sila kedua melandasi sila ketiga, sila ketiga melandasi sila
keempat, dan sila keempat melandasi sila kelima.
Dalam susunan hirarkis dan piramidal, sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis
kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan sosial. Sebaliknya Ketuhanan
Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, yang membangun, memelihara dan
mengembangkan persatuan Indonesia, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial. Demikian
selanjutnya, sehingga tiap-tiap sila di dalamnya mengandung sila-sila lainnya.
Secara ontologis, kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem yang bersifat
hirarkis dan berbentuk piramidal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, hkekat adanya
Tuhan adalah ada karena dirinya sendiri, Tuhan sebagai causa prima. Oleh karena itu segala
sesuatu yang ada termasuk manusia ada karena diciptakan Tuhan atau manusia ada sebagai
akibat adanya Tuhan (sila pertama). Adapun manusia adalah sebagai subyek pendukung
pokok negara, karena negara adalah lembaga kemanusiaan, negara adalah sebagai
persekutuan hidup bersama yang anggotanya adalah manusia (sila kedua). Dengan demikian,
negara adalah sebagai akibat adanya manusia yang bersatu (sila ketiga). Selanjutnya
terbentuklah persekutuan hidup bersama yang disebut rakyat. Rakyat pada hakekatnya
merupakan unsur negara di samping wilayah dan pemerintah. Rakyat adalah totalitas
individu-individu dalam negara yang bersatu (sila keempat). Adapun keadilan yang pada
hakekatnya merupakan tujuan bersama atau keadilan sosial (sila kelima) pada hakekatnya
sebagai tujuan dari lembaga hidup bersama yang disebut negara.
2.    Hubungan Kesatuan Sila-Sila
Pancasila yang saling mengisi dan saling mengkualifikasi. Sila-sila Pancasila sebagai
kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungannya saling mengisi atau mengkualifikasi
dalam kerangka hubungan hirarkis piramidal seperti di atas. Dalam rumusan ini, tiap-tiap sila
mengandung empat sila lainnya atau dikualifikasi oleh empat sila lainnya. Untuk
kelengkapan hubungan kesatuan keseluruhan sila-sila Pancasila yang dipersatukan dengan
rumusan hirarkis piramidal tersebut, berikut disampaikan kesatuan sila-sila Pancasila yang
saling mengisi dan saling mengkualifikasi.
a.    Sila pertama; Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan yang adil
dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia;
b.    Sila kedua; kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusiaan yang ber-Ketuhanan
Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia;
c.    Sila ketiga; persatuan Indonesia adalah persatuan yang ber-Ketuhanan YME,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia;
d.   Sila keempat; kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, adalah kerakyatan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia;
e.    Sila kelima; keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang ber-
Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
3.  Kelima Sila Pancasila Merupakan Satu Kesatuan
Pancasila susunannya adalah majemuk tunggal (merupakan satu kesatuan yang
bersifat organis), yaitu :
a.    Terdiri dari bagian-bagian yang tidak terpisahkan.
b.    Masing-masing bagian mempunyai fungsi dan  kedudukan tersendiri,
c.    Meskipun berbeda tidak saling bertentangan,akan tetapi saling melengkapi,
d.   Bersatu untuk mewujudkannya secara keseluruhan,
e.    Keseluruhan membina bagian-bagian,
f.     Tidak boleh satu silapun ditiadakan, melainkan merupakan satu kesatuan.
Bentuk susunannya adalah hirarkis piramidal (kesatuan bertingkat dimana tiap sila
dimuka sila lainnya merupakan basis).  Pancasila yang bentuk susunannya hirarkis-piramidal
adalah sebagai berikut :
a.    Sila Pertama; meliputi dan menjiwai sila kedua, sila ketiga, sila keempat dan sila kelima.
b.    Sila Kedua :  diliputi dan dijiwai sila pertama, meliputi dan menjiwai sila ketiga, sila  
keempat dan sila kelima.
c.    Sila Ketiga  : diliputi dan dijiwai sila pertama, sila kedua, meliputi sila keempat dan  sila
kelima.
d.   Sila Keempat: diliputi dan dijiwai sila pertama, sila kedua, sila ketiga dan meliputi  sila
kelima.
e.    Sila Kelima  :  diliputi dan dijiwai oleh seluruh sila-sila.
BAB IV

PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat Pancasila
merupakan hasil pemikiran mendalam dari bangsa Indonesia, yang dianggap, diyakini
sebagai kenyataan nilai dan norma yang paling benar, dan adil untuk melakukan kegiatan
hidup berbangsa dan bernegara di manapun mereka berada. Selain itu, filsafat Pancasila
memiliki beragam fungsi, diantaranya yaitu; sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia,
Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia,
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, dan Pancasila sebagai sistem ideologi
nasional.
Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sedangkan
Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling
berhubungan, saling bekerjasama antara sila yang satu dengan sila yang lain untuk tujuan
tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh yang mempunyai
beberapa inti sila, nilai dan landasan yang mendasar.

B.  SARAN
Warganegara Indonesia merupakan sekumpulan orang yang hidup dan tinggal di
negara Indonesia. Oleh karena itu sebaiknya warga negara Indonesia harus lebih meyakini
atau mempercayai, menghormati, menghargai menjaga, memahami dan melaksanakan segala
hal yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa falsafah
Pancasila adalah sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Sehingga kekacauan yang sekarang
terjadi ini dapat diatasi dan lebih memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara
Indonesia ini.
DAFTAR PUSTAKA
DR. Rukiyati. 2005. Pancasila Sebagai Filsafat Bangsa. Diakses hari Senin, 16 Oktober 2017 pukul
14:25 padahttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dr.%20Rukiyati,%20M.Hum/
Materi%202%20-20Pancasila%20sebagai%20Filsafat % 20Bangsa.doc.

Rahmawati, Ratna Fadilah. 2016. Makalah Pendidikan Pancasila : Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.
Diakses hari Senin, 16 Oktober 2017 pukul 14:18
padahttps://ratnafadilahrahmawati.files.wordpress.com/2016/03/makalah-filsafat-
pancasila.docx.

Rina. 2012. Makalah PKn : Filsafat Pancasila. Diakses hari Selasa, 17 Oktober 2017 pukul 13:22 pada 
https://rinastkip.wordpress.com/2012/12/19/ makalah-pkn-filsafat-pancasila.html.

Septian, Ludi Darus. 2014. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat. Diakses hari Selasa, 31 Oktober 2017
pukul 13:41 pada http://septianludy.blogspot.co.id/2014/07/pancasila-sebagai-sistem-
filsafat-8.html

Anda mungkin juga menyukai