Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebuah bangsa yang kuat tidak akan terlepas dari dasar dan ideologi Negara
yang kokoh dan kuat. Tanpa itu, Negara tidak akan menjadi bangsa yang kokoh
dan terombang ambing oleh kerasnya persaingan global dalam hidup berbangsa
dan bernegara. Dalam konsep ini memahami dasar Negara kita pancasila bukan
hanya dalam ucapan belaka, melainkan jauh lebih dalam harus membuat kita lebih
menyadari bahwa bangsa kita memliki jati diri bangsa yang kuat. Oleh karena itu
hendaknya kita harus menerapkannya dalam kehidupan sehari - hari untuk
mwujudkan dan menunjukkan akan identitas bangsa kita yang lebih maju,
bermartabat, dan berbudaya tinggi Dasar itulah yang kemdian diharpkan dari
masyarakat bangsa ini untuk menjelaskan tentang pancasila sebagai dasar dan
ideologi Negara, menguraikan nilai - nilai yang terkandung didalamnya, dan juga
memahami bahwa pancasila sebagai asas hukum bangsa.
Pada hakikatnya ideologi merupakan hasil refleksi manusia berkat
kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Idologi
mencerminkan cara berpikir masyarakat, bangsa maupun negara, namun juga
membentuk masyarakat menuju cita-citanya. Indonesia pun tak terlepas dari hal
itu, dimana Indonesia memiliki dasar negara yang sering kita sebut Pancasila.
Sejarah indonesia menunjukan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat
Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta
membimbingnya dalam mengejar kehidupan yang layak dan lebih baik, untuk
mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Pancasila merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, karena dalam
masing - masing sila tidak bisa di tukar ataupun dipindah. Bagi bangsa Indonesia,
Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia. Bahwasanya
Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti
tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian
dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan
kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun yang mampu memisahkan
Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai sistem filsafat, dimana nilai nilai pancasila yang terkandung
didalamnya adalah hasil dari pemikiran-pemikiran para pejuang kemerdekaan
bangsa kita terdahulu. Dalam penerapannya Pancasila digunakan sebagai
paradigma pembangunan tata hukum nasional. Pancasila merupakan inti dari
pembangun tata hukum nasional dan kesuksesan pembangunan tata hukum sendiri
juga dilihat dari seberapa besar akan kesadaran hukum bagi masyarakat itu
sendiri. Keterkaitan aspek dalam membangun tata hukum bernegara yang harus
dijiwai dan diterapkan nilai - nilainya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
karena Pancasila merupakan aturan/norma-norma yang tidak bisa dipisahkan
dalam berbagai kegiatan penegakkan hukum agar sesuai nilai yang terkandung
dalam Pancasila. Cerminan dari Pancasila itu sendiri telah tertuang dalam lima
sila dan sebagai bangsa yang taat hukum Negara kita sudah sepatutnya
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Mempelajari Pancasila lebih dalam menjadikan kita sadar sebagai bangsa
Indonesia yang memiliki jati diri dan harus diwijudkan dalam pergaulan hidup
sehari-hari untuk menunjukkan identitas bangsa yang lebih bermatabat dan
berbudaya tinggi. Melalui makalah ini diharapkan dapat membantu kita dalam
berpikir lebih kritis mengenai arti pancasila.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Pancasila dan filsafat?
2. Bagaimana pengertian Pancasila sebagai sistem filsafat?
3. Apa saja objek dari filsafat Pancasila?
4. Bagaimana Pancasila melalui pendekatan dasar Ontologis, Epistemologis,
serta Aksiologis?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Pancasila dan Filsafat.
2. Untuk memahami pengertian dari Pancasila sebagai sistem filsafat.
3. Untuk mengetahui objek dari filsafat Pancasila.
4. Untuk memahami Pancasila melalui pendekatan dasar Ontologis,
Epistemologis, serta Aksiologis.

1.4 Manfaat
Diharapkan dengan tersusunnya makalah ini, seluruh masyarakat khususnya
kaum muda dapat memahami bagaimana arti penting dari Pancasila sebagai
sistem filsafat. Juga diharapkan dapat menjadi motivasi agar lebih mencintai dasar
negaranya, sekaligus mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila pada kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pancasila dan Filsafat


1. Pengertian Filsafat
Adalah suatu kebijaksanaan hidup (filosofia) untuk memberikan suatu
pandangan hidup yang menyeluruh berdasarkan refleksi atas pengalaman hidup
maupun pengalaman ilmiah. Filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan karena
memiliki logika, metode dan sistem. Namun filsafat berbeda dari ilmu-ilmu
pengetahuan kehidupan lainnya oleh karena memiliki obyek tersendiri yang
sangat luas.
Sebagai contoh, dalam ilmu psikologi mempelajari tingkah laku kehidupan
manusia, namun dalam ilmu filsafat tidak terbatas pada salah satu bidang
kehidupan saja, melainkan memberikan suatu pandangan hidup yang menyeluruh
yaitu tentang hakiki hidup yang sebenarnya. Pandangan hidup tersebut merupakan
hasil pemikiran yang disusun secara sistematis menurut hukum-hukum logika.
Dalam sejarah filsafat, dijelaskan bahwa lima abad sebelum masehi terdapat
sekelompok intelektual yang dalam bahasa Yunani disebut sophis yang bermakna
hakim atau ilmuwan. Kelompok ini memiliki pengetahuan yang luas terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan pada zamannya serta berkeyakinan bahwa tidak
ada sama sekali hakikat dan pengetahuan yang tetap. Kerja mereka adalah
mengajarkan metode diskusi dan seni berdebat serta seni menyalahgunakan
ilmunya yang menyesatkan.
Akhirnya, kata sophis yang bermakna ilmuwan tidak dipakai lagi karena kata
itu melekat pada orang-orang yang terjebak dalam kesalahan berpikir dan
mengingkari realitas. Socrates adalah tokoh pertama yang menentangnya. Ia
menyebut dirinya philosophos yang bermakna cinta kebijaksanaan (hikmat).
Rintisannya dilanjutkan oleh muridnya, Plato. Kemudian, dilanjutkan oleh murid
Plato yang luar biasa, Aristoteles yang dijuluki gelar sebagai guru pertama.
Sumbangan pemikirannya sangat besar tentang kritiknya terhadap pemikiran
gurunya. Hal inilah yang menyebar luas dan akhirnya dia menulis buku logika,
karya utama bagi kemanusiaan.
Definisi tentang filsafat banyak sekali, berbeda-beda rumusan, dan penekanan
tentang esensinya yang diberikan oleh setiap filsuf. Namun demikian, terdapat
kesamaan yang umum. Ada beberapa definisi tentang filsafat seperti berikut.
a. Plato (427—348 SM)
Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang berupaya mencapai kebenaran asli.
b. Aristoteles (382—322 SM)
Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang
didalamnya terdapat ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, politika,
dan estetika.
c. AI Farabi (870—950 M)
Filsafat ialah ilmu pengetahuan tentang alam maujud bagaimana hakikat
yang sebenarnya.
d. Immnuel Kant (1724—1804)
Filsafat ialah segala pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal segala
pengetahuan yang mencakup empat persoalan berikut.
1) Apakah yang dapat kita ketahui? (Jawabannya metafisika).
2) Apa yang seharusnya kita kerjakan? (Jawabannya etika).
3) Sampai di manakah harapan kita? (Jawabannya agama).
4) Apakah yang dinamakan manusia? (Jawabannya antropologi).

Dari bermacam-macam definisi filsafat yang dikemukakan oleh para ahli


filsafat, Hasbullah Bakry berkesimpulan sebagai berikut:
“Ilmu filsafat ialah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan
mendalam mengenai Ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia setelah mencapai
pengetahuan itu.”

Sehubungan dengan pendapat tersebut, Muhammad Yamin mengemukakan


bahwa “filsafat ialah pemusatan pikiran sehingga manusia menemui
kepribadiannya seraya di dalam kepribadiannya itu dialaminya kesungguhan”.
Jadi, bagi tiap-tiap manusia yang mendapatkan kepribadiannya dan dapat
mengalami kesungguhan di dalamnya karena menempuh jalan pemusatan pikiran
dalam segala hubungan cabang pikiran pada hakikatnya sudah membentuk
filosofi. Menolak atau tidak menerima pemusatan pikiran orang lain juga sudah
ikut pula membentuk filosofi. Kedua-duanya adalah cara, jalan, atau pemakaian
hikmat yang ada pada manusia.
Jadi, makna filsafat dapat ditinjau dari dua segi etimologi yang terdiri atas
kata philos yang juga berarti mencari dan mencintai; sedangkan sophia artinya
kebenaran dalam arti kebijaksanaan (hikmat). Filsafat artinya ajaran atau orang
yang mencapai taraf tertinggi pengetahuan dan mencintai kebenaran dalam arti
kebijaksanaan. Makna kedua ialah suatu proses terus-menerus mengenai aktivitas
pikiran murni yang menghasilkan kebenaran dalam arti kebijaksanaan yang
kemudian menjadi pandangan hidup seseorang atau suatu kelompok manusia
tertentu.
Sumber dari filsafat yang ada di dunia ini sesuai dengan istilahnya ialah
manusia. Dalam hal ini, akal dan kalbu manusia berusaha keras dengan sungguh-
sungguh untuk senantiasa mencari kebenaran dan akhirnya mencapai kebenaran
yang hakiki (ultimate truth). Manusia adalah makhluk Tuhan yang diciptakan
secara sempurna. Meski manusia itu tinggi derajatnya dibandingkan dengan
makhluk lain, tidak ada manusia yang sempurna. Karena itu, kebenaran yang
dapat dicapai oleh akal pikiran manusia tak sempurna adanya. Kebenaran yang
dicapai manusia bersifat relatif atau nisbi. Ini tidak berarti bahwa semua hasil
pemikiran manusia itu tak ada yang benar. Hasil pemikiran manusia itu
kebenarannya bertingkat-tingkat dan berbeda-beda atau tidak mutlak.
 Istilah ‘filsafat’ secara etimologis merupakan padanan kata falsafah (Arab)
dan Philosophy (Inggris) yang berasal dari bahasa Yunani (Philosophia).
 Kata Philosophia merupakan kata majemuk yang tersusun dari kata philos
atau Philein yang berarti kekasih, sahabat, mencintai dan kata sophia yang
berarti kebijaksanaan, hikmat, kearifan, pengetahuan.
 Dengan demikian philosophia secara harfiah berarti mencintai kebijaksanaan,
mencinatai hikmat atau mencintai pengetahuan.
 Cinta mempunyai pengertian yang luas, sedangkan kebijaksanaan memiliki
arti yang bermacam-macam yang berbeda satu dari yang lainnya.

2. Pengertian Pancasila
a) Secara etimologis
‘Pancasila’ berasal dari bahasa sansekerta. Adapun bahasa rakyat biasa
adalah bahasa prakerta. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa sansekerta
‘Pancasila’ memiliki dua makna:
 “panca” artinya “lima”
 “syila” vokal i pendek artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”
 “syiila” vokal i panjang artinya “peraturan tingkah laku yan baik, yang
penting atau senonoh”

Oleh karena itu secara etimologis kata “Pancasila” yang dimaksudkan adalah
istilah “Panca Syila” dengan vokal i pendek yang memiliki makna “berbatu
sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memilik 5 unsur”. Adapun “Panca
Syiila” dengan vokal i panjang bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting.

b) Secara terminologis
Pancasila dapat diartikan sebagai lima prinsip dasar negara. Pasca
kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, keesokan harinya PPKI mengadakan
sidang sebagai sarana untuk melengkapi alat-alat kelengkapan negara yang telah
merdeka. Dalam sidang tersebut telah berhasil mengesahkan UUD negara
Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal dengan nama UUD 1945.
Pada saat sidang pengesahan UUD 1945 beserta Pembukaannya oleh PPKI,
naskah Pancasila yang terdapat dalam bagian Pembukaan UUD 1945 adalah
sebagai berikut:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3. Pesatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/ Perwakilan.
5. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan Pancasila sebagaimana tecantum dalam pembukaan UUD 1945


inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara RI.
c) Secara historis
Berarti perumusan Pancasila sebagai dasar negara tidak terlepas dari sejarah
perjuangan bangsa Indonesia untuk merebut kemerdekaan. Proses perumusan
Pancasila diawali ketika dalam sidan BPUPKI pertama dr.Radjiman
Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas pada sidang
tersebut.
Masalah tersebut adalah tentang suatu calon rumusan dasar negara Indonesia
yang akan dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga orang
pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo dan Soekarno. Pada tanggal 1 Juni
1945 di dalam sidang tersebut Ir.Soerkarno berpidato secara lisan (tanpa teks)
mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberi nama
istilah dasar negara tersebut Soekarno memberikan nama “Pancasila” yang artinya
lima dasar.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya,
kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkanlah Undang-
Undang Dasar 1945 termasuk Pembukaan UUD 1945 dimana di dalamnya
termuat isi rumusan lima prinsip atau lima prinsip sebagai satu dasar negara yang
diberi nama Pancasila. Sejak saat itulah perkataan Pancasila telah menjadi bahasa
Indonesia dan merupakan istilah umum.

2.2 Pengertian Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan yang saling berkaitan,
bahkan saling berkualifikasi antara satu sila dengan sila lainnya sehingga
membentuk suatu struktur yang menyeluruh untuk tujuan tertentu. Pemikiran
dasar yang terkandung dalam Pancasila yaitu tentang hubungan manusia dengan
Tuhan Yang Maha Esa, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dan
dengan masyarakat bangsa.
Menurut Ruslan Abdulgani, Pancasila adalah filsafat negara yang lahir
sebagai ideologi kolektif (cita-cita bersama) seluruh bangsa Indonesia. Mengapa
pancasila dikatakan sebagai filsafat? Hal itu dikarenakan pancasila merupakan
hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh para pendahulu kita,
yang kemudian dituangkan dalam suatu sistem yang tepat. Menurut Notonagoro,
Filsafat Pancasila ini memberikan pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu
tentang hakikat pancasila.
Filsafat pancasila dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis dan rasionl
tentang pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan
tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan
menyeluruh. Pancasila dikatakan sebagai filsafat karena pancasila merupakan
hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding fathers
Indonesia, yang di tuangkan dalam suatu system (Abdul Gani 1998).
Pengertian filsafat pancasila secara umum adalah hasil berfikir atau pemikiran
yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan
diyakini sebagai kenyataan, norma-norma dan nilai-nilai yang benar, adil,
bijaksana dan paling sesuai dengan kehidupan dan kepribadian bangsa Indonesia.
Filsafat pancasila kemudian dikembangkan oleh Soekarno sejak 1955 sampai
kekuasaannya berakhir pada 1965. Pada saat itu Soekarno selalu menyatakan
bahwa pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan
tradisi Indonesia, serta merupakan akulturasi budaya India (hindu-buddha), Barat
(Kristen), Arab (Islam).
Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya
merupakan suatu kesatuan organis. Artinya, antara sila-sila Pancasila itu saling
berkaitan, saling berhubungan, bahkan saling mngkualifikasi. Pemikiran dasar
yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia yang
berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama, dan dengan
masyarakat Indonesia yang nilai-nilai itu dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Dengan demikian Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki ciri khas yang
berbeda dengan sistem filsafat lainnya, seperti materialisme, idealisme,
rasionalisme, liberalisme, komunisme, dan sebagainya.
Abdurrahman Wahid (1991:163) menjelaskan Pancasila sebagai falsafah
Negara berkedudukan sebagai kerangka berpikir yang wajib diikuti dalam proses
menyusunan undang-undang dan produk hukum yang lain, dalam merumuskan
kebijakan pemerintah dan dalam mengatur hubungan formal antar lembaga-
lembaga dan perorangan yang hidup dalam kawasan Negara ini. Dengan maksud
bahwa pancasila merupakan sumber hukum dasar Negara Indonesia, sehingga
semua yang mengandung peraturan hukum positif Indonesia akan dijabarkan dari
nilai-nilai Pancasila.

a) Prinsip – prinsip Filsafat Pancasila


Pancasila ditinjau dari kausalitas Aristoteles dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Kausa Materialis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan
materi/bahan, dalam hal ini Pancasila digali dari nilai-nilai sosial budaya
yang ada dalam bangsa Indonesia sendiri; .
2) Kausa Formalis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan bentuknya,
Pancasila yang ada dalam pembukaan UUD '45 memenuhi syarat formal
(kebenaran formal);
3) Kausa Efisiensi, maksudnya kegiatan BPUPKI dan PPKI dalam menyusun
dan merumuskan Pancasila menjadi dasar negara Indonesia merdeka; serta
4) Kausa Finalis. maksudnya berhubungan dengan tujuannya, yaitu tujuan
diusulkannya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.

Inti atau esensi sila-sila Pancasila meliputi:


1) Tuhan, yaitu sebagai kausa prima;
2) Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial;
3) Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri;
4) Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan bergotong
royong; serta
5) Adil, yaitu memberikan keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang
menjadi haknya.
Contoh filsafat Pancasila yang dapat dipelajari dan diamalkan pada kehidupan
sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara antara lain :
a) Menjaga toleransi.
b) Menjaga kerukunan umat beragama.
c) Penyelenggaraan negara sesuai dengan nilai ketuhanan.
d) Menaati dan mematuhi peraturan yang berlaku.
e) Memihak dan membela negara.
f) Tidak membuat perpecahan antar kelompok.
g) Mengakui persamaan derajat.
h) Menegakkan keadilan.
i) Penegakan demokrasi.

b) Ciri sistem Filsafat Pancasila antara lain:


1. Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh.
Dengan kata lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan
lainnya terpisah, maka itu bukan Pancasila.
2. Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh.

c) Hakikat Nilai – nilai Pancasila


Nilai adalah suatu ide atau konsep tentang apa yang seseorang pikirkan yang
merupakan hal yang penting dalam hidupnya. Nilai dapat berada di dua kawasan :
kognitif dan afektif. Nilai adalah ide, bisa dikatakan konsep dan bisa dikatakan
abstraksi (Simon, 1986). Nilai merupakan ha! yang terkandung dalam hati nurani
manusia yang lebih memberi dasar dan prinsip akhlak yang merupakan standar
dari keindahan dan efisiensi atau keutuhan kata hati (potensi).
Studi tentang nilai termasuk dalam ruang lingkup estetika dan etika. Estetika
cenderung pada studi dan justifikasi yang menyangkut tentang manusia
memikirkan keindahan, atau apa yang mereka senangi. Misalnya, mempersoalkan
atau menceritakan si rambut panjang, pria pemakai anting-anting, nyanyian-
nyanyian bising, dan bentuk-bentuk scni lain. Adapun etika cenderung pada studi
dan justifikasi tentang aturan atau bagaimana manusia berperilaku. Ungkapan
etika sering timbul dari pertanyaan-pertanyaan yang mempertentangkan antara
benar dan salah, baik dan buruk. Pada dasarnya studi tentang etika merupakan
pelajaran tentang moral yang secara langsung merupakan pemahaman tentang apa
itu benar dan salah.
Bangsa Indonesia sejak awal mendirikan negara, berkonsensus untuk
memegang dan menganut Pancasila sebagai sumber inspirasi. nilai, dan moral
bangsa. Konsensus bahwa Pancasila sebagai anutan untuk pengembangan nilai
dan moral bangsa ini secara ilmiah filosofis merupakan
pemufakatan yang normatif.
Secara epistemologis bangsa Indonesia punya keyakinan bahwa nilai dan moral
yang terpancar dari asas Pancasila ini sebagai suatu hasil sublimasi, serta
kristalisasi dari sistem nilai budaya bangsa dan agama yang seluruhnya bergerak
vertikal, juga horizontal serta dinamis dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya,
untuk menyinkronkan dasar filosofis-ideologis menjadi wujud jati diri bangsa
yang nyata dan konsekuen secara aksiologis, bangsa dan negara Indonesia
berkehendak untuk mengerti, menghayati, membudayakan, dan melaksanakan
Pancasila. Upaya ini dikembangkan melalui jalur keluarga, masyarakat, dan
sekolah.
Refleksi filsafat yang dikembangkan oleh Notonagoro untuk menggali nilai-
nilai abstrak. hakikat nilai-nilai Pancasila, ternyata kemudian dijadikan pangkal
tolak pelaksanaannya yang berwujud konsep pengamalan yang bersifat subjektif
dan objektif. Pengamalan secara cbjektif adalah pengamalan di bidang kehidupan
kenegaraan atau kemasyarakatan, yang penjelasannya berupa suatu perangkat
ketentuan hukum yang secara hierarkis berupa pasal-pasal UUD, Ketetapan MPR,
Undang-undang Organik, dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya.
Pengamalan secara subjektif adalah pengamalan yang dilakukan oleh manusia
individual, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat ataupun
sebagai pemegang kekuasaan, yang penjelmaannya berupa tingkah laku dan sikap
dalam hidup sehari - hari.
Nilai-nilai yang bersumber dari hakikat Tuhan, manusia, satu rakyat, dan adil
dijabarkan menjadi konsep Etika Pancasila, bahwa hakikat manusia Indonesia
adalah untuk memiliki sifat dan keadaan yang berperi Ketuhanan Yang Maha Esa,
berperi Kemanusiaan, berperi Kebangsaan, berperi Kerakyatan, dan berperi
Keadilan Sosial. Konsep Filsafat Pancasila dijabarkan menjadi sistem Etika
Pancasila yang bercorak normatif.

2.3 Objek dari filsafat Pancasila


Yang pertama objek material adalah segala yang ada dan mungkin ada. Objek
yang demikian ini dapat digolongkan ke dalam tiga hal, yaitu ada Tuhan, ada
manusia, dan ada alam semesta. Pancasila adalah suatu yang ada, sebagai dasar
negara rumusannya jelas yaitu :
1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari rumusan ini maka objek yang didapat adalah: Tuhan, manusia, satu,
rakyat, dan adil. Dan dari kelima objek itu dapat dipersempit lagi ke dalam tiga
saja, yaitu Tuhan, manusia dan alam semesta untuk mewakili objek satu, rakyat,
dan adil, sebab hal-hal yang bersatu, rakyat dan keadilan itu berada pada alam
semesta itu sendiri. Dengan demikian dari segi objek material Pancasila dapat
diterima.
Kedua, objek formal filsafat adalah hakikat dari segala sesuatu yang ada itu
sendiri. Apakah Pancasila juga kajian hakikat? Kalau menilik dari kelima objek
kelima sila Pancasila itu, semuanya tersusun atas kata dasar dengan tambahan
awalan ke/per dan akhiran an. Menurut ilmu bahasa, jika suatu kata dasar diberi
awalan ke atau per dan akhiran an, maka akan menjadi abstrak (bersifat abstrak)
benda kata dasar tersebut, lebih dari itu menunjukkan sifat hakikat dari bendanya.
Misalnya kemanusiaan, maknanya adalah hakikat abstrak dari manusia itu sendiri,
yang mutlak, tetap dan tidak berubah. Demikian juga dalam sila-sila Pancasila
yang lainnya, yaitu Ke-Tuhanan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Khusus
untuk persatuan, awalan per menunjukkan suatu proses menuju ke awalan ke yang
nantinya diharapkan menjadi kesatuan juga. Dengan analisis penjabaran ini, maka
Pancasila memenuhi syarat juga dalam hal objek formalnya.
Pancasila sebagai suatu Dasar Negara adalah merupakan suatu kebulatan.
Memang terdiri dari lima, tetapi sila-sila tersebut saling ada hubungannya satu
dengan lainnya secara keseluruhan, tidak ada satupun sila yang terpisah dengan
yang lainnya. oleh karena itu dapat diistilahkan “Eka Pancasila”, lima sila dalam
satu kesatuan yang utuh.
Setiap sila mengandung, dibatasi dan disifati oleh keempat sila lainnya. Sila-
sila yang di depan mendasari dan menjiwai sila-sila yang di belakang, sedang sila-
sila yang di belakang merupakan pengkhususan atau bentuk realisasi dari sila-sila
yang di depan, dan dari segi keluasannya sila-sila yang di belakang lebih sempit
dari sila-sila yang di muka. Dilihat dari pemahaman ini, maka sila pertama ke-
Tuhanan Y.M.E., adalah dasar yang paling umum bagi semua sila yang di
belakang, mendasari, dan menjiwai semua sila, sedang semua sila yang kelima
merupakan sila yang terkhusus dan merupakan tujuan dari semua sila yang di
depan, oleh karena itu rumusannya (redaksinya) berbunyi “… untuk mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dengan uraian yang merupakan penjabaran dari syarat-syarat filsafat yang
ternyata cocok diterapkan kepada Pancasila, ini menunjukkan dan mengukuhkan
bahwa Pancasila benar-benar suatu sistem Filsafat. Yaitu sistem Filsafat Bangsa
Indonesia, nama Indonesia ini ditambahkan karena objek materialnya seperti telah
diutarakan di muka adalah dari bangsa Indonesia sendiri. Yaitu digali dari
buminya Indonesia, dari nenek moyang kita sejak lama, dari khasanah
kehidupannya, dari kebiasaannya, adat - adatnya, kebudayaannya, serta
kepercayaan dan agama-agamanya.

2.4 Pancasila Melalui Pendekatan Dasar Ontologis, Epistemologis, serta


Aksiologis.
1.Dasar Ontologis (Hakikat Manusia) Sila–sila Pancasila
Secara ontologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya
untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Menurut Notonagoro
hakikat dasar ontologis Pancasila adalah manusia. Mengapa?, karena manusia
merupakan subjek hukum pokok dari sila-sila Pancasila.
Manusia sebagai pendukung pokok sila–sila pancasila secara ontologis
memiliki hal–hal yg mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa
jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri
sendiri dan sebagai makhluk tuhan yang maha esa. Oleh karena kedudukan kodrat
manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan inilah
maka secara hierarkis sila pertama ketuhanan yg maha esa mendasari dan
menjiwai keempat sila – sila pancasila yg lainnya (Notonagoro, 1975:53).
1. Sila pertama : Tuhan adalah sebagai asal mula segala sesuatu, tuhan adalah
mutlak, sempurna dan kuasa, tidak berubah, tidak terbatas pula sebagai
pengatur tata tertib alam (Notonagoro, 1975:78)
2. Sila kedua : kemanusiaan yg adil dan beradab, negara adalah lembaga
kemanusiaan, yg diadakan oleh manusia (Notonagoro, 1975:55)
3. Sila ketiga : persatuan indonesia. Persatuan adalah sebagai akibat adanya
manusia sebagai makhluk tuhan yg maha esa,adapun hasil persatuan adalah
rakyat sehingga rakyat adalah merupakan unsur pokok Negara
4. Sila keempat : maka pokok sila keempat ialah kerakyatan yaitu
kesesuaiannya dengan hakikat rakyat
5. Sila kelima : dengan demikian logikanya keadilan sosial didasari dan dijiwai
oleh sila kedua yaitu kemanusiaan yg adil dan beradab (Notonagoro,
1975:140,141)

Kemudian, seluruh nilai-nilai Pancasila tersebut menjadi dasar rangka dan jiwa
bagi bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa dalam setiap aspek penyelenggaraan
negara harus dijabarkan dan bersumberkan pada nilai-nilai Pancasila. seperti
bentuk negara, sifat negara, tujuan negara, tugas/kewajiban negara dan warga
negara, sistem hukum negara, moral negara, serta segala aspek
penyelenggaraan negara lainnya.

2.Dasar Epistemologis (Pengetahuan)


Kajian epistemologi filsafat Pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk
mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Hal ini
dimungkinkan karena epistemologi merupakan bidang filsafat yang membahas
hakikat ilmu pengetahuan (ilmu tentang ilmu). Kajian epistemologi Pancasila
tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Oleh karena itu, dasar
epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang
hakikat manusia.
Epistemologi Pancasila sebagai suatu objek kajian pengetahuan pada
hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan
pengetahuan Pancasila. Adapun tentang sumber pengetahuan Pancasila.
sebagaimana telah dipahami bersama, adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa
Indonesia itu sendiri. Merujuk pada pemikiran filsafat Aristoteles, bahwa
nilainilai tersebut sebagai kausa materialis Pancasila.
Selanjutnya, susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan maka
Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan
sila-sila Pancasila maupun isi arti dari dari sila-sila Pancasila ifu. Susunan
kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hierarkis dan berbentuk
piramidal, yaitu:
1. Sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya;
2. Sila kedua didasari sila pertama serta mendasari dan menjiwai sila
ketiga,keempat. dan kelima;
3. Sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari
dan menjiwai sila keempat dan kelima;
4. Sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, dan ketiga, serta
mendasari dan menjiwai sila kelima; serta
5. Sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga, dan keempat.

Dasar epistemologis pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan


dasar ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai – nilai
dasarnya yaitu filsafat pancasilaa (Soeryanto, 1991:51). Terdapat tiga persoalan
yang mendasar dalam epistemologi yaitu: pertama tentang sumber pengethuan
manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang
watak pengetahuan manusia (titus, 1984:20). Adapun potensi atau daya untuk
meresapkan pengetahuan atau dengan lain perkataan transformasi pengetahuan
terdapat tingkatan sebagai berikut: demonstrasi, imajinasi, asosiasi, analogi,
refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham (Notonagoro, tanpa tahun:)
Demikianlah. susunan Pancasila memiliki sistem logis, baik yang menyangkut
kualitas maupun kuantitasnya. Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga
menyangkut kualitas ataupun kuantitasnya. Selain itu, dasar-dasar rasional logis
Pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila Pancasila tersebut. Sila Ketuhanan
Yang Maha Esa memberi Landasan kebenaran pengetahuan manusia yang
bersumber pada intuisi. Kedudukan dan kodrat manusia pada hakikatnya adalah
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, sesuai dengan sila pertama
Pancasila, epistemologi Pancasila juga mengakui kcbenaran wahyu yang bersifat
mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebenaran yang tertinggi:

3. Dasar Aksiologis (Pengamalan Nilai – nilainya)


Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana
manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata
Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti
ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartika
aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk
pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan
nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu
sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat
yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada
yang siasia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali
yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang
tidak benar. Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu.
Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus
disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai
kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya
meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan
bencana
Kajian aksiologi filsafat Pancasila pada hakikatnya membahas tentang nilai
praksis atau manfaat suatu pengetahuan tentang Pancasila. Karena sila-sila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis,
maka nilai-nilai yang terkandung dalamnya pada hakikatnya juga merupakan
suatu kesatuan. Selanjutnya, aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita
membahas tentang filsafat nilai Pancasila. Istilah nilai dalam kajian filsafat
dipakai untuk merujuk pada ungkapan abstrak yang dapat juga diartikan sebagai
"keberhargaan" (worth) atau "kebaikan" (goodnes), dan kata kerja yang artinya
sesuatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian
(Frankena, 229).
Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat bergantung pada
titik tolak dan sudut pandang setiap teori dalam menentukan pengertian nilai.
Kalangan materialis memandang bahwa hakikat nilai yang tertinggi adalah nilai
material, sedangkan kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi
adalah nilai kenikmatan. Namun, dari berbagai macam pandangan tentang nilai
dapat dikelompokkan pada dua macam sudut pandang, yaitu bahwa sesuatu itu
bernilai karena berkaitan dengan sabjek pemberi nilai, yaitu manusia. Hal ini
bersifat subjektif. tetapi juga terdapat pandangan bahwa pada hakikatnya nilai
sesuatu itu melekat pada dirinya sendiri. Hal ini merupakan pandangan dari
paham objektivisme.
Notonagoro memerinci tentang nilai, ada yang bersifat material dan
nonmaterial. Dalam hubungan ini, manusia memiliki orientasi nilai yang berbeda
bergantung pada pandangan hidup dan filsafat hidup masing-masing. Ada yang
mendasarkan pada orientasi nilai material, tetapi ada pula yang sebaliknya, yaitu
berorientasi pada nilai yang nonmaterial. Nilai material relatif lebih mudah diukur
menggunakan pancaindra ataupun alat pengukur. Akan tetapi, nilai yang bersifat
rohaniah sulit diukur, tetapi dapat juga dilakukan dengan hati nurani manusia
sebagai alat ukur yang dibantu oleh cipta, rasa, serta karsa dan keyakinan manusia
(Kaelan, 2005).
Menurut Notonagoro, nilai-nilai Pancasila itu termasuk nilai kerohanian, tetapi
nilai-nilai kerohanian yang mengakui nilai material dan nilai vital. Dengan
demikian, nilai-nilai Pancasila yang tergolong nilai kerohanian itu juga
mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, seperti nilai material,
nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetis, nilai kebaikan atau nilai
moral, ataupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistemik-hierarkis.
Sehubungan dengan ini, sila pertama, yaitu ketuhanan Yang Maha Esa menjadi
basis dari semua sila-sila Pancasila (Darmodihardjo: 1978). Secara aksiologis,
bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subcriber of values
Pancasila). Bangsa Indonesia yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang
berpersatuan, yang berkerakyatan, dan yang berkeadilan sosial. Sebagai
pendukung nilai, bangsa Indonesialah yang menghargai, mengakui, serta
menerima Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari apa yang telah dijelaskan di atas, Pancasila merupakan kesatuan yang
tidak bisa dipisahkan, karena dalam masing-masing sila tidak bisa di tukar tempat
atau dipindah. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila merupakan pandangan hidup
bangsa dan negara Indonesia. Dan Filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan
karena memiliki logika, metode dan sistem.
Pancasila dikatakan sebagai filsafat dikarenakan pancasila merupakan hasil
perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh para pendahulu kita, yang
kemudian dituangkan dalam suatu sistem yang tepat, dimana pancasila memiliki
hakekatnya tersendiri yang terbagi menjadi lima sesuai dengan kelima sila-silanya
tersebut. Adapun yang mendasari Pancasila adalah dasar Ontologist (Hakikat
Manusia), dasar Epistemologis (Pengetahuan), dasar Aksiologis
(Pengamalan Nilai-Nilainya)

3.2 Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai