Anda di halaman 1dari 15

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

M Bagus Rifqi

NIM: 2021143537

Program Studi PGSD

Universitas PGRI Palembang

Palembang

2022
Abstrak

Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan hasil perenungan yang


mendalam dari para tokoh kenegaraan Indonesia. Hasil perenungan itu semula
dimaksudkan untuk merumuskan dasar negara yang akan merdeka. Pancasila
sebagai dasar filsafat negara (Philosophische Grondslag) nilai-nilai filosofis yang
terkandung dalam sila-sila Pancasila mendasari seluruh peraturan hukum yang
berlaku di Indonesia. Artinya, nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan harus mendasari seluruh peraturan perundang-undangan
yang berlaku). Pentingnya Pancasila sebagai sistem filsafat ialah agar dapat
diberikan pertanggungjawaban rasional dan mendasar mengenai sila-sila dalam
Pancasila sebagai prinsip-prinsip politik; agar dapat dijabarkan lebih lanjut
sehingga menjadi operasional dalam penyelenggaraan negara; agar dapat
membuka dialog dengan berbagai perspektif baru dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara; dan agar dapat menjadi kerangka evaluasi terhadap segala kegiatan
yang bersangkut paut dengan kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat

Kata Kunci: Pancasila, Sistem Filsafat, Konstitusi


PENDAHULUAN

Keberadaan Pancasila dalam konteks bangsa Indonesia memiliki kedudukan


yang sangat penting. Secara umum, kita telah mengenal bagaimana Pancasila
menjadi dasar negara yang kemudian mendasari segala hal yang ada dan berlaku
di Indonesia. Hal ini jugalah yang kemudian menjadikan Pancasila sebagai dasar
perumusan kebijakan dan sekaligus menjadi dasar segala aturan hukum yang
berlaku di Indonesia. Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang
harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati,
menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para
pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk
kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua
tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan
guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.

Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran


yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila. Filsafat
Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional
tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan
tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan
menyeluruh. Pancasila dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan
hasil permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the faounding father
kita, yang dituangkan dalam suatu sistem (Ruslan Abdul Gani). Filsafat Pancasila
memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari Pancasila
(Notonagoro).

Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti mengungkapkan konsep-konsep


kebenaran Pancasila yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan
Membahas Pancasila sebagai filsafat juga berarti mengungkapkan konsep-konsep
kebenaran Pancasila yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan
juga bagi manusia pada umumnya. Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek
penyelidikan Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Ketiga bidang tersebut
dapat dianggap mencakup kesemestaan. Sila-sila Pancasila merupakan satu-
kesatuan sistem yang bulat dan utuh. Dengan kata lain, apabila tidak bulat dan
utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah maka itu bukan Pancasila.

Kesatuan sila-sila pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan


kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar
ontologis, dasar epistomologis serta dasar aksologis dari sila-sila pancasila.
Sebagaimana dijelaskan bahwa kesatuan sila-sila pancasila adalah bersifat
hierarkhis dan mempunyai bentuk piramidal, digunakan untuk menggambarkan
hubungan hierarkhis sila-sila pancasila dalam urutan-urutan luas (kuantitas) dan
dalam pengertian inilah hubungan kesatuan sila-sila pancasila itu dalam arti
formal logis. Secara filosofis pancasila sebagai satu kesatuan sistem filsafat
memiliki dasar ontologis, dasar epistomologis dan dasar aksologis sendiri yang
berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya misalnya materialisme, liberalisme,
pragmatisme, komunisme, idealisme dan lain paham filsafat di dunia.

Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan hasil perenungan yang


mendalam dari para tokoh kenegaraan Indonesia. Hasil perenungan itu semula
dimaksudkan untuk merumuskan dasar negara yang akan merdeka. Pancasila
sebagai dasar filsafat negara (Philosophische Grondslag) nilai-nilai filosofis yang
terkandung dalam sila-sila Pancasila mendasari seluruh peraturan hukum yang
berlaku di Indonesia. Artinya, nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan harus mendasari seluruh peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Pancasila, artinya refleksi filosofis mengenai Pancasila sebagai dasar


negara. Sastrapratedja menjelaskan makna filsafat Pancasila sebagai berikut.
Pengolahan filsofis Pancasila sebagai dasar negara ditujukan pada beberapa aspek.
Pertama, agar dapat diberikan pertanggungjawaban rasional dan mendasar
mengenai sila-sila dalam Pancasila sebagai prinsip-prinsip politik. Kedua, agar
dapat dijabarkan lebih lanjut sehingga menjadi operasional dalam bidang-bidang
yang menyangkut hidup bernegara. Ketiga, agar dapat membuka dialog dengan
berbagai perspektif baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keempat,
agar dapat menjadi kerangka evaluasi terhadap segala kegiatan yang bersangkut
paut dengan kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat, serta
memberikan perspektif pemecahan terhadap permasalahan nasional
(Sastrapratedja, 2001:3). Pertanggungjawaban rasional, penjabaran operasional,
ruang dialog, dan kerangka evaluasi merupakan beberapa aspek yang diperlukan
bagi pengolahan filosofis Pancasila, meskipun masih ada beberapa aspek lagi
yang masih dapat dipertimbangkan.

Berrdasarkan uraian di atas, maka dalam penulisan makalah ini, penulis


hendak mengkaji lebih jauh tentang Pancasila sebagai sistem filsafat, yang
kemudian akan diuraikan dalam beberapa sub bahasan yang merupakan elemen
penting dalam konteks keberadaan Pancasila sebagai sistem filsafat.

PEMBAHASAN

Landasan Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis Pancasila sebagai Sistem


Filsafat
Secara filosofis pancasila sebagai satu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar
ontologis, dasar epistomologis dan dasar aksologis sendiri yang berbeda dengan
sistem filsafat yang lainnya misalnya materialisme, liberalisme, pragmatisme,
komunisme, idealisme dan lain paham filsafat di dunia.
1. Dasar ontologis Pancasila
Secara ontologis, penyelidikanPancasila sebagai filsafat
dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasardari sila-
silaPancasila. Pancasila yang terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah
merupakanasas yang berdiri sendiri-sendiri, malainkan memiliki satu
kesatuandasarontologis. Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah
manusia, yang memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau
monodualis, karena itu juga disebut sebagai dasar antropologis. Subyek
pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia.
Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang Berketuhan Yang Maha
Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada
hakikatnya adalah manusia. Sedangkan manusia sebagai pendukung pokok
sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu
terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani. Sifat kodrat
manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta
sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Maka
secara hirarkis sila pertama mendasari dan menjiwai sila-sila Pancasila
lainnya.ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara
sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Hubungan kesesuaian antara negara dan landasan sila-sila
Pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat: a. Negara sebagai
pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil
sebagai pokok pangkal hubungan. b. Landasan sila-sila Pancasila yaitu
Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah sebagai sebab, dan negara
adalah sebagai akibat.
2. Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakekatnya juga
merupakan suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari
pancasila merupakan pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam
memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan
negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan.
Pancasila disebut juga menjadi suatu ideologi dalam kehidupan manusia di
bumi Indonesia ini, sebagai suatu ideologi maka pancasila memiliki 3
unsir pokok agar dapat menarik loyalitas dari pendukungnya yaitu :
 Logos yaitu rasionalitas atau penalarannya
 Pathos yaitu penghayatannya, dan
 Ethos yaitu kesusilaannya
Selain itu terdapat juga 3 persoalan mendasar di dalam
epistemologis, yaitu:
 Tentang sumber pengetahuan manusia
 Tentang Teori kebenaran pengetahuan manusia, dan
 Tentang watak Pengetahuan manusia
Pancasila sebagai suatu objek pengetahuan pada hakekatnya
meliputi masalah sumber pengetahuan pancasila dan susunan pengetahuan
pancasila. Tentang sumber pengetahuan pancasila, sebagaimana dipahami
bersama bahwa sumber pengetahuan pancasila adalah nilai-nilai yang ada
pada bangsa Indonesia sendiri, bukan berasal dari bangsa lain, bukannya
hanya merupakan perenungan serta pemikiran seseorang atau beberapa
orang saja namun dirumuskan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia dalam
mendirikan negara. Oleh karena sumber pengetahuan pancasila adalah
bagsa indonesia sendiri yang memilik nilai-nilai adat istiadat serta
kebudayaan dan nilai religius maka diantara bangsa Indonesia sebagai
pendukung sila-sila pancasila dengan pancasila sendiri sebagai suatu
sistem pengetahuan memiliki kesesuaian yang bersifat korespondensi.
Sedangkan pancasila sebagai sistem pengetahuan maka pancasila memiliki
susunan yang bersifat formal logis baik dalam arti susunan sila-sila
pancasila maupun isi arti sila-sila pancasila.
Dasar-dasar rasional logis pancasila juga menyangkut isi arti sila-
sila pancasila. Susunan isi arti pancasila meliputi 3 hal yaitu :
 Isi arti pancasila yang umum universal yaitu hakikat sila-
sila pancasila artinya hal itu merupakan esensi atau inti sari
pancasila sehingga merupakan pangkal tolak derivasi baik
dalam bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta
dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan
konkrit.
 Isi arti pancasila yang umum kolektif artinya yaitu isi arti
pancasila sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa
Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia.
 Isi arti pancasila yang bersifat khusus dan konkrit yaitu isi
arti pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang
kehidupan sehingga memiliki sifat yang khusus konkrit
serta dinamis.
Di dalam Pancasila terdapat manusia yang bersifat monopluralis
dan terdiri dari Jiwa dan raga. Tingkatan di dalam raga manusia terdiri dari
: Fisis Anorganis, Vegetatif serta animal. Dan urutan tingkatan jiwa
manusia yang terdiri atas unsur-unsur potensi jiwa manusia meliputi:
 Akal yaitu suatu potensi unsur kejiwaan manusia dalam
mendapatkan kebenaran pengetahuan manusia
 Rasa yaitu suatu potensi jiwa manusia dalam tingkatan
kemampuan estetis (keindahan), dan
 Kehendak adalah unsur potensi jiwa manusia dalam
kaitannya dalam bidang moral atau etika.
Untuk memperoleh pengetahuan yang benar terdapat tingkat-
tingkat pemikiran yaitu : memoris, reseptif, kritis dan kreatif. Adapun
potensi atau daya untuk meresapkan pengetahuan atau dengan lain
perkataan transformasi pengetahuan terdapat tingkatan sebagai berikut :
demonstrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan
ilham.
3. Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
Sila-sila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan
dasar aksiologisnya sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila
pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Terdapat berbagai
macam teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan
sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan tentang pengertian
nilai dan hierarkhinya. Misal kalangan materialis memandang bahwa
hakikat nilai tertinggi adalah materi, kalangan hedonis memandang bahwa
hakikat tertinggi adalah nilai kenikmatan. Namun dari hal itu semua dapat
kita kelompokkan menjadi 2 nilai yaitu nilai yang subjektif yaitu sesuatu
itu bernilai karena berasal dari subjeknya serta nilai objektif yaitu pada
hakikatnya sesuatu itu memang ada nilainya terlepas dari subjek tersebut.
Menurut Max Sacheler berdasar tinggi rendahnya nilai dapat
digolongkan ke dalam 4 tingkatan yaitu :
 Nilai-nilai kenikmatan yaitu nilai yang berkaitan dengan
panca indera manusia yaitu sesuatu yang mengenakkan dan
tidak mengenakkan
 Nilai-nilai kehidupan yaitu nilai-nilai yang penting bagi
kehidupan manusia misal kesegaran jasmani, rokhani serta
kesejahteraan hidup
 Nilai-nilai kejiwaan yaitu terdapat nilai-nilai kejiwaan yang
sama sekali terlepas dari keadaan jasmani atau lingkungan,
contohnya keindahan, kebenaran, serta pengetahuan murni
yang didapat di dalam filsafat, dan
 Nilai-nilai kerokhanian yaitu dalam tingkatan ini
terdapatlah modalitas nilai dari yang suci, contoh dalam hal
ini adalah nilainilai pribadi.
Sementara itu menurut Notonegoro pandangan dan tingkatan nilai
terbagi atas 3 macam yaitu :
 Nilai Material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
jasmani manusia
 Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia
untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan, dan
 Nilai kerokhanian yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
rokhani kita
Nilai-nilai kerokhanian pun dibedakan lagi di dalam 4 macam
yaitu:
 Nilai kebenaran yaitu nilai yang bersumber pada akal, rasio,
budi atau cipta manusia
 Nilai keindahan atau estetis yaitu nilai yang bersumber
pada perasaan manusia
 Nilai kebaikan atau nilai moral yaitu nilai yang bersumber
pada pada unsur kehendak manusia, dan
 Nilai religius yaitu nilai yang berhubungan dengan
kepercayaan dan keyakinan manusia dan nilai religius ini
bersumber kepada wahyu yang berasal dari Tuhan YME.
Menurut Notonegoro bahwa nilai-nilai pancasila termasuk nilai
kerokhanian, tetapi nilai-nilai kerokhanian yang mengakui adanya nilai-
nilai material dan vital. Dengan demikian nilai-nilai pancasila yang
tergolong nilai kerokhanian itu juga mengandung nilai-nilai lain secara
lengkap yaitu nilai material, vital, kebenaran, keindahan, kebaikan atau
moral serta nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistematik
hierarkhis, di mana sila pertama yaitu Ketuhanan YME sebagai basisnya
sampai dengan sila keadilan sosial sebagai tujuannya.
Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat

1. Esensi (hakikat) Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Hakikat (esensi) Pancasila sebagai sistem filsafat terletak pada hal-


hal sebagai berikut:

Pertama; hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa


Indonesia bahwa Tuhan sebagai prinsip utama dalam kehidupan semua
makhluk. Artinya, setiap makhluk hidup, termasuk warga negara harus
memiliki kesadaran yang otonom (kebebasan, kemandirian) di satu pihak,
dan berkesadaran sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang akan
dimintai pertanggungjawaban atas semua tindakan yang dilakukan.
Artinya, kebebasan selalu dihadapkan pada tanggung jawab, dan tanggung
jawab tertinggi adalah kepada Sang Pencipta.

Kedua; hakikat sila kemanusiaan adalah manusia monopluralis,


yang terdiri atas 3 monodualis, yaitu susunan kodrat (jiwa, raga), sifat
kodrat (makhluk individu, sosial), kedudukan kodrat (makhluk pribadi
yang otonom dan makhluk Tuhan)

Ketiga, hakikat sila persatuan terkait dengan semangat kebangsaan.


Rasa kebangsaan terwujud dalam bentuk cinta tanah air, yang dibedakan
ke dalam 3 jenis, yaitu tanah air real, tanah air formal, dan tanah air
mental. Tanah air real adalah bumi tempat orang dilahirkan dan
dibesarkan, bersuka, dan berduka, yang dialami secara fisik sehari-hari.
Tanah air formal adalah negara bangsa yang berundang-undang dasar,
yang Anda, manusia Indonesia, menjadi salah seorang warganya, yang
membuat undang-undang, menggariskan hukum dan peraturan, menata,
mengatur dan memberikan hak serta kewajiban, mengesahkan atau
membatalkan, memberikan perlindungan, dan menghukum, memberikan
paspor atau surat pengenal lainnya. Tanah air mental bukan bersifat
territorial karena tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, melainkan imajinasi
yang dibentuk dan dibina oleh ideologi atau seperangkat gagasan vital.

Keempat, hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip


musyawarah. Artinya, keputusan yang diambil lebih didasarkan atas
semangat musyawarah untuk mufakat, bukan membenarkan begitu saja
pendapat mayoritas tanpa peduli pendapat minoritas.

Kelima, hakikat sila keadilan terwujud dalam tiga aspek, yaitu


keadilan distributif, legal, dan komutatif. Keadilan distributif adalah
keadilan bersifat membagi dari negara kepada warga negara. Keadilan
legal adalah kewajiban warga negara terhadap negara atau dinamakan
keadilan bertaat. Keadilan komutatif adalah keadilan antara sesama warga
negara

2. Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Hal-hal penting yang sangat urgen bagi pengembangan Pancasila


sebagai sistem filsafat meliputi hal-hal sebagai berikut.

Pertama, meletakkan Pancasila sebagai sistem filsafat dapat


memulihkan harga diri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka
dalam politik, yuridis, dan juga merdeka dalam mengemukakan ide-ide
pemikirannya untuk kemajuan bangsa, baik secara materiil maupun
spiritual.

Kedua, Pancasila sebagai sistem filsafat membangun alam


pemikiran yang berakar dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia sendiri
sehingga mampu dalam menghadapi berbagai ideologi dunia.

Ketiga, Pancasila sebagai sistem filsafat dapat menjadi dasar


pijakan untuk menghadapi tantangan globalisasi yang dapat melunturkan
semangat kebangsaan dan melemahkan sendi-sendi perekonomian yang
berorientasi pada kesejahteraan rakyat banyak.

Keempat, Pancasila sebagai sistem filsafat dapat menjadi way of


life sekaligus way of thinking bangsa Indonesia untuk menjaga
keseimbangan dan konsistensi antara tindakan dan pemikiran. Bahaya
yang ditimbulkan kehidupan modern dewasa ini adalah
ketidakseimbangan antara cara bertindak dan cara berpikir sehingga
menimbulkan kerusakan lingkungan dan mental dari suatu bangsa.
Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Sistem Filsafat

1. Dinamika Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Pada era pemerintahan Soekarno, Pancasila sebagai sistem filsafat


lebih dilihat dan dimaknai sebagai perenungan filosofis Soekarno atas
rencananya berdirinya negara Indonesia merdeka. Ide tersebut
dimaksudkan sebagai dasar kerohanian bagi penyelenggaraan kehidupan
bernegara. Namun, pada masa itu Pancasila sebagai sistem filsafat belum
diuraikan secara rinci dan terbatas sebagai adagium politik untuk menarik
perhatian anggota sidang, dan bersifat teoritis. Pada masa itu, Soekarno
lebihmenekankan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang
diangkat dari akulturasi budaya bangsa Indonesia.

Pada era Soeharto, kedudukan Pancasila sebagai sistem filsafat


berkembang ke arah yang lebih praktis (dalam hal ini istilah yang lebih
tepat adalah weltanschauung). Artinya, filsafat Pancasila tidak hanya
bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tetapi juga digunakan
sebagai pedoman hidup sehari-hari. Atas dasar inilah, Soeharto
mengembangkan sistem filsafat Pancasila menjadi penataran P-4.

Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem filsafat kurang


terdengar resonansinya. Namun, Pancasila sebagai sistem filsafat bergema
dalam wacana akademik.

2. Tantangan Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Pertama, kapitalisme, yaitu aliran yang meyakini bahwa kebebasan


individual pemilik modal untuk mengembangkan usahanya dalam rangka
meraih keuntungan sebesar-besarnya merupakan upaya untuk
menyejahterakan masyarakat. Salah satu bentuk tantangan kapitalisme
terhadap Pancasila sebagai sistem filsafat ialah meletakkan kebebasan
individual secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan berbagai
dampak negatif, seperti monopoli, gaya hidup konsumerisme, dan lain-
lain.

Kedua, komunisme adalah sebuah paham yang muncul sebagai


reaksi atas perkembangan kapitalisme sebagai produk masyarakat liberal.
Komunisme merupakan aliran yang meyakini bahwa kepemilikan modal
dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata. Salah satu
bentuk tantangan komunisme terhadap Pancasila sebagai sistem filsafat
ialah dominasi negara yang berlebihan sehingga dapat menghilangkan
peran rakyat dalam kehidupan bernegara

KESIMPULAN

Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang


dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila. Filsafat
Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional
tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan
tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan
menyeluruh. Pancasila dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan
hasil permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the faounding father
kita, yang dituangkan dalam suatu sistem (Ruslan Abdul Gani). Pentingnya
Pancasila sebagai sistem filsafat ialah agar dapat diberikan pertanggungjawaban
rasional dan mendasar mengenai sila-sila dalam Pancasila sebagai prinsip-prinsip
politik; agar dapat dijabarkan lebih lanjut sehingga menjadi operasional dalam
penyelenggaraan negara; agar dapat membuka dialog dengan berbagai perspektif
baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; dan agar dapat menjadi kerangka
evaluasi terhadap segala kegiatan yang bersangkut paut dengan kehidupan
bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat

DAFTAR PUSTAKA
Abdulgani, Roeslan. 1979. Pengembangan Pancasila Di Indonesia. Jakarta:
Yayasan Idayu.

Bakry, Noor Ms. 2010. Pendidikan Pancasila. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Junaedi. 2018. Pancasila sebagai Sistem Filsafat dalam Penerapan Konsep Negara
Hukum Indonesia. Jurnal Ilmiah Indonesia, 3 (12): 97-108

Martodihardjo, Susanto, dkk. 1993, Bahan Penataran Pedoaman Penghayatan dan


Pengamalan Pancasila. Jakarta: BP-7 Pusat.

Semadi, Yoga Putra. 2019. Filsafat Pancasila dalam Pendidikan di Indonesia


Menuju Bangsa Berkarakter. Jurnal Filsafat Indonesia, 2 (2): 82-89.

Anda mungkin juga menyukai