Anda di halaman 1dari 14

BENTUK DAN SUSUNAN PANCASILA (HIRARKIS

PIRAMIDAL)

Pancasila adalah dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, suatu ideologi yang
dianut dan dijadikan sebagai pandangan dan pedoman bagi bangsa Indonesia dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila sendiri berasal dari bahasa sansekerta yaitu
panca yang dalam bahasa Indonesia bermakna 5 (lima) dan syila yang bermakna batu
sendi / alas / dasar, dari dua kata itulah pancasila tersusun. Pancasila memiliki arti lima dasar
yaitu meliputi :
1.

Ketuhanan Yang Maha Esa

2.

Kemanusiaan yang adil dan beradab

3.

Persatuan Indonesia

4.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan

5.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia


Pancasila yang terdiri atas 5 sila diatas pada hakikatnya merupakan suatu system
filsafat. Pengertian system adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan,
saling berkerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu
kesatuan yang utuh, di mana setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu asas dan fungsi
sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematis karena :

Susunan sila Pancasila bersifat organis.


Susunan sila-sila Pancasila merupakan kesatuan yang organis yakni satu sama lain
membentuk suatu sistem yang disebut dengan istilah majemuk tunggal. Majemuk tunggal
artinya Pancasila terdiri dari 5 sila tetapi merupakan satu kesatuan yang berdiri sendiri secara
utuh.
Susunan sila Pancasila bersifat Hierarkis dan berbentuk Pyramidal.
Hierarkis berarti tingat, sedangkan yang dimaksud bentuk Piramid dari kesatuan
Pancasila ialah bahwa sila yang pertama dan seterusnya tiap-tiap sila bagi sila berikutnya
adalah menjadi dasar dan tiap-tiap sila berikutnya itu merupakan penjelmaan atau
pengkhususan dari sila yang mendahuluinya. Selanjutnya Notonagoro menjelaskan bahwa hal
ini hanya suatu gambaran dari suatu bentuk secara matematis, sehingga sebenarnya dapat saja
orang membuat gambaran secara lain dari kesatuan Pancasila dalam hal bentuknya. Secara
singkat uraian Notonagoro di atas dapat dinyatakan bahwa bentuk susunan hierarkis1

piramidal Pancasila ialah: Kesatuan bertingkat yang tiap sila di muka sila lainnya merupakan
basis atau pokok pangkalnya, dan tiap sila merupakan pengkhususan dari sila di mukanya.
Sila pertama menjelaskan bahwa pada sila pertama itu meliputi dan menjamin isi sila 2, 3, 4,
dan 5, begitu pula sila- sila berikutnya saling berkaitan erat dan menjiwai satu dengan yang
lain.

Bentuk susunan hierarkis-piramidal Pancasila, dapat digambarkan dalam bentuk


diagram yang disebut dengan diagram hierarkis-piramidal Pancasila. Dengan adanya bentuk
diagram ini, terlebih dahulu dapat diuraikan sebagai pengantar bahwa Tuhan Pencipta segala
makhluk, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Esa, asal segala sesuatu dan sekaligus sebagai dasar
semua hal yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu Tuhan sebagai dasar dari
penciptaannya, yang di dalam diagram digambarkan sebagai dasar terbentuknya diagram itu,
dan salah satu ciptaan Tuhan adalah manusia. Diagram hierarkis-piramidal Pancasila
menunjukkan sekelompok himpunan manusia yang mempunyai sifat-sifat tertentu. Adapun
himpunan yang merupakan dasar adalah adanya sekelompok manusia yang dalam
kehidupannya selalu mengakui dan meyakini adanya Tuhan baik dengan pernyataan maupun
perbuatannya. Selanjutnya sebagai pengkhususan diikuti suatu himpunan manusia yang
saling menghargai dan mencintai sesama manusia, memberikan dan memperlakukan sesuatu
hal sebagaimana mestinya. Dalam kehidupan manusia, secara kodrati terbentuk adanya suatu
kelompok-kelompok atau perserikatan-perserikatan persatuan sebagai penjelmaan makhluk
sosial. Dan salah satu perserikatan adalah Persatuan Indonesia. Di dalam persatuan itu
membutuhkan pimpinan serta kekuasaan untuk mengatur kehidupan sehari-hari sebagai
warga persatuan, dan karena persatuan dibentuk dari warga rakyat, maka pimpinan harus di
tangan rakyat secara kekeluargaan, yang disebut dengan istilah kerakyatan, sering juga
disebut dengan kedaulatan rakyat, dalam arti rakyatlah yang berkuasa, rakyat yang berdaulat.

Rumusan hubungan sila Pancasila saling mengisi dan saling Mengkualifikasi.


Pancasila sebagai satu kesatuan nilai, juga membawa implikasi bahwa sila yang satu
dengan sila yang lain saling mengkualifikasi. Hal ini berarti bahwa antara sila yang satu
dengan yang lain, saling memberi kualitas, memberi bobot isi. Misalnya Ketuhanan Yang Maha
Esa adalah Ketuhanan yang Maha Esa yang berkemanusiaan yang adil dan beradab,
berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan ini
berlaku seterusnya untuk sila-sila yang lainnya.

Referensi
Sumber Internet :
Athoullah Mondir. Kamis 30 Juni 2011. PANCASILA BERSIFAT HIRARKIS DAN
BERBENTUK PIRAMIDAL. Vandome Blogger
Agus Nugraha. Kamis 2 Mei 2013. Makalah lengkap tentang pancasila : PANCASILA
SEBAGAI

SISTEM

FILSAFAT.

Master

SEO

Blogger

Nurwendah Wulandari. Rabu 11 Januari 2012. Bentuk dan Susunan Pancasila. Blogger
Byung Febriant. Kamis 10 Mei 2012.Pancasila Hierarkis Piramidal. Blogger

Tujuan pendidikan nasional menurut UU No. 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
GBHN1993 adalah menghasilkan manusia yang berkualitas yang dapat dideskripsikan sebagai
berikut : beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian,
mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung
jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani, berjiwa patriotik, cinta tanah air, mempunyai
semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa, menghargai jasa
pahlawan, dan berorientasi pada masa depan.
Seiring dengan tujuan pendidikan nasional, Tirtaraharja. U dan La Sulo. S, (2005),
menyatakan bahwa pembanguan nasional termasuk pendidikan adalah pengamalan Pancasila dan
untuk itu pendidikan nasional mengusahakan pembentukan manusia Pancasila. Tujuan pendidikan
yang telah dirumuskan terkait menjadikan manusia Pancasila berpedoman pada lima sila yang
kemudian dijabarkan menjadi 36 butir-butir nilai.

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Pendidikan


Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung nilai-nilai religi terkait keimanan
seseorang dan adanya nilai-nilai toleransi. Nilai religi merupakan nilai hakiki yang dimiliki
manusia sehubungan dengan potensi individu masing-masing. Semenjak belum mengenal
agama, manusia sebenarnya percaya ada kekuatan lain diluar mereka yang mengendalikan
kehidupan di alam ini. Setelah mengenal agama maka manusia menjadikan agama sebagai
kebutuhan. Oleh karena itu dimensi agama merupakan unsur utama yang mendasari seluruh
aspek kehidupan. Sehingga dengan dasar agama yang baik maka akan mempengaruhi nilainilai yang lain terkait dengan pengamalan Pancasila.
Jelas bahwa manusia diciptakan Allah, SWT sebagai mahluk yang secara fitrah
beriman kepada-Nya. Dijelaskan didalam kitab Alquran dalal surat Al-Ikhlas, bahwa
Katakanlah Allah Itu Esa. Esensinya adalah agama mengajarkan adanya kepercayaan akan
adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan segala syariat yang harus dilaksanakan manusia.
Pendidikan agama seyogyanya adalah tanggungjawab keluarga sebagai lembaga informal
peletak batu pertma pendidikan. Namun pendidikan agama pada pada perkembangannya
tidak hanya ditentukan oleh keluarga. Disini pengaruh lingkungan masyarakat juga sangat
menentukan. Praktek ditengah masyarakat melalui syiar-syiar agama merupakan wujud nyata
peran masyakat sebagai lembaga pendidikan agama setelah keluarga. Pendidikan agama juga
menjadi perhatian pemerintah lewat Kementerian terkait. Pemerintah berlandaskan GBHN
memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum di sekolah mulai SD sampai dengan
perguruan tinggi, (Tirtaraharja. U dan La Sulo. S, 2005). Bahkan banyak lembaga pendidikan
yang secara khsusus dalam kurikulumnya memuat pendidikan agama secara khusu,
contohnya pondok pesantren.
Selain nilai keimanan yang merupakan syarat manusia yang dikatakan sebagai
manusia beragama, sila satu Pancasila juga mengajarkan adanya sikap toleransi dan
menghargai antara umat beragama. Melalui pendidikan juga sangat perlu ditekankan adanya
rasa saling menghormati dan toleransi antar sesama umat beragama. Nilai ini menjadi
landasan kedua setelah pentingnya memupuk keimanan sesuia agama masingmasing. Muhammad Athiyah Al-Abrasy memberikan pengertian bahwa Pendidikan Islam
adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah
air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, teratur pikirannya, halus perasaannya,
cakap dalam pekerjaannya dan manis tutur katanya, (http://www.fai.umj.ac.id).
2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dan Pendidikan
Sila ini mengandung nilai-nilai kemanusiaan yang begitu kompleks. Adanya
persaamaan derajat, saling mencintai, serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan adalah
intisari dari penjelasan butir-butir pada sila ini. Pendidikan tidak sekedar menghasilkan
peserta didik yang memiliki wawasan keilmuan yang luas, namun pendidikan juga
4

diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai kemanusiaan. Jika kurang perhatian, maka tidak
heran kalau pendidikan banyak melahirkan orang pintar namun tidak memiliki rasa
kemanusian. Ia hanya sibuk dengan bagaimana mencapai kebahagiaan individu dan lupa
bahwa disekelilingnya banyak individu lain yang perlu mendapat perhatian.
Jelas bahwa kejadian disekeliling kita menunjukan betapa rendahnya rasa
kemanusiaan. Contoh gampang misalnya terjadinya pembunuhan yang dilakukan anak
terhadap orang tua atau sebaliknya. Pendidikan disekolah adalah lembaga formal yang
berperan dalam penanaman nilai kemanusian terkait sila kedua. Minimal pada praktek
pendidikan tidak ada diskriminantif antara sikaya dan simiskin, atau adanya kesenjangan
antara akibat suku, agama dll. Hadirnya sekolah dengan kulitas tinggi yang hanya bisa diikuti
siswa yang mampu sebenarnya salah satu andil pendidikan menciptakan linturnya nilai-nilai
kemanusiaan dalam pendidikan.
Profesionalisme pendidik juga sangat dibutuhkan disini, tidak hanya sekedar
kemampuan kognitif aja. Sebagai pendidik harus mampu menanamkan nilai-nilai yang
terkandug dalam sila dua. Pendidik disetiap kesempaatan wajib menanamkan rasa
kemanusiaan kepada peserta didiknya. Perlu dihindari adaanya anak emas ketika mengajar,
karena hal ini akan mendorong ketidak nyamanan pada peserta didik yang lain.
3. Sila Persatuan Indonesia dan Pendidikan
Sila ketiga dari Pancasila terkandung semangat patriotisme yang sudah ditunjukan
oleh para pahlawan dalam heroiknya perjuangan kemerdekaan. Tanpa semangat patriotisme
para pahlawan mustahil bangsa ini bisa menikmati kemerdekaan sepeeri saat ini. Semangat
patrotisme tersebut terinspirasai dari rasa persatuan, rela berkorban, cinta tanah air dan
bangga terhadap bangsa.
Satu steatmen yang sering kita dengar bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai sejarah. Pendidikan merupakan wadah yang sangat tepat memberikan
pemahaman kepada peserta didik akan pentingnta nilai-nilai terkandung pada sila ke tiga ini.
Lewat kurikulum yang memuat pendidikan sejarah sebenarnya implikasi nyata upaya
pemerintah untuk mengenalkan sejarah perjungan para pahlawan yang diilhami sila ketiga.
Sejarah perjuangan bangsa perlu diketahui untuk dasar menumbuhkan rasa cinta, rela
berkorban, rasa persatuan dan kebanggan terhadap tanah air. Pendidikan formal menjadi ring
pertama yang bisa memberikan wawasan kebangsaan kepada peserta didik. Namun tidak bisa
dipungkiri bahwa semangat yang terkandung dalam sila ke tiga ini begitu rendah. Rasa cinta
tanah air terganti dengan rasa cinta terhadap produk luar negeri. Bahkan nama-nama pejuang
saja tidak banyak yang diketahui masyarakat apalagi memahami perjuangan sampai
meneruskan amanat perjuangannya.
4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat permusyawaratan dan Perwakilan dan
Pendidikan
Sila ke empat mengajarkan kepada kita pentingnya praktek demokrasi dalam
kehidupan. Setiap keputusan yang diambil harus bisa mengakomodir kepentingan bersama di
atas kepentingan pribadi dan golongan. Musyawarah menjadi cara penting dalam
pengambilan kebijakan yang diperuntukan pada kepentingan orang banyak. Setelah
mengutamakan muswarah maka keputusan tersebut menjadi keputusan yang bisa
dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia.
Terkait dengan sila ini pendidikan pada pelaksanaanya telah banyak berkontribusi
terhadap penitingnya semangat musyawarh yang dilandasi saling menghargai pendapat.
Hadirnya berbagai organisasi siswa seperti OSIS, PMR dll pada llingkup sekolah, secara

nyata memperaktekan semangat sila ke empat ini. Praktek pengajaran disekolah juga sering
menggunakan prinsip sila keempat seperti diskusi, pembelajaran kooperatif dll.
5. Sila Kedailan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dan Pendidikan
Sila kelima Pancasila merupakan landasan dalam keadilan sosial yang seajarnya
menjadi hak bagi setiap warga negara. Dapat dipahami bahwa manusia adalah mahluk soial,
yang tidak bisa lepas dari berbagai interkasi sosial dalam kehidupan sehari-hari. Butir-butir
dalam sila kelima diantaranya menjelaskan perlunya pengembangan sikap-sikap luhur
cerminan rasa kekluargaan dan kegotong royongan. Terkait dengan kepribadian sangat
penting mengembangkan sikap nyata dalam menghargai hak dan kewajiban orang lain, suka
memberi petrtolongan, menghindari sikap boros dan mewah. Akhir dari sila ke lima adalah
terciptanya stabilitas sosial yang merupakan komitmen bersama dari masing-masing individu.
Pendidikan dilihat dari tujuannya terkait sila kelima adalah menciptakan rasa
kesetiakawanan nasional. Kesetiakawanan nasional akan tercipta jika adanya rasa
kekeluargaan, tolong menolong, saling menghargai, dll seperti termuat dalam sila ke lima.
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Asumsi-asumsi filosofi seperti metafisika, epistemologi dan aksiologi Pancasila
mengimplikasi terhadap pendidikan nasional yang meliputi tujuan pendidikan, isi atau
kurikulum pendidikan, metode pendidikan dan peran pendidik serta peserta didik.
2. Ideologi Pancasila yang mengandung nilai-nilai positif karakter bangsa tidak dipraktekan
masyarakat dalam kehidupan sehari. Prilaku yang ditunjukkan masyarakat berbanding
terbalik dengan Pancasila itu sendiri. Hal ini merupakan kegagalan dalam upaya
pengkarakteran ideologi Pancasila ditengah kehidupan.
3. Upaya pengkarakteran ideologi lewat pendidikan Pancasila dikatakan gagal karena dinamika
pendidikan Pancasila mengikuti trend kurikulum pendidikan nasional yang berlaku.
Pendekatan yang digunakan dalam pendidikan Pancasila selama ini bersifak kognitif belum
menyentuh ranah avektif dan psikomotor.
4. Tidak adanya suritauladan menyebabkan tidak ada panutan dalam penerapan ideologi
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah ditarik, maka perlu adanya wacana repitalisasi
pendidikan Pancasila dalam sistem pendidikan nasional. Revitalisasi pendidikan Pancasila
bisa berupa kebijakan kurikulum yang diharapkan menjadikan Pancasila sebagai entry poin.
Seiring dengan kebijakan kurikulum, perlu kiranya paradikma pendidikan Pancasila tidak
hanya berkutat pada kawasan kognitif, tapi perlu menyentuh kawasan avektif dan
psikomototik bahkan lebih ke arah humanis.

DAFTAR PUSTAKA
http://sayidiman.suryohadiprojo.com. Hilangnya Pendidikan Pancasila Dari Stuktur
Kurikulum KBK dan KTSP oleh : Sardjono. S. Diakses tanggal, 14 October
2008.
Kesuma, D dkk. 2011. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah.Cetakan ke-2. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Syah, M. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Cetakan ke-16. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya Offset.
Suwarno, W. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Cetakan ke-3. Yokyakarta : Ar. Ruzz Media
Group.
Tirtarahardja, U dan La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Cetakan ke-2. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Wahyudin, D. 2010. Buku Materi Pokok Pengantar Pendidikan. Cetakan ke-9. Jakarta :
Universitas Terbuka.
http://www.anakciremai.com. Makalah Landasan Pendidikan Pancasila. Diakses tanggal, 01
Oktober 2011.
http://www.fai.umj.ac.id. Buku Daras Ilmu Pendidikan Islam (Pengertian, Ruang Lingkup, dan
Tujuan Serta Kegunaan Ilmu Pendidikan Islam).

Pengertian Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah Ideologi yang dapat menyesuaikan diri
dari perkembangan zaman tanpa mengubah nilai dasar pancasila. Makna pancasila sebagai
ideologi terbuka adalah Pancasila dapat menyesuaikan dan diterapkan dari dinamika di
Indonesia dan didunia. Tetapi tidak merubah nilai-nilai dasar Pancasila itu sendiri. Sehinga
pancasila dapat digunakan dan diterapkan dalam berbagai zaman.
A. Syarat- Syarat Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka - Pancasila dikatakan sebagai ideologi
terbuka, karena telah memenuhi syarat-syarat sebagai Ideologi terbuka antara lain sebagai
berikut...

Nilai Dasar, adalah nilai dasar yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 yang tidak
berubah
Nilai Instrumen, ialah nila-nilai dari nilai dasar yang dijabarkan lebih kreatif dan dinamis
ke bentuk UUD 1945, ketetapan MPR, dan peraturan perundang-undangan lainnya
Nilai Praktis, adalah nilai-nilai yang dilaksanakan di kehidupan sehari-hari, baik di
masyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai praktif bersifat abstrak, seperti mengormati,
kerja sama, dan kerukunan. Hal ini dapat dioperasionalkan ke bentuk sikap, perbuatan,
dan tingkah laku sehari-hari.

B. Dimensi Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka - Ideologi Pancasila memiliki 3 dimensi


penting yaitu sebagai berikut...
1. Dimensi Realitas adalah mencerminkan kemampuan ideologi untuk mengadaptasika nilai-nilai
hidup dan berkembang dalam masyarakat
2. Dimensi Idealisme adalah idealisme yang ada dalam ideologi mampu menggugah harapan
para pendukugnya
3. Dimensi Pendukung adalah mencerminkan atau menggambarkan kemampuan suatu ideologi
untuk memengaruhi dan menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat.
C. Ciri-Ciri Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka - Dalam fungsinya sebagai Ideologi, pancasila
menjadi dasar seluruh aktivitas bangsa Indonesia. Sehingga pancasila tercermin dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Ciri-ciri pancasila sebagai Ideologi terbuka adalah sebagai
berikut...

Pancasila mempunyai pandangan hidup, tujuan dan cita-cita masyarakat Indonesia yang
berasal dari kepribadian masyarakat Indonesia sendiri.
Pancasila memiliki tekat dalam mengembangkan kreatifitas dan dinamis untuk mencapai
tujuan nasional
Pengalaman sejarah bangsa Indonesia
Terjadi atas dasar keinginan bangsa (masyarakat) Indonesia sendiri tanpa dengan
campur tangan atau paksaan dari sekelompok orang.
Isinya tidak operasional
Dapat menginspirasi masyarakat untuk bertanggung jawab sesuai nilai-nilai Pancasila
Menghargai pluralitas, sehingga diterima oleh semua masyarakat yang berlatakng
belakang dan budaya yang berbeda.

D. Faktor Pendorong Pemikiran Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka -Menurut Moerdiono


bahwa terdapat faktor-faktor atau bukti yang mendorong pemikiran Pancasila sebagai ideologi
terbuka antara lain sebagai berikut...

Proses pembagunan nasional berencana, dinamika mayarakat indonesia yang


berkembang sangat cepat. Sehingga tidak semua permasalahan kehidupan dapat
ditemukan jawabannya secara ideologis.
Runtuhnya Ideologi tertutup, seperti marxisme-leninisme/komunisme.
Pengalaman sejarah politik terhadap pengaruh komunisme sangat penting, karena dari
pengaruh ideologi komunisme yang bersifat tertutup, Pancasila pernah merosot dan
kaku. Pancasila tidak tampil sebagai pedoman, tetapi sebagai senjata konseptual untuk
menyerang lawan-lawan politik. Kebijaksanaan pemerintah disaat itu menjadi absolute.
Akibatnya, perbedaan-perbedaan menjadi alasan untuk secara langsung dicap sebagai
anti Pancasila.
Tekad untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan
masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Ideologi Terbuka
Ideologi Terbuka adalah sebuah ideologi yang mampu tetap bertahan dan mengikuti perkembangan
zaman yang bersifat dinamis. Ideologi jenis ini bisa "menempatkan"ajaran atau nilai nilainya
walaupun zaman telah berubah tanpa merubah nilai dasar dari ideologi itu sendiri.

Makna Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka


Sudah dijelaskan diawal bahwa Pancasila adalah dasar dari negara kita dan ideologi ini sangat
penting perannya dalam kelangsungan negara kita. Perlu kita ketahui Makna Pancasila Sebagai
Ideologi Terbuka
Pancasila sebagai ideologi terbuka menerima dan menyesuaikan diri terhadap perubahan perubahan
yang terjadi di Indonesia dan dunia. Tetapi dengan syarat bahwa tidak merubah nilai nilai dasar dari
Pancasila itu sendiri. Dengan begitu ideologi ini dapat kita terapkan dimasa yang akan datang.

Demikian adalah Makna Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka

Idiologi terbuka adalah idiologi yang tidak dimutlkakkan dimana nilainya tidak
dipaksakan dari luar, bukan pemberian negara tetapi merupakan realita masyarakat
itu
Adapun ciri-ciri ideologi terbuka adalah :
a. Merupakan kekayaan rohani, budaya ,masyarakat.
b. Nilainya tidak diciptakan oleh negara, tapi digali dari hidup masyarakat itu.
9

c. Isinya tidak instan atau operasional sehingga tiap generasi boleh menafsirkan
nya menurut zamannya.
d. Menginspirasi masyarakat untuk bertanggung jawab.
e. Menghargai keanekaragaman atau pluralitas sehingga dapat diterima oleh
berbagai latar belakang agama atau budaya.
Pancasila sebagai idiologi terbuka adalah Pancasila merupakan ideologi yang
mampu menyesuaikan diri dengan perkembagan jaman tanpa pengubahan nilai
dasarnya. Gagasan mengenai pancasila sebagai ideologi terbuka mulai berkembang
sejak tahun 1985. tetapi semangatnya sudah tumbuh sejak Pancasila itu sendiri
ditetapkan
sebagai
dasar
Negara. .
Indonesia menganut ideologi terbuka karena Indonesia menggunakan sistem
pemerintahan demokrasi yang didalamnya membebaskan setiap masyarakat untuk
berpendapat dan melaksanakan sesuatu sesuai keinginannya masing-masing. Maka
dari itu, ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah yang paling tepat
digunakan Indonesia.

ALAT PEMERSATU

Bangsa Indonesia dengan beraneka ragam suku agama dan ras memerlukan tali pengikat
untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan agar tercipta kehidupan yang harmonis di
antara warga masyarakat. Tali pengikat itu adalah cita-cita, pandangan hidup yang dianggap
ideal, dan sesuai dengan falsafah bangsa. Pancasila dianggap sebagai alat pemersatu karena
berisi cita-cita dan gambaran tentang nilai-nilai ideal yang akan diwujudkan bangsa ini.
Pancasila melandasi semua kehidupan kenegaraan, berbangsa, dan bermasyarakat, oleh
karena itu fungsi dan kedudukannya adalah sebagai alat pemersatu bangsa, untuk
menyatukan semua perbedaan yang ada di Indonesia.
Seloka Bhineka tunggal Ika memang sangat tepat untuk direnungkan
kembali
esensi
dan
kebenaran
yang
terkandung
di
dalamnya. Karena pada hakekatnya semua bangsa, semua manusia
memerlukan
persatuan
dan
kerjasama
di
antara
umat
manusia.
Kerjsama butuh persatuan, dan persatuan butuh perdamaian. Oleh
sebab itu perpecahan sebagai lawan dari persatuan mutlak perlu
dihindari dan disingkirkan dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Dari penjelasan ini, kita semakin tahu dan sadar,
bahwa
Sila
Persatuan
Indonesia
sangat
tepat
dicantumkan
dalam
dasar negara, mengingat kebenaran dan kebutuhan yang dihadapi
oleh
seluruh
umat
manusia.
Penutup
Sebagai
pemersatu
bangsa,
Pancasila
mutlak
diperlukan
oleh
seluruh generasi bangsa. Sekalipun bangsa Indonesia yang sekarang
10

sudah bersatu, tidak berarti Pancasila tidak diperlukan lagi. Karena


yang disebut bangsa Indonesia bukan hanya yang sekarang ini ada,
tetapi juga yang nanti akan ada. Selama masih terjadi proses regenerasi,
selama
itu
pula
Pancasila
sebagai
pemersatu
Bangsa
masih
tetap kita perlukan. Itu berarti, selama masih ada bangsa Indonesia,
selama itu pula masih kita perlukan alat pemersatu bangsa. Ini
berarti, bahwa selama masih ada bangsa Indonesia, maka Pancasila
sebagai dasar negara masih tetap kita butuhkan. Ini sekaligus membuktikan
kebenaran
Pancasila,
baik
selaku
dasar
Negara,
maupun
sebagai kepentingan lain. Sehingga Pancasila menunjukkan memiliki
banyak fungsi atau multy function.
2. Dari tulisan diatas dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan alat pemersatu
Bangsa dari perpecahan, konflik yang terjadi ditengah lapisan masyarakat, dengan jalan
setiap masyarakat harus mampu menjiwai secara mendalam dan mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari, adapun untuk bisa menggalakkan lagi pemahaman tentang
Pancasila dan Undang-Undang Dasar maka disarankan perlu dihidupkan kembali
penataran Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila.

2.

Pancasila dalam Etika Politik

Etika adalah kelompok filsafat praktis yang membahas tentang bagaimana dan mengapa
kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap
yang bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Pengertian politik berasal dari
kataPolitics, yang memiliki makna bermacam macam kegiatan dalam suatu sistem
politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan tujuan.
Etika politik adalah cabang dari filsafat politik yang membicarakan perilaku atau
perbuatan-perbuatan politik untuk dinilai dari segi baik atau buruknya. Filsafat politik
adalah seperangkat keyakinan masyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dibela dan
diperjuangkan oleh para penganutnya, seperti komunisme dan demokrasi.
Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjeksebagai
pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu, etika politik berkaitan eratdengan bidang
pembahasan moral.hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertianmoral senantiasa
menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Maka kewajibanmoral dibedakan
dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainnya, karena yangdimaksud adalah
kewajiban manusia sebagai manusia, walaupun dalam hubungannyadengan masyarakat,
bangsa maupun negara etika politik tetap meletakkan dasarfundamental manusia
sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politikbahwa kebaikan
senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yangberadab dan
berbudaya berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsamaupun negara bisa
berkembang ke arah keadaan yang tidak baik dalam arti moral.

11

Tujuan etika politik adalah mengarahkan kehidupan politik yang lebih baik, baik bersama
dan untuk orang lain, dalam rangka membangun institusi-institusi politik yang adil. Etika
politik membantu untuk menganalisa korelasi antara tindakan individual, tindakan
kolektif, dan struktur-struktur politik yang ada. Penekanan adanya korelasi ini
menghindarkan pemahaman etika politik yang diredusir menjadi hanya sekadar etika
individual perilaku individu dalam bernegara. Nilai-nilai Pancasila Sebagai Sumber Etika
Politik. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, etika politik menuntut agar
kekuasaan dalam Negara dijalankan sesuai dengan:
1.

Legitimasi hukum

2.

Legitimasi demokratis

3.

Legitimasi moral

Etika Politik
Setelah penjelasan kedua poin di atas, maka tibalah pada intisari penting, yaitu
etika politik. Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan
subjek sebagai pelaku etika, yakni manusia. Oleh karena itu etika politik berkaitan erat
dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian
moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Dapat disimpulkan
bahwa dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun negara, etika politik tetap
meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan
akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai
makhluk beradab dan berbudaya.
Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa, maupun negara bisa
berkembang ke arah keadaan yang tidak baik dalam arti moral. Misalnya suatu negara
yang dikuasai oleh penguasa atau rezim yang otoriter. Dalam suatu masyarakat negara
yang demikian ini maka seseorang yang baik secara moral kemanusiaan akan dipandan g
tidak baik menurut negara serta masyarakat negara. Oleh karena itu aktualisasi etika
politik harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia sebagai
manusia (Suseno, 1987: 15)[12].

2.4 Hubungan Etika Politik dan Pancasila


Dalam kaitannya, pancasila merupakan sumber etika politik itu sendiri. Etika
politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan asas legal itas
(legitimasi hukum), secaraa demokratis (legimitasi demokratis), berdasarkan prinsip prinsip moral atau tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral). Pancasila sebagai
suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut
Penyelenggaraan negara baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang
menyangkut publik, pembagian serta kewenangan harus berdasarkan legitimasi moral
relegius (sila I) serta moral kemanusiaan (sila II). Selain itu dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara harus berdasarkan legitimasi hukum yaitu prinsip legalitas.
Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu keadilan dalam hidup bersama
12

(keadilan sosial) sebagaimana terkandung dalam sila ke V. Negara adalah berasal dari
rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat
(sila VI)[13].
Prinsip-prinsip dasar etika politik itu telah jelas terkandung dalam Pancasila.
Dengan demikian, Pancasila adalah sumber etika politik yang mesti direalisasikan. Para
pejabat eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, pelaksana aparat dan penegak hukum
harus menyadari bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga harus
berdasar pada legitimasi moral yang memang pembentukan dari nilai-nilai serta
dikongkretisasi oleh norma.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nilai adalah kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik
lahir maupun bathin. Sedangkan norma adalah perwujudan kongkrit dari nilai. Nilai dan
norma, keduanya berkaitan dengan moral dan etika. Moral merupakan baik buruk yang
diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak; budi
pekerti; susila serta etika ialah pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran -ajaran dan
pandangan-pandangan moral.
Etika politik adalah suatu pemikiran kritis tentang moral yang cakupannya kepada
legitimasi hukum, legitimasi demokratis, dan legitimasi moral. Ketiga legitimasi ini
dimiliki oleh Pancasila dimana Pancasilalah sumber etika politik itu sendiri.

13

Kelima sila masing-masing merupakan prinsip-prinsip etika politik. Masyarakat


Indonesia baik pemerintah ataupun rakyat jelata mesti merealisasikannya. Hal yang
terpenting dan tidak boleh dilupakan dalam merealisasikannya adalah moral. Tanpa moral
maka realisasi kemungkinan akan menyimpang. Oleh karena itu, moral (legitimasinya)
sangat berpengaruh sebab moral di bentuk berdasarkan nilai-nilai serta dikongkretisasi
oleh norma.

3.2 Kritik dan Saran


Dewasa ini, banyak sekali penyimpangan-penyimpangan nilai-nilai Pancasila
yang terjadi. Salah satunya adalah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Hampir seluruh
instansi pemerintah menderita penyakit keuangan ini. Bahkan instansi pemberantasnya
sendiri pun tak lepas dari kasus ini.
Tentu saja, realita seperti ini sangatlah memprihatinkan. Penyebabnya tidak lain
dikarenakan kurangnya kerelegiusan dan kesadaran hukum. Dalam hal ini etika politik
yang bersumber dari Pancasila nyaris dilupakan serta diabaikan. Jikalau saja etika politik
benar-benar tak berbekas lagi di masyarakat, kita tinggal menunggu saja detik-detik
kehancuran Ibu Pertiwi ini. Naudzubillah
Untuk mengatasi problema di atas, masyarakat Indonesia hendaknya kembali
menyadari nilai-nilai luhur pancasila yang merupakan pandangan hidup dan dasar negara.
Mulai menata kehidupan dengan merujuk Pancasila, mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. Menyadari arti kehidupan dunia yang memang sementara dan
ingat bahwa ada kehidupan abadi setelahnya serta memahami hak dan kewajiban yang
mesti diambil dan dituntut guna menciptakan akhlak mulia terhadap setiap individu
masyarakat Indonesia

DAFTAR PUSTAKA
Hasan, M. Iqbal, M.M, 2002, Pokok-pokok Materi Pendidikan Pancasila, penerbit
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Budiyono, Dr. H. Kabul, M.Si, Nilai-nilai Kepribadian dan Kejuangan Bangsa
Indonesia, 2007, penerbit Alfabeta, Bandung.
Drs.
H.
Kaelan,
M.S,
2000, Pendidikan
Pancasila,
penerbit
Paradigma,Yogyakarta.
Drs.
H.
Kaelan,
M.S,
2001, Pendidikan
Pancasila,
penerbit
Paradigma,Yogyakarta.
Drs. H. Kaelan, M.S, 2010, Pendidikan Pancasila, penerbit Paradigma,
Yogyakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai