HADIST MAUDHU
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
‘inayah dan hidayah-Nya kepada seluruh makhluk-Nya. Shalawat beserta salam
ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia
kejalan yang diridai Tuhan.
Alhamdulillah, dengan izin dan pertolongan dari Allah SWT yang telah
memberikan nikmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “ Sejarah Kemunculan dan Faktor Membelakangi Hadits
Maudhu” sesuai waktu yang disediakan. Selain itu, penulis juga berterimakasih
kepada Bapak Athaillah, M.Ag. selaku dosen mata kuliah Ulumul Hadist yang
telah membimbing dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki
makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Umat Islam sepakat bahwa hadits merupakan sumber ajaran Islam kedua
setelah al-Qur’an. Ilmu hadits merupakan salah satu pilar-pilar tsaqofah islam
yang memang sudah selayaknya dimiliki oleh setiap kaum muslimin. Dewasa ini,
begitu banyak opini umum yang berkembang yang mengatakan bahwa ilmu hadits
hanya cukup dipelajari oleh para salaafussholih yang memang benar-benar
memiliki kemampuan khusus dalam ilmu agama,sehingga opini ini membuat
sebagian kaum muslimin merasa tidak harus untuk mempelajariilmu hadits.
Hal ini tentu sangat tidak dibenarkan karena dapat membuat kaum muslimin
menjadi kurang tsaqofah islamnya terutama dalam menjalankan sunnah-sunnah
Rosulullah Shollallahu’alaihi wasallam. Terlebih dengan keadaan saat ini dimana
sangat banyak beredar hadits-hadits dho’if dan hadits palsu yang beredar di tengah
-tengah kaum muslimin dan tentunya hal ini akan membuat kaum muslimin
menjadi para pelaku bid’ah. Jika kaum muslimin masih memandang remeh
tentang ilmu hadits ini, maka tentu ini adalah suatu hal yang sangat berbahaya
bagi ‘aqidah kaum muslimin dalam menjalankan sunnah Rosulullah
shollallahu’alaihi Wasallam.
Maka dari itu, sudah sepantasnya bagi setiap muslim untuk mempelajarinya
supaya tidak timbul kesalahpahaman, apalagi yang berkaitan dengan
permasalahan Hadits Maudhu’ yang dapat menyebabkan tidak diterimanya amal
ibadah seorang muslim karena mengamalkan hadits Maudhu’.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah sejarah kemunculan Hadist Maudhu’?
2. Apa faktor penyebab munculnya Hadist Maudhu’?
3. Apa saja kriteria Hadist Maudhu’?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui sejarah kemunculan Hadist Maudhu’
2. Mengetahui faktor penyebab Hadist Maudhu’
3. Mengetahui karakteristik Hadist Maudhu’
BAB II
PEMBAHASAN
1
Adnan Idris, Klasifikasi al-Qur’an Atas Berita Hoaks, (Jakarta: Elex Media, 2018), h.21.
2
Mac Dougall, Curties D. Hoaxes, (Inggris: Dover, 1958), h.6.
1. Al-hiththah berarti bahwa hadis maudhu’ adalah hadis yang terbuang dan
terlempar dari kebahasaan yang tidak memiliki dasar sama sekali untuk
diangkat sebagai landasan hujjah.
2. Al-isqath berarti bahwa hadis maudhu adalah hadis yang gugur, tidak
boleh diangkat sebagai dasar istidal.
3. Al-islaq berarti bahwa hadis maudhu’ adalah hadis yang ditempelkan
(diklaimkan) kepada Nabi Muhammad agar dianggap berasal dari Nabi,
padahal bukan berasal dari Nabi.
4. Al-ikhtilaq berarti bahwa hadis maudhu’ adalah hadis yang dibuat-buat
sebagai ucapan, perbuatan atau ketetapan yang berasal dari Nabi, padahal
bukan berasal dari Nabi.
Para ahli hadist mendefinisikan bahwa Hadist Maudhu adalah: Hadis yang
diciptakan dan dibuat-buat oleh orang-orang pendusta dan kemudian dikatakan
bahwa itu hadist Rasulullah saw.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Hadist maudhu’ adalah
segala sesuatu (riwayat) yang disandarkan pada Nabi Muhammad saw, baik
perbuatan, perkataan, maupun taqrir secara di buat-buat atau disengaja dan
sifatnya mengada-ada atau berbohong. Tegasnya hadis maudhu adalah hadis yang
diada-ada atau dibuat-buat.
Hadis semacam ini tentu saja tidak benar dan tidak dapat diterima tanpa
terkecuali, sebab ini sesungguhnya bukan hadis, tindakan demikian adalah
merupakan pendustaan terhadap Nabi Muhammad saw. yang pelakunya diancam
dengan neraka. dan hadis ini haram untuk disampaikan pada masyarakat umum
kecuali hanya sebatas memberikan penjelasan dan contoh bahwa hadist tersebut
adalah maudhu’ (palsu).
3
Abi Abdillah, Sahih al-Bukhari, (Qahirah: Dar Ibnu Hazm, 2010), jilid.2, h.80.
Imam Tirmidzi,4 Imam Abu Daud,5 Imam Ibnu Majah,6 Imam Ahmad
bin Hanbal, Imam Ibnu Hibban dan lain-lainnya dengan jalur sanad
perawi yang berbeda-beda tentunya.
2. Pendapat kedua ini diutarakan oleh al-Adlabi,7 menurutnya bahwa
hadis palsu (hadîs mawḍû') yang bersinggungan dengan perkara dunia
telah terjadi sejak masa Nabi Muhammad Saw, namun yang
menyinggung perihal tentang agama Islam itu belum terjadi.
3. Hadis palsu (hadîs mawḍû') muncul dari akibat peristiwa besar dalam
sejarah dunia Islam, yakni peristiwa fitnah kubra yang terjadi pada
zaman era ke-khalifah-an sahabat Utsman bin Affan –semoga Allah
meridhainya-. Dan bersambung terus ke zaman era sahabat Alî bin
Abî Ṯâlib -semoga Allah meridhainya-. Peristiwa fitnah kubra inilah
awal mula percikan api pertama dalam munculnya hadis palsu (hadîs
mawḍû'). Dan mengakibatkan kepada terpecahnya umat Islam terbagi
ke beberapa sekte aliran dalam teologi, mulai dari sekte aliran teologi
sunni, syiah, khawarij, qadariyah, murjiah dan lain-lainnya. Sehingga
dampak buruknya berkelanjutan sampai sekarang dalam kehidupan
sosial politik umat Islam di dunia. Masing-masing dari sekte aliran
teologi tersebut memiliki peta sosial, budaya, politik, ideologi yang
berbeda- beda.8
Dari pemaparan dan penjelasan di atas, pendapat yang lebih disepakati bahwa
awal-awal muculnya hadis palsu (hadîs mawḍû') sejak adanya peristiwa besar
dalam sejarah dunia Islam, yakni peristiwa fitnah kubra. Akibat dari peristiwa
besar tersebut menjadi landasan paling masuk akal untuk diterima atas terjadinya
dan tersebarnya hadis palsu (hadîs mawḍû') dalam keilmuan hadis di dunia Islam.
Berawal dari peristiwa fitnah kubra tersebut, para ulama ḥadîs lebih selektif dan
4
Muhammad Isa, Sunan al-Tirmidzi, (Bairut: Dar al-Fikr,2009), jilid.4, h.332.
5
Abi Daud, Sunan Abi Daud, (Bandung: Maktabah Diponegoro, 2006), jilid. 3, h. 319.
6
Abdullah Muhammad, Sunan Ibnu Majah, (Bairut: Daral-Fikr, 2010), jilid. 1, h.26.
7
Sahaluddin Ahmad al-Adlabi, Minhaj Naqd al-Matan I’nda Ulama al-Hadist al-Nabawi,
(Bairut: Dar al-Falah, 1983), h. 40.
8
Ajjaj al-Khattib, al-Sunnah Qobla al-Tadwin,(Bairut : Dar al-Fikr, 2004), h.1129-138.
ketat lagi dalam menyeleksi perawi-perawi ḥadîs dengan status keadilannya dan
kecerdasannya dalam meriwayatkan sebuah hadist.
1. Faktor Politik10
Menurut Ajjaj al-Khatib, peristiwa fitnah kubra merupakan percikkan api
pertama yang kemudian menjadi kekacauan besar pada awal-awal abad pertama di
tahun hijriyah dalam sejarah peradaban dunia Islam. Peristiwa tersebut berbuntut
kepada terbunuhnya sahabat Nabi saw yang menjadi khalifah ketika itu, yakni
Utsman bin Affan. Dan meninggalkan bekas jejak yang negative untuk umat
Islam di dunia ini hingga dampaknya masih terasa saat sekarang ini. 11 Setelah
sepeninggalan Rasulullah saw wafat, sahabat Abu Bakar as- Ṣiddîq dan Umar bin
Khatab yang maju menjadi khalifah untuk menjalankan roda kepemimpinan umat
Islam. Kedua sahabat mulia ini telah menjalankan tugasnya dengan baik. Namun
stabilitas nasional umat Islam mulai terganggu dan goyah pada era kepemimpinan
sahabat Utsman bin Affan terutama paruh kedua dari 12 tahun masa jabatannya.
Mulai bermunculan kelompok-kelompok dan sekte-sekte pemberontak terhadap
khalifah Utsman bin Affan, yang berujung kepada peristiwa terbunuhnya khalifah
Utsman bin Affan di tangan pemberontak.
Dalam sejarah Islam, sekte yang pertama kali memproduksi hadis palsu
(hadîs mawḍû') adalah sekte Syi'ah. Hal tersebut telah diakui sendiri oleh orang
Syi'ah, sebagaimana yang telah dikutip oleh Ibnu Abû Al-Hadîd dalam kitab
9
Ajjaj al-Khatib, al-Sunnah..,h. 137-142.
10
Munzier Suparta, Ilmu Hadist, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 181.
11
Ajjaj al-Khatib, al-Sunnah..,h. 124.
Syarh Nahju al-Balâghah, bahwa asal-usul kebohongan dalam hadis-hadis tentang
keutamaan Alî dari pada sahabat-sahabat Nabi saw yang lain adalah sekte Syi'ah.
Mereka memproduksi beberapa hadis palsu (hadîs mawḍû') untuk menjatuhkan
lawan-lawan politiknya. Namun hal tersebut sudah diketahui oleh kelompok
Bakarîyah. Kelompok Bakarîyah pun tidak berdiam diri, mereka melakukan
balasan dengan cara memproduksi hadis palsu (hadîs mawḍû') pula.12
12
bnu Abû Al-Hadîd, Syarh Nahju Al-Balâghah, (Bairut: Dâr al-Kutub alIslamiyyah, 1998), jilid.
3, h. 26.
4. Faktor Tukang Cerita (Qasasash)
Hadis palsu (hadîs mauḏhû') bisa muncul dan tersebar dari lisan-lisan para
sang ahli dongeng (qaşaşash) yang bertujuan untuk mencari dan menarik
perhatian dari para jama'ah pendengar setianya. Para pendengar setianya yaitu
orang-orang yang kurang memahami ajaran agama Islam sehingga di manfaatkan
agar undangan untuk naik panggung bercerita banyak diterima dan memperoleh
banyak pundipundi uang. Materi kisah yang disampaikan kepada para pendengar
setianya adalah materi propaganda susupan hadis palsu (hadîs mauḏhû'). Hal
tersebut telah mashur ketika abad ke 3 H yang hanya duduk-duduk di masjid serta
di pinggiran jalan. Kebanyakan tokoh yang ahli dongeng tersebut berisikan dari
orang-orang yang berpura-pura menjadi orang paham akan ajaran agama Islam
(â'lim). Namun dengan beriringnya pergantian waktu ke waktu, peristiwa tersebut
dilarang berkeliaran lagi di masjid-masjid ataupun di jalan-jalan dan pasar-pasar
pada saat pelantikan khalifah Abbasiyah, yakni Khalifah Al-Mu'taşim pada tahun
279 H.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka dapat disimpulkan:
1. Awal muculnya hadis palsu (hadîs mawḍû’) sejak adanya peristiwa besar
dalam sejarah dunia Islam, yakni peristiwa fitnah kubra. Akibat dari
peristiwa besar tersebut menjadi landasan paling masuk akal untuk
diterima atas terjadinya dan tersebarnya hadis palsu (hadîs mawḍû’) dalam
keilmuan hadis di dunia Islam. Berawal dari peristiwa fitnah kubra
tersebut, para ulama ḥadîs lebih selektif dan ketat lagi dalam menyeleksi
perawi-perawi ḥadîs dengan status keadilannya dan kecerdasannya dalam
meriwayatkan sebuah hadist.
2. Beberapa faktor penyebab yang melatar belakangi terjadinya hadis palsu
(hadîs al-mawḍû’): pertama, faktor politik. Kedua, faktor dendam musuh
Islam. Ketiga, faktor semangat dalam ibadah. Keempat, faktor fanatisme
kesukuan. Kelima, tukang cerita. Keenam, menjilat penguasa. Ketujuh,
perbedaan dalam madzhab.
3. Kriteria hadist maudhu’ ada dua, yaitu ciri yang terdapat pada sanad dan
ciri yang terdapat pada matan.
B. Saran
Diharapkan seluruh umat Islam tetap konsisten dan menumpukan
perhatiannya kepada keberadaan hadits maudhu’ yang sampai di zaman modern
sekarang ini masih tersebar di tengah-tengah masyarakat. Jangan mengambil
sebuah hukum atau syariat yang bersumber dari hadits lemah apalagi hadits palsu.
Atau ikut-ikutan menyebarkan hadits-hadits lemah dan palsu tanpa menjelaskan
status hadits tersebut.
DAFTAR PUSTAKA