Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ILMU HADITS

(HADITS DHAIF DAN HADITS MAUDHU’)

Mata Kuliah Ilmu Hadits


Jurusan PJJ Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Disusun Oleh :
KELOMPOK 10

Najib Nuroikhan Khiswara (2281131146)


Zakiyatul Miskiyah (2281131147)
Muhammad Idris (2281131148)
Ahmadianto (2281131149)
Ainun Amaliya (2281131150)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)


SYEKH NURJATI CIREBON
2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan


limpahan rahmatnya makalah berjudul Hadits Dhoif dan Hadits Maudhu’ untuk memenuhi
tugas mata kuliah Ilmu Hadits ini telah kami selesaikan.
Dengan makalah ini, kami berharap semoga makalah ini dapat di terima dan
membawa manfaat besar serta memberikan nuansa baru bagi pihak yang berkecimpung dalam
dunia ilmu keberagaman Studi Hadits. Sebagai penyusun kami menyadari dalamproses
penyusunan makalah Ilmu hadit s ini tidak lepas dari hambatan, tetapi berkat bantuan
dari berbagai pihak segala hambatan itu dapat teratasi.
Akhirnya, jika dalam makalah ini ada hal-hal yang kurang berkenan atau
bahkan tidak sesuai menurut pengamatan pembaca, dengan lapang dada kami akan
menerima kritik dan saran demi pembenahan makalah kami selanjutnya.

Bone, 19 Oktober 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits Dhaif dan Hadits Maudhu’
B. Macam-macam Hadits Dhaif
C. Faktor-faktor Penyebab Munculnya Hadits Maudhu’
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dida la m dunia is la m kit a dihar uskan me mpela jar i ilmu
y a n g ber hu bu nga n d e ng a n ag a ma k it a . Beg it u pu n de ng a n je n ja ng
pe nd id ik a ndiperguruan tinggi kita diharuskan memahami dan mempelajari ilmu-
ilmu yang berhubungan dengan agama kita terkhusus perguruan tinggi islam.
I l m u h a d i t s s e b a g a i i l m u ya n g t e r m a s u k p e n t i n g d i d a l a m
i s l a m dikarenakan hadits merupakan dasar hukum nomor dua dari islam selain
al-qur’an, ijma, dan qiyas.Islam sebagai agama yang kompleks tentu mempunyai
aturan tersendiritentang bagaimana hadits tersebut ada, asal muasal hadits tersebut dari
mana dan hadits tersebut termasuk dari bagian hadits apa. Sehingga kita bisa
membedakan mana hadits yang baik dipergunakan untuk hukum ataupun hadits
yang tidak dipergunakan untuk hukum.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan hadis tidak semudah Al-Qur’an untuk
dipelajari. Pertama, keberadaan hadits yang tersebar dibeberapa koleksi dengan kualitas
yang sangat beragam. Kondisi ini menjadi kendala tersendiri yang relatif sulit untuk
dilakukan. Kedua, tidak semua hadis memiliki kualitas yang sama. Karena itu, untuk
menjadikan sebuah hadits sebagai dasar hukum, hujjah, seseorang harus melakukan
penelitian yang serius dan mendetail.
Dalam ilmu hadits ada istilah dengan hadits ḍhaif, dalam hadis dhaif ini banyak
perbedaan pendapat antara ulama muhaddiṡin dengan para fuqoha mengenai masalah
periwayatan dan pengamalannya, ada yang membolehkan mengamalkan hadits ḍhaif dan
ada juga yang melarang mengamalkan hadits ḍhaif.
Namun sangat disayangkan keberadaan hadits yang benar-benar berasal dari
Rasulullah saw, dinodai oleh munculnya hadits-hadits maudhu (palsu) yang sengaja
dibuat-buat oleh orangorang tertentu dengan tujuan dan motif yang beragam, dan
disebarkan ditengah-tengah masyarakat oleh sebagian orang dengan tujuan yang beragam
pula. Meyakini dan mengamalkan hadis maudhu merupakan kekeliruan yang besar,
karena meskipun ada hadits maudlu yang isinya baik, tetapi kebanyakan hadits palsu itu
bertentangan dengan jiwa dan semangat Islam, lagi pula pembuatan hadis maudlu
merupakan perbuatan dusta kepada Nabi Muhammad saw.
Dewasa ini jika kita perhatikan banyak orang-orang yang menggunakan
hadit s unt uk dipergunakan sebaga i dakwah at aupun sebagai media yang
la innya. T et api mer eka t idak me mper hat ikan apakah had it s t er sebut bisa
digunakan untuk hukum, apakah hadits tersebut kuat atau tidak sakit akan tetapi mereka
hanya menggunakan untuk melemahkan yang lainnya.
Oleh kar ena it u per lu k iranya k it a unt uk menget ahui hadit s secara
menyeluruh seluk-beluknya apakah hadits tersebut dhaif atau maudhu’.
B. Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan berbagai rumusan
masalah yaitu :
1. Apa pengertian hadits dhaif dan hadits maudhu’?
2. Apa macam-macam hadits dhaif?
3. Apa Faktor-faktor Penyebab munculnya hadist maudhu’?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian hadits dhaif dan hadits maudhu
2. Mengetahui macam-macam hadits dhaif
3. Mengetahui faktor-faktor penyebab munculnya hadits maudhu
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits Dhaif dan Hadits Maudhu’
a. Pengertian hadits dhaif
1. Imam Abu Hanifah
Ibnu Hazm dalam hal ini menyatakan, bahwa Abu Hanifah berkata,”Khabar dhaif
dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Alihi Wasallam lebih utama dari qiyas, dan
tidak dibenarkan qiyas dengan keberadaannya.” (Al Ihkam fi Ushul Al Ahkam, 7/54)

Bahkan Ibnu Qayyim menjelaskan penerapan metode Imam Abu Hanifah tersebut
dalam beberapa kasus, seperti:

Imam Abu Hanifah utamakan hadits al qahqahah dalam shalat daripada qiyas,
sedangkan ijma ahlul hadits bahwa hadits itu dhaif. Imam Abu Hanifah utamakan
hadits,”Paling banyak dari haidh sepuluh hari” daripada qiyas, dimana hadits itu dhaif
menurut kesepakatan ahlul hadits.

Imam Abu Hanifah utamakan hadits,”Tidak ada mahar yang lebih seikit dari 10
dirham” daripada qiyas, sedangkan hadits itu dhaif menurut kesepakatan ahlul hadits.

2. Imam Malik bin Anas


Sedangkan Imam Malik sendiri dalam lebih mengutamakan hadits-hadits mursal,
munqathi` dan balaghat serta perkataan sahabat daripada qiyas.
3. Imam As Syafi’i
Imam Asy Syafi’i juga menggunakan hadits dhaif jika tidak ada dalil mengenai
suatu perkara dan itu lebih utama daripada qiyas. Ibnu Qayyim Al Jauziyah
memberikan beberapa contoh, antara lain:
 Imam Asy Syafi’i utamakan hadits pengharaman berburu di lembah Wajj,
sedangkan khabar itu dhaif, Imam Asy Syafi’i mendahulukannya daripada
qiyas.
 Imam Asy Syafi’i utamakan hadits mengenai bolehnya shalat di waktu-
waktu larangan di Makkah, sedangkan ia dhaif, dan ini lebih diutamakan
daripada qiyas.
 Di salah satu diantara dua pendapatnya, Imam Asy Syafi’i utamakan
khabar mengenai wudhu karena muntah, daripada qiyas.
4. Imam Ahmad bin Hanbal
Dalam teori dan praktiknya Imam Ahmad mengutamakan hadits dhaif, daripada
qiyas. Dimana Al Khalal berkata,”Madzhabnya- yakni Imam Ahmad-, bahwa
hadits dhaif jika tidak ada yang bertentangan dengannya, maka ia berpendapat
dengannya dan berkata -mengenai kafarah jima’ saat haidh-, madhzabnya sesuai
dengan hadits-hadits itu, meski muththarib dan tidak ada yang menyelisihinya
maka ia berkata dengannya.
Para ulama berbeda pendapat soal keberadaan hadits dhaif. Setidaknya ada tiga
kecenderungan yang berbeda dalam menanggapi hal itu.
Pertama, yaitu para ulama yang mutlak menolak seluruh hadits dhaif. Bagi
mereka hadits dhaif sama sekali tidak akan dipakai untuk apa pun juga, baik itu masalah
keutamaan, kisah-kisah, nasehat maupun peringatan. Apalagi kalau sampai masalah
hukum dan akidah.
"Tidak ada tempat buat hadits dhaif di hati mereka. Di antara mereka terdapat nama Al-
Imam Al-Bukhari, Al-Imam Muslim, Abu Bakar Al-Arabi, Yahya bin Mu'in, Ibnu Hazm
dan lainnya,
Kedua, ada para ulama yang dalam pendapatnya masih menerima sebagian dari hadits
yang terbilang dhaif dengan syarat-syarat tertentu. Mereka adalah kebanyakan ulama,
para imam mazhab yang empat serta para ulama salaf dan khalaf.
Ketiga, yaitu para ulama yang termasuk kalangan mau menerima secara bulat setiap
hadits dhaif, asal bukan hadits maudhu atau palsu. Sebab menurut mereka sedhai'f-
dha'ifnya suatu hadits, tetap saja lebih tinggi derajatnya dari akal manusia dan logika. Di
antara ulama yang berpendapat demikian adalah Imam Ahmad bin Hanbal.
b. Pengertian Hadits Maudhu’
Apabila dilihat dari segi bahasa, kata maudhu’ merupakan bentuk isim maf’ul
dari kata ‫ ـ وضع يضيع‬. Kata ‫ وضع‬memiliki beberapa makna, antara lain:
(menggugurkan), (meninggalkan), (memalsukan dan mengada-adakan).
Adapun pengertian maudhu’ menurut istilah ulama hadits yaitu:
‫هو ما نسب الي الر سول صل هللا عليه وسلم واختال قا و كذبا هم لم يقله أو يفعله أو يقره‬
Artimya: “Sesuatu yang dinisbahkan kepada Rasulullah saw dengan cara
mengada-ada dan dusta , yaitu yang tidak pernah beliau sabdakan, beliau kerjakan
maupun beliau taqrirkan”.
Para ahli hadis mendefinisikan bahwa Hadis Maudhu adalah:
Hadis yang diciptakan dan dibuat-buat oleh orang-orang pendusta dan kemudian
dikatakan bahwa itu hadis Rasulullah saw.
Dari pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa Hadist maudhu’ adalah
segala sesuatu (riwayat) yang disandarkan pada Nabi Muhammad saw, baik
perbuatan, perkataan, maupun taqrir secara di buat-buat atau disengaja dan sifatnya
mengada-ada atau berbohong. Tegasnya hadis maudhu adalanh hadis yang diada-ada
atau dibuat-buat.
Hadis semacam ini tentu saja tidak benar dan tidak dapat diterima tanpa
terkecuali, sebab ini sesungguhnya bukan hadis, tindakan demikian adalah merupakan
pendustaan terhadap Nabi Muhammad saw. yang pelakunya diancam dengan neraka.
dan hadis ini haram untuk disampaikan pada masyarakat umum kecuali hanya sebatas
memberikan penjelasan dan contoh bahwa hadist tersebut adalah maudhu’ (palsu).
B. Macam-Macam Hadits Dha’if
Jenis Hadis Dha’if sangat banyak dan tidak cukup jika dijelaskan secara
keseluruhan dalammakalah ini, untuk itu penulis berusaha untuk memilah menjadi dua
macam Hadis Dha’if oleh karena sebabnya, yaitu :
a. Hadis Dha’if disebabkan oleh terputusnya Sanad.
 Hadis Mursal
Hadis Mursal adalah Hadis yang dimarfu’kan (diangkat) oleh seorang tabi’i
kepada Rasulullah saw, baik berupa sabda, perbuatan dan taqrir, baik itu Tabi’i
kecil ataupun besar.
Defenisi sseperti inilah yang banyak digunakan oleh ahli Hadis, hanya mereka
tidak memberikan batasan antara tabi’i kecil dan besar. Namun ada juga sebgaian
ulama hadis yang memberikan batasan Hadis Mursal ini hanya di marfu’kan kepada
tabi’i besar saja karena periwayatan tabi’i besar adalah sahabat dan Hadis yang
dimarfu’kan kepada tabi’i yang kecil termasuk Hadis Munqoti’.
Secara etimologi, Hadis Mursal ini diungkapkan secara bahasa adalah isim maf’ul
dari arsala yang berarti athlaqa, yaitu melepaskan dan membebaskan. Secara istilah
Hadis Mursal adalah Hadis Mursal adalah Hadis yang gugur dari akhir sanadnya,
seorang perawi sesudah tabi’i.
Maksud dari defenisi diatas dapat dipaham bahwa seorang tabi’i mengatakan
Rasulullah saw berkata demikian, den sebagainya, sementara Tabi’i tersebut jelas tidak
bertemu dengan Rasulullah saw. Dalam hal ini Tabi’i tersbut menghilangkan sahabat
sebagai generasi perantara antara Rasulullahh saw dengan tabi’i.
Klasifikasi Hadis Mursal
Sebagaimana iterangkan bahwa Hadis Mursal adalah hadis yang jalan sanadnya
menggugurkan perawi yang terakhir yaitu sahabat yang langsung menerima Hadis
tersebut dari Rasulullah saw. Diitinjau dari segi siapa yang menggugurkan dan dari
sifat-sifatnya, maka Hadis Mursal ini terdiri dari tiga bagian :
1. Mursal Shahabi, yaitu :
Pemberitaan sahabat yang disandarkan kepada Rasulullah saw tetapi ia tidak
mendengar atau menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan, lantaran disaat
Rasulullah saw masih hidup ia masih kecil atauu terbelakang masuk Islamnya. Hadis
Mursal shahabi ini tidak dipermasalahkan apabila seluruh perawi dalam sanadnya
termasuk dalam kategori adil, sehingga kemajhulannya tidak bersifat negative.
2. Mursal Khafi’ yaitu :
Hadis yang diriwayatkan oleh tabi’i namun tabi’i yang meriwayatkan Hadis
tersebut hidup sezaman dengan sahabat tetapi tidak pernah mendengar ataupun
menyaksikan Hadis langsung dari Rasulullah saw.
3. Mursal Jali, yaitu :
Apabila penggugurannya dilakukan oleh rawi (tabi’i) dapat diketahui jelas sekalii
oleh umum, bahwa orang yang menggugurkan tersebut tidak pernah hidup sezaman
dengan orang yang digugurkannya atau yang menerima berita langsung dari
Rasulullah saw.
 Hadis Munqati’
Kata Munqati’ adalah ism maf’ul dari inqata’a yang berarti terputus, secara istilah
Hadis Munqati’ ini adalah Hadis yang gugur padanya seorang rawi atau
disebutkan padanya seorang rawi yang tidak jelas.
Macam-Macam Pengguguran (Inqita’)
1. Perawi yang meriwayatkan Hadis jelas dapat diketahui tidak sezaman hidupnya
dengan guru yang memberikan Hadis padanya.
2. Dengan samar-samar yang hanya diketahui oleh orang yang mempunyai
keahlian saja. Diketahuii dengan jalan lain dengan adanya kelebihan seorang rawi
atau lebih dalam Hadis riwayat orang lain.
Defenisi lain menyebutkan Hadis Munqati’ adalah Hadis yang dalam sanadnya
gugur seorang perawi dalam satu tempat atau lebih atau didalamnya disebutkan
seorang perawi yang gmubham. Dari segi gugurnya perawi, ia sama dengan Hadis
Mursal hanya saja jika Hadis Mursal dibatasi denngan gugurnya sahabat,
sementara dalam Hadis Munqati’ tidak ada batasan seperti itu. Jadi bila terdapat
gugurnya perawi baik diawal, ditengah ataupun diakhir pada suatu Hadis maka
dia disebut dengan Hadis Munqati’.
 Hadis Mudallas
Kata mudallas adalah ism maf’ul darii dallasa yang berarti gelap atau berbaur
dengan gelap. Menurut ilmu Hadis Mudallas adalah hadis yang diriwayatkan
seorang rawi dari orang yang hidup semasanya, namun ia tidak pernah bertemu
dengan orang yang diriwayatkannya tersebut dan tidak mendengarnya dari nya
karena kesamaran mendengarkannya”.
 Hadis Mu’addhal
Kata Mu’addhal berarti menyembunyikan sesuatu menjadi sesuatu yang misterius
atau problematik. Secara bahasa menurut ilmu hadis, Hadis Mu’addhal adalah
Hadis yang gugur dari sanadnya dua atau lebih scara berturut-turut baik dari awal
sanda, pertengahan sanad ataupun akhirnya.[11] Hadis ini termasuk yang di
mursalkan oleh tabiat tabi’in. Hadis ini sama bahkan lebih rendah dari Hadis
Munqati’. Sama dari keburukan kwalitasnya, bila kemunqoti’annya lebih dari satu
tempat.
 Hadis Mu’allaq
Secara bahasa Mu’allaq adalah ism maf’ul dari kata ‘alaqa yang berarti
menggantungkan sesuatu pada sesuatu yang lain sehingga menjadi tergantung”
sedangkan menurut istilah ilmu Hadis, hadis Mu’allaq adalah Sesuatu yang telah
gugur seorang perawi atau lebih secara berturut-turut dari awal sanad baik
gugurnya tetap ataupun tidak. Dalam literatur lain disebutkan Hadis Mu’allaq
adalah Hadis yang dihapus dari awal sanadnya seorang perawi secara berturut-
turut”.
b. Hadis Dha’if yang ditinjau dari segi cacatnya Perawi.
Dari segi diterima atau tidaknya suatu Hadis untuk dijadikan hujjah maka
Hadis, pada prinsipnya terbagi kepada dua bagian yaitu Hadis maqbul yang mana
Hadis maqbul ini adalah Hadis Shahih dan Hadis Hasan sementara yang kedua adalah
Hadis mardud yaitu Hadis Dha’if dan segala macamnya.
Karena cacat perawi dalam Hadis Dha’if ini baik dari segi matan maupun
sanadnya disebabkan oleh keadilan perawi, agamanya tau hafalannya tau
keelitiannya, selain itu juga karena terputusnya sanad perawi atau yang digugurkan
atau yang saling tidak bertemu antara sau dengan yang lain. Dalam hal ini Hadis
Dha’if yang ditinjau dari segi perawinya terbagi bermacam-macam yaitu :
 Hadis Mudha’af.
Yaitu Hadis yang tidak disepakati kedhaifannya. Sebagai ahli Hadis menilainya
mengandung kedhaifan, baik dalam sanad maupun matannya, dan sebagian lain
mengatakannya kuat namun penilaian kedhaifannya lebih kuat. Ibnu al-Jaui
merupakan orang yang pertama kali melakkukan pemilahan terhadap Hadis jenis
ini.
 Hadis Matruk
Hadis matruk adalah Hadis yang menyendiri dalam periwayatan dan diriwayatkan
oleh orang yang tertuduh dusta dalam periwayatan Hadis, dalam Hadis nabawi,
atau sering berdusta dalam pembicaraannya atau terlihat jelas kefasikannya,
melalui perbuatan ataupun kata-kata, serta sering kali salah atau lupa. Misalnya
Hadis Amr bin Samar dari jabir al-Jafiy.
Yang dimaksud dengnan rawi tertuduh dusta yaitu seorang rawi yang dalam
pembicaraan selalu berdusta, tetapi belum dapat dibuktikan bahwa ia berdusta
dalam membuat hadis. Adapun orang yang berdusta diluar pembuatan Hadis
ditolak periwayatannya.
 Hadis Munkar.
Hadis Munkar adalah Hadis yang perawinya sangat cacat dalam kadar sangat
keliru atau nyata kefasikannya. Para ulama Hadis memberikan defenisi yang
bervariasi tentang Hadis Munkar ini. Diantaranya ada dua defenisi yang selalu
digunakan, yaitu :
a) Hadis yang terdapat pada sanadnya seorang perawi yang sangat keliru,
atau sering kali lali dan terlihat kefasikannya secara nyata.
b) Hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang dha’if yang Hadis tersebut
berlawanan dengan yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqoh.
 Hadis Mu’allal
Hadis Muallal adalah Hadis yang cacat karena perawinya al-wahm, yaitu hanya
persangkaan atau dugaan yang tidak mempunyai landasan yang kuat.
Umpamanya, seorang perawi yang menduga suatu sanad adalah muttashil
(bersambung) yang sebenarnya adalah munqathi’ (terputus), atau dia
mengirsalkan yang mutthasil, dan memauqufkan yang maru’ dan sebagainya.
 Hadis Mudraj.
Idraj berarti memasukkan Sesautu kepada suatu yang lainnya dan
menggabungkannya kepada yang lain itu, dengan kata lain Hadis mudraj adalah
Hadis yang didalamnya terdapat kata-kata tambahan yang bukan dari bagian
Hadis tersebut. Hadis mudraj ada dua yaitu :
Mudraj Isnad : “seorang peerawi menambahkan kalimat-kalimat dari dirinya
sendiri saat mengemukakan sebuah Hadis disebabkan oleh suatu perkara sehingga
orang yang meriwayatkan selanjutnya menganggap apa yang diucapkannya
adalah juga bagian dari Hadis tersebut.
Mudraj Matan : sesuatu yang dimasukkan ke dalam matan suatu Hadis yang
bukan merupakan matan dari Hadis tersebut, tanpa ada pemisahan diantaranya
(yaitu antara matan Hadis dan sesuatu yang dimasukkan tersebut). Atau
memasukkan suatu perkataan dari perawi kedalam matan suatu Hadis, sehingga
diduga perkataan tersebut berasalah dari perkataan Rasulullah saw.
 Hadis Maqlub
Hadis Maqlub adalah Hadis yang menggantikan suatu lafaz dengan lafaz lain
pada sanad Hadis atau matannya engan cara mendahulukan ataupun
mengakhirknnya. Dengan kata lain ada pemutar balikan antara matan dan sanad
baik didahulukan ataupun diakhirkan. Dalam hal ini jelas bahwa hukumnya
trtolak serta tidak dapat dijadikan dalil suatu hukum.
 Hadis Mudhtharib
Hadis Mudhtharib adalah Hadis yang diriwyatkan dalam bentuk yang berbeda
yang masing-masing sama kuat.
 Hadis Mushahaf
Hadis yang dirubah kalimatnya, yang tidak diriwayatkan oleh para perawi yang
tsiqot, baik secara lafaz maupun makna Hadis ini ada yang berubah sanadnya dan
adapula berubah matannya.
 Hadis Syaz
 Hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang maqbul, yaitu perawi yang dhabit, adil
dan sempurna kebaikannya namun Hadis ini berlawanan dengan Hadis yang
diriwayatkan oleh perawi lain yang lebih tsiqot, adil dan dhobit shingga hadis ini
ditolak dan Hadis ini juga disebut dengan Hadis Mahfuz.
Hukum Menggunakan Hadis Dha’if
Ada tiga pendapat ulama dalam tentang pengamalan dan penggunaan
Hadis Dha’if : Hadis Dha’if tidak diamalkan secara mutlak, baik mengenai fadhail
maupun ahkam dan ini merupakan pendapat kebanyakan ulama termasuk Imam
Bukhari dan Muslim.
Hadis Dha’if bisa diamalkan secara mutlak, ini merupakan pendapat Abu
Daud dan Imam Ahmad yang lebih mengutamakan Hadis Dha’if dibandingkan
ra’yu seseorang.
Hadis Dha’if dapat digunakan dalam masalah fadhail mawa’iz atau sejenis
dengan memenuhi kriteria yang ada. Ibnu Hajar membaginya kepada kriteria
yaitu : a). Kedhaifannyaa tidak terlalu
b). Hadis Dha’if yang termasuk cakupan Hadis pokok yang bisa diamalkan.
c). Ketika mengamalkannya tidak meyakini bahwa ia berstatus kuat tapi sekedar
hati-hati.
C. Faktor-faktor Penyebab Munculnya Hadits Maudhu’
Bertitik tolak dari hadis-hadis maudhu yang tersebar, nampaknya motivasi dan
tujuan pembuatan hadis maudhu bervariasi, diantaranya :
a. Faktor Politik
Pertentangan di antara umat Islam timbul setelah terjadinya
pembunuhan terhadap khalifah Utsman bin Affan oleh para pemberontak
dan kekhalifahan digantikan oleh Ali bin Abi Thalib menyebabkan Umat
Islam pada masa itu terpecah-belah menjadi beberapa golongan, seperti
golongan yang ingin menuntut bela terhadap kematian khalifah Utsman dan
golongan yang mendukung kekhalifahan Ali (Syi’ah).
Setelah perang Siffin, muncul pula beberapa golongan lainnya, seperti
Khawarij dan golongan pendukung Muawiyyah, masingmasing mereka
mengklaim bahwa kelompoknya yang paling benar sesuai dengan ijtihad
mereka, masing- masing ingin mempertahankan kelompoknya, dan mencari
simpati massa yang paling besar dengan cara mengambil dalil AlQur’an dan
Hadist.
Jika tidak ada dalil yang mendukung kelompoknya, mereka mencoba
mentakwilkan dan memberikan interpretasi (penafsiran) yang terkadang
tidak layak. Sehingga mereka membuat suatu hadist palsu seperti Hadist -
Hadist tentang keutamaan para khalifah, pimpinan kelompok, dan
aliranaliran dalam agama. Yang pertama dan yang paling banyak membuat
hadist maudhu’ adalah dari golongan Syi’ah dan Rafidhah. Kelompok
syi’ah membuat hadis tentang wasiat nabi bahwa Ali adalah orang yang
paling berhak menjadi khalifah setelah beliau dan mereka menjatuhkan
orang-orang yang dianggap lawan-lawan politiknya, yaitu Abu Bakar,
Umar, dan lain-lain.
b. Faktor Kebencian dan permusuhan.
Keberhasilan dakwah Islam myebabkan masuknya pemeluk agama
lain kedalam Islam, namun ada diantara mereka ada yang masih
menyimpan dendam dan sakit hati melihat kemajuan Islam. Mereka inilah
yang kemudian membuat hadis-hadis maudhu. Golongan ini terdiri dari
golongan Zindiq, Yahudi, Majusi, dan Nasrani yang senantiasa menyimpan
dendam dan benci terhadap agama Islam.
Mereka tidak mampu untuk melawan kekuatan Islam secara terbuka
maka mereka mengambil jalan yang buruk ini, yaitu menciptakan sejumlah
hadist maudhu’ dengan tujuan merusak ajaran Islam dan menghilangkan
kemurnian dan ketinggiannya dalam pandangan ahli fikir dan ahli ilmu.
Ada yang berpendapat bahwa faktor ini merupakan faktor awal munculnya
hadist maudhu’. Hal ini berdasarkan peristiwa Abdullah bin Saba’ yang mencoba
memecah-belah umat Islam dengan mengaku kecintaannya kepada Ahli Bait. Sejarah
mencatat bukti bahwa ia adalah seorang Yahudi yang berpura-pura memeluk agama
Islam. Oleh sebab itu, ia berani menciptakan hadist maudhu’ pada saat masih banyak
sahabat ulama masih hidup. Tokoh-tokoh terkenal yang membuat hadist maudhu’ dari
kalangan orang zindiq ini, adalah:
1) Abdul Karim bin Abi Al-Auja, telah membuat sekitar 4000 hadist
maudhu’tentang hukum halal haram, ia membuat hadis untuk menghalalkan yang
haram dan mengharamkan yang halal. Akhirnya, ia dihukum mati olen
Muhammad bin Sulaiman, Walikota Bashrah.
2) Muhammad bin Sa’id Al-Mashlub, yang dihukum bunuh oleh Abu Ja’far
AlMashur.
3) Bayan bin Sam’an Al-Mahdy, yang akhirnya dihukum mati oleh Khalid bin
Abdillah.
c. Faktor Kebodohan.
Ada golongan dari ummat Islam yang suka beramal ibadah namun
kurang memahami agama, mereka membuat at hadist-hadis maudlu (palsu)
dengan tujuan menarik orang untuk berbuat lebih baik dengan cara membuat
hadis yang berisi dorongan-dorongan untuk meningkatkan amal dengan
menyebutkan kelebihan dan keutamaan dari amalan tertentu tanpa dasar
yang benar melalui hadist targhib yang mereka buat sendiri. Biasanya hadis
palsu semacam ini menjanjikan pahala yang sangat besar kepada perbuatan
kecil.
Mereka juga membuat hadis maudhu (palsu) yang berisi dorongan
untuk meninggalkan perbuatan yang dipandangnya tidak baik dengan cara
membuat hadis maudhu yang memberikan ancaman besar terhadap
perbutan salah yang sepele. Menurut al Qur’an yang dimaksud haji akbar
adalah ibadah haji itu sendiri ( Al Qur’an Surah Attaubah).
Dengan pengertian bahwa ibadah umrah disebut dengan haji kecil.
Hadis maudhu itu dibuat oleh muballig /guru agama yang ingin memberi
nilai lebih kepada ibadah haji yang wukufnya bertepatan dengan hari
jum’at.
d. Fanatisme yang keliru
Sikap sebagian penguasa Bani Umayah yang cenderung fanatisme
dan rasialis, telah ikut mendorong kalangan Mawali untuk membuat hadits-
hadits palsu sebagai upaya untuk mempersamakan mereka dengan orang-
orang Arab. Selain itu,Fanatisme Madzhab dan Teologi juga menjadi factor
munculnya hadis palsu, seperti yang dilakukan oleh para pengikut Madzhab
Fiqh dan Teologi
e. Faktor Popularitas dan Ekonomi
Sebagian tukang cerita yang ingin agar apa yang disampaikan nya
menarik perhatian orang, dia berusaha mengumpulkan orang dengan cara
membuat hadits-hadits palsu yang membuat masyarakat suka dan tertarik
kepada mreka, menggerakkan keinginan, juga memberikan harapan bagi
mereka.
Ciri-ciri Hadis Maudhu
Indikasi ke-maudhu’ an hadist adakalanya berkaitan dengan rawi/
sanad dan mungkin pula berkaitan dengan matan.
a. Ciri yang berkaitan dengan rawi / sanad:
1) Periwayatnya dikenal sebagai pendusta, dan tidak ada jalur lain
yang periwayatnya tsiqoh meriwayatkan hadist itu. Misalnya,
Ketika saad ibn Dharif mendapati anaknya pulang sekolah
sedang menangis dan mengatakan bahwa dia dipukul gurunya.
2) Periwayatnya mengakui sendiri membuat hadist tersebut.
Maisarah ibn Abdirrabih al Farisi mengaku bahwa dia telah
membuat hadis maudhu tentang keutamaan Al qur’an.., dan ia
juga mengaku membuat hadis maudhu tentang keutamman Ali
ibn Abi Tahalib sebanyak 70 buah hadis.
b. Ditemukan indikasi yang semakna dengan pengakuan orang yang
memalsukan hadist, seperti seorang periwayat yang mengaku
meriwayatkan hadist dari seorang guru yang tidak pernah bertemu
dengannya. Karena menurut kenyataan sejarah guru tersebut
dinyatakannya wafat sebelum ia sendiri lahir.
c. Ciri-ciri yang berkaitan dengan Matan Kepalsuan suatu hadis dapat
dilihat juga pada matan, berikut ciri-cirinya:
1) Kerancuan redaksi atau Kerusakan maknanya.
2) Berkaitan dengan kerusakan ma.na tersebut, Ibnu Jauzi berkata:
Saya sungguh malu dengan adanya pemalsuan hadis. Dari
sejumlah hadis palsu, ada yang mengatakan: “ Siapa yang salat,
ia mendapatkan 70 buah gedung, pada setiap gedung ada 70.000
kamar, pada setiap kamar ada 70 000 tempat tidur, pada setiap
tempat tidur ada 70 000 bidadari. Perkataaan ini adalah rekayasa
yang tak terpuji.
3) Setelah diadakan penelitian terhadap suatu hadis ternyata
menurut ahli hadis tidak terdapat dalam hafalan para rawi dan
tidak terdapat dalam kitab-kitab hadis.
4) Perkataan diatas tidak diketahui sumbernya. Hadisnya menyalahi
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, seperti ketentuan
akal, tidak dapat ditakwil, ditolak oleh perasaan, kejadian empiris
dan fakta sejarah.
5) Hadisnya bertentangan dengn petunjuk Al-Quran yang pasti.
Hukum Meriwayatkan Hadist Maudlu
Diharamkan meriwayatkan hadits maudhu dengan menyandarkannya
kepada Nabi saw, kecuali hanya memberikan contoh tentang hadis maidlu
dengan menjelaskan kepalsuannya.Kerena meriwayatkan hadis maudlu
adalah satu bentuk dusta kepa nabi saw.
Keharaman meriwayatkan hadis Maudhu ini, berlaku pada semua
keadaan, baik yang berkaitan dengan hal hukum, certera, targhib-tarhib
(dorongan kebaikan –ancaman keburukan) juga yang berkaitan dengan
lainnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hadits dha’if pada dasarnya adalah hadits yang mardud (tertolak). Namun ada beberapa hal
yang menjadikan sebagian dari hadits dha’if tersebut bisa diterima, yaitu dikarenakan hadits tersebut
tergolong dalam hadits dha’if yang ringan seperti mu’allaq, munqathi’, mu’dhal mursal dan yang
sejenisnya.
Adapun hadits dha’if yang tertolak adalah hadits dha’if berat seperti hadits maudhu’,
munkar, matruk dan sejenisnya.
B. Saran
Dari apa yang telah dibahas dan dijelaskan dalam makalah ini, tentunya masih terdapat
keurangan yang harus diperbaiki. Oleh karena itu, penulis sangat berterima kasih kepada dosen
pengampu mata kuliah ini, memberikan masukan yang bermanfaat bagi penulis makalah ini juga
kepada saudara-saudara yang sedang mendalami disiplin ilmu ulumul hadits ini.
DAFTAR PUSTAKA

Wajidi Sayadi. 2009. Pengantar Studi Hadis. Pontianak: Pustaka Abuya

Agus Solahuddin dan Agus Suyadi. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka setia

Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. 1997. Sisilah hadis Dha’if dan Maudhu.

Jakarta: Gema Insani Press

https://www.anekamakalah.com/2012/05/makalah-hadis-dhaif-dan-

permasalahannya.html

file:///C:/Users/hp/Downloads/materi%20hadist%20maudhu%202.pdf

file:///C:/Users/hp/Downloads/keadhifan%20hadist.pdf

Abi ‘Abdillah Muhammad bin Zaid Al-Qazwini (Ibnu Majah) Sunan Ibnu Majah,

Maktabah Al-Ma’arif, Riyadh. Agus Solahudin. Ulumul Hadist. Bandung: CV. Pustaka

Setia. Ajaj Al-Khathib, As-Sunnah Qabla At-Tadwin, cetakan Maktabah Wahbah,

Kairo.1963

Anda mungkin juga menyukai