Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

HADIS SAHIH DAN HADIS HASAN


“Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Ulumul Hadis”

Dosen Pengampu:

Dr. Ahmad Zumaro, MA

Disusun Oleh:

Kelas A Kelompok G

Arrum Anisa Aspalam 2001010011


Sukma Mega Agustin 2001011102

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TAHUN AKADEMIK 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanallahu Wata’alaa, karena rahmat
dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Hadist Shahih
dan Hasan” dengan tepat waktu.

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Ulumul Hadist. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan baik
untuk penulis maupun pembaca terkait dengan hadist shahih dan hadist hasan.

Penulis berterima kasih kepada bapak Dr. Ahmad Zumaro, MA selaku dosen
pengampu mata kuliah Ulumul Hadist yang telah memberikan arahan serta bimbingan dalam
penulisan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Hal ini semata-mata
karena keterbatasan kemampuan penulis sendiri. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran positif yang membangun dari semua pihak agar makalah ini menjadi lebih baik.

Metro, 20 Februari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. Pengertian Hadis Shahih ...................................................................................3


B. Syarat-Syarat Hadis Shahih dari Segi Sanad Dan Matan..................................3
C. Bentuk Hadis Shahih..........................................................................................6
D. Pengertian Hadis Hasan.....................................................................................7
E. Syarat-Syarat Hadist Hasan...............................................................................9
F. Macam-Macam Hadis Hasan.............................................................................9

BAB III PENUTUP................................................................................................12

A. Kesimpulan........................................................................................................12
B. Saran ..............................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits merupakan sumber ajaran Islam yang kedua telah dibukukan pada masa
pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, khalifah kelima Bani Umayyah. Sedangkan,
sebelumnya hadits-hadits Nabi SAW masih terdengar dalam ingatan para sahabat untuk
kepentingan dan pegangan mereka sendiri. Di dalam Hadis ada berbagai macam dan
bentuk diantaranya hadis shahih dan hadis hasan. Suatu hadits dikategorikan shahih
apabila memenuhi ketentuan-ketentuan tersendiri serta macam-macamnya. Untuk
mengetahui Hadis itu selamat dari kekeliruan atau kecacatan, perlu dilakukan kegiatan
penelitian Hadis yang tujuannya untuk melihat apakah Hadis itu benar-benar berasal dari
Rasul atau pembuktian otentisitas Hadis. Hal ini dilakukan melalui penelitian sanad dan
matan agar dapat merumuskan apakah Hadis tersebut dapat dijadikan sandaran hukum
atau tidak dapat dijadikan sandaran hukum. Dapat tidaknya suatu Hadis dijadikan
sandaran hukum apabila Hadis tersebut telah memenuhi kriteria Shahih, Hasan atau
Dha’if
Hadis Shahih adalah hadis yang sanadnya bersambung, dikutip oleh yang adil serta
cermat dari orang yang sama, sampai berakhir pada Rasulullah SAW. Atau sahabat,
tabi’in, bukan hadits yang syadz, dan terkena i’lat yang menyebabkan cacat penerimanya.
Sedangkan hadis hasan adalah hadis yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai
akhir, diceritakan oleh orang-orang yang ‘adil, kurang dhabthnya, serta tidak ada
syudzudz dan illat yang berat di dalamnya.
Untuk memperjelas batasan yang akan dibahas dalam makalah ini, maka penulis
akan membahas tentang, Pengertian dan kriteria Hadis Sahih dan Hasan, Syarat-syarat
hadis shahih dan hasan serta macammacam Hadis shahih dan Hasan

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Hadis Shahih?
2. Apasaja syarat-syarat Hadis Shahih dari segi sanad dan matan?
3. Bagaimana bentuk Hadis Shahih?

1
4. Apakah pengertian Hadis Hasan?
5. Bagaimana syarat-syarat Hadist Hasan?
6. Apasaja macam-macam Hadis Hasan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu Hadis Shahih
2. Untuk mengetahui bagaimana syarat Hadis Shahih dari segi sanad dan matan
3. Untuk mengetahui bagaimana bentuk Hadis Hasan
4. Untuk mengetahui apa itu Hadis Hasan
5. Untuk mengetahui bagaimana syarat-syarat Hadis Hasan
6. Untuk mengetahui macam-macam Hadis Hasan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadist Sahih


Kata shahih menurut bahasa dari kata shahha, yashihhu, suhhan wa shihhatan wa
shahahan, yang yang menurut bahasa berarti yang sehat, yang selamat, yang benar, yang
sah dan yang benar. Para ulama’ biasa menyebut kata shahih itu sebagai lawan kata dari
kata saqim (sakit). Maka hadits shahih menurut bahasa berarti hadits sah, hadits yang
sehat atau hadits yang selamat. Hadis sahih adalah hadis yang bersambung sanadnya,
diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit dari rawi lain yang juga adil dan dhabit
sampai akhir sanad, dan hadis itu tidak janggal serta tidak mengandung cacat (illat).1
Berikut merupakan definisi Hadist sahih dari beberapa ulama:
1. Hadits Shahih didefinisikan oleh Ibnu Ash Shalah, sebagai berikut :
“ Hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW yang sanadnya bersambung,
diriwayatkan leh (perawi) yang adil dan dhabit hingga sampai akhir sanad, tidak ada
kejanggalan dan tidak ber’illat”.
2. Ibnu Hajar al- Asqalani, mendefinisikan lebih ringkas yaitu:
“Hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang yang adil, sempurna kedzabitannya,
bersambung sanadnya, tidak ber’illat dan tidak syadz”.

Dari kedua pengertian diatas maka dapat dipahami bahwa hadits shahih adalah yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sanadnya bersambung, perawinya yang adil,
kuat ingatannya atau kecerdasannya, tidak ada cacat atau rusak.

B. Syarat Hadis Shahih dari Segi Sanad maupun Matan


1. Syarat Hadis Shahih dari segi sanad :
a. Semua rawi dalam sanad haruslah bersifat adil
M. Syuhudi Ismail dalam buku yang diramu oleh Kasman yang berjudul Hadits
dalam Pandangan Muhammadiyah meringkas semuanya menjadi empat kriteria
perawi yang ‘adil diantaranya adalah:

1
Nurudin, Ulumul Hadis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), 240.

3
1) Beragama Islam;
2) Mukallaf;
3) Melakukan ketentuan agama; dan
4) Memelihara mur’ah.2
b. Semua rawi dalam sanad haruslah bersifat dhabit
Dhabit menurut bahasa mempunyai makna kokoh, yang kuat, yang hafal secara
sempurna.Seorang perawi mempunyai daya ingat yang kuat dan sempurna terhadap
hadis yang diriwayatkan. Ibn Hajar Al-sqolani berkomentar bahwa perawi yang
dhabit itu adalah dia yang kuat hafalannya terhadap apa yang pernah di dengarnya,
kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut pada saat dibutuhkan. Artinya,
seorang perawi mempunyai kualitas kesehatan yang maksimal mulai dari kesehatan
pendengaran, otak, psikis, dan oral. Hal ini sangat menjadi bagian penting bagi
perawi sebab dengan pendengaran yang kuat ia mampu mendengarkan secara utuh
isi apa yang didengar, mampu memahami dengan baik, tersimpan dalam memori
otaknya, kemudian mampu menyampaikan dengan fasih dan benar kepada orang
lain. Sifat-sifat kedhabitan itu bisa dideteksi melalui; kesaksian para ulama dan
berdasarkan kesesuaian riwayatnya dengan riwayat orang lain yang telah dikenal
kedhabitannya.
c. Sanadnya bersambung
Yang dimaksud dengan sanad bersambung ialah setiap periwayat hadis dalam sanad
hadis menerima riwayat hadis dari periwayat yang terdekat sebelumnya, keadaan
semacam itu terus berlangsung demikian sampai akhir sanad hadis.3 Artinya adalah
sanad tersambung mulai dari mukharrij hadis sampai pada periwayat pertama
(kalangan sahabat) yang memang lansung bersangkutan dengan nabi. Dalam istilah
lain, sanad bersambung sejak sanad pertama hingga sanad yang terakhir (kalangan
sahabat) hingga nabi, atau dibalik, sanad pertama sejak dari Nabi sebagai periwayat
pertama hingga berakhir pada periwayat terakhir (mukharrij hadist). Namun atas
bersambungnya sanad masih belum bisa serta-merta dikatakan hadis shahih. Sebab
ada yang mengistilahkan hadis yang bersambung sanadnya tersebut dengan istilah
hadis musnad. Menurut Ibn Abd al-Barr hadis musnad adalah hadis yang didasarkan
2
Kasman, Hadits dalam Pandangan Muhammadiyah (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2012), 39.
3
Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), 137.

4
pada hadis Nabi (sebagai hadis marfu’), sanad hadis musnad ada yang bersambung
(muttashil) dan ada pula yang terputus (munqathi’).4 Hadis ini bisa dijadikan patokan
menetukan keshahihan hadis, para ulama hadis bersepakat bahwa hadis musnad pasti
marfu’ dan bersambung sanadnya, tapi hadis marfu’ belum tentu hadis musnad. Ada
pula yang mengistilahkan dengan sebutan hadis muttashil atau mawshul. Ibn al-
Shalah dan al-Nawawi memberikan pengertian bahwa hadis muttashil atau mawshul
adalah hadis yang bersambung sanadnya, baik bersambung sampai kepada Nabi
(marfu’) maupun hanya mentok pada sahabat Nabi (mawquf) saja. Selain
keterputasan terdapat pada sahabat Nabi hadis muttashil atau mawshul ada juga yang
maqthu’ (disandarkan pada tabi’in). Dengan demikian hadis ini tidak bisa dijadikan
patokan untuk menentukan keshahihan hadis beda dengan hadis musnad. Dari
keterputasan tersebut di khawatirkan adanya keterputusan informasi dari Nabi.
d. Ridak rancu (Syadz)
Syadz disini berarti hadis yang diriwayatkan tidak mengalami kerancuan atau terjadi
sanksi dengan hadis yang diriwayatkan oleh orang lain yang tingkat, adil dan
dhabitnya lebih tinggi. Mukhalafat al-tsiqah li man huwa awtsaq minhu.5 Para ulama
sepakat berikut adalah syarat syudzudz:
1) Periwayat hadis tersebut harus tsiqah;
2) Orang tsiqah meriwayatkan hadis yang berbeda dengan yang lebih tsiqah baik
dari segi hafalan, jumlah orangyang diriwayatkan atau yang lainnya;
3) Perbedaan tersebut bisa berupa penambahan atau mengurangi dalam hal sanad
dan matan;
4) Periwayat tersebut menimbulkan kerancuan yang begitu pelik sehingga tidak
bisa dikompromikan;
5) Adanya kesamaan guru dari hadis yang diriwayatkan.
e. Terhindar dari illat (adam ‘illat)
Maksudnya adalah bahwa hadis yang bersangkutan terbebas dari cacat
kesahihannya. Yakni hadis tersebut terbebas dari sifat-sifat samar yang membuatnya
cacat, meskipun secara kasat mata hadis tersebut tidak menujukkan adanya cacat.
Menurut Ibn al-Shalah, an-Nawawi, dan Nur al-Din Itr menyatakan bahwa ‘illat
4
Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana Predata Group, 2010), 160.
5
Hadits dalam Pandangan Muhammadiyah, 42.

5
merupakan sebab yang tersembunyi yang menjadi benalu (merusak) kualitas hadis,
yang menyebabkan hadis yang pada lahirnya tampak berkualitas shahih menjadi
tidak shahih.6
Menurut Mahmud al-Thahhan, hadis yang mengandung ‘illat bisa di lacak ketika
mengandung kriteria berikut:
1) Periwayatnya menyendiri;
2) Periwayat lain bertentangan dengannya;
3) Qarinah- qarinah lain yang berkaitan dengan keduanya.

Detailnya untuk mengetahui adanya ‘illat hadis bisa melakukan:

1) Menghimpun seluruh sanad, dengan maksud untuk mengetahui ada tidaknya


tawabi’ dan/atau syawahid;
2) Melihat perbedaan di antara para periwayatnya; dan
3) Memerhatikan status kualitas para periwayat baik berkenaan dengan
keadilan, maupun ke-dhabitan masing-masing periwayat
2. Syarat Hadis Shahih dari segi Matan:
a. Pengertian yang terkandung dalam matan tidak boleh bertentangan dengan Al-
Qur’an atau hadis mutawatir walaupun keadaan rawi sudah memenuhi syarat.
b. Pengertian matan tidak boleh bertentangan dengan pendapat yang disepakati
(ijma’) Ulama’ atau bertentangan dengan keterangan ilmiah yang kebenarannya
sudah dapat dipastikan secara sepakat oleh para ilmuan.
c. Tidak ada kejanggalan lainnya, jika dibandingkan dengan matan hadis yang lebih
tinggi tingkat kedudukannya.

C. Bentuk Hadis Sahih


1. Hadis Shahih li dzatihi
Hadits Shahih li dzatihi adalah hadits yang memenuhi secara lengkap syarat-syarat
hadis yaitu bersambung terus sanadnya, yang diriwayatkan oleh orang yang adil, yang
cukup kuat ingatannya dari orang yang seumpama juga yang berturut-turut sampai
penghujung sanad dan terhindar dari hal yang mengganjal dan cacat. Maksud sanad

6
Studi Hadis, 70.

6
yang bersambung ialah selamat sanadnya dari terputus-terputus dan gugur seorang
perawi ditengah-tengahnya. Dalam hal ini keluarlah hadis mua’mallaq, muadl,
mursal, munqhathi’, disebabkan tidak bersambungnya sanadnya.7 Contoh hadis
shahih li dzatihi. Adapun contoh dari hadits Li dzatihi :
“Dari Ibn Umar ra. Rasulullah SAW bersabda: “Dasar (pokok) Islam itu ada lima
perkara : mengakui tidak ada tuhan selain Allah dan mengaku bahwa Muhammad
adalah Rasul Allah, menegakkan Sholat (sembahyang), membayar zakat ,
menunaikan puasa dibulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji” (HR. Bukhari
dan Muslim).8
2. Hadis Shahih li ghairih
Hadits li ghairih artinya, yang Shahih karena yang lainnya, yakni yang menjadi sah
karena dikuatkan dengan jalan sanad atau keterangan lain. Hadis Shahih li ghairih
adalah hadis yang tingkatannya berada dibawah tingkatan hadis Shahih li dzatihi,
hadis ini menjadi Shahih juga karena diperkuat dengan hadis-hadis lain. Sekiranya,
kalua hadis yang memperkuat itu tidak ada maka hadis tersebut hanyalah menjadi
hadis hasan. Adapun contoh hadits shahih li ghairih :
“Dari Abu Harirah Bahwasahnya Rasulullah SAW bersabda: “sekiranya aku tidak
menyusahkan ummatku tentulah aku menyuruh mereka bersunggi (menyikat gigi)
disetiap mengerjakan Sholat. “(HR. Bukhari dan Tirmidzi).

D. Pengertian Hadis Hasan


Didalam buku Studi Ilmu Hadis dikemukakan bahwa pada awalnya hadis hanya
terbagi menjadi dua, yaitu sahih dan daif. Di antara para ulama hadis ada yang
mendapati adanya kriteria yang kurang sempurna dalam kedhabitannya
(hapalan perawi), yakni ada perawi hadis yang hapalannya tidak sempurna, (dibawah
hapalan perawi hadis shahih), tapi lebih diatas perawi hadis yang dhaif, dengan kata
lain tingkat kecerdasan hapalan perawi diantara shahih dan dhaif, yang pada kriteria -
kriteria yang lain terpenuhi dengan baik dan sempurna. 9 Karena alasan tersebut, maka
muncullah istilah hadis hasan (yang baik) yakni hadis yang salah seorang perawinya ada

7
Muhammad Zuh, Hadis Nabi: Telaah Histories Dan Mitodologis (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 1997), 117.
8
Zainnudin Hamidy, Terjemah Hadits Shahih Bukhari, Jilid I (Jakarta: Widjaya, 1992), 16.
9
Utang Rahayu Wijaya, Ilmu Hadits, Cet I (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996), 168.

7
yang agak kurang dibagian hapalan.. Adapun ulama yang dianggap paling berjasa dalam
mempopulerkan istilah ini adalah Imam at-Tirmidzi.10
Selanjtnya pengertian Hasan secara etimologi merupakan sifat musyabbahah,
yang mengandung arti al-jamal,yaitu “indah”, “bagus”.11 Maka dengan demikian, Hadis
Hasan berarti baik atau yang bagus. Secara terminologi, Ibn Hajar al-Asqalani
memberikan definisi dengan: (Hadist yang diriwayatkan oleh perawi adil, kurang
sempurna hafalannya, bersambung sanadnya, tidak mengandung ‘illat dan tidak Syadz).
Sedangkan pengertian Hadis Hasan menurut istilah Ilmu Hadis tercakup dalam beberapa
definisi sebagai berikut:
1. At-Turmudzy menta’rifkan Hadis Hasan yakni ialah Hadist yang pada sanadnya tiada
terdapat orang yang tertuduh dusta, tiada terdapat kejanggalan pada matannya dan
Hadist itu diriwayatkan tidak dalam satu jurusan (mempunyai banyak jalan) yang
sepadan ma’nanya.
2. Menurut Ibnu Hajjar, Hadist Hasan yaitu Hadis yang bersambung sanadnya dengan
periwayatan perawi yang adil, ringan (kurang) ke-dhabit-annya dari perawi yang
sama (kualitas) dengannya sampai keakhir sanad, tidak syadz dan tidak berillat.
3. Menurut Jumhuru’I-Muhadditsin mengemukakan definisi Hadis Hasan yakni Hadis
yang dinukilkan oleh orang adil, (tapi) tidak begitu kokoh ingatannya, bersambung-
sambung sanadnya dan tidak terdapat ‘illat serta kesenjangan pada matannya.
4. Menurut al-Khattabi, Hasan merupakan hadist yang diketahui letak hadis tersebut
pada kitab tertantu, para perawinya terkenal secara masyhur, sanadnya bertemu
dengan sanad hadis lain, serta diterima dan dipakai oleh mayoritas ulama.12

Ulama hadis memberikan beragam pendapat dalam mendefinisikan makna hadis


hasan. Keberagaman pemikiran itulah yang akan melahirkan banyak pendapat. Namun
dari uraian di atas maka dapat difahami bahwa hadist Hasan tidak memperlihatkan
kelemahan dalam sanadnya kurang kesempurnaan hafalannya. Disamping itu pula hadist
hasan hampir sama dengan hadist shahih, perbedaannya hanya mengenai hafalan, di
mana hadist hasan rawinya tidak kuat hafalannya

10
Ramli Abdu Wahid, Studi Ilmu Hadis, cet 3 (Bandung: Cipta Media Perintis, 2011), 9.
11
Katimin, “SHAHIH : Jurnal Ilmu Kewahyuan,” Program Studi Ilmu Hadis 2, no. 2 (2019): 19.
12
Fakhrurrozi, “Kajian Tentang Hadis Hasan,” Jurnal WARAQAT 2, no. 2 (2017): 4.

8
E. Syarat-Syarat Hadis Hasan
Adapun Syarat-syarat Hadis Hasan yaitu sebagai berikut:
1. Sanad Hadis tersabut harus bersambung,
2. Perawinya adalah adil,
3. Perawinya mempunyai sifat dhabith, namun kualitasnya lebih rendah (kurang) dari
yang dimiliki oleh perawi Hadis Shahih.
4. Bahwa Hadis yang diriwayatkan tersebut tidak syadz. Artinya, Hadis tersebut tidak
menyalahi riwayat perawi yang lebih tsiqat dari padanya.
5. Bahwa Hadis yang riwayatkan tersebut selamat dari ‘illat yang rusak.13

F. Macam-Macam Hadis Hasan


Hadis hasan pada prinsipnya hampir sama dengan hadis sahih. Artinya, sama-sama
memiliki dua tingkatan. Sebagaimana hadis sahih terdiri dari sahih lizatih dan sahih
ligairihi demikian juga hadis hasan, terdiri dari hasan lizatihi dan hasan ligairihi.
Konsepnya juga sangat mirip. Kriteria hadis sahih lizatihi terdapat pada internal hadis
yang bersangkutan, bukan di luar dirinya. Demikian juga kriteria hadis hasan lizatihi,
cukup melacak kriteria hadis hasan lizatihi pada internal hadis yang bersangkutan tanpa
harus meneliti faktor eksternalnya. Berbeda dengan hadis hasan ligairihi, keberadaannya
sama seperti sahih ligairihi. Artinya, sahih ligairihi statusnya bergantung pada faktor
eksternal, demikian juga hasan ligairihi statusnya sangat dipengaruhi oleh faktor
eksternal.
Para ulama hadist membagi Hasan menjadi dua bagian yaitu :
1. Hadist Hasan Li-Dzatih
Hadist hasan Li-Dzatih adalah hadist hasan dengan sendirinya, yakni hadist yang
telah memenuhi persyaratan hadist hasan yang lima. Menurut Ibn Ash-Shalah, pada
hadist hasan Li-Dzatih para perawinya terkenal kebaikannya, akan tetapi daya
ingatannya atau daya kekuatan hafalan belum sampai kepada derajat hafalan para
perawi yang shahih.14 Hadis hasan lizatihi memiliki kriteria yang lebih mandiri
dibandingkan dengan hasan ligairihi. Dikatakan lebih mandiri disebabkan karena
untuk mengenali kehasanannya tidak membutuhkan bantuan pada aspek eksternal
13
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya, 2001), 288.
14
Sarbanun, “Macam-Macam Hadis Dari Segi Kualitasnya” 3, no. 2 (2018): 350.

9
hadis, cukup hanya meneliti hadis yang bersangkutan. Jika seluruh kriteria hadis
hasan ada pada dirinya, dapat dipastikan bahwa hadis tersebut adalah hadis hasan,
tanpa harus mencari-cari tanda lain di luar diri hadis yang sedang diteliti.
Sebagaimana hadis sahih lizatihi, hasan lizatihi juga memiliki ada lima kriteria, yaitu:
a. Seluruh perawinya adil.
b. Seluruh perawinya dabit, hanya saja minimal salah satu mereka tingkat
kedabitannya kurang sempurna.
c. Sanadnya bersambung-sambung.
d. Sanad dan matannya bebas dari syuzuz.
e. Sanad dan matannya bebas dari cacat.
Contoh Hadist Hasan Li-Dzatih adalah sebagai berikut : Artinya :”Dari Ibnu Umar
r.a. Rasulullah SAW bersabda :Barang siapa menuntut ilmu pengetahuan karena
selain Allah atau bertujuan selain Allah maka, tempatnya di dalam Neraka”.
2. Hadist Hasan Li-Ghairih
Hadist Hasan Li-Ghairih adalah hadist yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur-
tak nyata keahliannya, bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak adanya
sebab yang menjadikannya fasik dan matan hadistnya adalah baik berdasarkan
pernyataan yang semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain. 15 Hadist Hasan Li-
Ghairihi ialah Hadist Hasan yang bukan dengan sendirinya, artinya Hadist yang
menduduki kualitas Hasan, karena dibantu oleh keterangan Hadist lain yang sanadnya
Hasan. Jadi Hadist yang pertama itu terangkat derajatnya oleh Hadist yang kedua, dan
yang pertama itu disebut Hadist Hasan.
Syaraf Mahmud menyebutkan syarat hadis hasan ligairihi ada dua, yaitu:
a. Hadis pertama (yang didukung) tingkat kedaifannya tergolong ringan.
Maksudnya, hadis yang dapat didukung hanyalah hadis yang kedaifannya kategori
ringan, itu pun dengan catatan bahwa letak kedaifannya tersebut bukan pada
aspek keadilan, melainkan pada aspek kedabitannya, seperti riwayat mudallis,
sayyi‟ul hifzi atau ikhtilat atau yang sejenisnya. Karena jika kelemahannya
muncul dari aspek keadilan, maka kategori kedaifannya lebih parah. Demikian
halnya, jika pada diri seorang perawi berkumpul dua faktor kedaifan, misalnya

15
Syamsuez Salihima, “Historiografi Hadis Hasan Dan Dhaif,” Jurnal Adabiyah 10, no. 2 (2010): 216.

10
selain dirinya daif dia juga menyelisihi perawi yang siqah, maka orang seperti ini
bukan lagi kategori daif ringan tetapi sudah dikategorikan daif syadid.
b. Memiliki unsur pendukung dari jalur lain (sederajat atau lebih kuat).
Senada dengan hal di atas, Mahmud at-Tahhan juga mengajukan dua syarat untuk
hadis hasan ligairihi, yaitu:
1) memiliki jalur lain yang sederajat atau lebih tinggi,
2) faktor kedaifannya tidak keluar dari tiga hal: menunjukkan buruknya kualitas
hafalan perawi, keterputusan sanad dan ke-majhul-an perawi.

Contoh sebagai berikut : Rasulullah SAW, bersabda :Hak bagi seorang Muslim mandi
di hari Jum‟at, hendak mengusap salah seorang dari mereka wangi-wangian
keluarganya, jika ia tidak memperoleh airpun cukup dengan wangiwangian”.
(H.R.Ahmad).

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadis shahih merupakan hadis yang di klasifikasikan berdasarkan
kualitasnya memberikan peran yang cukup besar dalam sumber hukum dan ajaran
Islam. Dengan cara penyeleksiannya yang cukup berat hadis ini memang
menyajikan kebenaran yang tidak bisa diragukan. Mulai dari sanadnya yang
bersambung, perawinya yang ‘adil, dhabit, terhindar dari kerancuan, dan
terhindar dari cacat. Sedangkan Hadits hasan merupakan hadits yang dinukilkan
leh orang yang adil, tapi kurang kuat ingatannya yang muttasil sanadnya, tidak
cacat dan tidak ganjil. Hadis Hasan terbagi dalam dua jenis: Hasan Lidzatih
(Hasan dengan sendirinya) dan Hasan Lighairih (Hasan dengan topangan Hadis
lain.
Demikian untuk menghilangkan kejumbuhan antara Hadis Shahih dan Hadis
Hasan, yang terpenting tentang batasan ini, adalah bahwa keadilan pada Hadis
HasSan disandang pada Hadis Shahih melekat pada rawi yang benar-benar kuat
ingatannya. Tetapi keduanya bebas dari keganjilan dan penyakit. Keduanya bisa
digunakan sebgai hujjah dan kandungannya dapat dijadikan penguat.

B. Saran
Setelah membaca uraian-uraian materi pada bab pembahasan, serta
mengetahui mengenai pengertian, syarat-syarat, serta macam bentuk dan contoh
hadis sahih dan hasan. Penulis mengharapkan pembaca dapat mengetahui secara
konseptual terkait pembahasan materi dan menjadi bekal ilmu untuk dikembangan
dengan sumber dan referensi yang lebih luas.
Penulis dengan rendah hati menyadari bahwa terdapat berbagai kekuranggan
pada pennulisan makalah ini, sehingga penulis akan lebih belajar dan akan
menyempurnakan penulisan pada makalah selanjutnya dengan beberapa panduan

12
dan sumber reverensi yang lebih lengkap. Demikian pula perlu penyempurnaan
agar tulisan ini menjadi lebih baik, lengkap dan bermanfaat bagi pembaca,
sehingga kritik dan saran yang konstruktif sangat diperlukan demi kesempurnaan
makalah ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Fakhrurrozi. “Kajian Tentang Hadis Hasan.” Jurnal WARAQAT 2, no. 2 (2017).

Hamidy, Zainnudin. Terjemah Hadits Shahih Bukhari. Jilid I. Jakarta: Widjaya, 1992.

Idri. Studi Hadis. Jakarta: Kencana Predata Group, 2010.

Kasman. Hadits dalam Pandangan Muhammadiyah. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2012.

Katimin. “SHAHIH : Jurnal Ilmu Kewahyuan.” Program Studi Ilmu Hadis 2, no. 2 (2019).

Munzier Suparta. Ilmu Hadis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.

Nurudin. Ulumul Hadis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016.

Salihima, Syamsuez. “Historiografi Hadis Hasan Dan Dhaif.” Jurnal Adabiyah 10, no. 2 (2010).

Sarbanun. “Macam-Macam Hadis Dari Segi Kualitasnya” 3, no. 2 (2018).

Wahid, Ramli Abdu. Studi Ilmu Hadis. Cet 3. Bandung: Cipta Media Perintis, 2011.

Wijaya, Utang Rahayu. Ilmu Hadits. Cet I. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996.

Yuslem, Nawir. Ulumul Hadis. Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya, 2001.

Zuh, Muhammad. Hadis Nabi: Telaah Histories Dan Mitodologis. Yogyakarta: PT Tiara

Wacana, 1997.

14

Anda mungkin juga menyukai