Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat taufik dan
hidayah-Nya, makalah ini dapat terselesaikan dan telah rampung. Shalawat dan
salam kita hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita
dari alam kedohohan ke alam yang penuh ilmu pengetahuan seperti yang kita
rasakan sekarang ini. Makalah ini berjudul "Hadits Ditnjau dariSegi Kualitas
perawi dan disusun dalam rangka memenuhi tugas Ulumul Hadits. Pada
kesempatan ini tidak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak
selaku dosen pembimbing mata kuliah Ulumul Hadits yang senantiasa
membimbing dan memberikan ilmunya kepada kami. Kami juga berterima kasih
kepada rekan-rekan yang telah memberikan semangat dan ide yang luar biasa
dalam mendukung penyelesaian makalah ini.

Kami juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan, kekeliruan dan masih
jauh dari kata sempurna dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran kepada pembaca yang bersifat membangun.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada penulis khususnya dan
kepada pembaca guna memperkaya ilmu pengetahuan tentang materi yang kami
sampaikan dalam makalah ini.

Garut, November 2022

penulis
DAFTAR ISI

KATA PENNGANTAR.............................................................................I

DAFTAR ISI............................................................................................II

BABI

PENDAHULUAN....................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................1

C. Tujuan Penulisan..............................................................................1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................1

A Pengertian Hadits ditinjau dari kualitas perawi..................................2

B. Macam-macam Hadits ditinjau dari kualitas perawi..........................2

BAB III PENUTUP....................................................................................3

KESIMPULAN...........................................................................................3

DAFTAR PUSTAKA.
BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dilihat dari segi kualitasnya, hadits dapat diklasifikasikan menjadi hadits
sahih, hasan, dan dhaif. Pembahasan tentang hadits sahih dan hasan mengkaji
tentang dua jenis hadits yang hampir sama, tidak hanya karena keduanya berstatus
sebagai hadits maqbul, dapat diterima sebagai hujjah dan dalil agama, tetapi juga
dilihat dari segi persyaratatan dan kriteria-kriterianya sama kecuali pada hadits
hasan, diantara periwayatannya ada yang kurang kuat hafalannya, sedangkan pada
hadits sahih diharuskan kuat hafalannya. Sedang persyaratan lain terkait dengan
persambungan sanad, keadilan periwayat, keterlepasan dari kejanggalan dan cacat.

B.    Rumusan Masalah
1.   Apa pengertian hadits di tinjau dari segi kualitas perawi?
2.   Apa saja macam-macam dari hadist di tinjau dari segi kualitas perawi?

C.    Tujuan Penulisan
1.   Mengetahui pengertian dari hadits di tinjau dari segi kualitas perawi
2.   Mengetahui macam-macam hadits di tinjau dari segi kualitas perawi
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hadits di tinjau dari segi kualitas perawi


Dilihat dari segi kualitasnya, hadits dapat diklasifikasi menjadi
hadits sahih, hasan dan dha’if. Pembahasan tentang hadits sahih dan hasan
mengkaji tentang dua jenis yang hampir sama, tidak hanya keduanya berstatus
sabagai hadits maqbul, dapat diterima sebagai hujjah dan dalil agama, tetapi juga
dilihat dari segi persyaratannya dan kriteria-kriterianya sama kecuali pada hadits
hasan, diantara periwayatnya ada yang kurang kuat hapalannyanya, sementara
pada hadits sahih diharuskan kuat hafalan. Sedang persyaratan lain, terkait dengan
persambungan sanad, keadilan periwayat, keterlepasan dari syadz dan ‘illat.
Sedangkan hadits dha’if adalah hadits yang tidak memenuhi sebagian atau semua
persyaratan hadits hasan atau sahih.[1]

B.   Macam-macam Hadits ditinjau dari segi kualitas perawi


1.   Hadits sahih
a. Pengertian Hadits Sahih
                 Kata sahih ‫حيح‬66‫ ))الص‬dalam bahasa diartikan orang sehat antonim dari
kata as-saqim ‫الشقيم‬ diartikan orang yang sakit jadi, yang dimaksud hadits sahih
adalah hadits yang sehat atau benar tidak terdapat penyakit dan cacat.[2]
       Dalam defenisi lain, hadits sahih adalah

‫هو مااتصل سنده بنقل العد الضا بط ضبط كا مال عن مثله وخال منالشذوذ والعلة‬
       Hadits yang muttashil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil dan
dhabit (kuat daya ingatan) sempurna dari sesamanya, selamat dari kejanggalan
(syazd), dan cacat (‘illat).
Para ulama hadits membagi hadits sahih menjadi dua bagian, yaitu shahih
li dzatihi dan  sahih li ghairihi. Perbedaan antara kedua bagian ini terletak pada
segi hafalanatau ingatan perawinya. Pada hadits shahih li ghairihi, ingatan
perawinya kurang sempurna
                 Yang dimaksud dengan hadits shahih li dzatihi adalah hadits sahih yang
mencapai tingkat kesahihannya dengan sendirinya tanpa dukungan hadits lain
yang menguatkannya.
                 Sedangkan yang dimaksud dengan hadits sahih li ghairihi adalah hadits
hasan li dzatihi yang diriwayatkan melalui jalur lain yang semisal atau yang lebih
kuat, baik dengan redaksi yang sama maupun hanya maknanya saja yang sama,
maka kedudukan hadits tersebut menjadi kuat dan meningkat kualitasnya dari
tingkatan hasan kepada tingkatan sahih. Dengan kata lain, hadits ini
kesahihannhya tidak berasal dari sanadnya sendiri melainkan dibantu oleh adanya
matan atau sanad yang lainnya.
                 Para ulama hadits membagi tingkatan hadits sahih menjadi tujuh, yang
secara berurutan adalah sebagai berikut:
1)     Hadits yang disepakati kesahihannya oleh Bukhari dan Muslim yang lazim
disebut dengan istilah “Muttafaqun `alaihi.”
2)     Hadits yang disahihkan oleh Bukhari saja
3)     Hadits yang disahihkan oleh Muslim sajaa
4)     Hadits sahih yang diriwayatkan oleh selain Bukhari dan Muslim, tetapi
mengikuti syarat-syarat shahih Bukhari dan Muslim
5)     Hadits sahih yang diriwayatkan oleh selain Bukhari dan Muslim, tetapi
mengikuti syarat-syarat kesahihan Bukhari
6)     Hadits sahih yang diriwayatkan oleh selain Bukhari dan Muslim, tetapi
mengikuti syarat-syarat kesahihan Muslim
7)     Hadits sahih yang diriwayatkan selain oleh ahli hadits yang terkenal selain
Bukhari dan Muslim, tetapi tidak mengikuti syarat-syarat kesahihann Bukhari dan
Muslim dan tidak pula mengikuti syarat-syarat kesahihan salah satu dari Bukhari
dan Muslim.
b.       Syarat-syarat hadits sahih
1) .  Rawinya bersifat Adil
                  Menurut Ar-Razi keadilan adalah tenaga jiwa yang mendorong untuk
selalu bertindak takwa, menjauhi dosa-dosa kecil dan meninggalkan perbuatan-
perbuatan mubah  yang menodai muru’ah, seperti makan sambil berdiri dijalanan,
buang air (kencing) di tempat yang bukan disediakan untuknya, dan bergurau
yang berlebihan.
    Menurut Syuhudi Ismail, kriteria-kriteria periwayat yang bersifat adil adalah :
a)   Beragama islam
b)  Berstatus mukalaf (Al-Mukallaf)
c)   Melaksanakan ketentuan agama
d)   Memelihara muru’ah

2)       Rawinya bersifat dhabit


                        Dhabit adalah bahwa rawi yang bersangkutan dapat menguasai haditsnya
dengan baik dengan hapalan yang kuat atau dengan kitabnya, lalu ia mampu
mengungkapkannya kembali ketika meriwayatkannya.[4]
                 Kalau seseorang mempunyai ingatan yang kuat, sejak menerima hingga
menyampaikan kepada orang lain dan ingatannya itu sanggup dikeluarkan kapan
dan dimana saja dikendaki orang itu dinamakan dhabtu shadri. Kemudian apa
yang disampaikan itu berdasar pada buku catatannya ia disebut dhabtu kitab.
Rawi yang ‘adil dan sekaligus dhabith disebut tsiqat.

3)       Sanadnya bersambung
                 Yang dimaksud dengan ketersambungan sanad adalah bahwa setiap rawi
hadits yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang berada di
atsnya dan begitu selanjutnya sampai kepada pembicara yang pertama.
                 Untuk mengetahui bersambung atau tidaknya suatu sanad, biasanya ulama
hadits menempuh tata kerja penelitian berikut:
a)   Mencatat semua nama rawi dalam sanad yang diteliti
b)  Mempelajari sejarah hidup masing-masing rawi
c)   Meneliti kata-kata yang menghubungkan antara para perawi dan rawi yang
terdekat dengan sanad.
 Jadi, suatu sanad hadits dapat dinyatakan bersambung apabila :
a)   Seluruh rawi dalam sanad itu benar-benar tsiqat (adil dan dhabit)
b)  Antara masing-masing rawi dengan rawi terdekat sebelumnya dalam sanad itu
benar-benar telah terjadi hubungan periwayatan hadits secara sah menurut
ketentuan tahamul wa ada al-hadits.

4)       Tidak ber-‘illat
                 Maksudnya bahwa hadits yang bersangkutan terbebas  dari catat
kesahihannya, yakni hadits itu terbebas dari sifat-sifat samar yang membuatnya
cacat meskipun tampak bahwa hadits itu itu tidak menunjukan adanya cacat
tersebut.

5) .Tidak syadz (janggal)


                 Kejanggalan hadits terletak pada adanya perlawanan antara suatu haits yang
diriwayatkan oleh rawi yang maqbul (yang dapat diterima periwayatannya)
dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih kuat (rajih) daripadanya,
disebabkan kelebihan jumlah sanad dalam ke-dhabit-an atau adanya segi-
segi tarjih yang lain.
                 Jadi, hadits sahih adalah hadits yang rawinya adil dan sempurna ked dhabit-
annya, sanadnya muttashil dan tidak cacat matannya marfu’, tidak cacat dan tidak
janggal.

c. Klasifikasi hadits sahih


Hadits sahih terbagi menjadi dua, yaitu sahih li dzatih dan sahih li
ghairih.Sahih li dzatihi adalah hadits sahih yang menmenuhi syarat-syarat secara
maksimal, seperti telah disebuutkan diatas. Adapun hadits sahih li ghairih adalah
hadits sahih yang tidak memenuhi syarat-syaratnya secara maksimal. Misalnya
rawinya yang tidak sempurna ke-dhabit-annya (kapasitas intelektualnya rendah).
Bila jenis ini dikukuhkan oleh jalur lain semisal, ia menjadi sahih li ghairih.
Dengan demikian, sahih li ghairih adalah hadits yang kesahihannya disebabkan
oleh faktor lain karena tidak memenuhi syarat-syarat secara maksimal.Misalnya
hadits hasan yang diriwayatkan melalui beberapa jalur, bisa naik derajat dari
hasan ke derajat sahih.
2.     Hadits hasan
a. Pengertian hadits hasan
                   Hasan, menurut lughat adalah sifat musybahah dari ‘Al-Husna’, artinya
bagus.

       Menurut Ibnu Hajar, hadits hasan adalah

‫خبر االحادبنقل عدل تام الضبط متصل السندغير معلل والشاذ‬


                   Khabar ahad yang diriwayatkan oleh orang yang adil, sempurna ke-dhabit-
tannya, bersambung sanadnya, tidak ber’illat tidak ada syadz
                   Untuk membedakan antara hadits sahih dan hadits hasan, kita harus
mengetahui batasan dari kedua hadits tersebut. Batasannya adalah keadilan pada
hadits hasan disandang oleh orang yang tidak begitu kuat ingatannya, sedangkan
pada hadits sahih terdapat rawi-rawi yang benar-benar kuat ingatannya. Akan
tetapi, keduanya bebas dari keganjilan dan penyakit. Keduanya bisa digunakan
sebagai hujjah dan kandungannya dapat dijadikan penguat.
b. Klafisikasi hadits hasan
                   Sebagaimana hadits sahih, hadits hasan pun terbagi atas hasan li
dzatih dan hasan li ghairih.
                   Hadits yang memenuhi segala syarat-syarat hadits hasan disebut hasan li
dzatih. Syarat untuk hadits hasan adalah sebagaimana syarat untuk hadits sahih,
kecuali bahwa perawinya hanya termasuk kelompok keempat atau istilah lain
yang setaraf atau sama dengan tingkatan tersebut.
                   Adapun hasan li ghairih adalah hadits dhaif yang bukan dikarenakan
rawinya pelupa, banyak salah dan orang fasik, yang mempunyai mutabi’ dan
syahid. Hadits dhaif yang karena rawinya buruk hapalannya, tidak dikenal
identitasnya dan mudallis (menyembunyikan cacat) dapat naik derajatnya
menjadi hasan li ghairih karena dibantu oleh hadits-hadits lain semisal dan
semakna atau karena banyak rawi yang meriwayatkannya.

C. Kedudukan hadits sahih dan hasan dalam berhujjah


                   Kebanyakan ulama ahli hadits dan fuqaha berpsepakat untuk
menggunakan hadits sahih dan hadits hasan sebagai hujjah. Disamping itu, ada
ulama yang mensyaratkan bahwa hadits hasan dapat diterima. Pendapat terakhir
ini memerlukan peninjauan yang seksama. Sebab, sifat-sifat yang dapat diterima
itu ada yang tinggi, menengah, dan rendah. Hadits yang sifat dapat diterimanya
tinggi dan menengah adalah hadits sahih, sedangkan hadits yang sifat dapat
diterimanya rendah adalah hadits hasan.
                   Hadits-hadits yang mempunyai sifat dapat diterima
sebagai hujjah disebut hadits maqbul, dan hadits yang tidak mempunyai sifat-sifat
yang dapat diterima disebut hadits maudu’.
                   Yang termasuk hadis maqbul adalah :
1.   Hadits sahih, baik yang sahih li dzatihi maupun sahih li ghairih`
2.   Hadits hasan, baik hasan li dzatih maupun hasan li ghairih.
                   Yang termasuk hadits mardud adalah segala macam hadits dhaif. Hadits
mardudu tidak dapat diterima sebagai hujjah karena terdapat sifat-sifat tercela
pada rawi-rawinya atau pada sanadnya.

3.     Hadits dhaif
a.    Pengertian hadits dhaif
     Dhaif menurut lughat adalah lemah, lawan dari qawi (yang kuat).
Adapun menurut Muhaditsin,

‫هوكل حديث لم تحتمع فيه صفاتالقبول وقال اكثرالعلماءهو مالم يحمع‬


‫صفةالصحيحوالحسن‬
     Hadits dhaif adalah semua hadits yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat bagi
hadits yang diterima dan menurut pendapat kebanyakan ulama, hadits dhaif adalah
hadits yang tidak terkumpul padanya sifat hadits sahih dan hasan.
b. Kriteria-kriteria hadits dhaif
          Dari defenisi diatas terlihat bahwa hadits dhaif tidak memenuhisalah satu
kriteria hadits sahih dan hasan. Sebagaimana dijelaskan bahwa kriteria-kriteria
hadits sahih adalah sanadnya bersambung, periwayat adil, periwayat dhabit,
tidak syadz, terhindar dari ‘illat. Adapun kriteria-kriteria hadits hasan adalah
sanadnya bersambung, periwayat adil, periwayat kurang dhabit, tidak syadz, dan
terhindar dari ‘illat.
          Berhubung hadits dhaif tidak memenuhi salah satu dari beberapa kriteria
diatas, maka kriteria-kriteria hadits dhaif adalah :
1)   Sanadnya terputus
2)   Periwatnya tidak adil
3)   Periwayatannya tidak dhabith
4)   Mengandung syadz
5)   Mengandung ‘illat.

c.    Klasifikasi hadits dhaif


          Para ulama Muhaditsin mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadits dari
dua jurusan, yakni jurusan sanad dan jurusan matan.
          Sebab-sebab tertolaknya hadits dari jurusan sanad adalah:
1)  Terwujudnya cacat-cacat pada rawinya, baik tentang keadilan maupun ke-
dhabit-aanya.
2)  Ketidakbersambungannya sanad, dikarenakan adalah seorang rawi atau lebih,
yang digugurkan atau salingg tidak bertemu satu sama lain.
          Adapun cacat pada keadilan da-adhbit-an rawi itu ada sepuluh macam, yaitu
sebagai berikut :[7]
1)      Dusta
2)      Tertuduh dusta
3)      Fasik
4)      Banyak salah
5)      Lengah dalam menghapal
6)      Menyalahi riwayat orang kepercayaan
7)      Banyak waham (purbasangka)
8)      Tidak diketahui identitasnya
9)      Penganut bid’ah
10)   Tidak baik hafalannya.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Hadits di tinjau dari segi kualitasnya menjajadi hadits sahih, hasan dan
dhaif. Perbedaan anatara hadits sahih dan hadits hasan terdapat pada hafalan
perawinya. Sedangkan hadits dhif adalah hadits yang ditolak  (tidak dapat
diterima) karena hadits ini tidak terdapat syarat-syarat hadits sahih dan hasan.

B.    Saran
           Dari pembahasan pemakalah tentang hadits di tinjau dari segi kualitas
perawi masih banyak kekurangan-kekurangan didalam makalah ini, kami berharap
pembaca dapat memahaminya. Pemakalah berharap makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan pembaca mengenai hadits di tinjau dari segi kualitas
perawi.

           
DAFTAR PUSTAKA

M. Agus Solahudin & Agus Suyadi 2018. Ulumul Hadis Bandung: Pustaka Setia

Idn. 2010. Studi Hadits. Jakarta: Kencana.

Abdul Majid Khon 2007 Ulumul Hadits, Jakarta: Amzah.

Munzier Supatra 2010. Ilmu Hadits Jakarta PT. RajaGratindo Persada

Anda mungkin juga menyukai