Oleh:
1. Abdul Nggoni (2220151169)
2. Muchammad Ali Hisyam (2220151217)
3. Febrina Setyaningrum (2220151225)
4. Desi Nistal Sari (2220151310)
FAKULTAS TARBIYAH
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq,
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Aswaja Pada Masa
Nabi dan Sahabatnya” sebagai tugas dari mata kuliah Ke-Nu-an.
Makalah ini kami susun dengan bantuan beberapa pihak sehingga dapat
terselesaikan dengan baik. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih kepada dosen
pengampu kami bapak Achmad Abdul Azis, M.Pd. yang telah membantu
membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Selanjutnya, kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa kita sebutkan satu
persatu yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. SARAN ....................................................................................................... 10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru muncul diakhir abad ke-3 dan ke-4
Hijriyyah yang dikaitkan dengan lahirnya kosep Aqidah Aswaja yang dirumuskan
kembali (direkonstuksi) oleh Imam Abu Hasan Al Asy’ari (Wafat : 935 M) dan
Imam Abu Mansyur Al-Maturidi (Wafat : 944 M) pada saat munculnya berbagai
golaongan yang pemahamannya dibidang aqidah sudah tidak mengikuti Manhaj
atau thariqoh yang dilakukan oleh para sahabat, dan bahkan banyak dipengaruhi
oleh kepentingan- Kepentingan politik dan kekuasaan.
1
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Aswaja pada masa nabi dan sahabatnya?
b. Bagaimana Aswaja sebagai paham atau aliran?
c. Apa dasar hukum dari Aswaja ?
d. Apa contoh amalan dari nabi kepada para sahabat ?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui Aswaja pada masa nabi dan sahabatnya
b. Untuk mengetahui Aswaja sebagai paham atau aliran
c. Untuk mengetahui dasar hukum keberadaan Aswaja
d. Untuk mengetahui contoh amalan dari nabi
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Yusran Asmun, Pengantar Studi Sejarah kebudayaan dan Pemikiran Islam, PT. Raja
Grafindo Persada,(Jakarta 2016)hal. 56.
3
tumbuh dan berkembang karena persoalan politik. Banyaknya firqoh sudah barang
tentu menjadi bara api perselisihan semakin berkobar. Pada saat demikian, ajaran
Aswaja mutlak di populerkan kembali sehingga ummat Islam dapat terbebaskan
dari ajaran sesat. Jadi aswaja muncul bukanlah satu ajaran yang muncul sebagai
reaksi dan timbunya aliran yang menyimpang dari ajaran Islam yang murni, tetapi
Aswaja benar-benar sudah ada sejak Zaman Nabi dan justru aliran-aliran itulah
yang menodai kemurnian ajarannya. Aswaja sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW dan para sahabatnya.
a. Faham Syi’ah, kaum yang berlebih-lebihan memuja Saidina Ali bin Abi
Thalib. Mereka tidak mengakui Khalifah Rasyidin yang lain seperti
Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq, Khalifah Umar Ibnu Khattab dan
Khalifah Utsman bin Affan. Kaum Syi’ah terpecah menjadi 22 aliran,
termasuk di antaranya adalah Kaum Bahaiyah dan Kaum Ahmadiyah Qad-
yan.
b. Faham Khawarij, yaitu kaum kaum yang berlebih-lebihan membenci
Saidina Ali bin Abi Thalib, bahkan di antaranya ada yang mengkafirkan
Saidina Ali. Firqah ini berfatwa bahwa orang-orang yang membuat dosa
besar menjadi kafir. Kaum Khawarij terpecah menjadi 20 aliran.
c. Faham mu’tazilah, yaitu kaum yang berfaham bahwa tuhan tidak
mempunyai sifat, bahwa manusia membuat pekerjaannya sendiri, tuhan
tidak bisa dilihat dengan mata dalam surga, orang yang mengerjakan dosa
besar di letakkan di antara dua tempat, dan mi’raj Nabi Muhammad SAW
hanya dengan roh saja, dll. Kaum Mu’tazilah terpecah menjadi 20 aliran,
termasuk di antaranya adalah kaum qadariyah.
d. Kaum Murijah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa membuat maksiat
(kedurhakaan) tidak memberi mudharat jika sudah beriman, sebaliknya
membuat kebaikan dan kebajikan tidak bermanfaat jika kafir. Kaum ini
terpecah menjadi 5 aliran.
4
e. Faham Najariyah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa perbuatan
manusia adalah makhluk, yaitu di jadikan tuhan, tetapi mereka
berpendapat bahwa sifat Tuhan tidak ada. Kaum Najariyah terpecah
menjadi 3 aliran.
f. Faham Jabariyah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa manusia
“majbur”, artinya tidak berdaya apa-apa. Kasab atau usaha tidak ada sama
sekali. Kau mini hanya 1 aliran.
g. Faham Musyabbihah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa ada
kesurupan tuhan dengan manusia, missal Batangan, berkaki, duduk di
kursi, naik dan turun tangga dll. Kaum Ibnu Taimiyah termasuk dalam
golongan ini, dan kaum pelaksanaan dari faham Ibnu Taimiyah.
5
kalangan pesantren Nusantara, kiranya ada beberapa tulisan yang secara eksplisit
menyangkut dan membahas doktrin Aswaja.
Ungkapan Ahlussunnah wal jama'ah terdiri dari tiga kata bahasa Arab, yaitu
ahl, sunnah dan al-jama'ah. Ahli berarti keluarga, kelompok dan golongan, sunnah
berarti sunnah atau hadits Nabi SAW. Al-Jama'ah berarti para sahabat pada zaman
Rasulullah yang, maksudnya golongan yang tetap berpegang pada sunnah Nabi
2 Sirajuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunah wal-jama’ah, Pustaka Tarbiyah Baru (Jakarta ,2008) Hal.
201.
6
SAW dan para sahabat. Istilah ini berhubungan dengan hadits yang artinya,
“Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya masuk neraka kecuali satu
golongan, yaitu ahlussunnah waljama'ah. Dari pemahaman hadits tersebut maka
turun istilah di Indonesia, Aswaja yang maksudnya Ahlussunnah wal jama'ah.
Ahlussunnah wal jama'ah berlangsung dari awal Islam. Karena itu, disebutkanlah
al-Hasan Al-Basri dan Ahmad bin Hambal sebagai tokoh-tokoh ahlussunnah wal
jama'ah. Akan tetapi, dalam perkembangan kemudian terdapat dua tokoh yang
mengembangkan ahlussunnah wal jama'ah yaitu Abu al-Maturidi, sehingga mereka
disebut sebagai pendiri ahlussunnah wal jama'ah.
Secara umum , ada dua hal yang membedakan Ahlussunnah dari aliran lainnya.
Pertama, Ahlussunnah berpendapat bahwa penilaian baik dan buruk didasarkan
pada syariat. Kedua, paham ahlussunnah wal jama’ah dianut mayoritas umat Islam,
dengan dasr pemikiran bahwa berwenang menilai tahsin dan menilai tagbih
diserahkan kepada syariat, maka ahlussunnah wal jama’ah berbeda dengan
mu’tazilah yang meyakini bahwa menilai tahsin dan menilai tagbih diserahkan
kepada Akal (rasio).
Imam mazhab empat dalam menentukan suatu hukum tidaklah semata-mata
mengikuti kehendak suara hatinya sendiri, akan tetapi selalu berdasarkan petunjuk
dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dalam menentukan pilihan dasar hukum yang
dijadikan pegangan utama, para imam Mazhab empat berpedoman pada ayat 59
dalam surat An-Nisaa’ yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah
SWT dan taatilah Rasulullah dn Ulil Amri di antara kalian. Kemudian jika kamu
kembalikan ia kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. 3
Dengan demikian sumber hukum dasar yang dijadikan sebagai landasan
pengambilan hukum oleh para imam mazhab empat adalah:
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah hukum dasar yang pertama dan utama dalam Islam. Karena
itu setiap muslim harus menerima bahwa asas yang pertama dan terkuat untuk
hukum Islam adalah Al-Qur’an.
7
2. Al-Hadits atau As-Sunnah
Al-hadits atau As-Sunnah meliputi sunnah Qauliyan, Fi’liyah, dan sunnah
Taqririyah. Dalam agama Islam al-Hadits atau as-Sunnah mempunyai peran yang
sangat penting dan merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.
3. Ijma’
Yaitu kesepakatan para ulama’ mujtahid mengenai suatu hukum ijma’ baru
dapat dipergunakan sebagai dalil terhadap suatu perkara sesudahnya ternyata tidak
ditemkan nash Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Ijma’, ada beberapa macam
diantaranya ijma’ sharih, ijma’ sukuni, ijma’ sababy, ijma’ khalifah empat, dan lain-
lainnya.
4. Qiyas
Qiyas adalah menyamakan suatu masalah yang belum diketahui hukumnya,
karena diantaranya terdapat kesamaan (illat) yang menjadi dasar penentu hukum.
Berdasarkan pengertian diatas, maka dalam mengqiyask an suatu hukum harus
diperhatikan empat hal, yaitu:
a. Asal, yaitu sesuatu yang sudah ada nash hukumnya yang menjadi ukuran
atau tempat menyerupakan .
b. Far’un adalah sesuatu yang belum diketahui hukumnya dan tidak dapat
diukur atau diserupakan dengan hukum asal.
c. Hukum asal yaitu hukum syara’ yang terdapat pada asal dan dimaksudkan
menjadi hukum bagi far’un.
d. Illat yaitu sebab yang menggabungkan atau menghubungkan antara asal
(pokok) dengan far’un (cabang).
Dengan kata lain, Illat merupakan sifat atau keadaan yang melandasai hukum
asal karena sifat atau keadaan itu pada far’un, maka menyebabkan jual beli
hukumnya. Selain keempat dasar hukum tersebut, Imam Hanafi menambahkan satu
dasar lagi yaitu istihsan sedangkan Imam Malik menambah dengan maslahah
mursalah.
8
D. Contoh Amalan Dari Nabi Muhammad Kepada Para Sahabat
Menurut mazhab Imam Syafi’I, yang kami anut dan yang dianut oleh Ulama’-
ulama’ besar dalam mazhab Syafi’I, seperti Imam Ghozali, Imam Nawawi, Imam
Ibnu Hajar al-Haitami, Imam ar-Ramli, Imam Khatrib Syarbaini, Imam Zakaria Al-
Anshari dan lain-lain, bahwa hukum membaca do’a qunut dalam sembahyang
Subuh pada I’tidal raka’at kedua adalah sunnat ‘aba’ad, diberi pahala yang
mengerjakannya dan tidak diberi pahala sekalian orang yang meninggalkannya.
Imam Sindi, pengarang Hasyiyah Salih Bukhari mengatakan bahwa menurut
sebagian qunut itu sudah dinasikkan semuanya tetapi ada sebagian yang
mengatakan bahwa qunut dalam sembahyang subuh tidak dinasikhkan.
Nabi Muhammad SAW, Mendo’a Qunut pada sembahyang subuh dan sembahyang
Maghrib. Teranglah bahwa ada Nabi qunut pada sembahyang subuh dan Maghrib,
maka barang siapa yang mengatakan bahwa do’a qunut itu bid’ah tandanya ia tidak
mengetahui hadits Bukhari ini. 4
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Agama Islam yang dibawa oleh Rosulallah SAW, merupakansatu kesatuan dari
unsur dasar yaitu Iman, Islam, Ihsan. Pada tahun 37 H terjadi perang Sifin antara
tentara Khalifah Ali dengan tentara Muawiyyah bin Abi Sufyan sehingga
menimbulkan perpecahan dan menimbulkan beberapa golongan diantaranya ada
Murji’ah yang dipimpin oleh Hasan Bin Bilal al Muzni Jabariyah tokohnya
Jahmbih Satwan dan pada abad ke 2 muncul Mu’tazilah dipimpin oleh Wasik bin
Atha’. Pada saat demikian, ajaran aswaja mutlak di populerkan kembali sehingga
umat islam dapat terbebaskan dari ajaran sesat.
9
Sebagai paham atau aliran Hadrotus-Syeikh Hasyim Asy’ari menjelaskan
Aswaja dalam kitab Qanun NU dengan melakukan pembakuan atas ajaran aswaja,
bahwa dalam hal tawhid aswaja (harus) mengikuti Al-Maturidi, ulama Afganistan
atau Abu Hasan Al Asy’ari, ulama Irak. Bahwa mengenai fiqh, mengikuti salah satu
di antara 4 mazhab. Dan dalam hal tasawuf mengikuti Imam al-Ghazali atau Al-
Junaidi. tatkala menganut aswaja sebagai mazhab, seseorang hanya mengamalkan
apa yang menjadi doktrin Aswaja.
Sumber hukum dasar yang dijadikan sebagai landasan pengambilan hukum
oleh para imam mazhab empat adalah Al Qur’an, Al hadits dan Al Sunnah, Ijma,
dan Qiyas. Do’a qunut merupakan salah satu conto amalan dari Nabi Muhammad
kepada para sahabat.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
10