Anda di halaman 1dari 6

Khutbah I

)×3( ْ‫×) هللاُ اَكبَر‬3( ْ‫×) هللاُ اَ ْكبَر‬3( ْ‫هللاُ اَ ْكبَر‬

ْ َ‫ات َواَ ْزهَرْ َو ُكلَّ َما ا‬


‫ط َع َم قَانِ ُع‬ ٌ َ‫اب َواَ ْمطَرْ َو ُكلَّما َ نَبَتَ َنب‬!ٌ ‫صاِئ ٌم َواَ ْفطَرْ هللاُ اَ ْكبَرْ ُكلَّما َ تَ َرا َك َم َس َح‬ َ ‫صا َم‬ َ َ ‫هللاُ اَ ْكبَرْ ُكلَّ َما هَ َّل ِهالَ ٌل َواَ ْبد ََر هللاُ اَ ْكبَرْ ُكلَّما‬
َ‫صيا َ ِم َر َمضَانَ َو ْعي َد ْاالَضْ َحى بَ ْع َد يَوْ ِم َع َرفَة‬ ِ ‫ط ِر بَ ْع َد‬ْ ِ‫ اَ ْل َح ْم ُد هللِ الَّ ِذى َج َع َل لِ ْل ُم ْسلِ ِم ْينَ ِع ْي َد ْالف‬.. ْ‫ال ُم ْعتَر‬.ْ

ُ‫ي قَ ْد َغفَ َر هللاُ لَه‬ َّ ِ‫ك ْال َع ِظ ْي ُم ْاالَ ْكبَرْ َواَ ْشهَ ٌد اَ َّن َسيِّدَنا َ ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ ال َّشافِ ُع فِى ْال َمحْ شَرْ نَب‬
ُ ِ‫ك لَهُ لَهُ ْال َمل‬ ِ ‫اَ ْشهَ ُد اَ ْن الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ ش‬
َ ‫َر ْي‬
َ‫ فَيَا ِعبَا َدهللاِ اِتَّقُواهللا‬.ُ‫ اَ َّما بَ ْعد‬. ْ‫س َوطَهَّر‬ َ ْ‫َب َع ْنهُ ُم الرِّج‬َ ‫َلى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَلِ ِه َواَصْ َحابِ ِه الَّ ِذ ْينَ اَ ْذه‬ َ ‫صلِّ ع‬ َ ‫ اللهُ َّم‬.‫َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه َو َما تََأ َّخ َر‬
َ‫ق تُقَاتِ ِه َوالَ تَ ُموْ تُ َّن اِالَّ َواَ ْنتُ ْم ُم ْسلِ ُموْ ن‬
َّ ‫َح‬

Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah

Marilah selalu memanjatkan syukur kepada Allah SWT karena pada pagi hari ini kita masih diberikan
karunia untuk melakukan shalat Idul Adha di masjid yang penuh berkah. Demikian pula diberikan
kesempatan bertemu keluarga, sahabat, tetangga yang mungkin jarang kita temui di hari biasa.
Karenanya, ini adalah waktu istimewa yang disediakan untuk kita, umat Islam. Karenanya, mari aneka
nikmat yang ada kita pergunakan dengan sebaik mungkin untuk meningkatkan takwallah yang
diwujudkan dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Hadirin yang Berbahagia

Baru saja kita rebahkan diri kita, bersimpuh di depan pintu kebesaran Allah yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. Baru saja kita mengakhiri shalat dengan menyebarkan salam sejahtera kepada semua
makhluk sekitar. Sejak tadi malam sampai pagi ini, kita memenuhi langit dengan suara takbir kita. Allahu
akbar allahu akbar allahu akbar la ilahaillahu allahu akbar. Allahu akbar walillahil hamdu.

Di belahan dunia lain, di Mekah al-Mukkaramah, di hari-hari ini, jutaan umat Islam dari segenap penjuru
dunia berdatangan dan berkumpul di tanah suci melakukan ibadah haji. Gemuruh dan gema kaum
muslimin dan muslimat yang sedang menunaikan ibadah haji menyambut panggilan ilahi dengan
mengucapkan talbiyah. Labbaikallahuma labbaik. Labbaika la syarika laa labbaik. Innal hamda wan
nikmata la wal mulk la syarika laka.

Maasyiral Muslimin yang Dirahmati Allah

Idul Ahda yang khas dengan ibadah kurban merupakan bentuk rasa syukur pada Allah. Demikian ini
karena banyaknya Allah telah melimpahkan anugerah pada kita. Kita telah diberi banyak hal oleh Allah
Subhanahu Wa Taala. Anggota tubuh yang kita miliki dari mulai kepala, telinga, tangan, kaki, hidung, dan
lain-lain. Semuanya adalah nikmat yang tidak mungkin terbeli. Jika dihitung berapa nominal harganya,
pastilah tidak bisa dinominalkan. Pastilah bermiliar-miliar.
Demikian juga, udara yang dihirup, biji-bijian yang dimakan, kendaraan yang ditumpangi, semuanya
disediakan oleh Allah Subhanahu Wa Taala yang Maha-Pengasih dan Maha-Penyayang untuk manusia.
Wallahu khalaqa lakum ma fil ardli jami’a. Allah Subhanahu Wa Taala telah menciptakan yang ada di
dunia untuk kalian semua. Semua kalau dihitung dengan nominal angka manusia, pasti tiada terhingga.

Tentang syukur ini, Allah berfirman:

َ ِ‫ط ِع ُموا ْالقَانِ َع َو ْال ُم ْعتَ َّر ۚ َك ٰ َذل‬


‫ك‬ ْ ‫ت ُجنُوبُهَا فَ ُكلُوا ِم ْنهَا َوَأ‬
ْ َ‫اف ۖ فَِإ َذا َو َجب‬ َ ‫َو ْالبُ ْدنَ َج َع ْلنَاهَا لَ ُك ْم ِم ْن َش َعاِئ ِر هَّللا ِ لَ ُك ْم فِيهَا خَ ْي ٌر ۖ فَ ْاذ ُكرُوا ا ْس َم هَّللا ِ َعلَ ْيهَا‬
َّ ‫ص َو‬
َّ
َ‫َس َّخرْ نَاهَا لَ ُك ْم لَ َعل ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬

Artinya: Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah, kamu
memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu
menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka
makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak
meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada
kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur. (QS. Al-Hajj: 36).

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah

Hari Raya Idul Adha selalu saja menjadi rekonstruksi sejarah masa lampau. Sejarah kehidupan figur-figur
agung para kekasih Allah Subhanahu Wa Taala, yaitu figur Nabiyullah Ibrahim 'Alaihis Salam, figur sang
anak hebat Nabi Ismail, dan figur sang ibu luar biasa, Siti Hajar. Prosesi yang mengharu biru sejarah umat
manusia adalah penyembelihan Nabiyullah Ibrahim AS pada putra tercintanya Nabi Ismail yang akhirnya
diganti kambing oleh Allah.

Selain sebagai bentuk kepatuhan pada titah Allah SWT, ibadah kurban adalah merupakan bentuk
solidaritas atas sesama yang tercecer dari mobilitas sosial. Untuk mereka, yakni orang-orang fakir dan
miskin. Apalagi, di tengah kondisi perekonomian yang lesu di negara Indonesia imbas Covid-19, juga nilai
tukar rupiah yang anjlok di kisaran Rp15.000,- dan menyebabkan makin sulitnya kehidupan saudara-
saudara kita, adalah kewajiban untuk membantu.

Nabi SAW sangat mengecam keras orang yang enggan berkurban, karena dalam Islam ibadah kurban
bukan hanya ritus persembahan untuk meningkatkan spritualitas seseorang atau juga bukan tontonan
kesalihan orang kaya semata. Namun, lebih dari itu, kurban adalah dalam rangka memperkuat kepekaan
sosial, menyantuni fakir miskin dan membuat gembira orang sengsara. Kurban mencerminkan pesan
Islam bahwa seseorang hanya dapat taqarrub pada Allah, bila ia sebelumnya telah dekat dengan
saudara-saudaranya yang kekurangan.

Hadirin yang Dirahmati Allah

Selain itu, ada beberapa hal yang dapat kita petik dalam sirah dan kehidupan agung Nabi Ibrahim AS dan
keluarganya. Pelajaran pertama adalah pertanyaan Allah Subhanahu Wa Taala pada Nabi Ibrahim,
faiana tadzhabun. Ketika Nabi Ibrahim yang dikenal kara raya dengan seribu ekor domba, tiga ratus ekor
lembu, dan seratus ekor unta, beliau ditanya: Hendak ke mana ia pergi? Maka beliau menjawab: Inni
dzahibun ila rabbi sayahdin. (QS. At-Takwir: 26). Artinya: Sesungguhnya aku pergi menghadap Tuhanku
dan dia memberi petunjuk padaku.

Bagi Ibrahim, tujuan akhir hidup manusia bukan kekayaan, bukan pangkat, bukan jabatan dan
sebagainya, tetapi tujuan hidup manusia adalah Allah Subhanahu Wa Taala. Karena seperti dimaklumi
sebagai sunnatullah, manusia selalu bergerak sesuai naluri bawaan, ingin memperluas wawasan dan
pengalaman hidupnya. Untuk memfasilitasi manusia, maka diciptakanlah berbagai sarana kehidupan
mulai dari sandal, sepatu, jalan, kendaraan hingga peralatan yang lain agar manusia bisa hidup dengan
nyaman. Manusia juga membangun jembatan, menggunakan jalur lautan dan juga udara. Manusia juga
mengapling-kapling lautan dan udara sedemikian rupa sehingga mengurangi kemacetan di daratan.

Jamaah Shalat Id yang Mulia

Dalam perjalanan dan pengembaraan manusia secara fisik untuk mengetahui luasnya dunia, pada
akhirnya terhambat secara teknis. Kemacetan tetap terjadi di daratan, lautan maupun udara. Oleh
karena itu, manusia menciptakan internet dan teknologi fotografi serta televisi. Di masa sekarang,
manusia hanya dengan duduk di komputer atau televisi, mereka sudah dapat menjangkau dunia yang
lebih luas dan warna-warni, meskipun disajikan dalam bentuk potongan gambar, rekaman video atau
foto. Mereka menyebutnya sebagai sebuah keniscayaan di era visual age.

Islam –seperti diperlihatkan Nabi Ibrahim—mentrandensikan jalan menuju Tuhan sebagai jalan
kebahagiaan dan jalan menuju akhirat. Islam memberikan dimensi moral spritual agar aktivitas manusia
memiliki tujuan yang lebih bermakna, bukan hanya sekedar mobilitas fisik tanpa tujuan yang bersifat
ilahi.

Pertanyaan Allah pada Nabi Ibrahim adalah pertanyaan moral yang penuh makna: Hendak dibawa ke
mana harta kita? Hendak dibawa mobil kita? Hendak dibawa ke mana jabatan kita? Hendak dibawa ke
mana pangkat kita? Hendak dibawa ke mana ilmu kita? Hendak dibawa ke mana tubuh kita?

Di tengah hiruk pikuk manusia dengan berbagai aktivitasnya, maka menjadi penting untuk menanyakan
kembali pertanyaan Ibrahim AS. Karena bisa jadi, yang primer bagi manusia secara faktual dewasa ini
adalah avoiding the pain, menghindari apa pun yang menyakitkan. Lalu juga looking for the pleasure,
mengejar apa pun yang dirasakan menyenangkan. Sehingga yang muncul hanyalah kehidupan materi
duniawi belaka. Sebagaimana dikatakan oleh Prof Komarudin Hidayat, bahwa salah satu dimensi dan
misi manusia sebagai moral being adalah menegakkan nilai-nilai moral dalam kehidupannya di manapun
berada. Moral being ini harus diwujudkan dalam ruang-ruang kantor, di kamar rumah, di masjid, di
restoran, di warung kopi dan sebagainya.

Tujuan hidup kita, lagi-lagi seperti teladan Nabi Ibrahim, adalah harus tertuju pada Allah. Tuhan semesta
alam. Inna shalati wa nusuki wamahyaya wa mamati lillahi rabbil alamin. Sesungguhnya shalatku,
matiku, hidupku adalah untuk Allah. Setiap shalat, kita sudah seringkali mengikrarkan dalam lisan kita.
Hadirin yang Dimuliakan Allah

Pelajaran berharga lainnya yang kita bisa teladani dari Nabi Ibrahim 'Alaihis Salam adalah bahwa tujuan
tertinggi manusia adalah seperti doa Nabi Ibrahim. Rabbi hab li minasshalihin. Ya Allah berilah kami
anak-anak yang salih. Nabi Ibrahim meminta anak yang salih. Bukan anak yang pintar, bukan anak yang
kaya raya. Bukan anak yang punya jabatan luar biasa. Bukan anak yang punya pangkat setinggi langit.
Karena apalah arti anak kaya, anak berpangkat dan jabatan, anak yang pintar tapi mereka tidak salih.
Karena itu, kata kuncinya adalah anak salih.

Untuk mewujudkan anak yang salih, tentu bukan hal yang mudah. Pertama: keluarga adalah hal utama
dan pertama dalam mewujudkan anak salih. Jangan remehkan peran keluarga. Anak yang salih dan
salihah, pasti tidak luput dalam pendidikan keluarga sejak dini seperti dilakukan Nabi Ibrahim dan Siti
Hajar. Keduanya berjibaku membentuk karakter Ismail sedemikian rupa. Mereka mengajarkan
pendidikan agama pada Ismail sejak dini. Ini sama dengan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam
mendidik anak-anak muslim: Didiklah anak-anakmu pada tiga perkara: Mencintai Nabimu, mencintai
ahlu baitnya dan membaca Al-Qur’an. (HR. Tabrani).

Dan sahabat Ali pernah berkata:

ِ ‫َعلِّ ُموْ ا اَوْ اَل َد ُك ْم فَاِنَّهُ ْم َم ْخلُوْ قُوْ نَ فِي زَ َم‬


ْ‫ان َغي ِْر َز َمانِ ُكم‬

Artinya: Didiklah anak-anakmu karena mereka hidup di zaman yang tidak sama dengan zamanmu.

Jamaah yang Berbahagia

Kedua, memberi keteladanan (uswah) pada anak-anak kita. Bagaimana pun, keteladanan merupakan
dakwah yang sangat manjur dalam mengarahkan anak. Dengan keteladanan yang ditampakkan sehari-
hari, maka yang demikian ini akan mempengaruhi anak-anak. Keluarga yang mempertontonkan
kejujuran dan kedermawanan akan berpengaruh bagi anaknya. Sebaliknya, keluarga yang
mempertontonkan kedustaan dan kebakhilan juga akan anaknya meniru.

Karena itu, Abdullah Nasih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad, mengutip syair Abul Aswad Adduwali
yang melontarkan kecaman bagi pengajar atau orang tua yang tindak tanduknya bertentangan dengan
ucapannya:

‫ك كانَ ذا التَعلي ُم‬ ِ ‫ هَاَّل لِن‬# ُ‫يا َأيُّها ال َر ُج ُل ال ُم َعلِّ ُم غَي َره‬
َ ‫َفس‬

‫صحُّ بِ ِه َوَأنتَ َسقي ُم‬ ِ ‫َصفُ ال َّدوا َء لِذي الس‬


ِ َ‫ َك ْي َما ي‬# ‫َّقام َوذي الضَّنا‬ ِ ‫ت‬

‫ َأبَداً َوَأنتَ ِمن الرَّشا ِد َع ِد ْي ُم‬# ‫ك تُصْ لِ ُح بالرَّشا ِد عُقولَنا‬


َ ‫َوتَرا‬

‫ت عَنهُ فَأ ْنتَ َحكي ُم‬ َ ‫فَا ْب َدْأ بِنَ ْف ِس‬


ْ َ‫ فَِإ َذا اِنتَه‬# ‫ك فَا ْنهَهَا عَن َغيِّهَا‬
‫ول ِم ْنك َويَ ْنفَ ُع التَّ ْعلِ ْي ُم‬
ِ َ‫ بِالق‬# ‫ك يُقبَ ُل َما تَقو ُل َويَهتَ ِدي‬
َ ‫فَهُنا‬

Artinya:

Wahai orang yang mengajar orang lain

Kenapa engkau tidak juga menyadari dirimu sendiri.

Engkau terangkan bermacam obat bagi segala penyakit agar semua yang sakit sembuh.

Sedang engkau sendiri ditimpa sakit.

Obatilah dirimu dahulu. Lalu cegahlah agar tidak menular pada orang lain.

Dengan demikian, engkau adalah seorang yang bijak.

Apa yang engkau nasihatkan akan mereka terima dan ikuti,

ilmu yang engkau ajarkan akan bermanfaat bagi mereka.

Ketiga, kumpulkan anak-anak kita dengan teman-teman yang baik atau teman yang salih atau salihah.
Teori habitus yang disampaikan oleh Pierre Bordieu menunjukkan bahwa habitus, tempat di mana kita
berada, sangat berpengaruh pada manusia, pada anak-anak dan juga kepada adik-adik kita. Bordie
menyebut habitus sebagai “struktur yang terstruktur”.

Habitus adalah “lingkungan dari kekuatan yang ada”. Almarhum KH Abdul Muchith Muzadi, selalu
memberi nasihat pada orang-orang: Lebih baik sekolah yang berakhalkul karimah meskipun 'tidak
bermutu' daripada 'bermutu' tapi tidak berakalakul karimah. Untuk memilih pendidikan yang karena itu,
carilah habitus yang baik-baik. Jangan terjerumus pada habitus yang kurang baik sehingga menyebabkan
kita masuk dalam habitus tersebut.

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah

Demikianlah khutbah yang saya sampaikan. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

ِ ‫ َونَفَ َعنِي َواِيِّا ُك ْم بما فيه ِمنَ اآليَا‬.‫صلَّي بَارَكَ هللاُ لِي َولَ ُك ْم فِي ْالقُرْ آ ِن ْال َع ِظي ِْم‬
‫ت‬ َ َ‫بسم هللا الرحمن الرحيم قَ ْد اَ ْفلَ َح َم ْن تَ َز َّكي َو َذك ََر ا ْس َم َربًِ ِه ف‬
‫ َوتَقَبِّ َل هللا ِمنِّي َو ِم ْن ُك ْم تِال َوتَهُ اِنَّه هُ َوال َّس ِم ْي ُع ْال َعلِ ْي ُم‬.‫َوال ِّذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم‬

Khutbah II

‫ هللا أكبر‬،‫ هللا أكبر‬،‫ هللا أكبر‬،‫ هللا أكبر‬،‫ هللا أكبر‬،‫ هللا أكبر‬،‫هللا أكبر‬.

‫ َأ ْسبَ َغ نِ َع َمهُ َعلَ ْينَا ظَا ِه َرهَا‬.ُ‫ك لَه‬ ِ ‫أن اَل إلهَ إال هللا َوحْ َدهُ اَل ش‬
َ ‫َر ْي‬ ْ ‫ َو‬.‫اض نِ َع َمهُ َعلَ ْينَا َوَأ ْعظَ َم‬
ْ ‫ أشهَ ُد‬,‫إن َت ُع ُّدوْ ا ِن ْع َمةَ هللاِ اَل تُحْ صُوهَا‬ َ َ‫الحم ُد هلل أف‬
‫ َملَ ِكهَا َوإ ْن ِسهَا َو ِجنِّهَا‬.‫ت‬ ْ
ِ ‫ َرسُوْ ٌل اِصْ طَفَاهُ َعلَى َج ِمي ِْع البَ ِريَّا‬.ُ‫أن ُم َح َّمدًا عب ُدهُ و َرسُوْ لُه‬
َّ ‫َوبَا ِطنَهَا َوأ ْشهَ ُد‬

‫ص َّل َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى أل‬


َ ‫اللهم‬. ‫ض بُ ُد ً ِوهَا وقَ َراهَا‬
ِ ْ‫ع األر‬ ِ ‫أهل ْال َك َم‬
ِ َ ‫ال فِى ِبقا‬ ِ ‫على أل ِه وأصحاب ِه‬ َ ‫صلِّ و َسلًِ ْم‬
َ ‫على َسيًِ ِدنا محم ٍد َو‬ َ ‫اللهم‬
ِ ‫َلى إ ْب َرا ِهي َم و َعلَى‬ ْ ًّ
‫أل إب َراهيم فى‬ َ ‫ كما با َركتَ ع‬,‫على أ ِل محم ٍد‬ َ ‫ار ْك ع‬
َ ‫َلى ُم َح ًَم ٍد َو‬ َ ‫صليْتَ َعلَى إبراهيم َوع‬
ِ َ‫ وب‬,‫َلى أ ِل إب َْرا ِهيم‬ َ ‫ كما‬.‫َسيَّ ِدنا ُم َح ًَم ٍد‬
‫العالَ ِم ْينَ إنًَكَ حمي ٌد مجي ٌد‬
‫ت‪ .‬اللهم‬ ‫الحا َجا ِ‬
‫ض َى َ‬ ‫ت ويَا قَا ِ‬ ‫ت‪ .‬إنك سمي ٌع قريبٌ مجيبُ ال ًَدع ََوا ِ‬ ‫ت األحيا ِء ِم ْنهُ ْم واأل ْم َوا ِ‬ ‫ت والمؤمنِ ْينَ والمؤ ِمنا ِ‬ ‫اللهم اغفِرْ لِ ْلمسل ِميْن وال ُم ْسلِ َما ِ‬
‫ُ‬ ‫ُأ‬ ‫َّ‬ ‫َّ‬ ‫ْ‬ ‫َوفَّ ْقنَا لِ َع َم ٍل َ‬
‫وبار ْك لنا فِى ُعلوْ ِمنا‬
‫ِ‬ ‫وجنبْنا ِمنَ الن َوا ِهى َوأع َما ٍل ِه َى تَبُوْ ر‪ .‬اللهم أصْ لِحْ ُواَل ةَ ُموْ ِرنَا‪.‬‬ ‫ح يَ ْبقَى نَف ُعهُ عَل َى َم َمرِّ ال ُّده ِ‬
‫ُور‪َ .‬‬ ‫صالِ ٍ‬
‫الوهابُ ‪ .‬ربنا أتنا فى‬ ‫ك أ ْنتَ َ‬ ‫ك رحمةً إن َ‬ ‫ف بَ ْينَ قُلُوبِنَا وَأصْ لِحْ َذاتَ َب ْينِنا‪ .‬ربنا ال تُ ِز ْغ قُلُوبَنَا بَ ْع َد ْإذ هَ َد ْيتَنَا َوهَبْ لَنَا ِم ْن لَ ُد ْن َ‬ ‫وأ ْع َمالِنا‪ .‬اللهم َألِّ ْ‬
‫الدنيا حسنة وفى األخرة حسنة وقنا عذاب النار‬

‫َر‪ .‬يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلًَ ُك ْم تَ َذ ًَكرُون‪ .‬فَ ْاذ ُكرُوا هللا يَ ْذ ُكرْ ُكم‬ ‫ان وإيتا ِء ِذى القُرْ َ‬
‫بى ويَ ْنهَى ع َِن الفَحْ شَا ِ!ء وال ُم ْنك ِ‬ ‫عبا َد هللا! ًَ‬
‫إن هللاَ يَأ ُمرُك ْم بال َع ْد ِل واإلح َس ِ‬
‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬
‫واشكرُوا عَل َى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْدك ْم ‪.‬ول ِذك ُر هللاِ أكبَر‬ ‫ُ‬

Anda mungkin juga menyukai