Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH AGAMA 

KEADILAN PARA SAHABAT TABI’IN DAN TABI’UT


TABI’IN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hadits merupakan salah satu sumber pokok penetapan hukum dalam Islam.
Hadits Nabi telah ada sejak awal perkembangan Islam , adalah sebuah kenyataan
yang tak dapat diragukan lagi. Hadits dapat disebut juga dengan Sunnah adalah
segala sesuatu yang bersumber atau didasarkan kepada Nabi SAW baik berupa
perkataan, perbuatan, atau taqrir-nya. Sebagai sumber ajaran Islam setelah al-Qur'an,
sejarah perjalanan hadits tidak terpisahkan dari sejarah perjalanan Islam itu sendiri.
Pada zaman sahabat, hadits - hadits Nabi disampaikan dari mulut ke mulut.
Pada masa itu mereka belum terdorong membukukannya dan kekuatan hafalan
sahabat pun telah diakui sejarah. Pada masa setelah sahabat adalah para tabi’in dan
tabi’ut tabi’in yang penyampaikan hadits- hadits nabi dan mereka mulai
membukukan hadits – hadits agar tidak hilang dari perubahan zaman.
Para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in dalam meriwayatkan hadits sangat
adil dan tidak ada pertentangan diantara meraka pada masa hidup meraka. Oleh
sebab itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang keadilan para sahabat , tabi’in dan
tabi’ut tabi’in dalam meriwayatkan dan mengajarkan hadits pada orang islam.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka pemakalah dapat merumuskan masalah sebagai
berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in?
2.      Bagaimana cara mengetahui atau menetapkan sahabat?
3.      Bagaimana keadilan sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in?
C.   Tujuan
            Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui bahwa keadilan para sahabat,
tabi’in, dan tabi’ut tabi’in dalam mengajarkan ajaran islam berpedoman pada
alqur’an dan hadits.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Sahabat , Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in


Sebelum kita masuk dalam pembahasan materi kita . kita harus mengetahui
apa itu sahabat tabi’in dan tabi’ut tabi’in . sehingga semua mengerti dan jelas dalam
membuat sebuah makalah sehingga pembaca mengerti apa maksud dari Makalah
yang kami buat .
1.      Pengertian Sahabat
Kata sahabat menurut lughah jamak dari sahib artinya yang menyertai.
Menurut para ulama yang disebut "sahabat" adalah orang yang bertemu dengan Nabi
SAW dalam keadaan beriman dan meninggal dunia sebagai pemeluk Islam. Maka,
orang yang bertemu dengan Nabi sedang dia belum memeluk agama Islam, maka
tidaklah dipandang sahabat. Orang yang menemui masa Nabi dan beriman
kepadanya tetapi tidak menjumpainya, seperti Najasi, atau menjumpai Nabi setelah
Nabi wafat, seperti Abu Dzu'aib, yang pergi dari rumahnya setelah ia beriman untuk
menjumpai Nabi  di Madinah. Setiba di Madinah, Nabi telah wafat. Maka,
baik Najasi dan Abu Dzu'aib, mereka berdua termasuk sahabat Nabi.
Ditandaskan oleh al-Hafidl, bahwa pendapat yang paling shahih yang telah
diketemukannya bahwa arti sahabat adalah orang yang berjumpa dengan Nabi dalam
keadaan dia beriman dan meninggal dalam islam, baik lama ia bergaul dengan Nabi
atau tidak, baik dia turut berperang bersama Nabi atau tidak, baik dia dapat melihat
Nabi meskipun tidak dalam satu majelis dengan Nabi, atau dia tidak dapat melihat
Nabi karena buta.
Menurut Usman ibnu Shalih, yang dikatakan sahabat adalah orang yang
menemui masa Nabi, walaupun dia tidak dapat melihat Nabi dan ia memeluk Islam
semasa Nabi masih hidup.
Sebagian 'ulama Ushul berpendapat bahwa yang dimaksud sahabat adalah
orang yang berjumpa dengan Rasul dan lama pula persahabatannya dengan beliau
walaupun tidak meriwayatkan hadits dari beliau.
Menurut al-Khudlari menerangkan dalam Ushul Fiqhnya: "tidak dipandang
seseorang, menjadi sahabat, melainkan orang yang berkediaman bersama Nabi satu
tahun atau dua tahun". Tetapi an-Nawawi membantah faham ini dengan alasan kalau
yang dmaksud sahabi yaitu orang yang menyertai Nabi satu atau dua tahun, tentulah
tidak boleh kita katakan Jarir al-Bajali seorang sahabat.
Menurut bahasa, sahabat (jama’ dari shahib) berarti yang menyertai atau yang
menemani Sedangkan menurut istilah, ulama’ berbeda pendapat.
1.        Jumhur ulama’ berpendapat bahwa sahabat ialah :
‫من لقي رسول هللا ص م مال قة عرفية في حل الحياة حل كونه مسلما ومؤمنا به‬
“Orang yang bertemu Rasulullah saw dengan pertemuan yang wajar sewaktu
Rasulullah saw masih hidup, dalam keadaan Islam dan beriman.”
2. Ibnu Hajar dalam kitab Al Ishabah jilid 1 : 4-5 menerangkan bahwa sahabat ialah
orang Islam yang bertemu dengan Nabi saw dan mati dalam memeluk Islam.  
3.  Al Jahidl berpendapat bahwa sahabat ialah orang Islam yang berjumpa dengan
Nabi, lama persahabatannya dengan Nabi dan meriwayatkan hadis dari beliau.
Adapun pengertian sahabat secara umum yang telah didefinisikan oleh para ulama’,
yaitu : 
 “Sahabat adalah orang yang pernah bertemu dengan Nabi, beriman kepadanya dan
meninggal dalam keadaan Islam”.

2.      Pengertian Tabi’in
Tabi’in menurut bahasa adalah jama’ dari kata tabi’ yang artinya pengikut.
Menurut istilah, tabi’in adalah orang yang pernah bertemu dengan sahabat, iman
kepada Nabi saw dan meninggal dalam keadaan Islam. Tentang hal ini al-Khatib al-
Baghdadi mensyaratkan adanya persahabatan dengan sahabat, jadi bukan hanya
bertemu.
Menurut Ibnu Katsir, yang dinamakan tabi’in tidak cukup hanya pernah
melihat sahabat, sebagaimana yang dinamakan sahabat cukup pernah melihat Nabi
saw saja. Yang membedakan adalah keagungan dan kebesaran dari melihat Nabi
saw. Namun menurut kebanyakan ahli hadis, yang dinamakan tabi’in ialah orang
yang pernah bertemu sahabat dalam keadaan beriman dan meninggal dunia dalam
keadaan beriman meskipun tidak pernah bersahabat dengan sahabat dan tidak pula
pernah meriwayatkan hadits dari sahabat.

3.    Pengertian Tabi'ut tabi'in 


Tabi'ut tabi'in atau Atbaut Tabi'in (bahasa Arab: ‫ابعين‬e‫ )تابع الت‬adalah generasi
setelah Tabi'in, artinya pengikut Tabi'in, adalah orang Islam teman sepergaulan
dengan para Tabi'in dan tidak mengalami masa hidup Sahabat Nabi. Tabi'ut tabi'in
adalah di antara tiga kurun generasi terbaik dalam sejarah Islam, setelah Tabi'in dan
Shahabat. Tabi'ut tabi'in disebut juga murid Tabi'in. Menurut banyak literatur
Hadits : Tab'ut Tabi'in adalah orang Islam dewasa yang pernah bertemu atau berguru
pada Tabi'in dan sampai wafatnya beragama Islam. Dan ada juga yang menulis
bahwa Tabi'in yang ditemui harus masih dalam keadaan sehat ingatannya. Karena
Tabi'in yang terahir wafat sekitar 110-120 Hijriah

B.     Cara Mengetahui atau Menetapkan Sahabat


Cara untuk mengetahui bahwa seseorang itu adalah sahabat, ialah dengan kriteria
sebagai berikut :
1.      Adanya khabar Mutawatir yang menyatakan bahwa orang itu adalah sahabat. Contoh
: Khulafa’ur Rasyidin
2.      Adanya khabar yang masyhur tetapi belum pada tingkat mutawatir yang menyatakan
bahwa orang itu adalah sahabat. Contoh : Dlammah ibn Tsa’labah dan Ukasyah ibn
Nisham
3.      Diberitakan atau diakui oleh sahabat yang terkenal kesahabatannya.
Contoh :Hamamah ibn Abi Hamamah Ad-Dausi yang diakui kesahabatannya oleh
Abu Musa Al-Asy’ari
4.      Adanya keterangan dari Tabi’in yang tsiqah (kepercayaan) bahwa orang itu Sahabat
5.      Pengakuan sendiri dari orang yang adil (Islam, baligh, berakal, tidak mengerjakan
dosa-dosa kecil apalagi dosa besar yang dapat menodai agama dan sopan santun,
serta sejahtera dari sesuatu yang dapat mengurangkan kesempurnaan dirinya) bahwa
dirinya adalah seorang sahabat. Pengakuan dinyatakan sebelum seratus tahun
kewafatan Rasulullah. Apabila pengakuan tersebut dilakukan setelah seratus tahun
kewafatan Nabi saw, maka pengakuannya itu tidak diterima.  

C.     Keadilan Sahabat (adalat al-shahabah)


Menurut Jumhur Ulama’, bahwa seluruh sahabat itu adalah
adil. Adapun yang dimaksud adil disini adalah adanya konsekuensi para
sahabat secara kontiniu dalam menegakkan nilai-nilai agama, senantiasa ber
amar ma’ruf serta tidak berbohong kepada Rasulullah Saw.
.Imam Al-Khatib al-Bagdadi, dalam kitab Kifayahnya mengatakan
bahwa tidak perlu dipersoalkan lagi mengenai keadilan para sahabat, karena
keadilan sahabat sudah ditetapkan keadilannya oleh Allah Swt., dalam ayat-
ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dan perintah ini dari Al Quran dan Hadits
tersebut langsung tertuju kepada sahabat Rasulullah dan orang-orang yang
menyaksikan turunnya wahyu.
Imam Al- Nawawi menyatakan pendapat jumhur itu telah menjadi
ijma’, oleh karena itu tidak diperbolehkan seseorang mengkritik mereka (
para sahabat ), karena dikhawatirkan akan menyimpang dari al-Qur’an
dan al-Sunnah yang telah menegaskan keadilan mereka. Sebab mereka
memiliki peran yang sangat besar dalam menegakkan dan membela agama, membela
Rasulullah Saw, menyerahkan jiwa dan hartanya, bersikap sesuai dengan tatanan-
tatanan-Nya dan sangat ketat dalam melaksanakan perintah maupun menjauhi
larangan-Nya.
Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa keadilan sahabat telah di maklumi
berlandaskan apa yang ditegaskan Allah Swt sendiri. Selain itu Allah juga memuji
mereka. Oleh karena itu tidak perlu lagi menta’dilkan mereka sebab penta’dilan dari
Allah lebih sahih mengingat Dia adalah Dzat yang Maha Mengetahui terhadap yang
ghaib. Pernyataan Al-Ghazali mendapat dukungan ibn Salah, ia menjelaskan bahwa
keadilan sahabat sudah tidak dipertanyakan lagi. Hal ini sesuai dengan keterangan
Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’ bahwa mereka semua adalah adil.
Ibnu Atsir dalam kitab Al- I’tiab berkata, “walaupun para sahabat, tidak perlu
kita bahas keadaan mereka karena telah disepakati oleh Ahl al Haaq yaitu Ahl as-
Sunnah wa al Jama’ah bahwa mereka itu adil, namun wajib kita mengetahui nama-
nama mereka dan membahas perjalanan hidup mereka, serta keadaan mereka untuk
kita teladani, karena merekalah orang yang paling mengetahui tentang suluk Nabi
SAW dan keadaan kehidupan beliau.”

Dalil Keadilan Sahabat Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in


 Allah Telah Menta’dil ( memberikan penilaian adil ) kepada para
sehabat nabi  SAW dengan firman – firmannya di dalam kitab suci Al Quran,
maka tidak diperlukan lagi ucapan – ucapan  dari manusia – manusia  Jahil
yang meragukan dan membantahnya. Dan ini adalah dalil – dalilnya :
‫َأ‬ َ ‫م َُح َّم ٌد َرسُو ُل هَّللا ِ َوالَّذ‬
ً‫ض ال‬ ْ ‫ون َف‬ ِ ‫ِين َم َع ُه شِ َّدا ُء َعلَى ْال ُك َّف‬
َ ‫ار ر َُح َما ُء َب ْي َن ُه ْم َت َرا ُه ْم ُر َّكع ا ً ُس جَّ داً َي ْب َت ُغ‬
‫ك َم َثلُ ُه ْم فِي ال َّت ْو َرا ِة َو َم َثلُ ُه ْم فِي‬
َ ِ‫الس جُو ِد َذل‬ ُّ ‫ض َوانا ً ِس ي َما ُه ْم فِي وُ ُج وه ِِه ْم مِنْ أ…َ َث ِر‬ ْ ‫م َِن هَّللا ِ َو ِر‬
َ ‫اع لِ َيغِي َظ ِب ِه ُم ْال ُك َّف‬
‫ار‬ ُّ ُ‫آز َرهُ َفاسْ َت ْغلَ َظ َفاسْ َت َوى َعلَى سُوقِ ِه يُعْ ِجب‬
َ َّ‫الزر‬ َ ‫يل َك َزرْ ٍع َأ ْخ َر َج َش ْطَأهُ َف‬ ِ ‫اِأْل ْن ِج‬
 29:‫ت ِم ْن ُه ْم َم ْغف َِر ًة َوَأجْ راً عَظِ يماً)) الفتح‬ ِ ‫ِين آ َم ُنوا َو َع ِملُوا الصَّال َِحا‬ َ ‫َو َع َد هَّللا ُ الَّذ‬
“Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang - orang yang bersama
dia adalah keras terhadap orang - orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama
mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhoan-
Nya. Tanda - tanda mereka, tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
Demikianlah sifat - sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi
besarlah dia dan tegak lurus diatas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam -  penanamnya, karena Allah menjengkelkan hati orang - orang kafir
(dengan kekuatan orang - orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang -
orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih diantara mereka ampunan
dan pahala yang besar.” (QS. Al Fath: 29)

ُ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْن ُه ْم َو َر‬
‫ض وا‬ َ ‫ار َوالَّذ‬
ٍ ‫ِين ا َّت َبعُو ُه ْم بِِإحْ َس‬
ِ ‫ان َر‬ ِ ‫ص‬َ ‫ين َواَأْل ْن‬ َ ُ‫ون اَأْلوَّ ل‬
َ ‫ون م َِن ْال ُم َها ِج ِر‬ َ ُ‫َّابق‬ ِ ‫َوالس‬
ْ
/‫) [التوب ة‬100( ‫ك ال َف ْو ُز العَظِ ي ُم‬ ْ َ ‫َأ‬
َ ِ‫ِين فِي َها َب ًدا ذل‬ ‫َأْل‬
َ ‫ت َتجْ ِري َتحْ َت َها ا ْن َها ُر َخالِد‬ ‫َأ‬
ٍ ‫َع ْن ُه َو َع َّد لَ ُه ْم َج َّنا‬
]100
“Orang - orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam)
dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah
dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-
sungai di dalamnya selama - lamanya. Mereka kekal didalamnya. Itulah
kemenangan yang besar”.

‫( البق رة‬...‫ون الرَّ ُس و ُل َعلَ ْي ُك ْم َش ِهي ًدا‬


َ ‫اس َو َي ُك‬ ُ ‫ك َج َع ْل َنا ُك ْم ُأم ًَّة َو َس ًطا لِ َت ُكو ُن وا‬
ِ ‫ش َهدَا َء َعلَى ال َّن‬ َ ِ‫َو َك َذل‬
)143
            “Dan demikianlah (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat islam), umat
yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”. (QS. Al- Baqarah:143)
Perhatikan Sabda Nabi SAW dibawah ini :

)352 ‫ ص‬/ 12 ‫ (ج‬- ‫صحيح مسلم‬


‫ص َح ِابي‬ ْ ‫ت ال ُّنجُو ُم َأ َتى ال َّس َما َء َما ُتو َع ُد َوَأ َنا َأ َم َن ٌة َأِل‬
ْ ‫َف َقا َل ال ُّنجُو ُم َأ َم َن ٌة لِل َّس َما ِء َفِإ َذا َذ َه َب‬
‫ص َح ِابي َأ َتى‬ْ ‫ب َأ‬ َ ‫ون َوَأصْ َح ِابي َأ َم َن ٌة ُأِل َّمتِي َف ِإ َذا َذ َه‬َ ‫ْت َأ َتى َأصْ َح ِابي َما يُو َع ُد‬ ُ ‫َفِإ َذا َذ َهب‬
‫ون‬َ ‫ُوع ُد‬ َ ‫ُأ َّمتِي َما ي‬
Lalu Rasulullah SAW bersabda: ‘Bintang-bintang ini merupakan amanah
( penjaga, tanda keamanan ) bagi langit. Apabila bintang-bintang tersebut hilang,
maka langit akan tertimpa apa yang telah dijanjikan. Aku adalah amanah ( penjaga,
tanda keamanan ) para sahabatku. Kalau aku sudah tidak ada, maka mereka para
sahabatku, akan tertimpa apa yang telah dijanjikan. Para sahabatku adalah
amanah ( penjaga, tanda keamanan ) umatku. Apabila para sahabatku telah
tiada, maka umatku pasti akan tertimpa apa yang telah dijanjikan kepada
mereka”.[Diriwayatkan oleh Muslim no. 2531. Diriwayatkan pula oleh Ahmad 4/398-
399].

)5 ‫ ص‬/ 12 ‫صحيح البخاري – (ج‬


‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم اَل َت ُسبُّوا َأصْ َح ِابي َفلَ ْو َأنَّ َأ َح َد ُك ْم َأ ْن َف َق م ِْث َل ُأ ُح ٍد َذ َه ًب ا َم ا َبلَ َغ ُم َّد‬َ ُّ‫َقا َل ال َّن ِبي‬
‫َأ َح ِد ِه ْم َواَل َنصِ ي َف ُه‬
            Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kalian mencaci para sahabatku.
Demi Zat yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, seandainya seorang dari kalian
menginfakkan emas seberat Gunung Uhud, maka belum bisa menyamai satu mud
atau separuhnya yang diinfakkan oleh seorang dari mereka.” (HR Bukhari
dalam Shahih-nya (3/1343) (3470), dan Muslim dalam Shahih-nya (4/1967) (2540))

Adapun Tabi’in mereka adalah murid dan pengikut setia para Sahabat.
Demikian juga Tabi’ut-Tabi’in dalam mengikuti Tabi’in.
ّ : ‫قال ابن قيّم الجوزية‬
‫ الصحابيّة أولي باألخذ بها من أراء‬e‫إن الفتوى باألثار السّلفية والفتاوى‬
‫ وإن قربها إلي الصّواب بحسب قرب أهلها من عصر الرسول صلوات هللا‬e،‫المتأ ّخرين وفتويهم‬
‫ وفتاوى‬،‫ التابعين‬e‫ الصّحابة أولي أن يؤخذبها من فتاوى‬e‫وإن فتاوى‬ّ ،‫وسالمه عليه وعلي أله‬
‫التابعين أولي من فتاوى تابعى التابعين‬...
Ibnul Qoyyim berkata:  Sesungguhnya  fatwa  dari   atsar as-Salafus Salih
dan  fatwa-fatwa sahabat lebih  utama   untuk   di  ambil dari pada pendapat-pendapat
dan  fatwa-fatwa mutaakhirin (orang belakang). Karena dekatnya fatwa terhadap
kebenaran sangat   terkait  dengan  kedekatan pelakunya  dengan  masa  Rasulullah
Saw. maka fatwa-fatwa sahabat lebih didahulukan  untuk  di  ambil dari fatwa-fatwa
tabi'in dan fatwa-fatwa tabi'in  lebih  di dahulukan dari fatwa-fatwa tabiut-tabiin. 
‫ ما‬e‫ الحديث والكالم في الحالل والحرام‬e‫ فأفضل العلوم في تفسير القرآن ومعاني‬: ‫قال ابن رجب‬
‫ وأن ينتهي إلي أئمة اإلسالم المشهورين المقتدى‬e‫كان مأثورا عن الصحابة والتابعين وتابعيهم‬
‫بهم‬.
Ibnu Rajab berkata : Seutama-utama ilmu adalah dalam penafsiran al-Qur’an
dan  makna-makna hadits serta  dalam pembahasan  halal  dan haram   yang ma'tsur  
dari  para  sahabat, tabi'in  dan tabiut-tabi'in yang  berakhir pada  Aimmah  terkenal
dan diikuti .
Adapun dalil tentang sahabat , tabi’in, dan tabi’ut tabi’in sebagai berikut:
 
e‫ي هللاُ َع ْنهُ ْم َو َرضُوا‬ ِ ‫ار َوالَّ ِذينَ اتَّبَعُوهُم بِِإحْ َسا ٍن َر‬
eَ ‫ض‬ َ ‫َوالسَّابِقُونَ اَْأل َّولُونَ ِمنَ ْال ُمهَا ِج ِرينَ َواَْأل‬
ِ ‫نص‬
‫} التوبة‬100{ ‫ك ْالفَوْ ُز ْال َع ِظي ُم‬ َ ِ‫ت تَجْ ِري تَحْ تَهَا اَْأل ْنهَا ُر خَالِ ِدينَ فِيهَآ َأبَدًا َذل‬
ٍ ‫َع ْنهُ َوَأ َع َّد لَهُ ْم َجنَّا‬
artinya  : Dan as-Sabiqunal awwalun dari orang – orang Muhajirin dan orang
- orang  Anshar  dan orang - orang   yang  mengikuti  mereka dengan  ihsan, Allah
ridha kepada  mereka dan mereka ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi
mereka  jannah  yang  mengalir di bawahnya  sungai – sungai,
mereka  kekal  di  dalamnya  .  Itulah  keberuntungan yang  besar.  (  at Taubah
100  ).
‫ تسبق شهادة أحدهم يمينه ويمينه‬e‫خيرالناس قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم ثم يجيئ اقوام‬
}‫ و مسلم‬e‫شها دته {البخاري‬
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi setelah mereka
kemudian generasi setelah mereka, Kemudian datang suatu kaum yang kesaksiannya
mendahului sumpahnya. Dan sumpahnya mendahului kesaksiannya”.
(Bukhari/Muslim)
Maksud    ‫رني‬ee‫ق‬ adalah generasi  Sahabat ra. dan‫ونهم‬ee‫ذين يل‬ee‫ال‬     yang pertama
adalah Tabi’in sedangkan ‫الذين يلونهم‬   yang kedua adalah generasi Tabi’ut-Tabi’in.
‫ لمن رأى من رآنى طوبى‬e‫ طوبى لمن رآني وطوبى‬: ‫ قال رسول هللا‬:‫عن عبد هللا بن بسر قال‬
‫ لمن رأى من‬e‫ طوبى لمن رآني وطوبى‬: ‫ رواية الحاكم‬e‫لهم وحسن مآب {رواه الطبراني} وفي‬
‫ لمن رأي من رأي من رآني‬e‫رآني وطوبى‬.
“Dari Abdullah bin Busr radliyallahu ‘anhu Rasulullah saw bersabda :
Keberuntungan bagi orang-orang yang melihatku, keberuntungan bagi orang yang
bertemu dengan orang yang melihatku. Bagi mereka keberuntungan dan tempat
kembali yang baik” .
Sedangkan dalam riwayat Hakim ; Keberuntungan bagi orang melihatku,
keberuntungan bagi orang yang bertemu dengan yang melihatku, keberuntungan bagi
orang yang bertemu dengan orang yang bertemu dengan yang melihatku. 
BAB III
PENUTUP

  Kata sahabat menurut lughah jamak dari sahib artinya yang menyertai.


Menurut para ulama yang disebut "sahabat" adalah orang yang bertemu dengan Nabi
saw dalam keadaan beriman dan meninggal dunia sebagai pemeluk Islam. Maka,
orang yang bertemu dengan Nabi sedang dia belum memeluk agama Islam, maka
tidaklah dipandang sahabat. Orang yang menemui masa Nabi dan beriman
kepadanya tetapi tidak menjumpainya, seperti Najasi, atau menjumpai Nabi setelah
Nabi wafat, seperti Abu Dzu'aib, yang pergi dari rumahnya setelah ia beriman untuk
menjumpai Nabi  di Madinah. Setiba di Madinah, Nabi telah wafat. Maka,
baik Najasi dan Abu Dzu'aib, mereka berdua termasuk sahabat Nabi.
Tabi'I menurut bahasa yaitu pengikut.  Sedangkan yang disebut "tabi'in"
menurut istilah adalah orang yang bertemu dengan sahabat dan beriman kepada Nabi
saw serta meninggal dunia dalam keadaan beriman kepada Islam.
Tabi'ut tabi'in atau Atbaut Tabi'in (bahasa Arab: ‫ابعين‬e‫ )تابع الت‬adalah generasi
setelah Tabi'in, artinya pengikut Tabi'in, adalah orang Islam teman sepergaulan
dengan para Tabi'in dan tidak mengalami masa hidup Sahabat Nabi.
            Keadilan para sahabat tabi’in dan tabi’ut tabi’in sudah sangat jelas di dalam
alqur’an dan hadits bahwa merekalah pembawa ajaran agama islam setelah nabi
Muhammad saw wafat, ada hadits yang mengatakan yang artinya sebagai berikut:
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi setelah mereka
kemudian generasi setelah mereka, Kemudian datang suatu kaum yang kesaksiannya
mendahului sumpahnya. Dan sumpahnya mendahului kesaksiannya”.
(Bukhari/Muslim)
DAFTAR PUSTAKA
Bisri Musthafa, , al-Azwadu al-Musthafwiyah, Kudus: Menara Kudus, 1375 H hal.
23-24
 Subhi As-Shalih, , Membahas Ilmu Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993. 69-75
Ash-Shiddiqiy, Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, cet ke 6 Yogyakarta:
Bulan Bintang, 1980, hal. 315-318
M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis, (Bandung : Angkasa, 1987), Hlm. 29
Mahmud Aziz & Mahmud Yunus, Ilmu Musthalahah Hadis, (Jakarta : Jayamurni,
1974), Hlm. 81
Badri Khaeruman, Otentitas Hadis (Studi Kritis atas Kajian Hadis
Kontemporer), (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004),  Hlm. 84
Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2009), Hlm. 230
Ibid., Hlm. 231
M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis, (Bandung : Angkasa, 1987), Hlm. 31
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy,  Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis,
(Semarang,Pustaka Rizki Putra,  2002), Hlm. 209  
Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2009), Hlm. 166
 M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis, (Bandung : Angkasa, 1987), Hlm. 35
M. Erfan Soebahar, Aktualisasi Hadis Nabi di EraTeknologi Informasi, (Semarang:
Rasail Media Group, 2010),  Hlm. 55
I'lamul  Muwaqi'in IV/118
Fadlu ilmi salaf . Ibnu Rajab al-Hanbali. 58

Anda mungkin juga menyukai