Disusun :
Isti Machsusi
Dalam makalah ini penulis tidak akan membahas semua priodesasi seperti
halnya diatas akan tetapi hanya membahas priodesasi dimasa Tabi’in saja. Disinilah
perlu dibuktikan sejarah hadis dimasa Tabi’in itu seperti apa sebenarnya? Semoga
makalah ini nantinya dapat menambah wawasan pembacanya dan memberikan
masukan dan saran yang bersifat membangun serta ilmiah.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Tabi’in:
Tabi’in jama’ dari Tabi’i atau Tabi’ kalau menurut bahasa arti dari Tabi’in
adalah pengikut. Sedangkan menurut istilah dalam ilmu hadis, sebagaimana yang
dinyatakan oleh ahli hadis seperti Al-Hakim, Ibnu Shalah, An Nawawy, dan Iraqy,
bahwa yang disebut Tabi’in ialah orang-orang yang menjumpai sahabat dalam keadaan
imam dan Islam baik perjumpaannya itu lama atau sebentar. Pengikut disini berarti
orang yang mengikuti para sahabat baik cara berbicaranya akhlaknya yang berasal dari
Rasulullah SAW. Orang yang mengikuti para sahabat itu akan melihat pula sahabat
yang benar-benar pernah bertemu dengan Rasulullah SAW semasa hidupnya dan
benar-benar sudah mengucapkan syahadatain atau yang dikatakan dengan masuk
agama Islam. Dan orang yang akan mengikuti sahabat itu berarti orang yang
memperkokoh imannya dan lebih menmyempurnakan keIslamannya. Dengan
kesungguhannya mencari para sahabat tersebut untuk diikuti maka orang itu bisa
melakukan perjalanan jauh dari satu negri kenegri lain dari sahabat satu kesahabat
yang lain demi untuk mengetahui islam itu yang sebenarnya melalui bukti hadis
Rasulullah SAW. Menyebarnya sahabat diberbagai daerah ataupun wilayah membuat
para Tabi’in itu semakin banyak jumlahnya.
Adalah orang muslim yang bertemu dengan seorang sahabat dan mati dalam
beragama Islam.
Berjalan dibelakang para sahabat berarti yang mengikuti apa yang di katakan
sahabat termasuk akan perbuatan sahabat yang dicontoh para pengikutnya yang
dasarnya dari Rasulullah SAW dan bisa dijadikan hujjah dan sifatnya ilmiah.
Dari pengertian diatas jelas sekali bahwa Tabi’in itu bukan saja setiap orang
yang bisa bertemu dengan sahabat dikategorikan Tabi’in. Seorang Tabi’in baru bisa
diakui akan keTabi’inannya harus memiliki kriteria sebagai berikut:
Walaupun kriteria menjadi Tabi’in itu tidak mudah, namun orang sangat
tertarik akan ajaran Rasulullah SAW apalagi agama yang disebarkannya melalui
sahabat bisa dipertanggungjawabkan baik didalam kehidupan bermasyarakat apalagi
dihadapan Allah SWT. Jumlah Tabi’in tidak terhitung karena setiap orang muslim
yang bertemu dengan seorang sahabat disebut Tabi’in padahal sahabat yang
ditinggalkan Rasulullah lebih dari seratus ribu orang. Namun bermacam pendapat
disini salah satu yang lebih kuat dari kesepakatan para ulama hanya mengatakan akan
berakhirnya masa Tabi’in sedangkan jumlahnya tidak ada yang lebih pasti. Jumlah
Tabi’in tidak terhingga, namun para ulama sepakat bahwa akhir dari masa Tabi’in
adalah tahun 150 H. Walaupun jumlah para Tabi’in itu tidak dapat dihitung secara
real namun diantara sekian banyak para Tabi’in maka ada kategorinya yang
terkemuka.
2. Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abu Bakar al- Shiddiq ( 37- 107 H )
6. Ubaid Allah Ibn ‘Abd Allah Ibn ‘Utbah Ibn Mas’ud ( W. 98 H )
Ada yang mengatakan , yang termasuk Fuqaha yang tujuh ini adalah Salim
ibn ‘Abd Allah ibn Umar (w. 106 H) dan Abu Bakar ibn ‘Abd al- Rahman ibn al-
Harits Ibn Hisyam al- Makhzumi ( w. 94 H ). Disinilah peran dari seorang Tabi’iyah
untuk menunutut ilmu kepada para Sahabiyat. Ilmu tidak akan difokuskan kepada
kaum lelaki saja akan tetapi kaum wanitapun butuh akan ilmu, apalagi untuk
menjelaskan sesuatu yang tidak pantas laki-laki yang akan menjelaskannya, maka
itulah para Tabi’iyah sama kedudukannya dengan para Tabi’in. Adapun yang seutama-
utama Tabi’iyah (Tabi’in wanita) ialah : Hafsah binti sirin dan Ummu darda’ As-
Sughara. Dengan adanya Tabi’iyah ini maka Islam semakin berkembang pesat, karena
antara Tabi’in dengan Tabi’iyah sama-sama mencari dan menggali hadis yang benar-
benar berasal dari Rasulullah. Perjuangan Tabi’in dan Tabi’iyah perlu dicontoh dalam
hal menuntut ilmu hadis yang sampai sekarang kita rasakan kenikmatan dan kesahihan
dalam kehidupan masyarakat Islam. Begitu mulianya kaum wanita dalam pandangan
Islam terutama diera periodenya sampai sekarang.
Pada awalnya hadis itu tidaklah boleh dibukukan oleh Rasululllah SAW.
Setelah masa para sahabat RA berlalu, kemudian datanglah generasi selanjutnya yaitu
generasi Tabi’in. Mereka menimba ilmu dari para sahabat, Semoga Allah merahmati
ilmu mereka. Para Tabi’in bermu’amalah dengan para sahabat dan berusaha
mengetahui segala sesuatu dari mereka, mengambil banyak hadis Rasulullah SAW
melewati mereka dan mereka juga mengetahui as-Sunnah asy-Syarifah, maka
tabiatnya akan sama antara pendapat para Tabi’in dengan pendapat para Sahabat
mengenai hukum pembukaan hadis, karena sebab-sebab yang menjadi alasan Khulafa
Ar-Rasyidin dan para Sahabat atas ketidak sukaannya pada penulisan hadis sama
halnya kebencian para Tabi’in. Oleh karena itu, semuanya memiliki yang sama, dan
membenci penulisan selama sebab-sebab dibencinya hal itu masih ada, kemudian
mereka menghimpun hadis-hadis itu dalam bentuk tulisan serta membolehkannya
ketika alasan-alasan yang menjadi sebab-sebab dibencinya penulisan telah hilang.
Bahkan mayoritas mereka menekankan pada pembukuan hadis dan motivasi tersebut.
Diantara orang yang tidak menyukai penulisan dan pembukuan hadis dari kalangan
Tabi’in yang senior adalah Ubaidah bin Amr As-Salamani Al-Muradi wafat tahun 72
H, Ibrahim bin Yazid At-Taimi wafat pada tahun 92 H, dan Ibrahim An-Nakha’I wafat
pada tahun 96 H yang membenci penulisan hadis-hadis dalam Al-karaariis (buku-
buku) dan diserupakan dengan mushaf-mushaf. An-Nakha’I berkata,Saya tidak
menulis hadis sama sekali, sampai ia melarang Hammad bin Sulaiman untuk menulis
ujung-ujung hadis. Begitulah perdebatan para sahabat dan Tabi’in saling
mempertahankan keinginan dan memberikan alsan-alasan yang membuat pembukuan
hadis itu terkendala demi menjaga kesucian hadis untuk pegangan ummat Islam. Kalau
kita lihat kelemahan ilmu yang dimiliki seseorang tanpa dituliskan akan
mengakibatkan banyak hal. Terutama sekali kesilapan dan kelupaan seseorang
terhadap apa yang didengarnya. Makanya sebaiknya ilmu itu diikat dengan cara
penulisan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Anas bin Malik RA berkata kepada
Anak-anaknya” Wahai anak-anakku Ikatlah ilmu itu dengan tulisan”. Dalam sumber
yang lain mengatakan Anas bin Malik al-Anshori Rahimahullah menyruh anak-
anaknya untuk menulis ilmu, seraya berkata, Wahai anak-anakku, ikatlah ilmu dengan
menuliskannya.” Dan dia berkata,” Dahulu kami tidak menganggap ilmu (sunnah) dari
orang yang tidak menuliskan ilmunya”.
Bersamaan dengan ini semua, kita mengetahui bahwa sebagian Tabi’in yang
mulia memperhatikan banyak masalah tulisan, sehingga ada dari sebagian mereka
yang memiliki semangat ganda dalam menuliskan hadis. Adalah Sa’id bin Bashir
Rahimahullah yang wafat pada tahun 95 H, dia telah menulis dari Ibnu Abbas, ketika
lembaran yang ia bawa telah dipenuhi dengan tulisan, maka ia mengambil sandalnya
dan menuliskan diatasnya hingga memenuhinya. Tidak cukup dengan itu bahkan ia
memiliki kesungguhan luar biasa untuk menghimpun dan membukukan hadis,
sebagaimana ungkapannya,”Dahulu saya mondar-mandir untuk menemui antara Ibnu
Umar dan Ibnu Abbas, saya mendengarkan hadis Rasulullah dari mereka berdua, lalu
saya menulisnya, bahkan dari atas kendaraan dan setelah saya turun, sayapun
meneruskannya kembali”. Walau Begitu para Tabi’in semangat untuk membukukan
hadis yang ada pada para Sahabat, berbagai cara mereka untuk supaya hadis itu bisa
mereka tuliskan walau diatas sandalnya penuh dengan tulisan hadis tersebut.
Ketika pembukuan hadis mulai banyak digeluti dan para penuntut ilmu
memisahkan antara larangan penulisan hadis dan larangan penulisan pendapat pribadi
dengan hadis, maka pada saat itu, ada sebagian Tabi’in yang memberikan keringanan
pada murid-muridnya untuk menuntut ilmu dengan kuat dari mereka, motivasi agar
menulisnya sebagaimana yang dilakukan oleh Said Al-Musayyib Rahimahullah yang
wafat pada tahun 105 H. Dia telah memberikan keringanan kepada Abdurrahman bin
harmalah agar membukukan ilmu ketika mulai mengeluhkan tentang buruknya
hafalannya. Begitulah perubahan cara berpikir generasi kegenerasi para Sahabat dan
Tabi’in. Sesudah dia mengakui akan keburukan hafalannya maka barulah ia mau
memberikan kemudahan kepada muridnya. Demikian juga sebagaimana diulang-ulang
perkataan Amir Asy-Sya’bi “saya tidak pernah menggoreskan tinta hitam diatas
lembaran putih”. Ketegasan Sahabat ini ada juga Sahabat yang membantah walaupun
mereka berbeda persepsi tapi tidaklah membuat permusuhan dan perpecahan diantara
Sahabat, mereka tetap menjalin hubungan baik apalagi dengan para Tabi’in. Disini
tampak bahwa pendapat Qatadah bin Di’amah As-Sudusi Rahimahullah yang wafat
pada tahun 118 H, bahwa ia tidak ragu-ragu lagi menyarankan untuk membukukan
hadis ketika diminta fatwanya dalam masalah penulisan hadis-hadis Nabi. Ia berkata”
Apa yang menghalangimu untuk menuliskannya, sedangkan Allah Yang Maha lembut
dan Mahateliti. Kemaha lembutan Allah dan Kemaha telitinya” dijelaskan dalam Al-
Qur’an surat Toha ayat 52 yang berbunyi
52. Musa menjawab: "Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah
kitab, Tuhan kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa.
Maka kesimpulan hadis itu dibukukan mengingat dan menimbang agar jangan
muncul dan mencuat pakar-pakar hadis palsu dengan cara menambah ataupun
mengurangi hadis yang sebenarnya. Dari sinilah kita dapat mengambil pelajaran yang
sangat berharga tentang perbedaan pendapat yang saling memberikan alasan-alasan.
Ditambah lagi gejolak politik yang memasuki area pendidikan terkait dengan
pembinaan,penulisan dan pembukuan hadis yang pandu oleh para guru ketika itu. Dan
saat sekarang langkah para pendahulu itulah yang harus kita tanamkan pada diri kita
terutama kegigihannya menuntut ilmu melalui para Sahabat dan kegigihannya untuk
mempertahankan pendapatnya yang akhirnya tercapai keinginannya mampu dan bisa
mereka membukukan hadis-hadis yang benar-benar dari Rasulullah SAW, dan dengan
kegigihan merekalah kita bisa mengetahui, menggali serta mencari hadis-hadis yang
sudah dibukukan para pendahulu tersebut.
a.Madinah
b. Mekkah
Mekah salah satu tempat para Sahabat berdiam mengajarkan hadis diantara
Sahabat itu adalah: Mu’adz ibn Jabal,’Atah ibn Asid, Haris ibnu Hisyam, Utsman ibn
Thalhah, dan Utbah ibn Al-Haris. Para Sahabat ini dicari dan didekati oleh para
Tabi’in, bagaimana mereka itu supaya mendapatkan Hadis dari para Sahabat. Diantara
para Tabi’in yang pergi ke Mekkah adalah: Mujtahid Ibn Jabar, Ataha’ ibn Abi Rabah,
Thawus ibn Kaisan dan Ikrimah maula Ibn Abbas.
c. Kufah
Kufah merupakan tempat para Sahabat Rasul untuk beraktipitas membina dan
menyebarkan serta mengembangkan hadis kepada para penuntut ilmu didaerah itu,
diantara para Sahabat yang ada dikufah adalah: Ali bin abi Talib, Sa”ad ibn Abi
Waqas, dan Abdullah ibn Mas’ud. Mereka inilah yang sempat tinggal dinegri Kufah
untuk mengkaji tentang Hadis Rasulullah dengan para Tabi’in, karena para Sahabat
diketahui para Tabi’in ada di Kufah maka ketika itulah para Tabi’in pergi menemui
para Sahabat, diantara Para Tabi’innya adalah: Al-Rabi’ ibn Qasim, Kamal ibn Zaid
Al-Nakha’i, Said ibn Zubair Al-Asadi, Amir ibn Sarahil Al-Sya’bi, Ibrashim Al-
Nakha’I dan Abu Ishaq Al-Sa’bi.
d. Basrah
e. Syam
Para Sahabat tidak sedikit jumlahnya wilayah masih ada yang akan ditempati
salah satunya Syam, disini waktu itu belum ada Sahabat yang akan mengembangkan
ilmu Hadis disaat itu para Sahabat pergi kesana antara lain: Abu Ubaidah Al Jarrah,
Bilal ibn Rabah, Ubadah ibn Shamit, Mu’adz ibn Jabal, Sa’ad ibn Ubadah, Abu Qarda’
Surahbil ibn Hasanah, Khalid ibn Walid dan ‘Iyad ibn Ghanam. Merka inilah yang
berada diwilayah Syam, sedangkan para Tabi’in yang datang menemui mereka para
Sahabat adalah:
Salim ibn Abdillah Al-muharibi, Abu Idris Al-kaulani, Abu Sulaiman Al-Darani, dan
Umar ibn Hana’i. Mereka berempat yang sempat meminta pembinaan para sahabat di
Syam tentang hadis yang akan di pertanggungjawabkan mereka akan kebenaran dan
kesahihan hadis yang benar-benar bersumber dari Rasulullah Shallallahu Alahi wa
Sallam.
F. Mesir
Wilayah mesir tidak pula tinggal dari pembinaan para sahabat yang
menunggu orang-orang yang akan menemui mereka. Orang tidak akan berdiam begitui
saja diwilayahnya Mesir, tapi banyak orang mencari informasi keberadaan sahabat-
sahabat Nabi dimana mereka berada.Sahabat yang ada dilayah Mesir adalah: Amr ibn
Al-Ash, Uqbah ibn Amr, Kharizah ibn Huzafah, dan Abdullah ibn Al-Haris. Karena
Mesir merupakan wilayah yang sudah ditempati para Sahabat maka tumbuh pulalah
disini tabi’in antara lain: Amr ibn Al-Harist, Khair ibn Al-Nu’aimi Al-Hadrami, Yazid
ibn Abi Habib, Abdullah ibn Abi Jafar, dan Abdullah ibn Sulaiman Al-Thawil.
Kedudukan para Tabi’in diMesir membuktikan semakin meluasnya wilayah Islam
terutama dibidang pembinaan hadis.
g. Andalus
h. Yaman
Sahabat itu juga ada juga yang pergi ke daerah Yaman untuk pembinaan
hadis juga yang membuat para Tabi’in mencari para Sahabat yang dietemui mereka di
Yaman itu adalah: Mu’azd ibn Jabal, dan Abu Musa Al-Asy’ary kedua orang sahabat
ini telah dikirim kedaerah ini sejak masa Rasul Shallallhu Alaihi wa Sallam masih
hidup. Begitu lamanya dua sahabat ini di Yaman tapi para Tabi’in tetap bersemangat
untuk menemui Sahabat demi mendapatkan hadis. Maka para Tabi’in yang pergi
keYaman itu adalah: Hammam ibn Munabah dan Wahab ibn Munabah, Tha’wus dan
Wahab ibn Munabah dan Tha’awus dan Ma’mar ibn Rasyid. Dikurasan masih ada juga
para Sahabat yang menjadi tempat para Tabi’n untuk menggali ilmu hadis diantaranya
adalah: Muhannad ibn Ziyad Muhammad Ibn Al- Anshari, dan yaha ibnu sabih Al-
Mugri.
1. Abu Hurairah, manurut Ibn Umar meriwayatkan 5.374 hadis sedangkan menurut
Al-Kiramany, beliau meriwayatkan 5.364 hadis.
3. Aisyah, istri Rasulullah Shallallhu Alaihi wa Sallam meriwayatkan 2.276 hadis.
Nama-nama yang telah diuraikan diatas hanya mewakili dari Tabi’in yang
tidak terhitung jumlahnya apalagi tentang hafalan hadisnya inilah guna kita untuk
memperbanyak membaca dan menyeleksi akan hadis-hadis yang sudah di bukukan
oleh para Sahabat terutama dizaman Tabi’in. Apalagi sekarang ini berbagai sumber
yang bisa digunakan untuk mengakses hadis-hadis yang benar dan sahih bisa diambil
langsung dari sumber dasarnya baik itu yang dari Madinah begitu juga makkah
termasuk dari wilayah-wilayah yang lain. Marilah kita berusaha, bersemangat untuk
mendapatkan ilmu hadis ini semoga kita mengtahui akan kesahihan hadis itu bahkan
mengerti kita akan siapa perawinya bagaimana matan dan sanadnya.
Kesungguhan Tabi’in dapat dilihat dari nukilan mereka yang sempat berbekas
bagi generasi penerusnya. Dengan nukilan para Tabi’in itulah terbuktinya dapat kita
menyimpulkan bahwa pembukuan dan penulisan Hadis dimasa Tabi’in ini boleh
dikatakan berhasil untuk itulah mari kita mencontoh langkah-langkah yang dilakukan
oleh para Tabi’in terhadap para Sahabat. Mudah-mudahan Allah akan selalu menjaga
dan memelihara akan kebenaran dan keaslian hadis Rasulullah SAW.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertan Tabi’in bermacam pendapat, namun yang kami ambil hanya dua
pengertian saja yakni Orang yang bertemu dengan Sahabat dengan cara iman dan
Islam baiik lama ataupun baru sampai wapatnya dalam keadaan Islam.
Asal usul pembukuan hadis dimasa Tabi’in mengalami perdebatan dan saling
mempertahankan pendapat masing-masing serta memberikan alasan-alasan yang kuat
dari berbagai pengalaman dan usahanya, namun akhirnya satu kesimpulan yang
diambil mereka kembali kepada pembukuan hadis yang sebenarnya Wilayah-wilayah
yang ditempati oleh para sahabat didatangi oleh para Tabi’in dengan tujuan ingin
mengetahui hadis yang sebenarnya yang telah didapati langsung dari Rasulullah
Shallallahu Alahi wa Sallam. Dari usaha para Tabi’in pergi ke berbagai wilayah yang
di situ ada Sahabat maka Tabi’in berhasil untuk mengetahui hadis-hadis bisa
dihafalnya bahkan tahu berapa banyak hadis yang dihafal oleh para Sahabat begitu
juga para Tabi’in sampai kepada jumlah hafalan yang dikuasi oleh Sahabat termasuk
Tabi’in.
B. Saran
Makalah yang penulis buat ini jauh dari kesempurnaan baik dari segi buku
reperensi, penulisan apalagi kata-kata yang tidak terurai dengan baik. Penulis
mengharap kritikan dan masukan dari pembaca makalah ini.