Anda di halaman 1dari 59

URGENSI BELAJAR AQIDAH

Aqidah Tauhid merupakan pegangan pokok yang menentukan bagi


kehidupan manusia di dunia dan akhirat, karena tauhid merupakan
pondasi bangunan agama, menjadi dasar bagi setiap amalan yang
dilakukan oleh hamba-Nya. Aqidah dan Tauhid merupakan inti dakwah
para Nabi dan Rasul. Mereka pertama kalin memulai dakwahnya dengan
hal ini dan Aqidah tauhid merupakan ilmu yang paling mulia

Aqidah yang benar adalah perkara yang sangat penting & kewajiban
yang paling besar yang harus diketahui oleh setiap muslim dan muslimah,
karena diterimanya amal ibadah tergantung dari tauhid yang benar.
Kebahagiaan dunia dan diakhirat dapat diperoleh oleh orang-orang yang
berpegang pada aqidah yang benar ini dan menjauhkan diri dari hal-hal
yang bisa mengotori aqidah tersebut.

Dan Aqidah yang benar hanyalah Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah,


yang mana Aqidah itu merupakan warisan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam yang ditinggalkan untuk umat ini, itulah Aqidah Salafiyah, aqidah
Al-Firqotun Najiyah, barangsiapa yang mengikuti Aqidah ini maka mereka
akan selamat, dan barangsiapa yang tidak mengikuti aqidah ini maka ia
akan binasa. Oleh karena itu, aku ingin menjelaskan tentang beberapa poin
tentang pentingnya untuk mempelajari masalah Aqidah ini dibandingkan
masalah yang lain, diantaranya :

Pertama : Aqidah adalah pondasi dalam sebuah agama. Sah atau


tidaknya Amal ibadah tergantung dengan bagaimana Aqidahnya ?.
Selayaknya sebuah bangunan, jika tidak memiliki pondasi yang kokoh
maka bagunan itu akan runtuh

Kedua : Semua Nabi dan Rasul sepakat untuk menyeru


(memprioritaskan dakwah) kepada aqidah dan mereka bersepakat di atas
satu aqidah

Ketiga : Kewajiban pertama dalam agama adalah tentang aqidah.


Bahkan 10 tahun pertama (Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam diutus) hanya
ada kewajiban tauhid saja, kemudian baru ada perintah shalat

Keempat : Bahwa dengan aqidah Salaf ini, kaum muslimin dan da'i
da'inya akan bersatu, karena aqidah Salaf ini berdasarkan Al-Qur-an dan
As-Sunnah menurut pemahaman para Shahabat. Adapun aqidah selain

1
aqidah Salaf ini, maka persatuan tidak mungkin akan tercapai bahkan yang
akan terjadi adalah kehancuran.

Kelima : Bahwa dengan aqidah Salaf ini seorang muslim akan


mengagungkan Al-Qur-an dan As-Sunnah, adapun aqidah lainnya
disebabkan sumbernya adalah hawa nafsu, maka mereka akan bermain-
main dengan dalil sedang dalil dan tafsirnya mengikuti hawa nafsu.

Keenam : Bahwa dengan aqidah Salaf ini akan mengikat seorang


muslim dengan generasi yang pertama yaitu para Shahabat yang mereka
itu adalah sebaik-baik masa atau generasi.

Ketujuh : Orang yang menyelisihi aqidah (salaf) -secara umum- bisa


menjadi kafir atau menjadi ahlul bid'ah.

Kedelapan : Aqidah adalah sebagai pembeda antara yang Mukmin


dan yang Kafir atau yang Ahli Sunnah dan yang Ahli Bid'ah

Kesembilan : Aqidah Salaf ini jelas, gampang, dan jauh dari tahrif,
ta'thil, dan tasybih. Oleh karena itu, dengan kemudahan ini seseorang akan
tenang dengan qadha' dan qadar Allah, serta akan mengagungkan-Nya

Kesepuluh : Bahwa aqidah Salaf akan membawa kepada keselamatan


di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, berpegang kepada aqidah Salaf ini
hukumnya wajib.

Kesebelas : Aqidah Salaf ini adalah aqidah yang selamat karena as-
Salafush Shalih lebih selamat, lebih tahu, dan lebih bijaksana.

Poin-poin diatas merupakan hal-hal yang berkenaan dengan urgensi


untuk mempelajari Aqidah dan Tauhid. Maka nasihatku kepada saudaraku
yang beriman, pelajarilah Aqidah Tauhid dan juga Manhaj Ahlussunnah.
Jadikanlah dirimu menguasai masalah ini lebih besar daripada menguasai
masalah yang lain. Dan sungguh aib bagimu jika engkau menguasai
masalah Fiqih atau hadits namun engkau tidak menguasai masalah Aqidah
yang Haq ini.

2
BIOGRAFI PENULIS AQIDAH WASITHIYAH
Nama dan Nasab
Beliau adalah Abul Abbas Ahmad bin Abdul Halim bin Abdussalam bin
Abdillah bin Khadr bin Ali bin Abdullah bin Taimiyyah al-Harrani. Beliau
mendapat julukan Syaikhul Islam karena menguasai hampir semua disiplin
ilmu

Kelahiran & Kehidupan


Syaikhul Islam dilahirkan pada Hari Senin, 10 Rabi'ul Awal 661 H, di negeri
Harran. Ketika mencapai umur tujuh tahun, beliau pindah bersama
bapaknya ke kota Damaskus, demi menghindari serbuan tentara Tartar
kala itu. Beliau tumbuh di lingkungan keluarga yang bertabur dengan ilmu,
dan ayah serta kakek beliau juga seorang ulama’

Guru-Guru Beliau
Beliau belajar kepada beberapa ulama' seperti :
• Al-Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi
• Al-Imam Ibnu Asakir,
• Al-Imam Ibnu Abdi Ad-Daim, dan lain-lainnya

Murid-Murid Beliau
Dan diantara murid-murid beliau yang masyhur adalah seperti
• Al-Imam Ibnu Al-Qoyyim al-Jauzi
• Al-Imam Adz-Dzahabi
• Al-Imam Ibnu Abdil Hadi
• Al-Imam Ibnu Muflih
• Al-Imam Ibnu Katsir, dan lain-lainnya

Karya Tulis Beliau


Diantara kitab-kitab karangan beliau adalah :
• Al-Iman
• Al-Istiqomah
• Auliya Allah wa Auliya Syaithon
• Al-Mihnah Al-Mishriyah
• Al-Masail Al-Iskandariyah
• Al-Fatawa Al-Mishriyah
• Al-Jawabush Shohih Liman Baddala Diinul Masih
• Syarah Ushul Al-Muhasshol
• Syarah Bid'ati Asyrata Mas'alah min Arbain Li Ar-Razi
• Ar-Rad ala al-Bakri
• Al-Radd ala al-Manthiq
3
• Al-Radd Ala Ahli Kasrawan Ar-Rawafid
• Aqidah Wasithiyah
• Aqidah Hamawiyah
• Aqidah Tadmuriyah,
• Majmu' Fatawa (yang ditulis didalam penjara), dan lain-lain

Ujian Kehidupan Beliau


Syaikhul Islam mengalami berbagai macam ujian. Diantaranya beliau
dituduh Ibnu Bathuthoh mentasybih sifat Allah. Padahal itu tuduhan yang
bathil dan sangat bertentangan dengan tulisan-tulisan syaikhul Islam. Dan
Ibnu Bathuthoh menyebutkan bahwa Syaikhul Islam berkata demikian
pada tanggal 9 Ramadhan 726 H, saat khutbah jum'at. Padahal saat itu
Syaikhul Islam sedang berada didalam dipenjara karena difitnah oleh Ahli
Bid'ah yang melobi penguasa untuk membenci dakwah beliau

Wafat Beliau
Dan Syaikhul Islam wafat pada malam Senin, 20 Dzulqa'dah 728 H di dalam
penjara. Semoga Allah ta'ala merahmati beliau dengan Rahmat yang luas

Pujian Para Ulama Terhadap Beliau


• Taqiyuddin as-Subki berkata : "Beliau sangat mulia, ilmunya luas
seperti lautan, baik secara syar'i maupun logika, dan Allah telah
mengumpulkan pada dirinya sifat zuhud, wara', taqwa, melaksanakan
kebenaran dan membelanya, dan beliau mengikuti jejak as-Salafush Shalih
serta berpegang dengan setia kepada manhaj ini dan sangat iarang ada
orang seperti beliau sepanjang zaman"
• As-Subki Muhammad bin Abdul Barr asy-Syafi'i (wafat tahun 777
H) berkata : "Siapa saja yang membenci Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
maka ia adalah orang bodoh atau pengekor hawa nafsu. Orang bodoh tidak
tahu apa yang ia ucapkan, sedangkan pengekor hawa nafsu dicegah oleh
hawa nafsunya untuk menerima kebenaran setelah ia mengetahuinya"
• Kamaluddin Ibnu az-Zamlakani asy-Syafi'i (wafat tahun 727 H)
berkata:"Apabila beliau (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah) ditanya tentang
berbagai masalah, beliau jawab semua, karena beliau menguasai semua
disiplin ilmu melebihi ahli ilmu lainnya, dan belum ada orang yang lebih
hafal dari beliau sejak 500 tahun yang lalu"
• Ibnu Daqiqil 'Ied al-Maliki asy-Syaff (wafat tahun 702 M berkata:
"Aku berjumpa dengan beliau (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah), aku melihat
di depan matanya, beliau menguasai semua disiplin ilmu."

Dan masih banyak lagi pujian ulama’ dari seluruh penjuru dunia dari
zaman beliau sampai hari ini dan sepanjang zaman

4
SEPUTAR KITAB AQIDAH WASITHIYAH
Mengapa Kita Perlu Mempelajari Aqidah Wasithiyah
Para Ulama' dan penuntut ilmu tentu tidaklah asing dengan kedudukan
risalah al-Aqidah al-Wasithiyah yang merupakan karya Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah. Meskipun ringkas, risalah ini menjelaskan prinsip-
prinsip keimanan dan akidah yang menjadi pijakan generasi terbaik umat
ini dengan sangat baik, sehingga dikatakan bahwa setiap keyakinan yang
bertentangan dengan apa yang ditulis oleh Ibnu Taimiyah dalam risalah ini
berarti telah menyelisihi jalan yang lurus.

Di masa yang semakin jauh dari masa kenabian Muhammad shallalahu


‘alaihi wa sallam, dimana semakin banyak kesesatan dalam akidah, maka
kaum muslimin perlu mempelajari rincian akidah dan prinsip iman yang
tertuang dalam risalah ini. Setidaknya ada empat alasan yang mendasari
hal tersebut.

Pertama : Kandungan dalam kitab ini berpijak pada al-Qur’an al-


Karim, as-Sunnah, dan ijma' salaf, dalam lafazh dan maknanya. Syaikhul
Islam telah menerangkan keistimewaan itu ketika terjadi debat yang
berlangsung antara beliau dan orang yang menentang risalah ini. Beliau
rahimahullah mengatakan,
‫وأنا حتريت يف هذه العقيدة اتباع الكتاب والسنة‬
“Saya berupaya mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah dalam menyusun kitab
al-Aqidah al-Wasithiyah ini” 1
‫ل‬
ّ‫وك لفظ ذكرته فأنا أذكر به آية أو حديثاّ أو إمجاعّ سلفيا‬
ّ
“Saya senantiasa menyertakan ayat al-Quran, hadits, dan ijmak salaf untuk
mendukung setiap lafazh yang disampaikan dalam risalah ini.” 2

Kedua : Kandungan kitab ini merupakan hasil dan buah penelitian


Syaikhul Islam terhadap akidah salaf terkait Tauhid Asma’ wa Shifat dan
prinsip keimanan yang mencakup keimanan pada hari akhir, takdir, sikap
terhadap sahabat Nabi, dan pokok akidah dan keimanan lainnya. Beliau
rahimahullah mengatakan,
‫ما مجعت إال عقيدة السلف الصالح مجيعهم‬
“Dalam risalah ini, saya hanya mengumpulkan seluruh akidah yang diyakini
generasi salaf” 3

1
Majmu’ Fatawa, 3 : 165
2
Majmuu’ al-Fataawa, 3: 189
3
Majmuu’ al-Fataawa, 3: 169

5
Ketiga : Ibnu Taimiyah rahimahullah telah mengerahkan jerih payah
dalam mengompilasi thariqah, jalan beragama yang ditempuh oleh al-
Firqah an-Naajiyah al-Manshuurah, Ahli as-Sunnah wa al-Jama’ah, dalam
Kitab al-Aqidah al-Wasithiyah ini dengan sangat teliti. Bahkan beliau
memberikan waktu bagi berbagai pihak yang tidak menyetujui risalah ini
agar bisa mendatangkan hujjah bahwa akidah yang ditulis dalam risalah itu
tidak sejalan dengan akidah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan
para sahabat beliau radhiallahu ‘anhum. Beliau rahimahullah mengatakan,
‫ اليت‬-‫قد أمهلت لك من خالفين يف يشء منها ثالث سنني فإن جاء حبرف واحد عن أحد من القرون اثلالثة‬
‫ خري القرون القرن اذلي بعثت فيه ثم اذلين يلونهم ثم‬: ‫أثين عليها انليب صىل اهلل عليه وسلم حيث قال‬
‫ خيالف ما ذكرته فأنا أرجع عن ذلك‬- ‫اذلين يلونهم‬
“Saya telah memberikan waktu tiga tahun kepada setiap orang yang tidak
menyetujui apa yang tertulis dalam risalah ini. Apabila ia mampu
mendatangkan satu bukti yang menyelisihi isi risalah ini dari tiga generasi
terbaik umat yang dipuji oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, niscaya
saya akan rujuk” 4

Keempat : Meskipun kitab ini tipis, namun isinya mencakup sebagian


besar permasalahan akidah dan pokok-pokok akidah, yang dilengkapi
dengan perilaku dan akhlak yang musti dijalani oleh Ahli as-Sunnah wa al-
Jama’ah. Kitab ini banyak dipuji oleh alim ulama, di antara mereka adalah:
Adz-Dzahabi rahimahullah berkata,
‫وقع اإلتفاق ىلع أن هذه معتقد سليف جيد‬
“Ada kesepakatan bahwa apa yang tertuang dalam risalah al-Aqidah al-
Wasithiyah adalah mu’taqad salafi yang benar” 5

Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah mengatakan,


‫وقع اإلتفاق ىلع أن هذه عقيدة سليف سنية سلفية‬
“Ada kesepakatan bahwa akidah yang tertuang dalam risalah ini adalah
akidah sunniyah salafiyah” 6

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Si’diy rahimahullah mengatakan,


‫الصحيحة وعقائده اإليمان أصول من اعتقاده يجب ما جميع ووضوحها اختصارها على جمعت‬
“Dengan keringkasan isi dan kejelasan bahasa, risalah ini mengumpulkan
seluruh keyakinan dalam pokok-pokok keimanan dan akidah shahihah
yang wajib diyakini” 7

4
Majmuu’ al-Fataawa, 3: 169
5
al-Uqud ad-Durriyah, hlm. 212
6
ad-Dzail ‘alaa Thabaqaat al-Hanaabilah, 2: 396

6
Alasan-alasan di atas setidaknya cukup memotivasi kaum muslimin untuk
mempelajari risalah ini agar tidak keluar dari jalan yang lurus, karena
setiap orang yang mempelajari isi risalah al-Aqidah al-Wasithiyah maka dia
telah menguasai pokok-pokok keimanan yang menjadi inti Rukun Iman.

LATAR BELAKANG DITULISNYA KITAB INI


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata "Telah datang kepadaku seorang
hakim dari Wasith (satu daerah di lrak), ia meminta kepadaku agar
menuliskan sebuah kitab kecil yang berisi tentang aqidah Ahlus Sunnah wal
Jama'ah. Nama hakim ini adalah Radhiyuddin al-Wasithy, seorang pengikut
madzhab Syafi'i. Waktu itu aku (lbnu Taimiyyah) sedang melaksanakan
ibadah haji kemudian mampir ke Syam. Hakim ini adalah orang yang baik
dan faham tentang agama, kemudian ia mengadu kepadaku tentang apa
yang terjadi di negerinya (lrak), setelah Tartar mendudukinya. Mereka
banyak yang tidak mengerti apa-apa dan dikuasai kezhaliman serta hilang
agama dan ilmunya (pemahaman mereka sudah rusak). la minta kepadaku
agar menuliskan sebuah kitab aqidah yang nantinya akan menjadi pegangan
untuk keluarganya dan untuk masyarakat di negerinya (Wasith). Mulanya
aku tidak mau karena yang menulis tentang masalah aqidah sudah banyak
dari ulama-ulama terdahulu (seperti Kitabut Tauhid oleh lbnu Khuzaimah,
Aqiidatus Salaf Ashabil Hadiits dan yang lainnya), tapi hakim ini tetap
merayuku untuk menuliskan tentang 'aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah,
sehingga aku tulis sendiri dari ba'da Ashar. Karena yang meminta
dituliskannya kitab aqidah ini adalah seorang hakim dari Wasith maka
dinisbatkanlah nama kitab aqidah ini kepadanya, sehingga menjadi al-
Aqidah al-Wasithiyah"

MENGAPA DINAMAKAN AQIDAH WASITHIYAH


• Disandarkan ke Negeri Wasith
• Aqidah Ahlussunnah adalah Aqidah yang Wasath (Pertengahan) antara
Yang Ifroth (Berlebihan) dan Tafrith (Meremehkan)
• Syaikhul Islam ketika menulis kitab ini berada dalam pertengahan usia
beliau
• Syaikhul Islam Menulis Kitab ini Ba'da Ashar, dan nama lain dari sholat
Ashar adalah Sholat Wustho (Pertengahan)

BEBERAPA SYARAH DARI KITAB AQIDAH WASITHIYAH


Aqidah Wasithiyah telah di Syarah baik secara ringkas maupun secara rinci.
Dan aku katakan juga bahwa Aqidah Wasithiyah juga telah disyarah oleh
beberapa Ulama’ baik dari kalangan Ahlussunnah maupun dari kalangan

7
at-Tanbiihaat al-Lathiifah, hlm. 6

7
Ahlul Bid’ah, maka dari itu hendaknya selektif untuk mencari syarah dari
kitab ini. Diantara Syarah dari Ulama’ Ahlussunnah antara lain :
 Syarah Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
 Syarah Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan
 Syarah Syaikh Abdul Aziz bin Baz
 Syarah Syaikh Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani
 Syarah Syaikh Khalil al-Harras
 Ar-Raudhah an-Nadiyah Syaikh Zaid bin Abdul Aziz bin Fayyadh
 At-Tanbihat as-Saniyah Syaikh Abdul Aziz bin Nashir ar-Rasyid
 At-Tanbihat al-Latifah Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di

Dan yang lain-lainnya

8
AL-‘AQIDAH
AL-WASITHIYAH

SYAIKHUL ISLAM IBNU TAIMIYAH


(WAFAT TAHUN 728 H)

Penulis, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata :


‫بــــسم اهلل الرمحن الرحيم‬
Dengan1 Nama2 Allah3 Yang Maha Pengasih Yang Maha Penyayang4

Penulis memulai kitabnya dengan Basmalah karena ingin mengikuti


Al-Quran Al-Karim, karena semua surat dalam Al-Quran dibuka dengan
Basmalah kecuali surat At-Taubah. Begitupula dalam mencontoh
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dalam risalah-risalah beliau seperti
yang dikirim kepada raja-raja agar masuk kedalam Islam

Terkadang seseorang bingung dalam membedakan antara Basmalah


dengan Bismillah. Basmalah adalah perkataan Bismillahirrahmanirrahim.
Adapun ucapan Bismillah itu adalah Tasmiyah yang terkadang digunakan
saat hendak makan atau terpeleset. Maka, Seorang yang menulis surat
hendaklah membuka dengan Basmalah, bukan dengan tasmiyah

Ada yang bertanya, jika seseorang mengirim pesan kepada


saudaranya melalui handphone, Maka mana yang lebih afdhol untuk
memulai percakapan. Apakah membuka dengan Salam ataukah dengan
Basmalah?. Maka dijawab oleh para Asatidz, apabila itu berupa obrolan
maka dibuka dengan salam. Adapun jika hanya pengumuman maka di buka
dengan Basmalah. Wallahu A'lam

(1) Huruf (‫" )ب‬Dengan"


Huruf (‫ )ب‬dalam Basmalah adalah huruf Ba' untuk isti'anah (meminta
pertolongan). Maka Basmalah bisa diartikan "(Aku Meminta Pertolongan)
Dengan Nama Allah"

(2) Isim (‫" )اسم‬Nama"


Dalam Ilmu Nahwu, Isim (‫ )اسم‬adalah sebuah kata yang menunjukkan pada
makna yang dinamai dan tidak disertai dengan status waktu

9
(3) Lafadz Allah (‫)هللا‬
Merupakan nama bagi Rabbul Alamin, selain Dia tidak boleh bernama atau
diberi nama Allah. Ibnu ‘Abbas berkata:
َ َ‫ىلع َخلقّ ّهِ أ‬
َّ ِ‫مجع‬
.‫ني‬
ََ ‫ه ه هه‬
ّ ِ‫اهلل ذوّ اْللوه َِّي ّةِ َوال هع هبودِيَّ ّة‬
ّ
ِ
"Allah adalah Dzat Yang memiliki sifat uluhiyyah (Dzat Yang berhak
diibadahi) dan disembah oleh seluruh makhluk-Nya"

(4) Nama (‫" )الرحمن الرحيم‬Yang Maha Pengasih Yang Maha Peyayang"
Nama Allah (‫ )الرحمن الرحيم‬adalah Dua Nama Allah yang termasuk dalam
Asmaul Husna. Artinya adalah Allah Maha Merahmati Hamba-Nya. Para
Ulama telah menjelaskan perbedaan antara Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Ar-
Rahman adalah Allah Merahmati dengan Rahmat yang luas, semua hamba-
Nya pasti mendapat Rahmat Allah bahkan itu orang kafir. Adapun Ar-
Rahim adalah Rahmat Allah yang Khusus diberikan kepada Kaum
Mukminin dan bersambung hingga hari akhir, Allah akan mengeluarkan
Ahli Maksiat Yang Bertauhid dari Neraka dengan Rahmat-Nya. Maka sudah
jelas bagimu tafsir Basmalah ini
****
َ ٰ ٰ َ ‫َ ل ه َه ََ ل هل‬ ٰ َ َ َ َّ
‫هلل ِ شهِيدا‬ ّ ‫ن ك ِهّ َوك‬
ّ ‫يف بِا‬ ِّ ‫ىلع الِي‬
ّ ‫ـق ِِلظهِرّه‬
ِّ ‫ن احل‬ ّ‫ل َر هسو ه‬
ِّ ‫ل بِا ل ههدى َودِي‬ ّ ‫احلمد هلل اذلِيْۤ ار َس‬
Segala Puji Bagi Allah1 yang telah mengutus Rasul-Nya dengan
petunjuk (Hidayah)2 dan agama yang benar3, agar dimenangkan-Nya
terhadap semua agama4. Dan cukuplah Allah sebagai saksi5
‫ صىل اهلل عليه‬,‫وأشهد أن حممدا عبده ورسول‬, ‫وأشهد أن ال إل إال اهلل وحده ال رشيك ل إقرارا به وتوحيدا‬
‫وىلع آل وصحبه وسلم تسليما مزيدا‬
Dan aku bersaksi bahwa Tiada Ilah yang Berhak disembah Kecuali
Allah Saja, Tidak ada sekutu baginya, sebagai bentuk Pengikraran dan
Tauhid6. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad7 adalah Hamba dan
Utusan Allah8, Semoga Shalawat dan Salam senantiasa Allah curahkan
atas beliau, Dan Keluarga Beliau, dan Sahabat beliau dengan
keselamatan yang bertambah9

Penulis membuka kitabnya dengan memuji Allah, membuka dengan


dua kalimat syahadat dan Shalawat dan Salam kepada Nabi Shallallahu
Alaihi wasallam. Hal ini dalam rangka mengikuti Nabi Shallallahu alaihi
wasallam, karena beliau selalu membuka dengan khutbatul Hajjah disetiap
kesempatan beliau, yang mana khutbatul hajjah itu didalamnya mencakup
pujian kepada Allah, dua Kalimat Syahadat dan Shalawat serta salam
kepada Nabi

10
Ada sebuah hadits tentang hal ini namun statusnya Dhoif Jiddan. Yaitu
hadits yang berbunyi
‫لك أمر ذي بال ال يبدأ فيه حبمد اهلل فهو أقتع‬
"Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan Pujian kepada Allah
maka Tertolak". Akan tetapi sekali lagi ini haditsnya Sangat lemah dan tidak
bisa menjadi dalil dalam beramal

(1) Ucapan Penulis (‫" )الحمد هلل‬Segala Puji Bagi Allah"


Makna Al-Hamdu adalah pujian kepada Allah karena sifat-sifat
kesempurnaan dan karena perbuatan-perbuatan-Nyayang berkisar di
antara karunia dan keadilan, segala pujian yang sempurna hanya bagiNya
dalam segala bentuknya. Maka dari itu, wajib bagi setiap hamba untuk
memuji Allah dalam segala keadaan, baik dia ditimpa dengan kenikmatan
ataupun musibah. Tatkala Nabi Shallallahu alaihi wasallam mendapatkan
kenikmatan, beliau mengucapkan
ّ‫احل ه‬
‫ات‬ َ‫هلل ِ لَاذلِى بن ِع َمتهِّ تَت لهّم ل‬
َ ِ ‫الص‬ َ‫ل‬
ّ ِ ‫احلم هّد‬
َ
ِ ِ ِ
"Segala puji hanya milik Allah yang dengan segala nikmatnya segala
kebaikan menjadi sempurna". Dan ketika beliau mendapatkan sesuatu yang
tidak disukai, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan,
‫َ ه لَ َ َ ه ل‬
ّ‫لك َحال‬
ِّ ‫ىلع‬ّ ِ ‫هلل‬
ّ ِ ‫احلم ّد‬
"Segala puji hanya milik Allah atas setiap keadaan” 8

(2) Ucapan Penulis (‫" )الذي أرسل رسوله‬Yang Telah Mengutus Rasul-Nya
Dengan Petunjuk (Hidayah)"
Petunjuk disini yaitu petunjuk berupa ilmu yang bermanfaat yang bisa
menyelamatkan manusia dari kesesatan serta menjelaskan berbagai jalan
yang baik dan buruk. Petunjuk terbagi menjadi dua macam, yaitu :

• Pertama : Al-Huda Al-Irsyad (‫)الهداية اإلرشاد‬


Huda (Hidayah) jenis ini mencakup orang-orang muslim dan kafir. Allah
ta'ala telah menjelaskan kebenaran bagi orang-orang mukmin dan orang-
orang kafir. Allah Ta'ala berfirman,
‫َو َهدَ ْي َناه ال َّنجْ دَ يْن‬
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan
kejahatan)” (QS. Al-Balad: 10). Ayat ini menjelaskan bahwa jalan kebenaran
sudah jelas dan jalan keburukan pun sudah jelas. Begitu juga dengan firman
Allah Ta'ala :
ََ ‫َ َ َّ ه ه َ َ َ ه‬
َ ‫ناهمّ فَاس َت‬
ّ ‫ح ُّبوا ال َعىم‬
‫ىلع ال ههدى‬ ‫ود فهدي‬ ّ ‫وأما ثم‬

8
HR. Ibnu Majah

11
“Dan adapun kaum Samud, mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka
lebih menyukai kebutaan daripada petunjuk itu” (QS. Fussilat: 17)

Allah Ta'ala telah memberikan petunjuk kepada kaum Tsamud, tetapi


mereka enggan mengikutinya. Hidayah yang diberikan kepada mereka
itulah yang disebut sebagai hidayatul irsyad, hidayah dalam rangka
memberikan penjelasan. Hidayah ini, selain Allah Ta'ala yang
mendatangkan kepada para hamba, manusia juga mampu melakukannya.
Sebagaimana para nabi dan rasul, ulama dan para da’i yang
menjelaskannya jalan-jalan kebenaran. Demikian juga Allah memuji Nabi
Shallallahu alaihi wasallam dalam firman-Nya,
َ َ َّ
ّ‫ِصاطّ همستَقِيم‬
ِ ‫ك َلَهدِي إِىل‬
ّ ‫ِإَون‬
“Dan sungguh, engkau benar-benar membimbing (manusia) kepada jalan
yang lurus” (QS. Asy-Syura: 52). Ayat ini menjelaskan bahwa Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam benar-benar ahli dalam hal menjelaskan
kebenaran.

• Kedua : Al-Huda At-Taufiq (‫ِيق‬ُ ‫)هِدَا َي ُة ال َّت ْوف‬


Inilah hidayah yang penting, karena hidayah ini hanya milik Allah Ta'ala
dan tidak ada yang bisa mendatangkannya, kecuali Allah Ta'ala. Pada
hidayah ini, seseorang mendapatkan hidayah berupa menjalankan
kebenaran yang telah dia dapatkan dari hidayatul irsyad. Hidayatul irsyad
hanya berupa penjelasan kebenaran, sedangkan hidayah taufik ini adalah
hidayah yang murni dimiliki oleh Allah Ta'ala. Dalilnya adalah firman Allah
tentang Nabi Shallallahu alaihi wasallam,
َ َّ َّ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ
ّ‫اهلل َيهدِي َمنّ يَش ه‬
‫اء‬ َّ ‫ن‬ ّ‫ك‬ِ ‫ت ول‬
ّ ‫ال تهدِي منّ أحبب‬
ّ ‫ك‬ّ ‫إِن‬
“Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada
orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang
Dia kehendaki.” (QS. Al-Qasas: 56)

Dalam masalah hidayatul irsyad, Nabi Shallallahu alaihi wasallam adalah


orang yang paling sempurna, paling cerdas dan paling fasih dalam
menyampaikan hidayah kepada umat beliau Shallallahu alaihi wasallam,
karena beliau Shallallahu alaihi wasallam paling sayang kepada umatnya,
sebagaimana para nabi yang lain. Akan tetapi, hidayah agar umatnya bisa
menerima kebenaran tersebut, hanyalah milik Allah semata. Nabi
Shallallahu alaihi wasallam tidak memiliki kekuasaan dalam hidayah
tersebut. Maka dari itu, beliau tidak mampu memberikan petunjuk kepada
orang yang beliau cintai, seperti paman beliau, Abu Thalib ketika hendak
meninggal dunia. Beliau hanya mampu memberikan petunjuk/hidayah
irsyad kepadanya. Akan tetapi, ternyata paman beliau tidak mendapatkan

12
hidayah taufik dari Allah. Hidayah taufik hanya milik Allah semata,
sedangkan para rasul tidak memiliki hidayah ini. Yang mereka miliki
hanyalah hidayatul irsyad. Oleh karenanya, Nabi Shallallahu alaihi
wasallam tidak mampu memberikan hidayah kepada pamannya, Abu
Thalib dan Abu Lahab.

Begitu juga dengan Nabi Nuh ‘alaihissalam. Beliau tidak mampu memberi
hidayah kepada istri dan anaknya, bahkan anaknya meninggal dunia dalam
keadaan kafir di depan matanya. Hal yang serupa dengan Nabi Luth
‘alaihissalam yang tidak mampu memberi hidayah kepada istrinya.

Hidayah taufik inilah yang kita fokuskan agar kita meraihnya dari Allah
Ta'ala. Sejatinya kita menginginkan untuk sungguh-sungguh dalam
mendapatkan hidayah dari Allah Ta'ala guna menjalankan kebenaran, lalu
tegar dalam menjalankan kebenaran tersebut, lalu menjalankan seluruh
syariat dengan benar dan tidak asal-asalan, kemudian menuju hidayah
untuk menjalani kebaikan-kebaikan yang lain.

Di antara contoh bagaimana Allah memberikan hidayah kepada kita


sehingga terbuka hati kita adalah ketika ada seseorang yang menjelaskan
atau mengajak kita untuk salat, sejatinya itulah yang disebut dengan
hidayah irsyad. Apabila hati kita terbuka untuk menjalankan ibadah salat
tersebut, maka sesungguhnya itulah yang disebut dengan hidayah taufik
dari Allah. Di antara hidayah taufik adalah Allah membuat kita tegar
menjalankan salat dengan rutin, istiqamah dan bisa melaksanakan salat
dengan khusyuk, hingga akhirnya Allah membukakan pintu-pintu kebaikan
yang lain kepada kita.

(3) Ucapan Penulis (‫" )ودين الحق‬Dan Agama Yang Haq"


Agama yang Haq Yaitu agama yang disifati dengan kebenaran yang berupa
keadilan, kebaikan dan rahmat, semuanya adalah amal shalih yang bisa
membersihkan hati, menyucikan jiwa, menumbuhkan akhlak baik dan
meninggikan derajat diri

(4) Ucapan Penulis (‫" )ليظهره على الدين كله‬Agar Dimenangkan-Nya


Terhadap Semua Agama"
Yakni dimenangkan dengan hujjah dan bukti nyata yang menjadi penyebab
untuk menundukkan mereka, baik dengan pedang dan lisan

(5) Ucapan Penulis (‫" )وكفى باهلل شهيدا‬Dan Cukuplah Allah Yang Menjadi
Saksi"

13
Yakni saksi bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wasallam diutus untuk
membawa hal tersebut, "Meskipun orang-orang Musyrik membenci"
sebagaimana dalam surat At-Taubah ayat ke-33

(6) Ucapan Penulis (‫" )وأشهد أن ال إله إال هللا وحده ال شريل له إارارا به وتوحيدا‬Dan
Aku Bersaksi Laa Ilaaha Illallah Wahdah, Tidak ada sekutu baginya
sebagai bentuk pengikraran dan Tauhid"
Makna dari ‫ هللا إال إله ال‬yang benar adalah (‫" )هللا إال بحق معبود ال‬Tiada
sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah". Atau (‫ال‬
‫" )هللا إال حق معبود‬Tiada sesembahan yang haq yang, kecuali Allah"

Sebagaimana yang telah dipahami oleh para Nabi dan Rasul. Allah
Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
َ َ َ َّ ٰ َ َّ َ َ ‫َّ ه‬ َ َ َ
ِّ ‫ِال نو ِحْۤ ا ِِل ّهِ ان هّه الْۤ ا َِّل ا ِالْۤ اناّ فا ع هب هدو‬
‫ن‬ ّ ‫َو َماْۤ ار َسل َنا مِنّ قبل‬
ّ ‫ِك مِنّ َّر هسولّ ا‬
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad),
melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Aku maka sembahlah Aku" (QS. Al-Anbiya : 25)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


َ ‫ٰ َ َ َ ه َّ ه‬ َ ‫هل ه‬ َ َ
ۚ‫ت‬
ّ ‫الطا غو‬ ‫اهلل وا جتنِبوا‬ ِّ ‫لك ا َّمةّ َّر هسوالّ ا‬
ّ ‫ن اع هب هدوا‬ ّ ِ ‫َولـقدّ َب َعث َنا‬
ِّ ‫يف‬
"Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang Rasul untuk setiap umat (untuk
menyerukan), "Sembahlah Allah, dan jauhilah Tagut"" (QS. An-Nahl : 36)

Namun, sangat disayangkan. Banyak kaum muslimin yang mengartikan ‫ال إله‬
‫ إال هللا‬dengan "Tidak ada Tuhan/pencipta/pemberi rezeki selain Allah".
Padahal Mengartikan ‫ هللا إال إله ال‬dengan arti seperti ini adalah bathil karena
beberapa alasan, di antaranya :
• Arti (‫ )إله‬dalam bahasa arab adalah (‫ )المعبود‬yaitu "Yang disembah /
diibadahi"
• Orang arab di zaman jahiliyah telah memahami makna yang sebenarnya
dari kalimat tauhid tersebut. Maka dari itu mereka tidak mau mengucapkan
• Jika makna (‫ )ال إله إال هللا‬adalah "Tidak ada Tuhan/pencipta selain Allah"
maka otomatis orang-orang musyrikin jahiliyah masuk Islam dan tidak
akan diperangi oleh Rasulullah, karena mereka juga meyakini rububiyah
Allah, bahwasanya hanya Allah satu-satunya pencipta alam semesta,
pengatur rezeki, dan yang sebagainya. Akan tetapi mereka menyekutukan
Allah dalam peribadahan
• Mentafsirkan dengan tafsir seperti itu adalah bentuk menyelisihi apa
yang dipahami dan diserukan oleh para Nabi dan Rasul.

14
Sebagian lagi dari kaum muslimin hanya menafsirkan Kalimat tauhid
dengan "Tiada Sesembahan selain Allah" ini juga bathil. Karena :
• Tidak sesuai dengan fakta, karena faktanya masih banyak yang disembah
selain Allah
• Kata-kata “Tidak ada sesembahan selain Allah” ini terkadang bisa
mengantarkan kepada aqidah sesat dan kufur yaitu aqidah wihdatul wujud.
Karena dalan Wihdatul wujud diyakini bahwa Tuhan-tuhan yang disembah
oleh manusia di atas muka bumi ini hakikatnya adalah Allah. Na’udzu
billahi min dzalik
• Sesungguhnya banyak sesembahan selain Allah (yang disembah oleh
manusia di dunia ini).
• Orang-orang Hindu di India mereka menyembah Sapi dan itu adalah
sesembahan mereka.
• Sebagian kaum muslimin menyembah orang-orang yang telah mati
khususnya para nabi dan para wali. Mereka menyembahnya selain Allah
dan beristighatsah kepadanya

Dan ada juga yang menafsirkan Kalimat Tauhid dengan "Tiada Hukum
selain Hukum Allah". Maka ini tafsir yang bathil. Karena
• Penafsiran ini bukan inti dari makna kalimat tauhud
• Penafsiran ini mengantarkan kepada Aqidah Khawarij yaitu gemar dalam
memovinis kafir kepada setiap yang tidak berhukum dengan hukum Allah
tanpa memperincinya

Kalimat Tauhid memiliki dua rukun yaitu :


• An-Nafyu/peniadaan, artinya meniadakan semua sesembahan selain
Allah.
• Al-Itsbat/penetapan, artinya adalah menetapkan bahwa Allah satu-
satunya sesembahan yang haq.

Barangsiapa yang menetapkan Allah sebagai sesembahan tanpa


mengingkari meniadakan sesembahan selain-Nya maka tidak sah kalimat
syahadatnya. Demikian pula jika dia meniadakan semua sesembahan tanpa
menetapkan Allah sebagai sesembahan yang haq maka tidak sah kalimat
syahadatnya. Maka seorang muslim harus menggabungkan dua rukun
diatas, yaitu meniadakan semua sesembahan selain Allah dan menetapkan
hanya Allah sesembahan yang haq.

Adapun Syarat-syarat dalam mengucapkan Kalimat Tauhid adalah


• Ilmu, yakni Dia harus memahami Makna Kalimat ini
• Yaqin, karena Keyakinan yang menafikan keraguan. Maksudnya orang
yang mengucapkan kalimat tauhid dia harus yakin dengan kandungan

15
kalimat tauhid tersebut dengan seyakin-yakinnya. Karena tidak bermanfaat
bagi keimanan melainkan ilmu yakin bukan ilmu praduga. Bagaimana kalau
dimasuki keraguan?
• Qabul, yakni Menerima dengan hati dan lisan apa yang terkandung di
dalam kalimat tauhid
• Inqiyad, yakni Tunduk kepada kandungan kalimat tauhid
• Shidiq, yakni Kejujuran yang menafikan kedustaan, yaitu dia
mengucapkan kalimat tauhid dengan penuh kejujuran dari lubuk hatinya
yang terdalam. Hatinya menyatu dengan lisannya
• Ikhlas, Yaitu memurnikan amal perbuatan dari segala kotoran syirik
• Mahabbah, yaitu Mencintai kalimat tauhid, kandungannya, maknanya,
mencintai orang yang berpegang teguh dengannya serta yang menjalankan
syarat-syaratnya dan membenci orang yang menyimpang darinya.

Dan Diantara Pembatal-Pembatal Kalimat Tauhid adalah :


• Syirik yaitu menyekutukan Allah dalam ibadah
• Barangsiapa yang tidak mengkafirkan orang-orang musyrikin atau ragu
akan kekafiran mereka atau membenarkan agama mereka, maka dia kafir
• Barangsiapa yang meyakini bahwa selain petunjuk Nabi lebih sempurna
dari petunjuk beliau atau bahwa selain hukum beliau lebih baik daripada
hukum beliau seperti yang mendahulukan hukum para Thaghut atas
hukum-Nya, maka dia kafir. (Adapun jika seorang tidak berhukum dengan
hukum Allah tapi dia masih meyakini hukum Allah yang paling baik, maka
dia tidak kafir, tapi berdosa besar)
• Barangsiapa yang membenci sesuatu dari ajaran Rasulullah meskipun dia
mengamalkannya, maka dia kafir
• Barangsiapa yang memperolok sesuatu dari ajaran Rasul atau pahalanya
atau sanksinya, maka dia kafir
• Sihir, diantaranya pelet (sihir yang menjadikan lawan jenis cinta
kepadanya). Barangsiapa yang melakukannya atau ridha kepadanya, maka
dia kafir
• Membantu dan menolong orang-orang musyrikin (untuk memerangi)
kaum muslimin
• Barangsiapa yang meyakini bahwa sebagian orang boleh keluar dari
syariat Nabi Muhammad, sebagaimana Khidhir keluar dari syariat nabi
Musa, maka dia kafir.
• Berpaling dari agama Allah, tidak mau mempelajarinya dan tidak mau
mengamalkannya.

Ahlussunnah meyakini Hal-hal diatas adalah perbuatan-perbuatan yang


hukumnya Kafir, akan tetapi jika ada seorang muslim yang melakukan
perbuatan diatas maka hendaknya ditegakkan hujjah terlebih dahulu.

16
Karena Ahlussunnah tidak serampangan dalam memvonis kafir individu
tertentu. Dan yang berhak memvonis Kafir adalah hakim dipengadilan atau
seorang Ulama' yang memiliki Ilmu. Adapun selain mereka tidak berhak
untuk memvonis kafir

(7) Maksud (‫" )وأشهد أن محمدا‬Dan Aku Bersaksi bahwa Muhammad"


Yaitu Aku meyakini dalam hati dan Mengikrarkan dengan lisan bahwa
Allah mengutus Hamba-Nya, Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
kepada seluruh umat manusia.

Syahadat ini "Anna Muhammadan" digandengkan dengan Syahadat kepada


Allah, dan tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Maka dari itu, tidak
sah Islam seseorang jika dia bersaksi bahwa Hanya Allah sesembahan yang
Haq namun tidak bersaksi bahwa Muhammad adalah Utusan-Nya, atau
sebaliknya

Seorang yang berikrar "Asyhadu Anna Muhammadan Abduhu wa Rasuluh"


maka memiliki konsekuensi, diantaranya adalah
• Wajib mengimani bahwa Beliau Rasulullah
• Mentaati segala perintahnya
• Membenarkan apa-apa yang beliau sampaikan meskipun tidak masuk
akal
• Menjauhkan diri dari apa-apa yang beliau larang
• Tidak beribadah kepada Allah, kecuali dengan cara yang telah beliau
syariatkan
• Ahlussunnah meyakini bahwa Beliau merupakan penutup para Nabi
• Meyakini bahwa Rasulullah tidak tahu masalah Ghaib kecuali yang
diberitahu oleh Allah

Dan diantara hak-hak Nabi Muhammad adalah


• Mengimani bahwa semua yang beliau ucapkan / sampaikan adalah benar,
karena Nabi tidak pernah berbicara dengan hawa Nafsu, ucapan beliau
merupakan Wahyu dari Allah
• Wajib taat kepada beliau dan larangan untuk durhaka kepadanya
• Ittiba' kepada beliau dan menjadikan beliau tauladan dalam segala urusan
• Mencintai beliau lebih daripada Cinta kepada keluarga, anak, orang tua,
dan seluruh manusia
• Menghormati, memuliakan, dan membela beliau
• Bershalawat kepada beliau dengan shalawat yang diajarkan oleh beliau,
bukan shalawat yang dikarang-karang
• Wajib berhukum kepada beliau dan Ridho terhadap keputusan beliau

17
• Menempatkan Rasulullah pada kedudukannya tanpa ghuluw dan tidak
meremehkan hak-hak beliau

(8) Ucapan Penulis (‫" )عبده ورسوله‬Hamba-Nya dan Rasul-Nya"


Syahadat ini juga mempunyai dua rukun, yaitu kalimat
• 'Abduhu, yaitu Muhammad adalah Hamba Allah
• Rasuluh, yaitu Muhammad adalah Rasul / Utusan Allah

Dua rukun ini menafikan ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith


(meremehkan) pada hak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau
adalah hamba dan rasul-Nya. Beliau adalah makhluk yang paling sempurna
dalam dua sifat yang mulia ini, di sini artinya hamba yang menyembah.
Maksudnya, beliau adalah manusia yang diciptakan dari bahan yang sama
dengan bahan ciptaan manusia lainnya. Juga berlaku atasnya apa yang
berlaku atas orang lain. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
‫ه َّ َ َ َ َ َ ر ه ه‬
ّ‫ش لمِثلكم‬
ّ ‫قلّ ا ِنماّ اناّ ب‬
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu"
(QS. Al-Kahfi 110)

Beliau hanya memberikan hak ubudiyah kepada Allah dengan sebenar-


benarnya, dan karenanya Allah Subhanahu wa Ta’ala memujinya:
َ َ ‫ََ َ ٰ ه‬
‫اهلل بِكافّ عب َد هّه‬
ّ ‫س‬ ّ ‫الي‬
“Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hambaNya" (Az-Zumar :
36)
َ ٰ َ َ َ َ َّ ٰ ‫َ َ ه‬
ّ َ ٰ‫ىلع عب ِد ّه ِ الكِت‬
‫ب‬ ّ ‫هلل ِ اذلِيّ انز ّل‬
ّ ِ ‫ّاحلم ّد‬
“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-
Qur’an" (QS. Al-Kahfi : 1)
َ َّ ‫ْسى ب َعبدِهّ َِلالّ لم‬َ َّ َ ٰ ‫ه‬
ِّ ‫احل َر‬
‫ام‬ َ ‫ج ِّد‬
ِ ‫ِن المس‬ ِ ٰ ‫ن اذلِيّ ا‬
ّ ‫سبح‬
“Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam
dari Al-Masjidil Haram” (Al-Isra' : 1)

Sedangkan rasul artinya, orang yang diutus kepada seluruh manusia


dengan misi dakwah kepada Allah sebagai basyir (pemberi kabar gembira)
dan nadzir (pemberi peringatan).

Persaksian untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan dua sifat


ini meniadakan ifrath dan tafrith pada hak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Karena banyak orang yang mengaku umatnya lalu melebihkan
haknya atau mengkultuskannya hingga mengangkatnya di atas martabat
sebagai hamba hingga kepada martabat ibadah (penyembahan) untuknya

18
selain dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka ber-istighatsah (minta
pertolongan) kepada beliau, dari selain Allah.

Juga meminta kepada beliau apa yang tidak sanggup melakukannya selain
Allah, seperti memenuhi hajat dan menghilangkan kesulitan. Tetapi di
pihak lain sebagian orang mengingkari kerasulannya atau mengurangi
haknya, sehingga ia bergantung kepada pendapat-pendapat yang
menyalahi ajarannya, serta memaksakan diri dalam mena’wilkan hadits-
hadits dan hukum-hukumnya.

(9) Ucapan Penulis (‫" )صلى هللا عليه وعلى آله وصحبه وسلم تسليما ً مزيدا‬Semoga
Shalawat dan Salam senantiasa Allah curahkan atas beliau, Dan
Keluarga Beliau, dan Sahabat beliau dengan keselamatan yang
bertambah"
Abul Aliyah berkata : "Maksud Shalawat Allah atas Rasul-Nya adalah Allah
memujinya di hadapan makhluk yang tertinggi (yaitu malaikat)"

****
‫أما بعد فهذا اعتقاد الفرقة انلاجية المنصورة إىل قيام الساعة أهل السنة واجلماعة‬
Amma Ba'du1 : Inilah Aqidah2 Al-Firqotun Najiyah, Dan Ditolong oleh
Allah Hingga Tegaknya Kiamat3. Ahlussunnah wal Jama'ah4

(1) Ucapan Penulis (‫" )أما بعد‬Amma Ba'du"


Amma Ba'du adalah sebuah kata yang berfungsi sebagai pemisah antara
Muqaddimah dengan materi / sesuatu hal yang akan disampaikan

(2) Ucapan Penulis (‫" )فهذا اعتقاد‬Inilah Aqidah"


Kata aqidah adalah mashdar dari :
ََ
ّ‫ه‬
‫يعتقد اعتقادا وعقيدة‬ ‫اعتقد‬
Yakni secara bahasa adalah ikatan atau komitmen yang kuat dan ungkapan
yang semisalnya yang terkandung didalamnya kepercayaan dan kepastian.

Adapun secara istilah, maka definisinya kurang lebih berkisar pada suatu
hal yang tidak ada keraguan padanya terkait dengan sebuah keyakinan,
oleh sebab itu maka aqidah dari sisi keyakinannya bisa sesuatu yang batil
dan sesuatu yang haq. Dari sinilah muncul istilah aqidah shahihah dan
aqidah bathilah. Tidak diragukan lagi bahwa aqidah Islamiyyah adalah
aqidah yang haq. Asy-Syaikh Muhammad al-Malkaawiy dalam kitabnya
"Aqidah at-Tauhid fii al-Qur`an al-Kariim" (hal. 20) mendefinisikan apa
yang dimaksud dengan aqidah Islamiyyah itu, kata beliau :

19
‫والعقيدة اإلسالمية جمموعة اْلمور الينية اليت جتب ىلع المسلم أن يصدق بها قلبه وتطمنئ إِلها نفسه‬
‫وتكون يقينا عنده ال يمازجه شك وال خيالطه ريب‬
"kumpulan perkara-perkara agama yang wajib bagi setiap Muslim untuk
membenarkan dalam hatinya dan jiwanya pun tenang, sehingga ia memiliki
keyakinan yang tidak dicampuri oleh karaguan dan kebimbangan"

Allah Ta'aalaa berfirman :


َ َ ‫ه‬ َّ َّ َ ‫َّ َ ه ه‬
‫ولِ ث َّّم لمّ يَرّتابهوا‬ ّ ِ ‫آم هنوا ب‬
ِّ ‫اهلل ِ َو َر هس‬ َ ‫ِين‬
َّ ‫ون اذل‬
ّ ‫إِنما المؤمِن‬
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang
percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak
ragu-ragu" (Surat Al-Hujuraat : 15).

Aqidah yang dimaksud disini adalah perkara ilmiyyah bukan amaliyyah,


sebagaimana yang dikatakan oleh penulis kitab "Lisaan al-'Arab" yang
dinukil oleh asy-Syaikh dalam kitabnya diatas :
"‫والعقيدة يف الين ما يقصد به اإلعتقاد دون العمل كعقيدة وجود اهلل وبعثه الرسل ومجعها عقائد‬
"Aqidah dalam agama, maka yang dimaksud adalah keyakinan bukan
amalan, seperti keyakinan adanya Allah dan diutusnya para Rasul. Jamak
dari aqidah adalah 'Aqaa`id." -selesai-.

Yang dimaksud dengan bukan amalan adalah "‫( "هي التي ال تتعلق بكيفية العم‬tidak
berkaitan dengan bagaimana cara melakukan sesuatu), sebagaimana
dijelaskan oleh Prof. DR. Shaalih al-Fauzan hafizhahullah dalam kitabnya
"Aqiidah at-Tauhiid" (hal. 5). Ulama yang sekarang masih menjabat anggota
komisi fatwa Arab saudi ini, juga menjelaskan dengan ringkas ruang
lingkup aqidah islamiyyah, dalam kitab yang sama, dimana beliau berkata :
‫ه‬
ّ َّ ‫يه اإليمان باهلل ومالئكته وكتبه ورسله واِلوم اآلخر واإليمان بالقدر خريه ورشه وت‬: ّ‫والعقيدةه رشع‬
‫سىم‬ ّ
‫ه‬
‫أراكن اإليمان‬
ّ ‫هذه‬
"Aqidah secara syar'i adalah keimanan kepada Allah, MalaikatNya, Kitab-
KitabNya, para RasulNya, hari akhir dan keimanan kepada takdir yang baik
maupun yang buruk, ini dinamakan juga dengan rukun iman" -selesai-.

Adapun sumber pengambilan Aqidah Islamiyyah adalah tauqifiyyah yakni


Al-Qur`an dan Al-Hadits, sesuai dengan pemahaman yang ditempuh oleh
salafunaa shalih. Al-Imam Ibnul Jauzi rahimahullah meriwayatkan dengan
sanadnya sampai kepada al-Imam Abdullah bin al-Imam Ahmad
rahimahumaallah, dimana beliau berkata :

20
‫لست بصاحب الكم وال أرى الالكم يف يشء من هذا إال ما اكن‬: ‫كتب أيب إىل عبيد اهلل بن حيىي بن خاقان‬
‫يف كتاب أو حديث عن رسول اهلل صىل اهلل عليه وسلم أو عن أصحابه فأما غري ذلك فإن الالكم فيه غري‬
‫حممود‬
"Bapakku menulis surat kepada Ubaidillah bin Yahya bin Khaaqaan yang
isinya, "aku bukan penggemar ilmu kalam dan aku melihat tidak ada
pembicaraan dalam hal ini, kecuali yang berasal dari KITAB atau HADITS
dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam atau dari para SAHABATNYA,
adapun selain hal tersebut, maka pembicaraan padanya tidak bagus" 9

Atas pengertian bahwa aqidah itu adalah rukun iman itu sendiri, maka
tidak ragu lagi bahwa ini adalah perkara yang diwajibkan dipelajari oleh
setiap Muslim dan Muslimah, termasuk oleh orang-orang awam. Al-
'Allamah Muhammad Amaan al-Jaamiy rahimahullah dalam salah satu
fatwanya berkata :
‫ل‬
‫ جيب ىلع العايم أن‬....‫تعلم العقيدة واجب ىلع لك أحد حيت ىلع العايم هذا بعد أن نتصور معين العقيدة‬
‫يعرف اهلل معرفة إمجاِلة ويعتقد وجوده سبحانه وقدرته وعلمه وسمعه وأن اهلل سبحانه وتعاىل يهدىع من‬
‫فوق وليس خمتلطا خبلقه‬
"Mempelajari aqidah adalah wajib bagi setiap orang, sampaipun kepada
orang awamnya, setelah tergambarkan makna aqidah yang
dimaksud....wajib atas orang awam mengenal Allah dengan pengenalan
secara global dan berkeyakinan akan keberadaanNya, KekuasaanNya,
ilmuNya dan PendengaranNya serta bahwa Allah Ta'aalaa itu diseru dari
atas dan tidak bercampur dengan makhlukNya..." -selesai-.

Al-'Allamah Shalih al-Fauzan hafizhahullah mengkategorikan ilmu tentang


aqidah adalah ilmu yang dharuriy, beliau berkata :
ّ‫ر‬
‫علم رضوري وهو ما يستقيم به دين المسلم من عقيدته وصالته وزاكته وصيامه وحجه هذا البد منه‬
"Ilmu dharuriy adalah apa yang tegak dengannya agama seorang Muslim
berupa permasalahan AQIDAH, salat, zakat, puasa dan hajinya yang mau
tidak mau harus dipelajari." -selesai-.

Bahkan para ulama melarang kaum Muslimin taqlid buta dalam masalah
aqidah, mestilah mereka belajar untuk mengetahui aqidah yang shahihah.
al-Imam Abu Ishaq asy-Syairoziy (w. 476 H) rahimahullah dalam kitab
ushul fiqihnya "at-Tabshiroh fii Ushul al-Fiqih" (hal. 401,cet. Daarul Fikr)
berkata :

9
Aqidah at-Tauhiid fii al-Qur`an al-Kariim, hal. 21

21
َ َ ‫يف ه‬ َّ
‫ال جيوز‬ّ ‫أصول اليانات‬ ّ ِ ‫اَلقل ِيد‬
َ َ َ َ َ
‫ال بعض انلَّاس جيوز ذل ِك َوحيك ذل ِك عن عبد اهلل بن احلسن ال َعن ََبي‬ ّ ‫َوق‬
َّ َ ‫َ َ ه‬ َ َّ ََ َ َ َّ َ َ َ َ
‫دل ىلع‬
ّ ‫يف أديانهم ف‬
ّ ِ ‫اءهم‬ ‫اءنا ىلع أمة ِإَونا ىلع آثارهم مقتدون { فذم قوما قدلوا آب‬ ‫اىل} إِنا وجدنا آب‬
ّ ‫نلا قول تع‬
َ َ َ
‫ال جيوز‬
ّ ‫أن ّذل ِك‬
"Taklid dalam perkara ushul agama adalah tidak boleh. Sebagian ulama
mengatakan boleh-boleh saja, hal ini dinukil dari Abdullah bin al-hasan al-
'Anbariy. Dalil kami adalah Firman Allah subhanahu wa ta'ala :
َ ٰ ٰ ٓ َ َّ َّ َّ ‫َّ َ َ َ ٰ َ َ َ َ ٓ ه‬ ‫َ ه‬
ّ ‫ىلع اثرِهِمّ ُّمه َت هدو‬
‫ن‬ ّ ‫بَلّ قالـوْۤا ا ِنا وجدناْۤ ّاباءنا‬
ّ ‫ىلع امةّ وا ِنا‬
"Bahkan mereka berkata, Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang
kami menganut suatu agama, dan kami mendapat petunjuk untuk mengikuti
jejak mereka." (QS. Az-Zukhruf 43: Ayat 22). Maka celaan Allah kepada suatu
kaum yang bertaklid kepada nenek moyangnya dalam masalah pokok
agama, hal ini menunjukkan taklid dalam masalah ini tidak diperbolehkan". -
selesai-.

Sebelumnya, al-Imam ibnu Abdil Bar dalam kitabnya "Jaami'u Bayan al-
'Ilmi" juga berkata :
ّ:ّ ‫ ّﻧﺤﻮ‬,ّ ‫ﺍﻟﻤﻔﺘﺮﺿﺔِّۚﻋﻠﻴﻪ‬
َۚ ِّۚ‫ﺟﻤﻠﺔِّۚﺍﻟﻔﺮﺍﺋﺾ‬
‫ﺟﻬﻠﻪ ّﻣﻦ ّۚه‬
‫ ّﻣﺎ ّﻻ ّﻳﺴﻊۚهّﺍﻹﻧﺴﺎﻥَّۚ ۚه‬:ّ ‫ﻓﺮﺿﻪ ّﻣﻦ ّﺫﻟﻚ‬
‫ﻭﺍﻟﺬﻱ ّﻳﻠﺰﻡ ّﺍﻟﺠﻤﻴﻊَّۚ ۚه‬
‫ﺍﻟﺸﻬﺎﺩﺓۚهّﺑﺎﻟﻠﺴﺎﻥِّۚﻭﺍﻹﻗﺮﺍﺭۚهّﺑﺎﻟﻘﻠﺐّﺑﺄﻥلَّۚﺍﻟﻠﻪّﻭﺣﺪﻩّﻻّﺷﺮﻳﻚّﻟﻪ‬
"Dan perkara yang semua orang harus mengetahuinya, tidak ada toleransi
untuk bodoh dalam hal ini, yaitu terkait beberap kewajiban yang diwajibkan
padanya, seperti : bersyahadat dengan ucapan dan keyakinan dalam hati
bahwa Allah adalah Esa tidak ada sekutu baginya... " -selesai-.

Bahkan mempelajari aqidah adalah semulia-mulianya pelajaran, karena


kemulian suatu ilmu tergantung dari materi yang dipelajarinya. Al-Imam
Ibnu Abi Izzi rahimahullah dalam kitabnya "Syarah ath-Thahawiyyah"
berkata :
‫إنه لما اكن علم أصول الين أرشف العلوم إذ رشف العلم بشف المعلوم وهو الفقه اْلكَب بالنسبة إىل فقه‬
...‫الفروع ولهذا سىم اإلمام أبو حنيفة رمحة اهلل عليه ما قال ومجعه يف أوراق من أصول الين الفقه اْلكَب‬
"tatkala ilmu pokok-pokok agama adalah semulia-mulianya ilmu, yangmana
kemulian sebuah ilmu itu terkait dengan kemulian yang dipelajarinya, yakni
Fiqih Akbar dibandingkan dengan fiqih furu', oleh karenanya al-Imam Abu
Hanifah rahimahullah menamakan makalahnya terkait ushuluddin dengan
nama "al-Fiqih al-Akbar" -selesai-.

Kemudian kebutuhan kita mempelajari aqidah islamiyyah yang shahihah


sangat perlu sekali, mengingat semakin masif dan berkembangnya aqidah-
22
aqidah batilah yang diusung dengan menisbatkan diri kepada Islam.
Ma'aaliy Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah dalam khutbahnya
mengingatkan agar menjauhi bid'ah dan para pelakunya dan diantara jenis
bid'ah yang harus dijauhi adalah :
‫ر‬
.‫بدعة قوِلة اعتقادية كمقاالت اجلهمية والمعزتلة والرافضة وسائر الفرق الضالة يف العقائد‬
ّ
"Bid'ah ucapan berupa keyakinan, seperti ucapan-ucapannya Jahmiyyah,
Mu'tazilah dan Rafidhah serta sekte-sekte sesat lainnya yang menyimpang
dalam aqidah" -selesai-.

Oleh sebab itu, marilah kita tingkatkan pengetahuan kita terhadap aqidah
yang shahihah agar dapat membentengi dari aqidah-aqidah yang batil yang
diusung oleh sekte-sekte sesat.

(3) Ucapan Penulis (‫ )الفراة الناجية المنصورة إلى ايام الساق‬Al-Firqotun Najiyah
Dan Ditolong oleh Allah Hingga tegaknya Kiamat
Firqoh artinya sekelompok manusia, Ia disifati dengan An-Najiyah (Yang
Selamat). Maksudnya Firqoh yang Selamat di dunia dan selamat di akhirat.
Adapun di dunia ia selamat dari Kesyirikan, kebid'ahan, dan
Penyimpangan. Adapun di neraka ia selamat dari Neraka. Dan al-
Manshuroh artinya adalah kelompok yang ditolong oleh Allah dalam
kebenaran

Al-Firqotun Najiyah Al-Manshuroh adalah nama lain dari Ahlussunnah wal


jamaah. Al-Firqatun Naajiyah Al-manshurah di zaman ini, hingga datangnya
hari kiamat, adalah seperti yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika beliau ditanya masalah ini.

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,


‫وستفرتق هذه اْلمة ىلع‬. ‫وافرتقت انلصارى ىلع اثنني وسبعني فرقة‬. ‫إفرتقت اِلهود ىلع إحدى وسبعني فرقة‬
‫ثالث وسبعني فرقة كها يف انلار إال واحدة‬
“Orang Yahudi berpecah belah menjadi tujuh puluh satu golongan. Orang
Nasrani berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Sedangkan
umatku akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semuanya
(terancam) masuk ke dalam neraka kecuali satu golongan saja.”

Para sahabat bertanya,


‫من يه يارسول اهلل‬
“Siapakah mereka, wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab,
‫مااكن ىلع مثل ما أنا عليه اِلوم وأصحايب‬

23
“Mereka adalah golongan yang mana aku dan para sahabatku berpegang
teguh padanya.” 10

Allah Ta’ala mengatakan tentang mereka,


‫اهلل َعن ههمّ َو َر هضواّ َعن هّه َوأَ َع َّّد لَهمّه‬
ُّ َ ِ َّ َ
ّ ‫ض‬
‫َ َ َ َ َ َّ َ َّ ه‬
ّ ‫ِين ات َب هعوهم بِإِحسانّ ر‬
ّ ‫ارِ واذل‬
ّ ‫ين واْلنص‬ ّ ‫ج ِر‬ ‫ا‬‫ه‬َ ‫ِن ال هم‬
ّ ّ
َ ‫َ َّ ه َ َ َّ ه‬
َ ‫ون م‬ ‫ون اْلول‬
ّ ‫والسابِق‬
ِ
َ َ َ َ َ َ َ َ ‫َ ه‬ َ َ َ
ّ‫ِك الفو هّز ال َع ِظ ه‬
‫يم‬ ّ ‫ِين فِيها أبداّ ذل‬
ّ ‫ال‬ ِ ‫ار خ‬ ّ ‫َج َّناتّ جت ِري حت َت َها اْلنه‬
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari
golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah.
Dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-
sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah
kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah :100)

Di antara sifat mereka adalah: berpegang teguh pada jalan (sunnah) yang
ditempuh oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Di
antara sifat mereka adalah: mereka bersabar di atas kebenaran, tidak
berpaling kepada ucapan (pendapat) orang-orang yang menyelisihi
mereka, dan mereka tidak mempedulikan celaan orang-orang yang
mencela mereka. Nabi shallallahuَ َ َّ َ ‫‘ َ ه‬alaihi wa sallam bersabda, ‫ه‬
َ َ َ ‫َه‬ َ َ َ ‫َ َ َ َ ل َ َ ه ُّ ه‬ َ َّ ‫َر‬ ‫َ َ ه‬
ّ ‫هلل ِ وهمّ كذل‬
‫ِك‬ ‫ه‬ َّ ِ ‫يت يأ‬
ّ ‫ت أم ّر ا‬ ّ ‫ُضهمّ منّ خذلهمّ ح‬ ‫ال ي‬
ّ ‫ق‬ِّ ‫ىلع احل‬
ّ ‫ين‬ ّ ِ ‫ال َطائِف ّة مِنّ أم‬
ّ ِ‫يت ظاهِر‬ ّ ‫ال ت َز‬
ّ
“Senantiasa ada sekelompok umatku yang ditolong atas kebenaran, tidak
akan membahayakan mereka orang yang memusuhi mereka hingga hari
kiamat, sedangkan mereka tetap seperti itu”

Di antara sifat mereka adalah: mereka mencintai as-salaf ash-shalih,


memuji mereka, mendoakan mereka, dan berpegang teguh dengan atsar
mereka. Tidak merendahkan satu pun generasi salaf, baik dari kalangan
sahabat atau generasi setelahnya. Sedangkan di antara sifat golongan yang
menyimpang adalah: mereka membenci generasi salaf, membenci manhaj
salaf, dan memperingatkan agar menjauhinya

(4) Ucapan Penulis (‫" )أهل السنة والجماعة‬Ahlussunnah Wal Jama'ah"


Adapun Ahlussunnah wal Jama'ah, adalah nama lain dari Al-Firqotun
Najiyah. Yang dimaksud dengan As-Sunnah adalah Thariqah (cara / metode
beragama) yang dianut oleh Rasulullah, para sahabat beliau, dan orang-
orang yang mengikuti jejak mereka hingga Hari Kiamat.

Adapun al-jama'ah, makna asalnya adalah sejumlah orang yang


mengelompok. Tetapi, yang dimaksud dengan al-jama'ah dalam

10
HR. Tirmidzi no. 2641, Hakim 1: 129, dan lain-lain. Lihat Ash-Shahihah no. 203, 204, dan 1492

24
pembahasan aqidah ini adalah Salaf (pendahulu) dari umat ini dari
kalangan shahabat dan orang-orang yang mengikuti kebaikan mereka,
sekalipun hanya seorang yang berdiri di atas kebenaran yang telah dianut
oleh jama'ah tersebut. Dalam Nash, Makna Al-Jamaah tidak terlepas dari
dua pengertian :

• Jama'ah Badan, yaitu bersatu dengan membaiat pemimpin kaum


Muslimin untuk selalu mendengar dan taat serta haram mengkudetanya
atau keluar dari ketaatannya, barangsiapa yang keluar dari ketaatan
kepada pemimpin maka dia telah memisahkan diri dari Al-Jama'ah
• Jama'ah Diin, yaitu bersatu bersama orang-orang yang mengikuti Jejak
para Salaf meskipun beda tempat dan beda zaman. Tidak boleh ada
persatuan (Al-Jamaah) dengan orang-orang yang berbeda Aqidah dan
Manhajnya. Maka kalau ada yang menginginkan persatuan lintas Aqidah
dan manhaj, maka sejatinya ia membuat persatuan yang semu, bukan
persatuan yang hakiki. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
َ ‫ه‬ َّ َ َّ َ َ ٰ ٰ َ ‫َّ ه ه ه ه‬ َ َ
‫ن‬ ّ ‫ِك ب ِّا ن ههمّ قو رّم‬
ّ ‫ال َيعقِلو‬ ّ ‫حت َس هب ههمّ مجِيعا وقلوبهمّ ش‬
ّ ‫يتۚ ذل‬
"Kamu kira mereka itu bersatu padahal hati mereka terpecah belah. Yang
demikian itu karena mereka orang-orang yang tidak mengerti" (QS. Al-
Hasyr : 14)

Bagaiman mungkin seorang Ahlussunnah mau bersatu dengan Ahli Bidah.


Ahlussunnah wajib berlepas diri dari Ahli bid'ah, mentahdzir mereka,
memboikot mereka, dan tidak merekomendasikan mereka. Maka siapa saja
yang mengikuti jejak para Salaf maka sejatinya mereka telah berjamaah
dengan sendirinya meskipun beda tempat dan beda zaman, sebagaimana
yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud :
‫ه‬ َ ‫َ َه‬
‫ت َوح َدك‬ َّّ ‫احل‬
ّ َ ‫ق ِإَونّ كن‬ َ ‫ق‬ َّ ‫اجل َماع ّة َما َواف‬
“Al-Jama’ah adalah apa yang mencocoki kebenaran walaupun engkau
sendiri”

****
‫ وهو اإليمان باهلل ومالئكته وكتبه ورسله وابلعث بعد الموت واإليمان بالقدر خريه ورشه‬- ١
1 - Yaitu Beriman Kepada Allah1, dan Malaikat-Malaikat-Nya2, dan
Kitab-Kitab-Nya3, dan Rasul-Rasul-Nya4, dan Kebangkitan setelah
kematian5, dan beriman kepada Takdir yang baik maupun takdir
yang buruk6

Syaikhul Islam mengatakan bahwa sesungguhnya apa yang terkandung


dalam kitab ini adalah aqidah yang menyelamatkan dari kebinasaan dan
kejahatan, yang akan membuahkan kebaikan di dunia dan di akhirat, yang
25
diwariskan dari Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam yang diambil
dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Yaitu, yang telah dilaksanakan oleh
para Sahabat, Tabi'in dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik
sampai hari Kiamat, dimana mereka telah dijamin oleh Allah mendapatkan
kemenangan sampai hari Kiamat melalui lisan Rasul-Nya. Sesungguhnya
pertolongan ini mereka dapatkan dengan sebab barokah aqidah ini,
mengamalkannya dan mewujudkannya dengan melaksanakan seluruh
perkara agama ini. Dan pokok 'aqidah yang melandasi segala perkara
adalah mengimani enarn rukun Iman yang telah dijelaskan dalam Al-Qur-
an dan As-Sunnah di beberapa tempat baik secara global maupun rinci,
baik menjelaskan masalah pokok atau yang cabang. Inilah yang dijelaskan
dalam hadits Jibril yang masyhur, ketika Jibril bertanya kepada Nabi
Muhammad Shallallahu alaihi wasallam tentang iman, kemudian dijawab :
"Iman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-
Nya hari Akhir, dan iman kepada qadar yang baik maupun yang buruk". Dan
kitab ini (Al-Aqidah Al-Wasithiyah) dari awal sampai akhir akan
memperinci tentang pokok yang enam ini.

(1) Ucapan Penulis (‫" )اإليمان باهلل‬Iman Kepada Allah"


Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Rabb
dan Raja segala sesuatu. Dialah Yang Mencipta, Yang Memberi Rezki, Yang
Menghidupkan, dan Yang Mematikan, hanya Dia yang berhak diibadahi.
Kepasrahan, kerendahan diri, ketundukan, dan segala jenis ibadah tidak
boleh diberikan kepada selain-Nya. Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan,
keagungan, dan kemuliaan. Serta Dia bersih dari segala cacat dan
kekurangan. Dan termasuk beriman kepada Allah adalah beriman dengan
Wujud-Nya

(2) Ucapan Penulis (‫" )والمالئكته‬Iman Kepada Malaikat"


Ahlussunnah meyakini bahwa malaikat itu ada dan berwujud, tidak seperti
Mu'tazilah yang mengatakan Malaikat hanyalah simbol (Aura),
Ahlussunnah menetapkan Malaikat berakal, Ahlussunnah menetapkan
Malaikat diciptakan dari cahaya, Ahlussunnah menetapkan Malaikat
memiliki Sayap, Ahlussunnah menetapkan Malaikat itu Ghoib, Ahlussunnah
menetapkan Malaikat mampu menjelma manusia, Ahlussunnah
menetapkan tidak ada yang mengetahui jumlah malaikat kecuali Allah,
Ahlussunnah menetapkan nama-nama malaikat yang ditetapkan oleh Allah
dan Rasul-Nya, Ahlussunnah menetapkan tugas-tugas malaikat, minimal
mereka Bertasbih kepada Allah siang dan malam tanpa rasa bosan,
Ahlussunnah menetapkan malaikat taat kepada Allah dan tidak pernah
mbangkang

26
(3) Ucapan Penulis (‫" )وكتبه‬Iman Kepada Kitab-Kitab-Nya"
Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenarbenamya bahwa Allah
memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya;
yang benar-benar merupakan Kalam (firman, ucapan) - Nya. la adalah
cahaya dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar. Tidak ada yang
mengetahui jumlahnya selain Allah. Wajib beriman secara ijmal, kecuali
yang telah disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib untuk
mengimaninya secara tafshil, yaitu: Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur'an.
Selain wajib mengimani bahwa Al-Qur'an diturunkan dari sisi Allah, wajib
pula mengimani bahwa Allah telah mengucapkannya sebagaimana Dia
telah mengucapkan seluruh kitab lain yang diturunkan. Wajib pula
melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban serta menjauhi berbagai
larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur'an merupakan tolok ukur
kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya Al-Qur'an saja yang dijaga oleh
Allah dari pergantian dan perubahan. Al-Qur'an adalah Kalam Allah yang
diturunkan, dan bukan makhluk, yang berasal dari-Nya dan akan kembali
kepada-Nya

(4) Ucapan Penulis (‫" )ورسوله‬Iman Kepada Rasul-Rasul-Nya"


Iman kepada rasul-rasul adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah telah
mengutus para rasul untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada
cahaya. Kebijaksanaan-Nya telah menetapkan bahwa Dia mengutus para
rasul itu kepada manusia untuk memberi kabar gembira dan ancaman
kepada mereka. Maka, wajib beriman kepada semua rasul secara ijmal
(global) sebagaimana wajib pula beriman secara tafshil (rinci) kepada
siapa di antara mereka yang disebut namanya oleh Allah, yaitu 25 di antara
mereka yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur'an. Wajib pula beriman
bahwa Allah telah mengutus rasul-rasul dan nabi-nabi selain mereka, yang
jumlahnya tidak diketahui oleh selain Allah, dan tidak ada yang mengetahui
nama-nama mereka selain Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Wajib
pula beriman bahwa Muhammad adalah yang paling mulia dan penutup
para nabi dan rasul, risalahnya meliputi bangsa jin dan manusia, serta tidak
ada nabi setelahnya.

(5) Ucapan Penulis (‫" )البعث بعد الموت‬Iman Kepada Kebangkitan Setelah
Kematian (Hari Akhir)"
Iman kepada kebangkitan setelah mati adalah keyakinan yang kuat tentang
adanya negeri akhirat. Di negeri itu Allah akan membalas kebaikan orang-
orang yang berbuat baik dan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat.
Allah mengampuni dosa apapun selain syirik, jika Dia menghendaki.
Pengertian al-ba'ts (kebangkitan) menurut syar'i adalah "dipulihkannya
badan dan dimasukkannya kembali nyawa ke dalamnya, sehingga manusia

27
keluar dari kubur seperti belalang-belalang yang bertebaran dalam keadaan
hidup dan bersegera mendatangi penyeru”. Kita memohon ampunan dan
kesejahteraan kepada Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Termasuk
beriman dengan hari akhir adalah mengimani bahwa semua yang
bernyawa pasti mengalami Kematian, mengimani adanya Fitnah Kubur,
Adzab / Nikmat Kubur. Mengimani akan tegaknya Hari Kiamat kubro
kemudian mengimani tentang ditiupnya Suur oleh Israfil, kemudian
mengimani Hari Kebangkitan yang manusia akan Berkumpul di Padang
Masyhar serta Matahari didekatkan satu mil, lalu mengimani Syafa'at
Udzma Nabi Shallallahu alaihi wasallam, mengimani adanya Miizan
(timbangan) dihari kiamat yang manusia berupa catatan amalnya akan
ditimbang disitu. Juga beriman dengan Hisab (Catatan Amal), mengimani
adanya Telaga Nabi, Siroth dan Qantarah (Qishash). Juga mengimani
adanya Syafa'at Membuka Pintu Surga, Syafa'at Kepada orang yang hampir
masuk neraka tapi tidak jadi masuk dan mengimani adanya Surga Neraka
dan mereka telah diciptakan oleh Allah, dan mengimani Syafaat bagi orang
mukmin yang masuk neraka. Serta mereka akan Kekal abadi baik di Surga
maupun di Neraka

(6) Ucapan Penulis (‫" )واإليمان بالقدر خيره وشره‬Dan Beriman dengan Takdir
yang baik maupun yang buruk"
Iman kepada takdir adalah meyakini secara sungguh-sungguh bahwa
segala kebaikan dan keburukan itu terjadi karena takdir Allah. Allah telah
mengetahui kadar dan waktu terjadinya segala sesuatu sejak zaman azali,
sebelum menciptakan dan mengadakannya dengan kekuasaan dan
kehendakNya, sesuai dengan apa yang telah diketahui-Nya itu. Allah telah
menulisnya pula di Lauh Mahfuzh 50.000 tahun sebelum Allah
menciptakan langit dan bumi. Dan beriman kepada takdir haruslah
mencakup 4 tingkatan yaitu mengimani
• Ilmu Allah (Allah telah mengetahui apa yang telah terjadi, apa yang
sedang terjadi, apa yang akan terjadi, apa yang tidak terjadi dan kalau
terjadi bagaimana. Oleh karena itu Allah sudah tahu siapa yang akan masuk
surga dan siapa yang akan masuk neraka, dan kita sudah ditentukan oleh
Allah )
• Kitabah (Allah telah menulis takdir di Lauhul Mahfudz sejak 50.000 tahun
sebelum Allah menciptakan langit dan Bumi)
• Masyi'ah (Allah menghendaki apa yang telah ditakdirkan)
• Kholq (Allah menciptakan / merealisasikan takdir yang telah ditulis dan
dikehendaki)

****

28
‫ ومن اإليمان باهلل‬- ٢
‫ اإليمان بما وصف به نفسه يف كتابه‬-
‫وبما وصفه به رسول حممد صىل اهلل عليه وسلم يف سنته‬-
‫ تكييف وال تمثيل‬: ‫ حتريف وال تعطيل ومن غري‬: ‫من غري‬
2 - Dan Termasuk Iman Kepada Allah1 :
- Beriman dengan Apa yang Allah sifatkan tentang dirinya dalam Al-
Quran
- Dan juga yang disifatkan Oleh Rasul-Nya, Muhammad Shallallahu
alaihi wasallam dalam Sunnah beliau2
Tanpa Melakukan Tahrif 3, tanpa melakukan Ta'thil4, dan Tanpa
melakukan Takyif 5 dan Tanpa melakukan Tamtsil6
‫ بل يؤمنون بأن اهلل تعاىل ليس كمثله يشء وهو السميع ابلصري‬- ٣
3 - Bahkan Ahlussunnah mengimani sesungguhnya Allah “Tidak ada
yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha
Melihat” [QS. Asy-Syura : 11]7
‫ ما وصف به نفسه‬: ‫ فال ينفون عنه‬- ٤
4 - Mereka (Ahlussunnah) tidak menafikan tentang : Sifat-Sifat Allah
yang Dia tetapkan untuk diri-Nya8
‫ اللكم عن مواضعه‬: ‫ وال حيرفون‬- ٥
5 - Dan mereka (Ahlussunnah) tidak mentahrif firman (Allah) dari
lafazh / makna aslinya9
‫ أسماء اهلل وآياته‬: ‫ وال يلحدون يف‬- ٦
6 - Dan Mereka (Ahlussunnah) tidak membuat ilhaad dalam : Nama-
nama Allah dan Ayat-ayat-Nya10
‫ صفاته بصفات خلقه‬: ‫ وال يكيفون وال يمثلون‬- ٧
7 - Mereka tidak menanyakan bagaimana bentuknya, serta tidak
menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya11
‫ ال سىم ل وال كفو ل وال ند ل وال يقاس خبلقه سبحانه وتعاىل‬: ‫ ْلنه سبحانه‬- ٨
8 - Karena tidak ada yang sama dengan-Nya, tidak ada yang setara
dengan-Nya, dan tidak ada tandingan bagi-Nya. Dan Dia tidak boleh
dikiaskan dengan makhluk-Nya12
‫ أعلم بنفسه وبغريه وأصدق قيال وأحسن حديثا من خلقه‬: ‫ فإنه سبحانه‬- ٩
9 - Karena sungguh, Allah lebih tahu tentang diri-Nya dan tentang
selain-Nya, Allah itu paling benar dan paling baik perkataan-Nya
daripada makhluk-Nya13
‫ خبالف اذلين يقولون عليه ما ال يعلمون‬: ‫ ثم رسول صادقون مصدقون‬- ١٠

29
10 - Dan Rasul-rasul adalah orang yang benar dan dibenarkan :
Berbeda dengan orang-orang yang berkata atas nama Allah apa yang
mereka tidak ketahui14
ٰ ََ ٰ َ ‫َّ َ َّ َ ه‬ َ
ّ ِ ‫حلم هّد‬
ِ ‫هلل‬ َّ ‫ىلع ال همر َسل‬
َ ‫ِني • َوا‬ ّ ‫ن • َو َسل رّم‬
ّ ‫صفو‬ِ ‫ب العِزّة ِ عما ي‬ ّ ِ ‫ن َر لب‬
ِّ ‫ك َر ل‬ ٰ ‫ هسب‬: ‫ ولهذا قال سبحانه وتعاىل‬- ١١
َّ ‫ح‬
َ
َّ ‫ب ال ٰعل ِم‬
‫ني‬ ِّ ‫َر ل‬
11 - Karena itu Allah berfirman: “Maha Suci Rabb-mu Yang Maha
Perkasa dari sifat yang mereka katakan. Dan selamat sejahtera bagi
para rasul. Dan segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam” (Ash-
Shaaffaat: 180-182)15
‫ فسبح نفسه عما وصفه به اخلالفون للرسول وسلم ىلع المرسلني لسالمة ما قالوه من انلقص والعيب‬- ١٢
12 - Allah mensucikan diri-Nya dari apa-apa yang disifatkan oleh
orang-orang yang menyelisihi para rasul, dan Allah memberikan
selamat sejahtera atas para rasul disebabkan keselamatan yang
mereka ucapkan dari kekurangan dan aib16

Penulis menyebutkan prinsip dan dhabith (batasan) yang agung ini


dalam masalah iman kepada Allah secara gIobal, sebelum beliau masuk
kepada pembahasan yang rinci, supaya seorang hamba menerapkan di atas
pondasi ini semua yang datang dari Al-Qur-an dan As-Sunnah, sehingga
imannya tetap istiqamah dan selamat dari penyelewengan.

Beliau juga menyebutkan bahwasanya wajib mengimani semua yang


dikabarkan Allah tentang diri-Nya dalam Al-Qur-an dan apa yang dikatakan
(diberitakan) oleh Rasul-Nya tentang Allah dengan iman yang benar dan
selamat dari tahrif dan ta'thil, juga harus selamat dari Takyif dan tamtsil.
Bahkan wajib menetapkan apa (sifat) yang Allah tetapkan untuk diri-Nya
dan oleh Rasul-Nya, serta tidak boleh menambah (dan mengurangi), karena
sesungguhnya berbicara tentang Dzat Allah dan Sifat-Nya ini pada
hakikatnya adalah satu. Sebagaimana Allah mempunyai dzat yang tidak
menyerupai dzat lainnya, maka Allah juga mempunyai sifat yang tidak
menyerupai sifat lainnya. Barangsiapa yang condong untuk menafikan
seluruh Sifat Allah atau menafikan sebagiannya maka ia adalah mu'aththil
dan muharrif. Dan barangsiapa menanyakan tentang bagaimana Sifat Allah
itu, atau menyerupakan Sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya, maka ia
adalah mumatstsil dan musyabbih. Nu'aim bin Hammad berkata
"Barangsiapa menyamakan sifatAllah dengan sifat makhluk-Nya, maka ia
telah kafir" 11

(1) Ucapan Penulis (‫" )باهلل اإليمان ومن‬Dan termasuk iman kepada Allah"

11
Lihat Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah oleh Syaikh Khalil Harras, hlm 71-72

30
Sebagaimana yang telah berlalu penjelasan kami tentang iman kepada
Allah. Yaitu Iman kepada Wujud Allah, Iman Kepada Rububiyah Allah, dan
Iman kepada Uluhiyah Allah, dan Iman kepada Asma' wa Shifat Allah.

(2) Ucapan Penulis ( ‫اإليمان بما وصف به نفسه في كتابه وبما وصفه به رسوله محمد صلى‬
‫“ )هللا عليه وسلم في سنته‬Beriman dengan Apa yang Allah sifatkan tentang
dirinya dalam Al-Quran. Dan juga yang disifatkan Oleh Rasul-Nya,
Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dalam Sunnah beliau”
Mengenal al-Asma’ wa ash-Shifat (nama-nama dan sifat-sifat) Allah Ta’ala
merupakan pembahasan yang sangat penting dan sangat berpengaruh
dalam kehidupan dan ibadah seorang hamba.12 Semakin dia mengenal
Allah maka dia akan semakin bertakwa dan semakin khusyuk dalam
beribadah kepada Allah. Sebagaimana dikatakan,
َ‫ب َو َعنّ َمعص َيت ّهِ َأب َع ّد‬ َ َ َ َ َ
ّ ‫ن مِن هّه أخ َو‬
ّ َ ‫ف َولِعِ َبادت ِ ّهِ أطل‬
َ َ ََ َ
ّ ‫ف اك‬
ّ ‫هللِ أعر‬
َ
ِّ ‫َمنّ اك‬
ّ ‫ن بِا‬
ِ ِ
“Barang siapa yang semakin mengenal Allah maka ia semakin takut kepada
Allah, semakin semangat untuk beribadah, dan semakin jauh dari maksiat”

12
Di antara perkara-perkara yang menunjukkan urgensinya mempelajari Asma’ wa Shifat adalah :
Pertama : Pembahasan ini termasuk pembahasan tentang beriman kepada Allah. Dan iman kepada
Allah pembahasannya berkaitan dengan (1) Beriman tentang wujud Allah, (2) Beriman dengan
rububiyah Allah, (3) Beriman dengan uluhiyah-Nya, dan (4) Beriman dengan al-Asma’ wa ash-Shifat-
Nya
Kedua : Dengan mendalami al-Asma’ wa ash-Shifat maka seorang akan semakin mengenal Rabbnya,
sehingga akan semakin mencintainya. Sebagaimana perkataan pepatah, “Tak kenal maka tak
sayang”. Jika seseorang semakin mencintai Allah, maka ini sangat berdampak dalam ibadahnya,
karena ia beribadah dengan penuh kecintaan kepada Rabbnya. Jadilah mudah baginya untuk
khusyuk dan ikhlas dalam ibadahnya, karena perhatiannya terfokus kepada Rabbnya yang ia cintai.
Ketiga : Barangsiapa yang mengenal Allah, maka akan meningkat kualitas ibadahnya, sehingga ia
akan mencapai derajat ihsan. Ia akan tahu bahwasanya:
 Allah adalah Al-Jamiil (Maha indah) yang suka akan keindahan, maka ia akan suka melakukan
keindahan.
 Allah adalah Al-Muhsin dan Allah mencintai orang-orang yang muhsin (berbuat baik kepada
orang lain), maka ia pun akan mudah untuk berbuat baik kepada orang lain.
 Allah adalah Al-Ghafuur (Maha Pengampun), maka ia tidak pernah ragu untuk memohon
ampunan kepada Allah.
 Allah adalah At-Tawwaab (Maha Menerima taubat), maka ia akan selalu bertaubat kepada
Allah.
 Allah adalah Ar-Rahim (Yang Maha Penyayang) dan kasih sayang Allah melebihi kasih sayang
seorang ibu terhadap anaknya. Tentu hal ini menjadikannya selalu berbaik sangka kepada
Rabbnya.
 Allah adalah Asy-Syakuur (Yang Maha Membalas kebaikan), maka ia tidak akan ragu untuk
melakukan kebajikan karena ia yakin bahwa Allah pasti membalas kebaikannya tersebut
dengan pembalasan yang terbaik. Dan seterusnya…
Keempat : Pembahasannya menjadi semakin urgen karena banyak penyimpangan dalam tauhid al-
Asma’ wa ash-Shifat. Sehingga mengenal kaidah-kaidah tentang hal ini sangat penting agar tidak
salah dalam memahami pembahasannya

31
Karenanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,َ
َ َ َّ ‫َ ه‬ ‫َّ َ َ ه‬
ّ ِ ‫ن أتقاكمّ َوأعل َمكمّ ب‬
‫اهللِ أنا‬ ّ ِ‫إ‬
“Sesungguhnya yang paling bertakwa di antara kalian dan yang paling
berilmu tentang Allah adalah aku” 13

Pembahasan ini juga merupakan pembahasan yang paling agung,


sebagaimana kata para ulama,
‫ه‬ َ َ ‫ف ال ِعل ِّم ب‬‫َ َه‬
ِ‫ف َمعلو ِم ّه‬
ِّ ‫ش‬ ِ ّ ‫رش‬
“Kemuliaan suatu ilmu berdasarkan kemuliaan yang dipelajari (diilmui)” 14

Karenanya surat Al-Ikhlas sangat agung karena isinya murni tentang


nama-nama dan sifat-sifat Allah, dan ayat teragung di Al-Qur’an adalah
Ayat kursi karena kandungannya semuanya tentang nama-nama dan sifat-
sifat Allah15

13
HR. Bukhari No. 20. Nabi Muhammad mengucapkan sabdanya tersebut disebabkan persangkaan
sebagian sahabat memandang bahwa ibadah Nabi Muhammad kurang karena Nabi Muhammad
telah diampuni dosa-dosanya, sehingga para sahabat ingin ibadah mereka lebih banyak dari ibadah
Nabi, karena tidak dijaminnya ampunan bagi mereka. Nabi Muhammad pun mengingatkan kepada
mereka bahwa pemahaman mereka itu keliru, karena ibadah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
adalah yang terbaik, karena Nabi yang paling mengenal Allah [Lihat: Fath al-Baari, Ibnu Rajab al-
Hanbali (1/91)].
14
Ibnu Abil Ízz al-Hanafi berkata,
َ ‫ه‬ َ ‫ه َ َه ل‬ ‫َ ه ِ ه‬ َ َ ‫ف العِل ِّم ب‬ ‫َ َه‬ ‫ه‬ ََ َ ‫ل‬ ‫ه‬ َ َ َ َّ َ
ّ ‫وع َول َِهذا َس‬
َّ‫ىم‬ ِّ ‫ىل ف ِقهِّ الف هر‬ ّ ِ ‫َب بِالن ِس َبةِّ إ‬ ّ ‫ َوه َّو الفِق ّه اْلك‬. ‫وم‬ ّ ‫ف المعل‬ ِّ ‫ش‬ ِ ّ ‫رش‬ ّ‫وم إِذ‬ ِّ ‫ف ال هعل‬ّ ‫رش‬ ‫ِين أ‬ِّ ‫ن عِل هّم أ هصو ِّل ال‬ ّ ‫فإِن هّه ل َّما اك‬
َ ‫لك َح‬ ‫َ َ ََ َ َ َ ه َ َ َ َ هل‬ ‫يف أَو َراقّ مِنّ أه هصو ّل ل‬ َ َ ‫ال َو‬ َ َ ‫َ َه‬ ََ َ ‫َ ه‬
ّ‫اجة‬ ِّ ‫ق‬ ّ ‫َب ”وحاج ّة العِبا ّدِ إِِل ّهِ فو‬ ّ ‫ِين“ الفِق ّه اْلك‬ ِّ ‫ال‬ ِ ّ ِ ‫مج َع هّه‬ ّ‫مح ّة اهلل تعاىل – َما ّق ه‬ ‫ام أبهو َحن ِيف ّة – ر‬ ّ ‫اإلم‬ ِ
َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ‫َ َ َ َ َ َ ه َ َ َ َّ َ َ َ َ َّ َ َ َ ه‬ ‫َ َّ ه َ َ َ َ ه ه‬ َ ‫ه‬ َ ‫َ َ ه َ هه َ َ َ هل‬
ِّ‫ف ربها ومعبودها وفاطِرها بِأسمائ ِ ّهِ وصِ فاتِه‬ ّ ‫ال ّب ِأنّ تع ِر‬
ّ ِ ‫ال طمأن ِين ّة إ‬ ّ ‫ِيم و‬ّ ‫ال نع‬ ّ ‫وب و‬ ِّ ‫ال حي ّاة ل ِلقل‬ ّ ‫لك رضورةّ ِْلن ّه‬ ِّ ‫ق‬ ّ ‫ورضورتهمّ إِِل ّهِ فو‬
َ َ َ ‫ه‬ َ َ َ َ‫َ ه‬ ‫ه‬ َ َ ‫ل‬ ‫ه‬ َ َ ‫ه‬ َ
ِ‫ريّه ِ مِنّ َسائ ِ ّرِ خلقِ ّه‬
ِ ‫ون غ‬ّ ‫ِيما هيق ل ِر هب َها إِِل ّهِ د‬ ‫ب إِِل َها م َِّما س َِو ّاهه َو َيكون سعيها ف‬ ّ َّ ‫ِك ك ِ ّهِ أ َح‬ ّ ‫ال ِ َو َيكون َم َّع ذل‬ ِّ ‫َوأف َع‬
“Sesungguhnya ketika ilmu tentang ushuluddin (pokok-pokok agama) merupakan ilmu yang
termulia, karena mulianya ilmu sesuai dengan kemuliaan yang dipelajari. Ia merupakan al-Fiqh al-
Akbar dibandingkan dengan al-Fiqh al-Furu’ (perkara-perkara cabang). Karenanya Al-Imam Abu
Hanifah rahimahullah menamakan perkara-perkara ushul yang ia sampaikan dan ia kumpulkan
dalam beberapa lembaran dengan nama al-Fiqh al-Akbar. Kebutuhan para hamba kepada fikih ini
melebihi seluruh kebutuhan, dan keharusan/daruratnya mereka untuk mendapatkannya lebih dari
segala darurat, karena tidak ada kehidupan bagi hati, tidak ada kebahagiaan dan ketenteraman
kecuali jika hati tersebut mengenal pengaturnya, sembahannya, dan penciptanya, dengan mengenal
nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya. Maka dengan ini jadilah Allah yang paling
dicintainya, dan jadilah perjuangannya dan usahanya adalah untuk bisa mendekatkan dirinya
kepada Allah bukan kepada selain Allah dari kalangan makhluk-Nya” (Muqaddimah Syarh al-Aqidah
ath-Thahawiyah)
15
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
َّ ‫والشب وانلاكح يف‬ ُّ ‫ه‬
‫المتضمنة ذلكر أسماء اهلل‬ ِ‫ل‬ ‫اجلنة واآليات‬ ّ‫مما فيه مِن ذكر اْللك‬ َّ ‫أكث‬ ّ‫والقرآن فيه مِن ذِكر أسماء اهلل وصفاته وأفعال ه‬
‫ه‬ ‫ه‬
‫أم القرآن … وفيها مِن ذكر‬ ّ‫سورةه ل‬
ّ ّ‫وأفضل سورة‬ّ … ‫المتضمنة ذللك‬ ِ‫ل‬ ‫آية الكريس‬ ّ ‫فأعظم آيةّ يف القرآن‬ ّ‫ه‬ ‫المعاد‬ َ ‫وصفاته أعظم قدرا مِن آيات‬
َّ ‫أسماء اهلل وصفاته أعظم‬
َ ‫مما فيها مِن ذكر‬
‫المعاد‬

32
Lebih dari itu, urgensi mempelajarinya semakin tampak setelah
diketahui akan banyaknya firkah-firkah yang menyimpang di dalam
pembahasan al-Asma’ wa ash-Shifat ini, mulai dari Jahmiyah, Muktazilah,
Kullabiyah, Asya’irah, dan seterusnya, dimana mereka berbicara tentang
Allah dengan pembicaraan yang batil. Oleh karena itu, agar seorang muslim
tidak tergelincir di dalam pembahasan ini maka perlu ditelusuri bagaimana
manhaj Ahlusunah yang dibawa oleh Nabi Muhammad dan para
Sahabatnya radhiallahu ‘anhum serta para Imam rahimahumullah yang
mengikuti jalan mereka. Sehingga dia bisa mengenal penyimpangan-
penyimpangan mereka dan membantahnya dalam rangka untuk menjaga
keutuhan Akidah Ahlusunah terutama dalam pembahasan Tauhid Al-Asma’
wa ash-Shifat16. Berikut ini kaidah-kaidah penting untuk memudahkan
memahami tentang nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya.

KAEDAH TENTANG NAMA-NAMA ALLAH


Kaidah Pertama : (‫)أَ ْس َما ُء هللاِ َت ْواِ ْي ِف َّية‬
“Nama-nama Allah tauqifiyyah (harus dengan dalil)”

Nama-nama Allah dibangun di atas dalil yang valid dari Al-Qur’an dan
hadis, akal manusia tidak boleh berperan untuk menentukannya. Allah
berfirman,
َ ٰ َ ‫َ َّ َ َ ه ه‬
ّ ‫ين فاد هع‬
ۚ‫وهه ب ِ َها‬ ّ ‫اء احلس‬
ّ ‫هلل ِ اْلس ّم‬
ِّ‫و‬
“Hanya milik Allah Al-Asma’ al-Husna, maka bermohonlah kepada-Nya
dengan menyebut al-Asma’ al-Husna itu” (QS Al-A’raf : 180). Dari ayat ini,
para ulama mengatakan bahwa Allah tidak bisa diberi nama dengan nama
sembarangan. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

“Dan di dalam Al-Qur’an penyebutan nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya serta perbuatan-
perbuatan Allah lebih banyak dari pada penyebutan tentang makan, minum, dan menikah di surga.
Dan ayat-ayat yang mengandung penyebutan nama-nama dan sifat-sifat Allah lebih agung
kedudukannya dari pada ayat-ayat tentang hari akhirat. Dan ayat teragung di Al-Qur’an adalah ayat
kursi yang mengandung tentang nama-nama dan sifat-sifat-Nya….dan surat termulia adalah surat Al
Fatihah…padanya penyebutan nama-nama Allah dan sifat-sifatNya lebih banyak daripada
penyebutan tentang hari akhirat” [Majmu’ al-Fatawa (5/310-311)].
16
Pada dasarnya pembahasan tauhid al-Asma’ wa ash-shifaat, yaitu mengenali nama-nama dan
sifat-sifat Allah adalah pembahasan yang mudah. Begitu mudahnya hingga orang-orang arab badui di
zaman Nabi Muhammad pun bisa memahaminya. Hampir setiap lembaran Al-Qur’an berisikan
nama-nama dan sifat-sifat Allah. Akan tetapi pembahan tauhid al-Asma’ wa ash-Shifat menjadi rumit
karena banyaknya penyimpangan dan syubhat-syubhat yang dihembuskan oleh firkah-firkah yang
menyimpang dalam hal ini. Akhirnya para ulama menuliskan kaidah-kaidah yang berkaitan dengan
tauhid al-Asma’ wa ash-Shifat dalam rangka membantah kerancuan-kerancuan tersebut, akhirnya
pembahasannya menjadi seakan-akan sangat rumit.

33
َ‫ح‬ َ َ َ َّ َ َ َّ ُّ َ َ َ َ َّ َ َ َ ‫ه‬ َ ‫َ َ ه ه َ َ ه َ ه َ َّ ه‬
ّ ‫ض المد‬
ّ ِ ‫يه اليت تقت‬
ّ ِ ‫اب والسنةِّ و‬
ِّ ‫يف الكِت‬
ّ ِ ّ‫يت جاءت‬
ّ ِ ‫يه ال‬
ّ ِ ‫و‬, ‫اهلل بِها‬
ّ ‫ىع‬ ّ ‫يت يد‬
ّ ِ ‫يه ال‬
ّ ِ ‫ين المعروف ّة‬
ّ ‫اء احلس‬ ّ ‫اْلسم‬
َّ ‫َواثلَّ َن‬
‫اء ب ِ َنفس َِها‬
“Asmaul Husna yang makruf adalah (1) yang berdoa kepada Allah dengan
nama-nama tersebut, (2) yang datang di al-Kitab dan as-Sunnah, serta (3)
yang mengonsekuensikan pujian dan sanjungan dengan sendirinya” 17

Pada definisi al-Asma’ al-Husna di atas disebutkan 3 persyaratan:


 Bisa berdoa dengan Nama tersebut sebagaimana ditunjukkan oleh
firman Allah ‫“( َف ْادعوه ب َها‬maka bermohonlah kepada-Nya dengan
menyebut al-Asma’ al-Husna itu”). Seperti berdoa, “Ya Rahim,
Irhamni!” (Wahai Yang Maha Pengasih, berikanlah rahmat-Mu!), “Ya
Ghafur, ighfir li!” (Wahai Yang Maha Pengampun, ampunilah aku!),
“Ya Razzaq, urzuq ni!” (Wahai Yang Maha Pemberi Rezeki,
anugerahkanlah rezeki-Mu kepadaku!)
 Harus dengan dalil sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah ‫َو َّلِل‬
‫“( ْاْلَسْ َماء ْالحسْ َنى‬Hanya milik Allah Al-Asma’ al-Husna”), sehingga nama-
nama tersebut telah ditentukan oleh Allah.18
 Nama tersebut indah dengan sendirinya, tidak mengandung
kemungkinan makna yang buruk sebagaimana ditunjukkan oleh
firman Allah ‫( ْالحسْ َنى‬Yang terindah).

Berdasarkan 3 syarat di atas bisa diambil faedah bahwasanya tidak


semua sifat Allah bisa dijadikan nama Allah. Sebagai contoh :

Pertama : Di antara sifat Allah yaitu ‫( اإل َرادَ ة‬maha berkehendak), tetapi ‫ْالمريْد‬
(Yang berkehendak) bukan merupakan nama Allah, karena yang
berkehendak itu -jika selain Allah- bisa berkehendak baik namun bisa juga
berkehendak buruk. Demikian pula sifat Allah ‫( ْال َك ََلم‬maha berbicara), tetapi
‫( ْالم َت َكلِّم‬Yang berbicara) bukan merupakan nama-nama Allah, karena yang
berbicara itu -jika selain Allah- bisa berbicara baik namun bisa juga
berbicara buruk19. Berbeda dengan sifat Al-Ghafur, Ar-Rahim, dan
seterusnya, tidak mungkin mengandung makna yang buruk. Secara lansung
“sifat memaafkan” dan “sifat menyayangi” adalah sifat yang terpuji secara
mutlak.

Kedua : Ad- Dahru (‫ )الدَّهْ ر‬-yang artinya adalah zaman/waktu- bukanlah


termasuk nama-nama Allah, karena Ad-Dahru berasal dari isim Jaamid dan
17
Syarah Aqidah Al-Ashfahaniyah (31)
18
karenanya ‫ ال‬yang ada pada ‫ ْاْلَسْ مَاء‬adalah al-‘Ahdiyah
19
Lihat penjelasan Ibnu Taimiyah rahimahullah di Syarh al-Áqidah al-Ashfahaniyah (hal 31) dan
penjelasan Ibnul Qayyim di Badaai’ al-Fawaaid (1/161).

34
bukan musytaq. Isim (kata benda) jaamid adalah kata benda yang tidak
menunjukkan atas sifat, karena ia tidak diambil dari sifat. Sementara nama-
nama Allah disifati dengan ‫( الحسْ َنى‬yang terindah), dan tidaklah disifati
dengan terindah kecuali karena mengandung makna sifat.

PERINGATAN PENTING
Pertama : Hadis tentang penentuan 99 nama-nama Allah adalah
hadits yang dha’if, karenanya para ulama tidak menjadikan hadis tersebut
sebagai sandaran dalam menentukan ‫الحسْ َنى هللا أَسْ َماء‬,
ْ sehingga penentuan
nama-nama tersebut kembali kepada ijtihad masing-masing ulama.
Karenanya, dijumpai adanya perbedaan pandangan di dalam penentuan
nama-nama tersebut. Walaupun begitu, mayoritas nama-nama Allah
disepakati oleh para ulama, hanya sebagian kecil dari nama-nama Allah
yang diperselisihkan oleh para ulama 20. Berikut ini nama-nama Allah yang
dipilih oleh Asy-Syaikh al-‘Utsaimin dalam kitabnya al-Qawaa’id al-Mutsla:

Dari Al-Qurán (81 nama) :


 1. ‫( هللا‬Yang Maha disembah), 2. ‫(اْلَ َحد‬Yang Maha Esa), 3. ‫( اْلَعْ لَى‬Yang
Maha Tinggi), 4. ‫( اْلَ ْك َرم‬Yang Maha Mulia), 5. ‫اإللَه‬, 6. ‫( اْلَ َّول‬Yang Maha
Pertama), 7. ‫( اآلخر‬Yang Maha terakhir), 8. ‫الظاهر‬ َّ (Yang Maha Dzhahir),
9. ‫( ال َباطن‬Yang Maha Bathin), 10. ‫( ال َبارئ‬Yang Maha Pencipta), 11. ‫ال َبر‬
(Yang Maha Baik), 12. ‫( ال َبصيْر‬Yang Maha Melihat), 13. ‫( ال َّت َّواب‬Yang
Maha Menerima taubat), 14. ‫( ْال َجبَّار‬Yang Maha Kuasa), 15. ‫الحافظ‬ َ (Yang
Maha Menjaga), 16. ‫( ْال َحسيْب‬Yang Maha Menghisab/menghitung), 17.
َ (Yang Maha Menjaga), 18. ‫الحفي‬
‫الحفيْظ‬ َ (Yang Maha memperhatikan),
19. ‫الحق‬ َ (Yang Maha Benar), 20. ‫( ْالمبيْن‬Yang Maha Menjelaskan), 21.
َ (Yang Maha Bijak), 22. ‫الحليْم‬
‫الحكيْم‬ َ (Yang Maha Santun), 23. ‫الحم ْيد‬ َ (Yang
Maha Terpuji), 24. ‫الحي‬ َ
َ (Yang Maha Hidup), 25. ‫( القي ْوم‬Yang Maha
Menegakkan), 26. ‫الخبيْر‬ َ (Yang Maha Mengetahui Perkara Yang Detail),
27. ‫الخالق‬ َ (Yang Maha Mencipta), 28. ‫الخَلَّق‬ َ (Yang Maha Mencipta), 29.
‫( الرَّ ؤ ْوف‬Yang Maha Pengasih), 30. ‫( الرَّ حْ ماَن‬Yang Maha Penyayang), 31.

20
Di antara nama-nama Allah yang diperselisihkan oleh para ulama seperti :
Pertama : ‫ المحْ سن‬Al-Muhsin (Yang maha berbuat baik kepada yang lain), karena para ulama berselisih
tentang keabsahan Hadis َ‫“ إنَّ هللاَ محْ سن يحب اإلحْ سَان‬Sesungguhnya Allah maha berbuat kebaikan dan
Allah mencintai perbuatan berbuat baik (kepada orang lain)”. Hadis ini disahihkan oleh Al-Albani
dalam as-Shahihah No. 470
Kedua : ‫الطيِّب‬َّ At-Thayyib (Yang maha suci), karena sabda Nabi Muhammad, ‫هللا َطيِّب‬
َ َّ‫“ إن‬Sesungguhnya
Allah suci” (HR. Muslim No. 1015) diperselisihkan oleh para ulama, apakah itu merupakan
pengabaran tentang sifat Allah yang maha suci ataukah nama Allah ‫?طيِّب‬. ّ
Ketiga : ‫ الو ْتر‬Al-Witr (Yang maha ganjil), para ulama juga berselisih apakah sabda Nabi Muhammad
َ‫ يحب ا ْلو ْتر‬،‫“ َوإنَّ هللاَ و ْتر‬Sesungguhnya Allah maha ganjil” (HR. Muslim No. 2677) merupakan
pengabaran tentang sifat Allah atau tentang nama Allah? Terlebih lagi nama ‫ و ْتر‬tersebut datang
bukan dalam makrifah akan tetapi nakirah.

35
‫( الرَّ حيْم‬Yang Maha Penyayang), 32. ‫( الرَّ َّزاق‬Yang Maha Pemberi Rizki),
33. ‫( الرَّ قيْب‬Yang Maha Mengawasi), 34. ‫( ال َّسَلَم‬Yang Maha Selamat), 35.
‫( السَّميْع‬Yang Maha Mendengar), 36. ‫( ال َّشاكر‬Yang Maha Berterimakasih),
37. ‫( ال َّشك ْور‬Yang Maha Berterimakasih), 38. ‫( ال َّشهيْد‬Yang Maha
Menyaksikan), 39. ‫ص َمد‬ َّ ‫( ال‬Yang Maha tidak membutuhkan kepada
yang lain), 40. ‫العالم‬ َ (Yang Maha Mengetahui), 41. ‫العزيْز‬ َ (Yang Maha
Perkasa), 42. ‫العظيْم‬ َ (Yang Maha Agung), 43. ‫العفو‬ َ (Yang Maha
Memaafkan), 44. ‫العليْم‬ َ (Yang Maha Mengetahui), 45. ‫العلي‬ َ (Yang Maha
َّ َ َ
Tinggi), 46. ‫( الغفار‬Yang Maha Mengampuni), 47. ‫( الغف ْور‬Yang Maha
Mengampuni), 48. ‫الغني‬ َ (Yang Maha Kaya), 49. ‫( ال َف َّتاح‬Yang Maha
Membuka), 50. ‫( ال َقادر‬Yang Maha Kuasa), 51. ‫( ال َقاهر‬Yang Maha
Memaksa), 52. ‫( القد ْوس‬Yang Maha Suci), 53. ‫( ال َقديْر‬Yang Maha Kuasa),
54. ‫( ال َقريْب‬Yang Maha Dekat), 55. ‫( ال َقوي‬Yang Maha Kuat), 56. ‫ال َقهَّار‬
(Yang Maha Menguasai), 57. ‫( ال َكبيْر‬Yang Maha Besar), 58. ‫( ال َكريْم‬Yang
Maha Baik), 59. ‫( اللَّطيْف‬Yang Maha Lembut), 60. ‫( ْالم ْؤمن‬Yang Maha
Membenarkan), 61. ‫( ْالم َت َعالي‬Yang Maha Tinggi), 62. ‫( ْالم َت َكبِّر‬Yang Maha
Sombong), 63. ‫( ْال َمتيْن‬Yang Maha Kokoh), 64. ‫( ْالمجيْب‬Yang Maha
Mengabulkan doa), 65. ‫( ْال َمجيْد‬Yang Maha Agung), 66. ‫( ْالمحيْط‬Yang
Maha Meliputi), 67. ‫صوِّ ر‬ َ ‫( ْالم‬Yang Maha Membentuk), 68. ‫( ْالم ْق َتدر‬Yang
Maha Kuasa), 69. ‫( ْالمقيْت‬Yang Maha Kuasa), 70. ‫( ْال َملك‬Maha Raja), 71.
‫( ْال َمليْك‬Yang Maha Memiliki), 72. ‫( ْال َم ْولَى‬Yang Maha Pelindung), 73.
‫( ْالم َهيْمن‬Yang Maha Memelihara), 74. ‫( ال َّنصيْر‬Yang Maha Penolong), 75.
‫الواحد‬ َ (Yang Maha Memberi Esa), 76. ‫الوارث‬ َ (Yang Maha Tetap Ada
setelah yang lainnya sirna), 77. ‫الواسع‬ َ (Yang Maha Luas), 78. ‫الود ْود‬ َ
(Yang Maha Mencintai), 79. ‫الوكيْل‬ َ (Yang Maha Pengurus), 80. ‫الولي‬ َ
(Yang Maha Pelindung), 81. ‫الوهَّاب‬ َ (Yang Maha Pemberi anugrah)

Dari hadis (18 nama):


 82. ‫الجميْل‬ َ (Yang Maha Indah), 83. ‫الج َّواد‬
َ (Yang Maha Dermawan), 84.
‫الح َكم‬
َ (Yang Maha Memutuskan hukum), 85. ‫الحيي‬ َ (Yang Maha Hidup),
86. ‫( الرَّ ب‬Yang Maha Mengatur alam semesta), 87. ‫( الرَّ فيْق‬Yang Maha
Lembut), 88. ‫( السب ْوح‬Yang Maha Suci), 89. ‫( ال َّسيِّد‬Yang Maha
Memimpin), 90. ‫( ال َّشافي‬Yang Maha Menyembuhkan), 91. ‫الطيِّب‬ َّ (Yang
Maha Baik), 92. ‫( ال َقابض‬Yang Maha Mengenggam), 93. ‫( ال َباسط‬Yang
Maha Membentangkan), 94. ‫( ْالم َق ِّدم‬Yang Maha Memajukan), 95. ‫ْالم َؤ ِّخر‬
(Yang Maha Mengakhirkan), 96. ‫( ْالمحْ سن‬Yang Maha Baik), 97. ‫ْالمعطي‬
(Yang Maha Memberi), 98. ‫( ْال َم َّنان‬Yang Maha Memberi anugrah), 99.
‫( الو ْتر‬Yang Maha Tunggal/Esa)

Kedua : Bisa jadi dari satu sifat Allah diambil menjadi 2 atau 3 nama
Allah, maka kedua atau ketiga nama tersebut tidaklah dianggap sebagai
satu nama, akan tetapi tetap dianggap 2 atau 3 nama, karena adanya

36
perbedaan makna secara spesifik di antara nama-nama tersebut. Contoh :
Antara ‫الغ َّفار‬ َ dan ‫الغف ْور‬. َ Nama ‫الغ َّفار‬ َ disebutkan 5 kali dalam Al-Qur’an dan
َ disebutkan di Al-Qur’an 91 kali. Kedua nama ini diambil dari sifat
‫الغف ْور‬
Allah ‫ ْال َم ْغف َرة‬atau ‫الغ ْف َران‬. Meskipun secara umum makna kedua nama tersebut
adalah sama -yaitu maha pengampun- akan tetapi ada perbedaan pada
keduanya secara spesifik. ‫الغ َّفار‬ َ adalah mubaalaghah (sangat berlebih-
lebihan) dalam mengampuni dosa-dosa para hamba meskipun sebanyak
apa pun. Adapun ‫الغف ْور‬ َ adalah maha mengampuni dosa meskipun sebesar
apa pun. Al-Ghazali berkata,
َ َ َ ‫َ َ َ َ َ ه َ َ ل َ َ َّ َ َ ه َ َ َ َّ ه ه ه‬ َ َ ّ ِ ‫ار هم َبالَ َغ رّة‬ َّ َ َّ َ
‫ل‬ ِ
ِّ ‫ئ عنّ كثّة الفِع‬ ّ ِ ‫ال ينب‬
ّ ‫ىل مغفِرةّ متكرِرةّ مرةّ بع ّد أخرى فالفع‬ ِ ِ ‫يف المغفِرّة ِ ب‬
ّ ِ ‫اإلضاف ِّة إ‬ َّ ‫ن الغف‬ ّ ِ ‫فإ‬
َ ‫ه‬
َ َ َ َ َّ َ ‫ه‬ َ َ َ
‫َ ه َ ه ر َ َ َّ ه َ ُّ ه‬ َ ‫ه‬ َ َ َ ‫َ َ ه ه ه‬ ‫ه‬
ِّ ‫ص د َر َج‬
‫ات‬ ّ ‫يت يبل ّغ أق‬ ِّ ‫ام الغف َر‬
ّ ‫ان اكمِل ّه ح‬ ّ ‫ين أن ّه ت‬ ِّ ‫ئ عنّ َجودت ِ ّهِ َوك َم‬
ِّ ‫الِ َوش همو‬
ّ ‫لِ فه ّو غفو ّر بِمع‬ ّ ِ ‫والفعو ّل ينب‬
َ
ِ ‫ال َمغفِ َرّة‬
“Sesungguhnya Al-Ghaffaar adalah mubaalaghoh (berlebih-lebihan) dalam
mengampuni disertai dengan ampunan yang berulang-ulang, mengampuni
setelah mengampuni. Maka timbangan (kata kerja) ‫ ا ْل َفعَّال‬mengisyaratkan
akan banyaknya perbuatan, dan timbangan (kata kerja) ‫ال َفع ْول‬
mengisyaratkan akan kualitas, kesempurnaan, dan cakupan yang luas. Maka
Allah adalah Al-Ghaafuur maknanya yaitu Allah sempurna dalam
mengampuni hingga mencapai derajat tertinggi dalam pengampunan.” 21

Pentingnya mengenali perbedaan spesifik antara nama Allah ‫الغ َّفار‬


َ dan ‫الغف ْور‬
َ
karena model para pendosa bermacam-macam, bisa jadi:
 Banyak melakukan dosa akan tetapi yang ia lakukan dosa-dosa kecil.
Setiap kali ia berhenti ia melakukannya lagi. Maka ia sangat
membutuhkan sifat yang terkandung dalam nama Allah ‫الغ َّفار‬
َ
 Hanya melakukan satu/sedikit dosa akan tetapi dosa yang ia lakukan
adalah dosa besar, seperti zina, riba, membunuh, dll. Maka ia sangat
membutuhkan sifat yang terkandung dalam nama Allah ‫الغف ْور‬. َ
 Melakukan banyak dosa-dosa besar, maka ketika itu ia sangat
membutuhkan kepada sifat Allah ‫ ﷻ‬yang terkandung pada kedua
nama tersebut ‫الغ َّفار‬
َ dan ‫الغف ْور‬.
َ

Contoh lain antara ‫ الرَّ حْ َمان‬dan ‫الرَّ حيْم‬. Nama Ar-Rahmaan disebutkan 57
kali, sementara nama Ar-Rahiim disebutkan lebih dari 100 kali, keduanya
bersumber dari satu sifat yaitu ‫( الرَّ حْ َمة‬kasih sayang). Adapun perbedaan di
antara keduanya, maka Ar-Rahmaan berkaitan dengan sifat dzatiah Allah
yaitu ditinjau dari sifat rahmat Allah yang merupakan maha rahmat.

21
Lihat : al-Maqshad al-Asna (95).

37
Adapun Ar-Rahim berkaitan dengan sampainya sifat rahmat tersebut
kepada para makhluk-Nya. Contoh-contoh lain seperti:
ْ dan ‫الم ْق َتدر‬.
 Dari sifat ‫ الق ْد َرة‬Al-Qudrah ada nama-nama Allah ‫ال َقادر‬, ‫ال َقديْر‬, ْ
 Dari sifat ‫ العلو‬Al-‘Uluw ada nama-nama Allah ‫ال َعلي‬,ْ ‫اْلَعْ لَى‬, dan ‫الم َت َعال‬.
ْ
 Dari sifat ‫ ْال َك َرم‬Al-Karom ada nama-nama Allah ‫ ْال َكريْم‬dan ‫اْلَ ْك َرم‬.22

Ketiga : Boleh mengabarkan tentang Allah meski tanpa nama dan


sifat-Nya, akan tetapi dengan syarat dikabarkan dengan pengabaran yang
tidak mengandung perendahan terhadap Allah. Misalnya mengabarkan
Allah dengan ‫“ ْال َقديْم‬al-Qodim” (yang artinya adalah azali, yang mirip dengan
nama Allah ‫)اْلَ َّول‬. Demikian juga mengabarkan Allah dengan ‫ْالوج ْود َواجب‬
“wajibul wujud” (yang wujudnya harus ada, karena semua wujud selain-
Nya hanya bisa wujud jika ada wujud-Nya). Atau juga menyebut Allah
dengan ‫الذات‬َّ atau ‫( َخ ْلقه منْ َبائن‬terpisah dari makhluknya). Bolehnya
pengabaran dengan hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah
‫ه‬ َ ‫ه َ ُّ َ َ َ ه َ َ َ ه َّ ه‬
ّ‫ين َو َبينَكم‬
ّ ِ ‫يد بَي‬
ّ‫اهلل ش ِه ر‬
ّ ‫ل‬ ِّ ‫َب شهادةّ ق‬
ّ ‫ي يشءّ أك‬
ّ ‫قلّ أ‬
“Katakanlah: ‘Apakah yang lebih kuat persaksiannya?’ Katakanlah: ‘Allah’.
Dia menjadi saksi antara aku dan kamu” (QS. Al-An’am : 19)

Dalam ayat ini Allah disebut dengan ‫( َشيْ ء‬sesuatu). Ini merupakan
pengabaran tentang Allah dengan pengabaran yang tidak mengandung
perendahan kepada Allah.

ِ ‫)أَ ْس َما ُء ِهللا ُم َت َرا ِد َفة َو ُم َت َب‬


Kaidah Kedua (‫اي َنة‬
“Nama-nama Allah dari satu sisi adalah sinonim,
dan dari sisi yang lain berbeda”

Setiap nama Allah menunjukkan atas Dzat Allah dan juga sekaligus
menunjukkan akan sifat Allah. Contoh :

Pertama : Nama Allah ‫( الرَّ حيْم‬Ar-Rahiim) mengandung sifat ‫( الرَّ حْ َمة‬ar-


Rahmah). Nama ‫ الرَّ حيْم‬banyak Allah sebutkan di dalam Al-Qur’an, disamping
itu di dalam Al-Qur’an Allah juga mengabarkan bahwa Allah memiliki sifat
‫( الرَّ حْ َمة‬ar-Rahmah). Allah berfirman,
ِّ‫محة‬َّ ‫ين هذو‬
َ ‫الر‬ َ َ ُّ َ َ
ُّّ ِ ‫ك الغ‬
ّ ‫و رب‬
“Dan Tuhanmu Maha Kaya lagi mempunyai rahmat” (QS Al-An’am : 133).
ِّ‫محة‬َّ ‫ور هذو‬
َ ‫الر‬ ‫َ َ ُّ َ َ ه‬
ّ‫ك الغف ه‬
ّ ‫و رب‬

22
Lihat: Asmaa Allah , al-Ghushn (134) dan Manhaj Ibn Hajr fi al-Áqidah (1/526)

38
“Tuhanmulah yang Maha Pengampun, lagi mempunyai rahmat” (QS Al-
Kahfi: 58).

Kedua : Nama Allah ‫( ْال َغف ْور‬Al-Ghafuur) mengandung sifat ‫( ْال َم ْغف َرة‬al-
Magfirah). Nama ‫ ْال َغف ْور‬banyak Allah sebutkan di dalam Al-Qur’an, dan
disamping itu di dalam Al-Qur’an Allah juga mengabarkan bahwa Allah
memiliki sifat ‫( ْال َم ْغف َرة‬al-Magfirah). Allah berfirman,
‫ََ ه‬ ‫َّ َ َّ َ َ ه‬
ّ‫ىلع ظل ِم ِهم‬
ّ ‫اس‬ّ ِ ‫ك ذلو َمغفِ َرةّ ل َِّلن‬ّ ‫ِإَون رب‬
ّ
“Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai ampunan (yang luas)
bagi manusia sekalipun mereka zalim” (QS. Ar-Ra’du: 6)
‫َّ َ َّ َ َ ه‬
ّ‫ك ذلو َمغفِ َرة‬ّ ‫ن رب‬ ّ ِ‫إ‬
“Sesungguhnya Rabb-mu benar-benar mempunyai ampunan” (QS. Fushhilat:
43)
َ َّ
ِ ‫ِع ال َمغفِ َرّة‬ ّ ‫ن َر َّب‬
ّ‫ك َواس ه‬ ّ ِ‫إ‬
“Sesungguhnya Tuhanmu maha luas ampunan-Nya” (QS. An-Najm: 32)

Ketiga : Nama Allah ‫( ْال َعزيْز‬Al-‘Aziiz) mengandung sifat ‫( ْالع َّز َة‬al-‘Izzah).
Nama ‫ ْال َعزيْز‬banyak Allah sebutkan di dalam Al-Qur’an, disamping itu di
dalam Al-Qur’an Allah juga mengabarkan bahwa Allah memiliki sifat ‫ْالع َّز َة‬
(al-‘Izzah). Allah berfirman,
َ َّ َ َّ َّ َ
‫هللِ مجِيعا‬
ّ ِ ‫ن العِزّة‬
ّ ِ ‫فإ‬
“Maka sesungguhnya semua keperkasaan kepunyaan Allah” (QS An-Nisa :
139)
َ َّ َ َّ َّ
‫هللِ مجِيعا‬
ّ ِ ‫ن العِزّة‬
ّ ِ‫إ‬
“Sesungguhnya keperkasaan seluruhnya milik Allah” (QS. Yunus: 65),
َ ‫ه‬ َ َ َ َ ‫ه‬
ّ ‫ب ال ِع َّزّة ِ ع َّما يَ ِصف‬
‫ون‬ ّ ِ ‫ان َر لب‬
ِّ ‫ك َر ل‬ ّ ‫ح‬ ‫سب‬
“Maha Suci Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka
katakan” (QS. As-Shaffat: 180).

Keempat : Nama Allah ‫( ال َقوي‬Al-Qawiy) mengandung sifat ‫( ْالق َّوة‬al-


Quwwah). Nama ‫ ال َقوي‬banyak Allah sebutkan di dalam Al-Qur’an, disamping
itu di dalam Al-Qur’an Allah juga mengabarkan bahwa Allah memiliki sifat
‫( ْالق َّوة‬al-Quwwah). Allah berfirman,
َ ‫َّ َ َّ َ ه‬
ّ‫ي ال َعزِ ه‬
‫يز‬ ُّّ ِ‫ك ه َّو القو‬
ّ ‫ن رب‬
ّ ِ‫إ‬
“Sesungguhnya Rabbmu Dialah Yang Maha Kuat dan Maha Perkasa” (QS.
Hud: 66).
‫َّ َّ َ ه َ َّ َّ ه ه ه‬
ّ‫اق ذو الق َّوّة ِ ال َمت ِ ه‬
‫ني‬ ّ ‫اهلل ه ّو الرز‬
ّ ‫ن‬ ّ ِ‫إ‬

39
“Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai
Kekuatan lagi Sangat Kokoh” (QS. Adz-Dzariyat: 58)

Kelima : Nama Allah ‫العليْم‬


َ (Al-‘Alim) mengandung sifat ilmu. Nama ‫العليْم‬ َ
banyak Allah sebutkan di dalam Al-Qur’an, disamping itu di dalam Al-
Qur’an Allah juga mengabarkan bahwa Allah memiliki sifat ilmu. Allah
berfirman,
َّ َ َ َ َ َ ‫ه‬ ‫َ ه‬
ّ ِ ‫ال تض هّع إ‬
ِ‫ال بِعِل ِم ّه‬ ّ ‫ثو‬
ّ ‫ل مِنّ أن‬ ّ ‫َو َما حت ِم‬
“Dan tidak ada seorang perempuan pun mengandung dan tidak (pula)
melahirkan melainkan dengan ilmu-Nya” (QS. Faathir: 11)
‫ه‬ ََ َ
ِ‫ل بِعِل ِم ّه‬
ّ ‫أ نز‬
“Allah menurunkan Al-Qur’an dengan ilmu-Nya” (QS. An-Nisa: 166)‫َ ه‬
َّ َ َّ َ َ
ّ ‫فاعل هموا أن َما أن ِز ّل بِعِل ِّم‬
ِ ‫اهلل‬
“Maka ketahuilah, sesungguhnya Al Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah”
(QS Hud: 14)

Keenam : Nama Allah ‫( الحكيْم‬Al-Hakim) mengandung sifat ‫( الح ْكم‬al-Hukmu).


Nama ‫ الحكيْم‬banyak Allah sebutkan di dalam Al-Qur’an, disamping itu di
dalam Al-Qur’an Allah juga mengabarkan bahwa Allah memiliki sifat ‫الح ْكم‬
(al-Hukmu). Allah berfirman,
َ َّ ‫فَ ه‬
ِّ‫هلل ِ ال َع ِ ل‬
ِّ ِ ‫ىل الكب‬
‫ري‬ ّ ِ ‫احلك هّم‬
“Maka hukum adalah pada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar” (QS
Ghafir: 12)23

Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa setiap Nama Allah pasti


menunjukkan sifat Allah yang ditunjukkan oleh nama tersebut. Maka nama
Allah berfungsi sebagai penunjuk Dzat (yang bernama dengan nama

23
Demikian juga dalam hadis-hadis, banyak disebutkan tentang sifat-sifat Allah. Di antaranya sabda
Nabi Muhammad,
َ ‫ه إ َِل ّهِ بَ َ ه‬
ِ‫َصّهه مِنّ خلقِ ّه‬
ََ َ َ ‫ور لَوّ َك َش َف هّه َْلَح َرقَتّ هس هب‬
َ ّ‫ح ه‬ ّ‫ِجابه هّه انلُّ ه‬
َ ‫ح‬
ِ ّ ‫ات وج ِه ّهِ ما انت‬
“Hijab-Nya adalah cahaya, seandainya Allah menyingkapnya maka cahaya wajahnya akan
membakar seluruh makhluk yang sampai padanya penglihatan/pandangan Allah” (HR. Muslim No.
179). Pada Hadis ini Nabi Muhammad menyebutkan sifat “penglihatan” Allah, yang darinya
ditetapkan nama Allah ‫( البَصيْر‬yang Maha melihat). Juga sabda Nabi tentang doa istikharah :
َ ‫َ ََ َ ه َ ه‬ ‫ن أَس َتخ ه‬ ‫ل‬ َّ
ّ ‫ك بِقد َرت‬
‫ِك‬ ّ ‫ك وأستقدِر‬ َّ ‫ِري‬
ّ ‫ك بِعِل ِم‬ ّ ِ ِ ‫الل هه َّّم إ‬
“Ya Allah sesungguhnya aku meminta-Mu untuk memilihkan bagiku dengan ilmu-Mu, dan aku
memohon menguatkan aku dengan kekuasaan-Mu” (HR. Bukhari No. 6382). Aisyah radhiallahu
‘anha pernah berkata,
َ َّ َّ ‫َ ه‬
َّ ‫ِع َسم هع هّه اْلص َو‬
‫ات‬ َّ ‫هلل ِ اذلِي َوس‬
ّ ِ ‫احلم ّد‬
“Segala puji bagi Allah yang pendengaran-Nya meliputi seluruh suara” [Shahih al-Bukhari (9/117)]

40
tersebut, yaitu Dzat Allah) dan juga sebagai penunjuk sifat yang dikandung
oleh nama tersebut. Maka dari sini bisa disimpulkan bahwa :

Pertama : Apabila ditinjau sebagai penunjuk nama, maka nama-


nama Allah itu mutaraadifah (sinonim) satu dengan yang lainnya (‫هللا أَسْ َماء‬
‫)م َت َراد َفة‬. Artinya, Allah sama dengan Al-Khaliq, sama juga dengan Al-Ghafur,
sama juga dengan Ar-Rahim, dan seterusnya (‫)هللا = ْال َخالق = ْال َغف ْور = الرَّ حيْم‬. Hal
ini karena Ar-Rahiim menunjukkan yang punya nama tersebut yaitu Allah,
demikian juga Al-Ghafuur menunjukkan yang punya nama yaitu Allah, dst.
Semua nama-nama tersebut menunjukkan kepada Dzat yang sama yang
satu yaitu Allah. Dari sini, maka hakikat nama-nama yang beragam tersebut
adalah sama ditinjau dari penunjukannya yang sama kepada Dzat yang satu
yaitu Allah.

Kedua : Apabila ditinjau sebagai penunjuk sifat maka nama-nama


Allah itu mutabaayinah (berbeda) satu dengan yang lainnya (‫)م َت َباي َنة هللا أَسْ َماء‬.
Artinya, Ar-Rahim bukan Al-Ghafur dan juga bukan Al-Khaliq (‫ْال َغف ْور ≠ الرَّ حيْم‬
ْ
≠ ‫)ال َخالق‬, sebab Ar-Rahim menunjukkan sifat rahmat, Al-Ghafur
menunjukkan sifat ampunan, Al-Khaliq menunjukkan sifat mencipta
(rahmat bukan ampunan dan juga bukan mencipta). Dari sini, jika ditinjau
dari berbedanya sifat yang ditunjukkan oleh masing-masing nama maka
nama-nama Allah itu berbeda dan tidak sinonim.

Kaidah-kaidah ini ditetapkan untuk membantah sekte Muktazilah


yang mengatakan bahwa nama-nama Allah itu tidak mengandung makna
dan sifat24 akan tetapi hanya sekadar nama yang kosong dari sifat dan
makna.

24
Al-Alusi berkata, “Sebagian orang menghikayatkan bahwasanya Jahm bin Shafwan At-Tirmidzi
menyeru orang-orang kepada mazhabnya yang batil yaitu bahwasanya Allah adalah Al-‘alim namun
tanpa memiliki sifat ilmu, Allah adalah Al-Qadir akan tetapi tanpa memiliki sifat qudrah, dan
demikianlah pada seluruh sifat-sifat Allah. Pada suatu hari ia duduk dan mengajak orang-orang
kepada mazhabnya, dan di sekeliling beliau banyak orang berkumpul. Lalu datanglah seorang arab
badui dan berhenti seraya mendengarkan penjelasan Jahm bin Shafwan. Lalu Allah membimbingnya
hingga ia mengetahui batilnya mazhabnya Jahm. Orang arab badui tersebut lalu menyatakan
syairnya,
ََ ََ َ َ َ َ ‫ه‬ َ َّ َ َ
ّ‫ال يَوماّ قو ّل َجهمّ فقدّ كفر‬
ّ ‫ن َجهما اكف رِّر بَانَۚكف هرّهه … َو َمنّ ق‬
ّ ِ ‫ال إ‬
ّ‫أ‬
Ketahuilah bahwasanya Jahm kafir, telah jelas kekafirannya….barang siapa yang suatu hari
berpendapat dengan pendapat Jahm maka ia sungguh telah kafir.
َ َ َ ‫َ َ ه َّ َ ر ه َ ل‬
ّ‫ال بََص‬ ّ ِ ‫ىم إِل َه هّه … َس ِميعاّ ب‬
ّ ِ ‫ال َسمعّ بَ ِصرياّ ب‬ ّ ِ ‫ن جه ّم إِذّ يس‬
ّ ‫لقدّ ج‬
Sungguh telah gila Jahm, ketika ia menamakan tuhannya….dengan “maha mendengar” namun
tanpa pendengaran, “maha melihat” namun tanpa penglihatan,
َ َ َ ‫َ ه‬ َ َ َ ًّ َ َ
ّ َ ‫ال خ‬
‫َب‬ ّ ِ ‫ال لطفّ خبِرياّ ب‬
ّ ِ ‫ال رِضا … ل ِطيفاّ ب‬ ّ ِ ‫َعل ِيماّ ب‬
ّ ِ ‫ال عِلمّ رضِ يا ب‬

41
Kaidah Ketiga
Penunjukan Nama-nama Allah terhadap Dzat dan Sifat-Nya
dapat dilakukan dengan cara ‫ َدالَلَ ُة ا ْل ُم َطا َب َق ِة‬muthabaqah
َ ‫ َدالَلَ ُة ال َّت‬tadhammun (kandungan), dan ‫ِاال ْلت َِز ِام َدالَلَ ُة‬
(selaras), ‫ض ُّم ِن‬
iltizam (konsekuensi)25

“maha berilmu” namun tanpa ilmu, “Yang rida” namun tanpa meridai….”Yang maha lembut” namun
tanpa kelembutan, “maha mengetahui” namun tanpa pengetahuan,
َ َ ‫ه ر ه َ ر‬ َ ‫َ ر‬ َ َ َ َ َ َ
ّ‫ال خ َطر‬
ّ ِ ‫ري ب‬ ّ ِ ‫ال يَا َجه هّم قائ‬
ّ ‫ل … أبهوك امر ّؤ حرّ خ ِط‬ ّ ‫أيهرضِ ي‬
ّ ‫ك أنّ لوّ ق‬
Apakah engkau -wahai Jahm- suka jika ada seseorang berkata….”Ayahmu seorang yang merdeka
dan mulia, namun tanpa kemuliaan”
‫هَ ه‬ َ ‫َ ر‬ َ َ ‫َ ر‬
ّ َ ‫ال هطولّ خيال ِف هّه الق‬
‫َِص‬ ّ ‫ال َب َها … طوِي‬
ّ ِ‫ل ب‬ ّ ِ َ‫ال مِلحّ ب‬
ّ ِ‫ه ب‬ ّ ِ‫ح ب‬
ّ ‫مل ِي‬
“tampan” namun tanpa ketampanan,…”tinggi” namun tidak tinggi yaitu pendek…
‫ر‬ َ َ َ َ
ّ‫ل همش َت ِهر‬ ّ ‫ل َمو هصو‬
َّ ِ ‫ف َوب‬
ِّ ‫اجله‬ ِّ ‫ال َوفا … فبِال َعق‬ ّ ِ ‫ال َحلمّ َو‬
ّ ِ‫ف ب‬ ّ ِ ‫َحل ِي رّم ب‬
“ayahmu bijak” namun tanpa kebijakan, “setia” namun tanpa kesetiaan….ayahmu disifati dengan
“berakal” akan tetapi terkenal dengan kebodohan…
َ َ ‫َ ر‬ َ ‫َ ر‬ َ َ َ َ ‫َ َّ ر‬
ّ‫ال صِ غر‬
ّ ِ ‫ِري ب‬
ّ ‫ال كَِبّ صغ‬
ّ ِ ‫ري ب‬ ّ ِ ‫ال هجو ّد قويّ ب‬
ّ ِ ‫ال ق َِوى … كب‬ ّ ‫اد‬
ّ ‫جو‬
“ayahmu dermawan” namun tanpa kedermawanan, “yang kuat” namun tanpa kekuatan….”besar”
tanpa ada sifat besar, “kecil” tanpa ada sifat kecil…
َ
ِّ َ‫ق الب‬
‫ش‬ َ َ‫اهلل يَا أ‬
َّ ‫مح‬ ّ‫اك ه‬
ََ َ َ َ َ
َّ ‫أ َمدحا ت َر هّاه أمّ ه َِجاءّ هو َس َّبةّ … َوهزأّ كف‬
Apakah menurutmu ini adalah pujian ataukah penghinaan dan ejekan serta celaan?…..Semoga Allah
mengenyahkanmu wahai manusia terbodoh
َ َ
ّ‫ىل َسقر‬
َ َ ‫ه َ له ه‬
ّ ِ ‫ريهمّ ع َّما ق ِريبّ إ‬ َّ ‫ان بهعِث َ ّ ه‬
‫ر‬ َ َ َّ َ
ّ ‫ك شي َط‬
ِ ‫ت ِْلمةّ … تص‬ ّ ‫فإِن‬
Sesungguhnya engkau adalah setan yang diutus untuk umat….engkau mengantarkan mereka
sebentar lagi ke neraka Saqor….

Maka Allah pun mengilhamkan kepada arab badui ini tentang hakikat mazhab Ahlusunah, dan
dengan sebab keberkahan syairnya tersebut banyak orang yang kembali kepada kebenaran.
Abdullah bin al-Mubaarok berkata, ‫ك‬َ ‫َث اْلَعْ رَ ابيَّ رَ حْ مَة ْلولَئ‬
َ ‫“ إنَّ هللاَ َتعَالَى َبع‬Sesungguhnya Allah telah
mengirim arab badui ini sebagai rahmat untuk mereka” (Jalaau al-‘Ainain fi Muhaakamat al-
Ahmadain hal 151)
25
Lihat pembahasan kaidah ini di al-Kaafiyah asy-Saafiyah (atau Nuuniah) Ibnul Qayyim. Beliau
berkata :
‫ه ر‬ ُّ ‫ه‬ َ َ ‫َ َ ََه َ َ َ َ ه‬
ِّ ‫ال … ثّ ك َها َمعلو َم ّة بِبَ َيا‬
‫ن‬ ّ ‫ودالل ّة اْلسما ّءِ أنو‬
ّ ‫اع ث‬
Penunjukan lafaz dari nama-nama Allah ada 3, semuanya diketahui dengan penjelasan
َ
ِّ ‫ح ال هَبها‬
‫ن‬ َ ِ ‫اك تَ َض ُّمنا … َو َك َذا ال‬
َّ ِ‫زتاما َواض‬
َ َ َ َ َ ‫َ َّ ه‬
َّ ‫ابقةّ كذ‬ ‫دلتّ مط‬
Penunjukan dengan cara muthabaqah,tadhammun, dan iltizaam, jelas penjelasannya.
َّ َ َ َ َ َ َّ ‫َ َّ ه َ َ َ ه‬
ِّ ‫ن … االِس َّم هيف َه هّم مِن هّه َمف ههو َم‬
‫ان‬ ّ ‫هأ‬ ّ ِ ‫أما مطابق ّة الالل ّةِ ف‬
Adapun dalalah muthabaqah yaitu dipahami dari nama Allah dua perkara
َّ ‫َ ه َ َ َ َ َ ه‬
ِّ ‫ْيا‬
‫ن‬ ِ ُّّ ‫ف اذلِي … يهش َت‬
َ ‫ق مِن هّه االِس هّم بال ِم‬ ّ ‫ِك الوص‬ ّ ‫ات ِاإل‬
ّ ‫ل ِ وذل‬ ّ ‫ذ‬
Dzatnya Allah dan sifat yang diambil dari nama tersebut sesuai dengan wazannya
َ َ َ ‫ه‬ ََ ََ َ َ
ِّ ‫ىلع إِح َداه َما … َب َتض ُّمنّ فاف َهم هّه فه َّم َب َي‬
‫ان‬ ّ ‫لكِنّ دالَله هّه‬
Akan tetapi penunjukan nama Allah kepada salah satu dari keduanya maka ditunjukan dengan
dalalah tadhammun, maka pahamilah dengan pemahaman yang jelas.

42
Tiga cara penunjukan ini bisa diterapkan dalam segala hal, semisal kita
terapkan pada kata “rumah”, maka:
 Dengan cara muthabaqah menunjukkan akan rumah itu sendiri
secara utuh yang tersusun dari semua bagian, mulai dari fondasi
hingga atap.
 Dengan cara tadhammun menunjukkan akan fondasi saja, atau
menunjukkan akan pintu saja, atau menunjukkan akan tiang saja dari
rumah tersebut.
 Dengan cara ilitizam menunjukkan bahwa rumah tersebut ada yang
membangunnya atau ada yang memilikinya. Yaitu menunjukkan
sesuatu yang bukan bagian dari rumah, akan tetapi merupakan
konsekuensi dari rumah, yaitu yang membangun atau yang memiliki
rumah.

Kesimpulannya, penunjukan dengan al-Mutabaqah yaitu penunjukan lafaz


pada seluruh maknanya. Adapun dalaalah at-Tadhammun adalah
penunjukan kepada sebagian dari makna yang ditunjukkan oleh lafaz
tersebut. Adapun dalalah al-Iltizam yaitu penunjukan lafaz kepada makna

َ ‫ه َّ َ َ َ ر‬ َّ َ ‫َ َ َ َ َ َ ه ه َ َ ل‬
ّ‫ان‬
ِ ‫ام د‬
ّ ‫ق مِنها فال ِزت‬ ّ ‫يت … َما اشت‬
ّ ِ ‫الصف ّةِ ال‬ِ ‫ىلع‬ّ ‫وكذا دالَل ّه‬
Demikian pula penunjukannya kepada sifat yang tidak diambil dari nama tersebut, maka
penunjukannya dengan dalalah iltizam
َ َ ‫َ َ ه‬
َّ ‫ِك لَف َظ هّة‬
َ ‫الر‬ َ َ َ ََ َ
ِّ ‫مح‬
‫ن‬ ّ ‫ت ِذلا مِثاالّ بَ َّي َّنا … ف ِمث‬
ّ ‫ال ذل‬ ّ ‫ِإَوذا أرد‬
Dan jika engkau ingin permisalan maka kami akan jelaskan. Maka contohnya nama Allah: Ar-
Rohman.
َ ‫ه‬ َّ َ َ ‫َ ه َ َ َ َر ه ه‬
ِّ ‫مح ّة َمدلول َها … ف هه َما ل َِهذا اللفظِّ َمدلوال‬
‫ن‬ ‫ل ِ ور‬
ّ ‫اإل‬
ِ ‫ات‬ّ ‫ذ‬
Maka dzat Allah dan sifat rahmat, maka keduanya ditunjukan dengan nama ini (secara
muthabaqah)
َ ‫َ َ َ َّ ه‬ َ ‫ه‬ َ ‫َ ه َ َ ر‬
‫ن‬ َّ ِ‫ن ذا َواض‬
ِّ ‫ح اَلل ِب َيا‬ ّ ‫ـه تضم‬ ِّ ‫ض ِذلا ال َموضو‬
ّ ِ … ‫ع فـ‬ ّ ‫إِحداهما بع‬
Salah satu dari keduanya (dzat atau rahmat) maka ditunjukan dengan dalalah tadhammun dengan
jelas
ِّ ‫مح‬
‫ن‬ َّ ‫ين ل ه هزو َّم العِل ِّم ل‬
َ ‫ِلر‬ َ َ َ ‫َ ل‬
ّ ‫ح الزِ هّم ذل‬
ّ َ ‫ِك ال َمـ … ـع‬
‫ه‬ َ
ّ ‫لكِنّ َوص‬
ِّ ‫ف ال‬
Akan tetapi sifat al-Hayyu (maha hidup) ditunjukan dengan kelaziman dari sifat rahmat,
sebagaimana juga sifat al-ílmu juga ditunjukan dengan iltizam
‫ان‬
‫َ ل َ َ ُّ ه‬
ِّ ‫ق ذو ت ِب َي‬
ّ ‫ني واحل‬ َ ِ ‫ال ََله هّه َعلَي ّهِ بال‬
ّ ِ ‫زتا … مّ ب‬
َ َ َ َ
‫ف ِِلا د‬
ِ
Karenanya penunjukannya kepada sifat ilmu adalah jelas dengan dalalah iltizam, dan al-Haq
(kebenaran) itu bisa dijelaskan.

Dalam bait-bait di atas Ibnul Qayyim memberi contoh ke-3 dalalah tersebut dengan nama Allah ‫ﷻ‬
Ar-Rahman :
 Dengan muthabaqah maka menunjukkan dzat Allah dan sifat rahmat.
 Dengan tadhammun menunjukkan dzat Allah saja atau menunjukkan sifat rahmat saja.
 Dengan iltizam menunjukkan sifat di luar dari sifat rahmat tapi merupakan kelaziman dari
sifat rahmat, yaitu menunjukkan sifat maha hidup dan sifat maha ilmu.

43
yang berada di luar lafaz tersebut, akan tetapi merupakan kelaziman dari
lafaz tersebut.

Jika kita terapkan (misalnya) pada nama Allah “Al-Khaliq” (sang Pencipta),
maka:
 Dengan cara muthabaqah (selaras) menunjukkan akan Dzat Allah
dan sifat “al-Khalq” (menciptakan).
 Dengan cara tadhammun menunjukkan akan Dzat Allah saja atau
menunjukkan akan sifat “al-Khalq” (sifat menciptakan) saja.
 Dengan cara ilitizam menunjukkan sifat “al-‘Ilmu” (mengetahui)26,
“al-Qudrah” (mampu), dan “al-‘Iradah” (berkehendak). Hal ini karena
Allah tidak mungkin menciptakan kecuali dengan tiga sifat tersebut.

Faedah dari kaidah ini :

Pertama : Kita mengetahui bahwa dalil untuk menetapkan sifat-sifat Allah


bisa secara nas (tekstual dalil secara langsung) dan bisa juga dengan dalil
iltizam (kelaziman). Dalil iltizam merupakan salah satu dalil akli (akal)
yang sejalan dengan dalil naqli (dalil nas Al-Qur’an dan al-Hadis)

Kedua : Kita dapati sebagian salaf tatkala menafsirkan sebagian sifat-sifat


Allah, ternyata mereka menafsirkannya dengan dalil al-Iltizam. Contoh:

 Pertama : Sebagian salaf menafsirkan firman Allah, َ َ


‫جت ِري بِأع هين ِ َنا‬
“Kapal (Nabi Nuuh) tersebut berlabuh dengan mata Kami” (QS. Al-Qamar:
14)
26
Karenanya Allah berfirman,
َ َ َ َ
ّ‫أال َيعل هّم َمنّ خل َق‬
“Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui?” (QS. Al-Mulk: 14). Ini menunjukkan bahwa
yang mencipta tentu tahu apa yang ia ciptakan. Allah juga berfirman,
َ ‫َ َ َّ ه َّ َ َ َ َ َ َ ه َ ه ل‬
ّ‫ل يشءّ َعل ر‬
‫ِيم‬ ِّ ‫ن سب ّع سماواتّ وه ّو بِك‬
ّ ‫فسواه‬
“Lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al-Baqarah : 29).
Allah menyebutkan luasnya ilmu Allah setelah menyebutkan tentang penciptaan langit. Ini
menunjukkan bahwa Allah Maha mengetahui tentang seluruh perihal langit, karena tidak mungkin
Allah menciptakan tanpa ilmu [Lihat: Al-Qawaaíd al-Hisaan fi Tafsiir Al-Qur’an, As-Sa’di (53)]. Allah
juga berfirman,
َ ‫هل‬ َ َ َ َّ َّ َ َ َ َ ‫َ ه َّ َ َ َ َّ ه َ ه َ َ ه َّ َ َ ه َ َّ َّ َ َ َ ه ل‬ َ َ َ َ َ َّ ‫َّ ه‬
ّ‫ل يشء‬ ّ َ ‫اهلل قدّ أ َح‬
ِّ ‫اط بِك‬ ّ ‫ن‬ ّ‫لك يشءّ قد ر‬
ّ ‫ِير وأ‬ ِّ ‫ىلع‬
ّ ‫اهلل‬
ّ ‫ن‬ ّ ‫ن َلِ علموا أ‬
ّ ‫ن يتَن ّل اْلم ّر بينه‬
ّ ‫ض مِثله‬
ّ ِ ‫ِن اْلر‬
ّ ‫اواتّ وم‬ َّ ‫اهلل اذلِي خل‬
َ ‫ق َسب َّع َس َم‬ ّ
‫عِلما‬
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya,
agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah
ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu (QS At-Thalaq: 12)

44
At-Thabari berkata ‫“ ب َمرْ أى م َّنا َو َم ْن َظر‬Berlabuh dengan pandangan kami dan
perhatian Kami”27 Muqatil bin Hayyan berkata, ‫“ بح ْفظ َنا‬Dengan penjagaan
Kami” 28

Ini adalah tafsir dengan kelaziman, yaitu “pandangan Kami” adalah


kelaziman dari “mata Allah” yang memperhatikan mereka, dan juga
melazimkan “penjagaan Allah”. Tatkala mereka menafsirkan dengan
“pandangan” dan “penjagaan” bukan berarti mereka menolak sifat “mata”
Allah, akan tetapi ini adalah tafsir dengan kelaziman. 29

Buktinya di ayat yang lain At-Thabari menetapkan sifat mata bagi Allah,
dan berdalil َ dengan perkataan para salaf. At-Thabari berkata, َ ‫َ َ هه‬
َ ‫َ َ ه‬ َ َ َ َّ ‫ه ه‬
َ َ َ َ ‫ه‬ ّ ‫ّ”ّ{واصنعِّّالفل‬:ّ‫نّع َّباس‬
ّ}‫كّبِأعينِناّووحيِنا‬ ِّ ‫نّاب‬ِّ ‫ك…ّع‬ َّ ‫اهللِّ َو َوحي ِ ّهِّك َماّيَأ هم هر‬
ّ ّ‫ني‬ ّ ‫لّ{بِأعيهن ِ َنا}ّ َيق‬
ِّ ‫ّب ِ َع‬:‫ول‬ ّ ‫وقو‬
َّ َ َ َ َ ََ ََ َ َّ َ َ
ِ‫اهللِّ َو َوحي ِ ّه‬
ّ ّ‫ني‬ ّ ‫ّ”ّ{بِأع هين ِ َناّ َو َوحي ِ َنا}ّق‬:ِ‫ل‬
ِّ ‫ّب ِ َع‬:‫ال‬ ِّ ‫يفّقو‬ ّ ِ ّ‫اهلل ِ…ّعنّّقتاد ّة‬ ّ ّ‫ني‬ ِّ ‫ّب ِ َع‬:‫ال‬
ّ ‫ق‬
“Dan firman Allah ‫“ بأَعْ ين َنا‬dengan mata Kami” (QS Hud : 37), Allah berkata,
‘Dengan mata Allah dan wahyu-Nya sebagaimana Allah memerintahkan
mu’…. Dari Ibnu Abbas ia berkata tentang firman Allah ‫َواصْ َنع ْالف ْل َك بأَعْ ين َنا َو َوحْ ي َنا‬
‘Dan buatlah kapal dengan mata Kami dan wahyu Kami’ (QS Hud : 37),
‘Dengan mata Allah’…. dari Qatadah tentang firman Allah ‫بأَعْ ين َنا َو َوحْ ي َنا‬
“dengan mata Kami dan wahyu Kami” (QS Hud : 37), ia berkata, ‘Dengan
mata Allah dan wahyu-Nya’” 30

 Kedua : Sebagian salaf menafsirkan firman Allah,


ّ‫ان‬ َ َ ‫ََ ه َ ه‬
ِ ‫يد ّاه مبسوطت‬
“Kedua tangan-Nya terbentang” (QS Al-Maidah 64)

27
Tafsir at-Thabari (22/126).
28
Tafsir al-Baghawi (7/429).
29
Karenanya ketika Nabi Musa dan Harun takut untuk menemui Firaun, maka Allah menenangkan
mereka berdua dengan menyatakan bahwa Allah akan bersama mereka dan melihat mereka, karena
jika Allah melihat mereka melazimkan bahwa Allah akan menjaga mereka. Allah berfirman,
َّ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ‫َ َ َ َّ َ َّ َ َ َ ه‬ َ َ َ َّ َ َّ َ َ َ ‫َ ه َ َ ه‬ َ َّ َ َ َ َ
ّ ِ ‫ال َتافا إِن‬
‫ين‬ ّ ‫ ق‬،‫ط َعلي َنا أوّ أنّ َيطَغ‬
ّ ‫ال‬ ّ ‫اف أنّ يف هر‬ ّ ‫ ق‬،‫ل قوالّ ِللِنا ل َعل هّه َي َتذك هّر أوّ خيَش‬
ّ ‫اال ربنا إِننا َن‬ ّ ‫ فق‬،‫ن إِن هّه َطَغ‬
ّ ‫وال‬ ّ ‫ىل ف ِرعو‬ّ ِ ‫اذه َبا إ‬
َ َ ‫ه‬
‫َم َعك َما أس َم هّع َوأ َرى‬
“Pergilah kamu berdua kepada Firaun, karena dia benar-benar telah melampaui batas. Maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya (Firaun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-
mudahan dia sadar atau takut. Keduanya berkata, Ya Tuhan kami, sungguh, kami khawatir dia akan
segera menyiksa kami atau akan bertambah melampaui batas. Dia (Allah) berfirman, Janganlah
kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.”
(QS. Thaha: 43-46)
30
Tafsir at-Thabari (12/392-393).

45
Yaitu ‫“ بجود َو َك َرم‬kedermawanan” dan ‫“ ْال َع َطاء‬pemberian”, sebagaimana yang
disebutkan َ oleh At-Thabari dalam tafsirnya. Beliau berkata,
َ ‫ََ َ َ ه ه‬ َ َّ َ ‫َ َ ه‬ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ
َ
ّ‫ِب بِأيدِي ِهم‬ َّ َ
ّ ِ ‫اء انل‬
ّ ‫اس وبذ ّل معروف ِ ِه ّم الغال‬ َ
ّ ‫ن عط‬ ّ ‫اء ِْل‬ ّ َ ‫ِك َوال َمع‬
ّ ‫العط‬: ‫ين‬ ّ ‫اىل ذِك هرّهه اِلَ َّد بِذل‬
ّ ‫ف ت َع‬
ّ ‫ِإَونما وص‬
“Hanyalah Allah menyifati tangan dengan demikian (yaitu terbentang) dan
maknanya adalah pemberian, karena orang-orang tatkala memberi dan
melakukan kebaikan biasanya dengan tangan mereka”31

Yaitu At-Thabari menafsirkan dengan kelaziman, bahwa tangan Allah yang


terbentang menunjukkan Maha Dermawannya Allah. Tatkala At-Thabari
menafsirkan dengan “kedermawanan” bukanlah berarti beliau
menafikan/menolak sifat tangan Allah, tapi justru ini melazimkan bahwa
beliau menetapkan sifat tangan Allah. Buktinya setelah itu At-Thabari
menetapkan sifat tangan Allah secara hakikat. 32

31
Tafsir at-Thabari (8/552)
32
Ibnu Jarir At-Thabari setelah itu dengan tegas menyatakan bahwa tafsir yang benar dari firman
Allah,
ِّ ‫وط َتا‬
‫ن‬ َ ‫يَ َد ّاهه َمب هس‬
“Dua tangan Allah terbentang” (QS. Al-Maidah: 64) adalah dengan menetapkan sifat dua tangan
Allah yang hakiki. [Lihat: Tafsir at-Thabari (8/555-557)]. Beliau menyebutkan beberapa alasan yang
menguatkan bahwa tangan Allah adalah sifat Allah yang hakiki:

Pertama : Jika tangan ditafsirkan dengan qudrah atau nikmat maka Adam ‘alaihissalam menjadi
tidak spesial dan istimewa, karena semua makhluk selain Adam ‘alaihissalam juga diciptakan dengan
qudrah Allah.

Kedua : Allah menggunakan lafaz ‫( ال َّتثنيَة‬tatsniah) yang menunjukkan bilangan dua, maka jika tangan
diartikan nikmat maka menjadi “dua nikmat”, padahal nikmat Allah tidak terbatas. Jika tangan
ditafsirkan dengan qudrah (kemampuan) maka maknanya menjadi “dua kemampuan”, padahal
kemampuan Allah tidak terbatas.

Ketiga : Jika maksud tangan adalah jenis kenikmatan atau jenis qudrah maka seharusnya dengan
lafaz mufrad (tunggal) yang menunjukkan jenis dan bukan dengan lafaz at-tatsniah (yang
menunjukkan dua).

Setelah beliau menjelaskan dalil-dalilnya kemudian At-Thabari menutup penjelasannya dengan


berkata,
َ َ َ َ َ َ َ ‫َ ه ه‬ ‫َ ل‬ َ َّ َ َ َ ِ َ َ ‫َ َّ ه َ ه ه‬
: ِّ‫يف هذا ال َموضِ ع‬ ّ َ ‫ َمع‬: ‫ال‬
ّ ِ ‫ين اِلَ ِّد‬ ّ ‫ئ عنّ خ َط ّأ ِ قو ِّل َمنّ ق‬ َ ‫ن‬
ّ ِ ‫اجل ِميعِّ ما ينب‬ ِّ ‫ان َع‬
ِّ َ‫ني يهؤدِي‬
ِّ ‫ن اثن‬
ّ ‫بأ‬ ّ ِ ّ‫ري َمعقول‬
ِّ ‫يف الك ّم العر‬ ّ ‫َو َم َّع َما َو َصف َنا مِنّ أن ّه غ‬
َ َ َ َّ َ ‫ه‬ َّ َّ َ ‫َ ه‬ َ َ َ َ َ َ َ ‫ل َ ه َ َّ ه َ َ َ َ َّ َ َ َّ َ َ ه َ ر َ ه‬
‫اء‬ ّ ‫اهلل َعلي ّهِ َو َس ّل َّم َوق‬
ّ‫ال ب ِ ّهِ ال هعل َم ه‬ ّ ‫ىل‬ّ ‫اهللِ َص‬
ّ ‫ول‬ ِّ ‫ار عنّ َر هس‬ ّ ‫ِك تظاهرتِّ اْلخب‬ ّ ‫وبِذل‬: ‫ل صِ ف ّة قالوا‬
ّ ‫يه‬
ّ ِ ِ ‫اهلل‬
ّ ‫ن ي ّد‬ ّ ِ ‫إ‬: ‫ال‬
ّ ‫انل ِعم ّة وصِ ح ّة قو ِّل منّ ق‬ ّ
َّ ‫ََ ه‬
ِّ ِ‫ل اَلأو‬
‫يل‬ ّ ‫وأه‬
“Dan bersama penjelasan kami bahwa tidak masuk akal dalam bahasa Arab bahwasanya lafaz dua
(at-Tatsniah) mewakili keseluruhan, yang ini semua menunjukkan akan salahnya orang yang berkata
bahwa “tangan” pada ayat ini maknanya adalah nikmat. Dan juga menunjukkan akan benarnya
orang yang berkata bahwa tangan Allah adalah sifat baginya, mereka berkata, ‘Dan telah banyak
hadis-hadis dari Nabi Muhammad yang menunjukkan akan hal itu, dan inilah pendapat para ulama

46
 Ketiga : Imam Bukhari rahimahullah berkata,
َّ ‫َ ر َّ َ َ ه َّ َ َ ه َ ه َ ه َّ َ ه َ َ ه‬ َ ُّ ‫ه‬
ِ ‫اهلل‬
ّ ّ‫يدّب ِ ّهِّوج ّه‬
ّ ِ‫الّماّأر‬
ّ ِ ‫ّإ‬:‫ال‬
ّ ‫الّمل ِك ّهّّويق‬
ّ ِ ‫الّوجه ّه}ّإ‬
ّ ِ ‫ِكّإ‬
ّ ‫لكّيشءّّهال‬
ّ {
“Segala sesuatu akan binasa kecuali wajah-Nya” (QS. Al-Qashash: 88) yaitu
‫“ إ َّال َمل َكه‬Kecuali Raja segala sesuatu”, dan dikatakan (pendapat yang lain)
yaitu “Kecuali apa yang diinginkan darinya wajah Allah” 33

Di sini, Imam Bukhari rahimahullah menafsirkan sifat wajah dengan Allah


itu sendiri yaitu sang Raja dari segala sesuatu. Artinya, kelaziman dari sifat
wajah adalah adanya Dzat Allah yang memiliki sifat dzat tersebut, karena
mustahil ada wajah tanpa dzat pemilik sifat wajah tersebut. Ini adalah
bentuk menafsirkan dengan kelaziman.

PERHATIAN PENTING
Imam Bukhari rahimahullah ketika menafsirkan firman Allah ‫كل َشيْ ء َهالك إ َّال‬
‫وجْ َهه‬,َ beliau menafsirkan dengan menukil perkataan para salaf tentang
makna ayat ini, karena ternyata pendapat para salaf tentang ayat ini
kembali pada dua pendapat34

َّ ‫( إ َّال َما أري َد به َوجْ ه‬kecuali amal


Pertama : ‫( إ َّال َوجْ َهه‬kecuali wajah-Nya) yaitu ‫هللا‬
yang ikhlas yang mengharapkan wajah Allah)35

Kedua : ‫( إ َّال َوجْ َهه‬kecuali wajah-Nya) yaitu ‫( إالَّ ه َو‬kecuali Allah)

Karenanya, yang benar kita membawakan perkataan Imam Bukhari


rahimahullah ‫ إالَّ مل َكه‬kepada makna yang sesuai dengan tafsir para salaf
yaitu ‫( إالَّ ه َو‬kecuali Dia), maka perkataan Imam Bukhari rahimahullah
dibaca ‫( إ َّال َمل َكه‬Kecuali Raja segala sesuatu) bukan dengan ‫( إ َّال َمل َكه‬kecuali
kerajaan-Nya), Wallahu a’lam.

Hal ini dikuatkan dengan penjelasan Ibnu Hajar rahimahullah bahwasanya


dalam riwayat An-Nasafi (salah seorang yang meriwayatkan Shahih
Bukhari) Imam Bukhari rahimahullah berkata,
َ َّ َ َ َّ ‫َ ر‬ َ ُّ ‫ه‬
‫الّ َمل ِك هّه‬
ّ ِ ‫الّ َمع َم رّرّإ‬
ّ ‫الّ َوج َه هّه}ّ َوق‬
ّ ِ ‫ِكّإ‬
ّ ‫لكّيشءّّهال‬
ّ {

dan para ahli tafsir” [Lihat: Tafsir at-Thabari (8/557)]. Demikian pula Al-Baghawi dalam tafsirnya
[Lihat: Tafsir al-Baghawi (3/76-77)].
33
Shahih al-Bukhari (6/112), Kitab Tafsir Al-Qur’an, surat Al-Qashash
34
Imam Ibnu Jarir At-Thabari rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini beliau hanya menyebutkan 2
pendapat [Lihat: Tafsir At-Thabari (18/358)]
35
Ini adalah pendapat Mujahid dan At-Tsauri rahimahumallah [Lihat: Tafsir Ibn Abi Haatim
(9/3028)].

47
“Segala sesuatu akan binasa kecuali wajah-Nya”, dan berkata Ma’mar (yaitu
Abu Úbaidah bin Al-Mutsanna) ‫( إ َّال َمل َكه‬Kecuali Kerajaan-nya)”

Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan bahwa perkataan Ma’mar ini


terdapat dalam kitabnya Majaz al-Quráan akan tetapi dengan lafaz ‫إ َّال ه َو‬
(kecuali Dia) 36

Ini menunjukkan bahwa ‫ إ َّال َمل َكه‬sama maknanya dengan ‫ إ َّال ه َو‬, yaitu sama-
sama kembali maknanya kepada Dzat Allah itu sendiri, hanya saja Imam
Bukhari menyebutkan perkataan Ma’mar secara maknanya bukan lafaznya.
Dengan demikian yang benar perkataan Imam Bukhari dibaca dengan ‫إ َّال‬
‫( َمل َكه‬yang artinya : Kecuali Raja segala sesuatu yaitu Allah ‫ )ﷻ‬bukan dibaca
dengan ‫( إ َّال م ْل َكه‬yang artinya : Kecuali kerajaan-Nya)37

PERINGATAN PENTING
Sebagian orang menyangka bahwa Imam Bukhari rahimahullah
menakwil ayat sifat. Mereka berdalil dengan membaca penafsiran Imam
Bukhari tentang ‫( إ َّال َوجْ َهه‬kecuali wajah-Nya) dengan ‫“ إ َّال م ْل َكه‬Kecuali
kerajaan-Nya”. Sehingga makna yang terkandung adalah Imam Bukhari
menafsirkan wajah dengan kerajaan. Dengan demikian mereka
menganggap bahwa Imam Bukhari mengikuti mazhab mereka yaitu
menolak sifat-sifat Allah. Namun persangkaan ini tidaklah benar, karena
kalau seseorang meneliti bagaimana akidah Imam Bukhari maka dia akan
tahu bahwasanya Imam Bukhari menetapkan sifat-sifat Allah (yang ditolak
oleh kaum Asya’irah dan Jahmiyah), di antaranya beliau menetapkan sifat

36
Lihat: Fath al-Baari (8/505).
Apa yang dinukil oleh Ibnu Hajar rahimahullah persis sebagaimana yang terdapat dalam kitab Majaz
al-Qur’an. Abu Úbaidah Mámar bin al-Mutsanna berkata,
َ َ َ َ َ ُّ ‫َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ َ ه‬ ‫ل ه‬ َّ ‫ر‬ َ ُّ ‫ه‬
ِّّ‫لك ّيشءّ ّمِنّ ّ َج َّنةّ ّ َونارّ ّ َو َملكّ ّ َو َس َماءّ ّ َوأرضّ ّ َو َملك‬
ّ ّ‫ك‬ّ ‫ني ّفإِذا ّهل‬ ِّ ‫ني ّانلفخت‬ ّ ‫ين ّب‬ ّ ‫إال ّه ّوِ ّ… ّوهذا ّالمع‬ ّ ّ :‫ال ّ َوج َه هّه» ّجمازه‬ّ ِ ‫ِك ّإ‬
ّ ‫لك ّيشءّ ّهال‬ ّ «
َ َ َ َ َّ ‫ه‬ َ َ َ َ َ ‫ه‬ َ َ
‫اد‬ ّ ّ‫الصو ّرِّانلَّفخ ّةّاآلخ َِرّةَّ َوأ َع ّد‬
ّ ‫لكّ َج َّنةّّ َونارّۚ َو َملكّّ َو َماّأ َر‬ ُّ ّ‫يف‬ ّ ‫قّ َوح َد ّههّّنف‬
ّ ِ ّ‫ِخ‬ َّ ِ َ‫ال َموتِّّفإِذاّب‬
“Firman Allah ‫ كل َشيْ ء هالك إ َّال َوجْ هَه‬majaz (tafsir) nya adalah ‫“ ّإال هو‬Kecuali Dia (Allah)”… dan makna ini
terjadi antara dua tiupan sangkakala. Jika telah binasa segala sesuatu, termasuk surga, neraka,
malaikat, langit, bumi, dan malaikat maut, maka jika tersisa Allah sendirian ditiupkanlah sangkakala
tiupan yang terakhir, dan Allah mengembalikan kembali, surga, neraka, malaikat, dan apa yang
Allah kehendaki” [Majaz al-Qur’an (2/212)]
37
Lihat penjelasan Syaikh Abdul Muhsin al-Ábbaad dalam Syarh Sunan Abi Daud pada dars No. 573.
Peringatan : Kalaupun dibaca dengan ُ‫ﻻ ا ُﻣ ْﻠ َك اﻪ‬ ‫إِ َ ا‬, maka maksudnya adalah sifat Al-Mulk (maha memiliki)
nya Allah, bukan Al-Mulk yang berarti ciptaan Allah yang merupakan makhluk. Karena kalau artinya
demikian maka akan terjadi kontradiktif, sehingga makna ayat menjadi, “ Semuanya akan hancur
kecuali semua ciptaan Allah”. Akan tetapi makna ayat adalah, “Semua akan binasa kecuali sifat
kepemilikan Allah”, sebagai kelaziman dari tetap kekalnya wajah Allah, yang melazimkan kekalnya
dzat Allah, dan melazimkan kekalnya sifat-sifat dzat Allah di antaranya sifat Al-Mulk (Maha memiliki)

48
wajah bagi Allah. Berikut beberapa sifat Allah yang ditetapkan oleh Imam
Bukhari:
 Sifat suara, yaitu Allah berbicara dengan suara38
 Sifat mata bagi Allah39
 Sifat kedua tangan 40

38
Imam Bukhari (wafat 256 H) berkata,
َ َ َ َّ َ َ َ َ ‫هه‬ َّ َّ َ َ َ َ ََ َ ‫َ َهه َ َه َ َ َ َ َهه َ َه‬ َّ َّ َّ
ّ‫ف ّهذا‬ ّ ّ ‫ال ّأبهو ّعب ِّد‬
ّ ِ ‫ ّ” ّو‬:ِ ‫اهلل‬ ّ ‫ل ّذِكرّه ّق‬ّ ‫اهلل ِّ َع َّّز ّ َو َج‬
ّ ّ ِّ‫س ّهذا ّل ِغري‬ّ ‫ب ّفلي‬ّ ‫ل ّ هي َنادِي ّب ِ َصوتّ ّيسمع ّه ّمنّ ّبع ّد ّكما ّيسمع ّه ّمنّ ّقر‬ ّ ‫اهلل ّ َع َّّز ّ َو َج‬
َّ ّ ‫ِإَون‬ ّ
َ َ ‫َ َ َّ َ َ َ َ ه َ ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬ َ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬ َّ َ َّ َ َ َّ َ َ َ َ ‫ه‬ ‫ه‬ َ َّ َ َ َّ َ ‫ر‬ َ
ِّ‫ونّمِنّّصوت ِ ّه‬ ّ ‫نّالمالئِك ّةّيصعق‬ ّ ‫بّوأ‬ِّ ‫لّذِك هرّهّيس َم ّعّمِنّّبعدّّك َماّيس َم ّعّمِنّّقر‬ ّ ‫اهلل ِّج‬
ّ ّ‫ت‬ ّ ‫ن ّ صو‬ ّ ‫قّ ِْل‬ِّ ‫اتّاخلل‬ ّ ‫الّيشب ِ ّهّأص َو‬ّ ِّ ‫اهلل‬
ّ ّ‫ت‬ ّ ‫نّصو‬ ّ ‫لّأ‬ ّ ‫د ِِل‬
َ َ ‫ه‬ َ ‫ر‬ َ َّ َ ََ َ ‫ََ َ َه ل‬ َّ َ َ ‫ه‬ َ ‫َ َه‬ َ َ َ َ
ّ‫يف‬ّ ِ ّ ِ‫يوجد ّيش رّء ّمِنّ ّصِ فات ِ ّه‬
ّ ّ ‫ال‬ ّ ‫ل ّ َو‬ ّ ‫اهلل ِ ّن ِدّ ّ َو‬
ّ ‫ال ّمِث‬ ّ ّ ‫س ّل ِِصف ِّة‬ّ َ ‫هلل ِ ِّأن َدادا} ّفلي‬
ّ ِ ّ ‫ال ّجتعلوا‬ّ ‫ ّ{ف‬:‫ل‬ّ ‫ال ّ َع َّّز ّ َو َج‬
ّ ‫فإِذا ّت َنادى ّال َمالئِك ّة ّلمّ ّيهص َعقوا ّ َوق‬
‫ه‬
َّ ‫ال َمخلوق‬
“‫ِني‬
“Dan sesungguhnya Allah menyeru dengan suara yang didengar orang yang jauh sama sebagaimana
didengar oleh orang yang dekat. Dan seperti ini tidak bisa bagi selain Allah. Dan ini adalah dalil
bahwasanya suara Allah tidak seperti suara-suara makhluk, karena suara Allah didengar oleh orang
yang jauh sebagaimana pendengaran orang yang dekat. Jika para malaikat mendengar suara Allah
maka mereka pingsan, dan jika para malaikat –di antara mereka- saling memanggil maka mereka
tidak pingsan. Allah telah berfirman,“Karena itu janganlah kamu Mengadakan tandingan-tandingan
bagi Allah” (QS. Al-Baqarah: 22). Maka tidak ada tandingan bagi sifat Allah, dan juga tidak ada yang
menyamai, dan tidak ada satu sifat Allah pun yang ada pada para makhluk” [Khalqu Af’al al-‘Ibaad
(91-92)]

Imam Bukhari menjelaskan poin perbedaan suara Allah dengan suara makhluk, di antaranya:
 Suara Allah didengar sama bagi orang yang jauh maupun yang dekat, dan ini berbeda
dengan suara manusia.
 Malaikat akan pingsan jika mendengar suara Allah. Berbeda dengan suara malaikat, mereka
saling mendengar suara di antara mereka ketika berbicara (tidak pingsan)
39
Imam Bukhari rahimahullah berkata,
‫لا َا‬
{‫ا{ َاﻭﻟِﺘُصْ نَ َاﻊا َﻋﻠَىا َﻋ ْﻴنِي‬:‫ّللاِاتَ َعﺎﻟَى‬ ‫ﺑَﺎبُااﻗَﻮْ ِا‬
“Bab firman Allah, “dan agar engkau (wahai Musa) dipelihara di atas mata-Ku”. Lalu Imam Bukhari
membawakan 2 Hadis tentang Dajal yang matanya buta sebelah sementara Allah tidak buta sebelah,
‫ر‬ ‫ر‬ َ َّ َ َ َ ‫ه‬ َ ّ‫الّأَع َو هّر‬
َ َّ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َّ ‫َّ َّ َ َ َ َ َ َ ه‬
»‫نّعي َن هّهّع َِن َب ّةّ َطاف َِي ّة‬
ّ ‫ينّكأ‬ّ ‫نيّاِلم‬
ِّ ‫الع‬ ّ ‫ال َّج‬ّ‫ِيح‬
ّ ‫ِإَونّالمس‬
ّ ّ–ِّ‫ىلّعين ِ ّه‬
ّ ِ ‫ارّبِي ِد ّه ِّإ‬
ّ ‫سّبِأعو ّرّ–ّوأش‬ّ ‫اهللّلي‬
ّ ّ‫ن‬ ّ ِ ‫يفّعليكمّ إ‬ ّ ‫الّخي‬ ّ ّ‫اهلل‬
ّ ّ‫ن‬ ّ ِ ‫«إ‬
“Sesungguhnya Allah tidaklah samar bagi kalian, sesungguhnya Allah tidaklah buta sebelah -dan
Nabi mengisyaratkan dengan tangannya ke mata beliau-, dan sesungguhnya Dajal mata kanannya
buta, seakan-akan matanya seperti buah anggur yang muncul.”
َ َ َ َ َ ‫َ ل َّ َ َ َ َ َ ه َ َ َ َ َّ َ َّ ه َ َ ه َّ َ َّ ه َ َ َ َ َ َ ه ر‬ َّ َ َ َ َ
»‫نيّعيني ّهِّاكف رِّر‬
ّ ‫وبّب‬
ّ ‫سّبِأعو ّرّمكت‬
ّ ‫ِإَونّربكمّّلي‬
ّ ّ‫ابّإِن ّهّأعو ّر‬
ّ ‫الّأنذ ّرّقوم ّهّاْلعو ّرّالكذ‬
ّ ِ ‫يبّإ‬ ّ‫ثّ ه‬
ّ ِ ‫اهللّمِنّّن‬ ّ ‫«ماّبع‬
“Tidaklah Allah mengutus seorang nabi-pun kecuali ia akan memperingatkan umatnya dari sang
buta sebelah, yaitu sang pendusta. Sesungguhnya ia (Dajal) buta sebelah, dan sesungguhnya Rabb
kalian tidak buta sebelah. Tertulis ‫“ َكافر‬Kafir” Di antara kedua mata Dajal” [Shahih al-Bukhari
(9/121)].
40
Imam Bukhari rahimahullah berkata,
َ َ َ َ َّ َ ‫َ ه‬
َّّ ‫تّب ِ َي َد‬
}‫ي‬ ّ ‫اهلل ِّت َع‬
ّ ‫ّ{ل َِماّخلق ه‬:‫اىل‬ ّ ّ‫ابّقو ِّل‬
ّ ‫ب‬
“Bab firman Allah “Kepada Adam yang Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku”. Lalu Imam Bukhari
menyebutkan hadis-hadis tentang sifat tangan Allah. Ibnu Batthal menjelaskan bahwa maksud Imam
Bukhari adalah menetapkan sifat dua tangan Allah. Beliau rahimahullah berkata,
َ َ َ َ َ َ َ َ ‫ه‬ ََ َ َ َ َ َ َ ‫َه‬
ّ ‫ان ّمِنّّصِ فاتِّ ّذات ِ ّهِ… ّلمّ ّجيهزّ ّأنّ ّ هيق‬
ّ:‫ال‬ ِّ ‫هلل ِّه َماّصِ ف َت‬ ِّ ‫ىلعّإِث َباتِّّيَ َدي‬
ّ ‫ن ّا‬ ِّ َ‫ى) ّ َو َسائِرِّّأ َحادِيثِّ ّابل‬
ّ ّ‫اب‬ َّّ ‫ت ّب ِ َي َد‬
ّ‫ّ(ل َِماّخلق ه‬:‫اىل‬ ّ ‫ل ِّت َع‬ ّ‫ا ِست ِدال ه‬
ِّ ‫لّمِنّ ّقو‬
َّ َ َ َ َ ‫َّ ه َ ه‬
ِّ ‫الّإِن هه َماّن ِع َم َتا‬
‫ن‬ ّ ‫انّو‬ِّ ‫إِنهماّقدرت‬

49
 Sifat ketinggian Allah di atas langit 41
 Sifat wajah 42

“Imam Bukhari berdalil dengan firman Allah “Kepada Adam yang Aku ciptakan dengan kedua
tangan-Ku” dan seluruh hadis-hadis yang beliau sebutkan dalam bab ini untuk menetapkan sifat dua
tangan bagi Allah, yang keduanya adalah dua sifat dari sifat-sifat dzat Allah ….tidak boleh dikatakan
keduanya adalah dua qudrah, dan tidak boleh juga dikatakan keduanya adalah dua nikmat” [Syarh
Sahih al-Bukhari (10/436)].
41
Imam Bukhari dalam shahih-nya berkata “Kitab bantahan terhadap Jahmiyah” (dan judul seperti
ini terdapat dalam Shahih al-Bukhari dalam riwayat Al-Mustamli, dan juga terdapat pada nuskhah
Ibnu Batthal dan Ibnu At-Tiin, sebagaimana dijelaskan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar [Lihat: Fath al-Baari
(13/344)]. Dalam kitab tersebut Imam Bukhari juga membawakan dalil-dalil yang menunjukkan
bahwa Allah berada di atas langit sebagai bantahan kepada akidah Jahmiyah yang mengingkari
adanya Allah di atas langit. Imam Bukhari rahimahullah berkata,
َ َ ََ َ َ َ َ َ َ َ ‫ه ه َ َ َ ه َ ه َّ ل ه‬ َّ َ َ ‫َ ه ه َ َ َ ه َ ُّ ه‬ َ َ َّ َ ‫َ ه‬
ِّ ‫مج َرّةَّعنّّاب‬
ّ‫نّع َّباسّّبَل ّغّأبَاّذ لّر‬ ّ ّ‫الّأبهو‬ ّ ‫ب}ّوق‬ ّ ِ ‫ّ{إِِل ّهِّيصع ّدّاللك ِّمّالطي‬:‫لّذِكرّه‬ ّ ‫ل ِّ َج‬
ِّ ‫وحّإِِل ّهِ}ّ َوقو‬
ّ ‫جّالمالئِك ّةّوالر‬ ّ ‫ّ{تعر‬:‫اىل‬ ّ ‫اهلل ِّت َع‬
ّ ّ‫ابّقو ِّل‬ ّ ‫ب‬
َّ َ َّ
َ ِّ‫لّاذلِيّيَز هع هّمّأن هّهّيَأت ِي ّه‬ َ َ َ َ َ َ َّ َ َّ ‫ه‬
َّ ّ‫ِن‬
ِّ‫الس َماء‬ ّ‫اخل َ ه‬
َّ ‫َبّم‬ ِّ ‫ج‬ َّ ّ‫ىلّعِل َّمّ َهذا‬
‫الر ه‬ ّ ‫اهللّ َعلي ّهِّ َو َسل َّمّفق‬
ّ ِ ّّ‫ّاعلم‬:ِ‫الّ ِْلخِي ّه‬ ّ ‫يبّ َص‬
ّ‫ىلّ ه‬ ّ ‫َمب َع‬
ِّ‫ثّانلَّ ِ ل‬
“Bab firman Allah ‘Para malaikat dan Jibril naik ke Allah.’ (QS. Al-Ma’arij: 4), dan firman Allah,
‘Kepada Allah lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amalan saleh dinaikkan-Nya.’ (QS. Fathir:
10). Abu Hamzah berkata, ‘Dari Ibnu Abbas, bahwasanya pada saat kabar tentang diutusnya Nabi
Muhammad sampai kepada Abu Dzar radhiallahu ‘anhu maka Abu Dzar berkata kepada saudaranya,
‘Kabarkanlah kepadaku tentang ilmu orang ini (yaitu Nabi Muhammad) yang menyangka bahwa
telah datang kepadanya kabar dari langit!’.” [Shahih al-Bukhari (99/126)].

Pendalilan Imam Bukhari ini telah diisyaratkan juga oleh Imam Adz-Dzahabi rahimahullah dalam
perkataannya,
َ َ َ َ َ ‫يف ّبَاب ّقَول ّ{إ َِل ّهِ ّيصعد ّال َلكم ّ ل‬ َ
ّ ‫الطيب} ّ َعن ّابن ّع َّباس ّق‬
ّ‫ال ّبلغ ّأبَا ّذر‬ ِ ّ ِ ّ ‫حيحه‬ َ َ ّ ‫الرد ّىلع‬
ِ ‫اجله ِمية ّمن ّص‬ َّ ّ ‫يف ّكتاب‬
ّ ِ ّ‫ي‬ ّ‫َحدِيث ّأخرجه ّابلهخارِ ل‬
‫الس َماء‬ َ ِّ‫الّ ِْلَخِي ّهِّاعلَمّىلّعلمّ َه َذاّالرجلّ َّاذلِيّيزعمّأَنهّيَأتِي ّه‬
ّ َ ‫اخل‬
َّ ّ‫َبّمن‬ َ ََ َ
ّ ‫يبّصىلّاهللّ َعلي ّهِّ َوسلمّفق‬ ّ ِ َّ‫مبعثّانل‬
“Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab Bantahan terhadap Jahmiyah dari
kitab shahih-nya, yaitu pada Bab firman Allah, “Kepada Allah-lah naik perkataan-perkataan yang
baik dan amalan saleh dinaikkan-Nya” [Al-’Uluw li al-’Aliy al-Ghaffaar (65)].
42
Imam Bukhari rahimahullah berkata,
َّ ‫َ ر‬ َ ُّ ‫ه‬ َ َ َّ َ ‫َ ه‬
}‫الّ َوج َه هّه‬
ّ ِ ‫ِكّإ‬ّ ‫لكّيشءّّهال‬ّ {ّ:‫اىل‬ ّ ‫اهلل ِّت َع‬
ّ ّ‫ابّقو ِّل‬ ّ ‫ب‬
“Bab firman Allah “Segala sesuatu akan binasa kecuali wajah-Nya”. Lalu beliau membawakan hadis
dari Jabir bin Ábdillah beliau berkata,
َ َ َ َ َ ‫ه َ َ َ َ َّ َ َ ه ه‬ َّ ُّ َّ َ َ ‫َ ه‬ َ ‫َه ه ه َ َ ه ََ َ َ َ َ َ ه‬ َ َ َ َ
ّ:‫ال‬
ّ ‫ك» ّفق‬ ّ ‫وذ ّبِوج ِه‬
ّ ‫ ّ«أع‬:‫اهلل ّعلي ّهِّوسل ّم‬
ّ ّ ‫ىل‬ ّ ‫يب ّ َص‬ ّ ‫ث ّ َعليكمّ ّ َعذابا ّمِنّ ّفوق ِكمّ} ّق‬
ّ ِ ‫ال ّانل‬ ّ ‫ىلع ّأنّ ّيبع‬ّ ّ ‫ ّ{قلّ ّه ّو ّالقاد ِّر‬:‫ل َّما ّن َزلتّّه ِذ ّه ِّاآلي ّة‬
َّ َ ‫ه‬ َّ ُّ َّ َ َ َ ‫ه‬ َ َ َ َ ‫َ ه‬ َّ َ ‫ه‬ َّ ُّ َّ َ َ َ ‫ه‬ َ َ َ
ّ:‫اهلل ّ َعلي ّهِّ َو َسل َّم‬
ّ ّ‫ىل‬ ّ ‫يبّ َص‬ ّ ‫ّ{أوّ ّيَلب ِ َسكمّّش َِيعا} ّفق‬:‫ال‬
ّ ِ ‫الّانل‬ ّ ‫ ّ«أ هع‬:‫اهلل ّ َعلي ّهِّ َو َسل َّم‬
ّ ‫وذّب ِ َوج ِه‬
ّ ‫ك» ّق‬ ّ ّ‫ىل‬ّ ‫يبّ َص‬ ّ ‫{أوّّمِنّّحتتِّّأر هجل ِكمّ}ّفق‬
ّ ِ ‫الّانل‬
َ َ َ
»‫س‬ّ‫«هذاّأي َ ه‬
“Tatkala turun firman Allah, (Katakanlah, Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu
dari atas kamu), Nabi Muhammad berkata, “Aku berlindung dengan wajah-Mu”, maka Allah
berfirman, (atau dari bawah kakimu), maka Nabi Muhammad berkata, ‘Aku berlindung dengan
wajah-Mu’, Allah berfirman, (atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling
bertentangan) (QS Al-Anáam : 65), maka Nabi Muhammad berkata, ‘Ini lebih ringan’.” (HR. Bukhari
No. 7406)

Ibnu Batthal berkata,


َ َ َ َ ‫َ َ ه ه َ َّ ه‬ َ َّ َ َ َ َ َ َ ‫َه‬ ‫ه‬ َّ َ َ َ َ ‫ل مِنّ َه ِذّه ِ اآليَةِّ َوا‬ ‫َه‬
.‫س ك ِمثل ِ ّهِ يش رّء‬ ّ ‫ل َوجها‬
ّ ‫ال اكلوجوّه ِ ِْلن ّه لي‬ ّ‫ن ه‬ّ ‫تأ‬ ّ ‫ن هللِۚتعاىل َوجها ه َّو صِ ف ّة ذات ِ ّهِ … فثب‬
ّ ‫ىلع أ‬
ّ ِّ‫حلدِيث‬ ّ‫ا ِست ِدال ه‬

50
Dari sini, kita bisa ketahui bahwasanya kalaulah memang Imam Bukhari
menafsirkan ‫( إ َّال َوجْ َهه‬kecuali wajah-Nya) dengan ‫( إ َّال م ْل َكه‬kecuali kerajaan-
Nya) -sebagaimana yang dipahami oleh mereka-, maka tidaklah
melazimkan bahwa Imam Bukhari menolak sifat wajah Allah. Telah jelas
ternyata beliau menetapkan sifat-sifat Allah (di antaranya sifat wajah) yang
ditolak oleh Jahmiyah, Muktazilah, Asya’irah, dan Maturidiyah. Akan tetapi
tafsir Imam Bukhari tersebut adalah tafsir dengan kelaziman.

Selain itu juga, jika dibaca dengan ‫( إ َّال م ْل َكه‬kecuali kerajaan-Nya/milik-Nya)


maka berarti tidak ada yang binasa, karena semua makhluk adalah milik
dan di bawah kerajaan Allah. Ini semakin menguatkan bahwa bacaan yang
benar adalah ‫( إ َّال َمل َكه‬kecuali Raja segala sesuatu).

Kaidah Keempat
“Nama-nama Allah tidak terbatas dengan jumlah tertentu”

Sebagian ulama berpendapat bahwa nama-nama Allah terbatas


dengan jumlah tertentu43, namun yang benar adalah tidak terbatas dengan
jumlah tertentu sebagaimana pendapat jumhur ulama44.

Sebagian ulama menyebutkan nama-nama Allah lebih dari 99 nama.


Seperti Ibnu Mandah dalam At-Tauhid menyebutkan 148 nama, Al-Baihaqi
dalam Al-Asma’ wa ash-Shifat menyebutkan 154 nama, Ibnul ‘Arabi dalam
Ahkam al-Qur’an menyebutkan 141 nama.

“Imam Bukhari berdalil dengan ayat ini dan hadis tersebut atas bahwasanya Allah memiliki wajah
yang merupakan sifat dzat-Nya….maka tetaplah bahwasanya Allah memiliki wajah yang tidak
seperti wajah-wajah yang ada, karena Allah tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya” [Syarh
Shahih al-Bukhari (10/431)]. Karena jika doa Nabi Muhammad dalam hadis ini “Aku berlindung
dengan wajah-Mu” lantas wajah ditakwil dengan makna kerajaan Allah maka berarti Nabi
Muhammad telah berlindung dengan makhluk, yang hal itu adalah kesyirikan, karena kita hanya
boleh berlindung dengan sifat Allah.
43
Ini merupakan pendapat Ibnu Hazm rahimahullah, beliau berkata,
َ َ َ َ ََ َ َ َ َ َ َ ‫َ َ َ َ هه ه‬ َ َ َّ َ َّ َ َ
ّ ‫يف أس َمائ ِ ّهِ … َو َمنّ أ َج‬
َ‫از‬ َ ‫س ّهِ فقدّ أ‬
ّ ِ ‫حل ّد‬ ِ ‫اد شيئا مِنّ عِن ِّد نف‬
ّ ‫ين منّ ز‬
ّ ‫يه أسماؤّه احلس‬ ّ ‫ل َع َّّز َو َج‬
َّ ‫ل ت ِس َعةّ َوت ِسع‬
َّ ‫ِني اسما مِائةّ غ‬
ّ ِ ‫ري َواحِدّ و‬ ّ‫ن ه‬ ّ ‫وأ‬
َ ‫ه‬ َ َ َ
‫هذا ف ّه َّو اكف رِّر‬
“Dan bahwasanya Allah memiliki 99 nama, dan itulah al-Asma’ al-Husna. Barang siapa yang
menambah satu nama pun dari dirinya sendiri maka ia telah berbuat ilhaad (penyimpangan)…dan
barang siapa yang membolehkan menambah satu nama Allah saja dari 99 nama maka ia kafir.” [Al-
Muhalla bil Atsar (1/50)].
44
Bahkan An-Nawawi rahimahullah menghikayatkan kesepakatan para ulama akan hal itu. Beliau
berkata,
َ َ ‫ه‬ َ َ ‫َ َّ َ َ ه َ َ ه َ َ َ َّ َ َ َ ه‬
‫حان هّه‬ ّ‫س فِي ّهِ َح ر‬
ّ‫َص ِْلس َمائ ِ ّهِ سب‬ ّ َ ‫ِيث لي‬
ّ ‫ن هذا احلد‬
ّ ‫ىلع أ‬
ّ ‫اء‬ّ ‫ق العلم‬
ّ ‫واتف‬
“Para ulama telah sepakat bahwa hadis ini (hadis 99 nama Allah-pen) tidak menunjukkan
pembatasan nama-nama Allah pada jumlah tertentu” [Al-Minhaj (5/17)].

51
Dalil-dalil yang menunjukkan nama-nama Allah tidak terbatas pada
jumlah tertentu adalah:

Pertama : Hadis َ َ َ tentang َ doa


َ َ untuk menghilangkan
َ ‫ َ َ َ َ َ َّ َ ه‬kesedihan, yaitu,
َ َ َ ‫ه‬ َ َ َ َّ َ َ َ ‫ه‬ ‫هل‬ َ ‫َ َه‬
ّ ِ ِ‫ت ب ِ ّه‬
‫يف‬ ّ ‫ك أوّ استأثر‬ ّ ِ ‫ك أوّ أن َزَلَ ّه‬
ّ ِ ‫يف كِتاب‬ ّ ِ‫ك أوّ علمت ّه أحدا مِنّ خلق‬
ّ ‫ت ب ِ ّهِ نفس‬
ّ ‫ك سمي‬ ّ ‫ل اسمّ ه َّو ل‬ ِّ ‫ك بِك‬ ّ ‫أسأل‬
َ
َّ ‫ب عِن َد‬
‫ك‬ ِّ ‫عِل ِّم الغي‬
“Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu, anak
dari hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku ada di tangan-Mu, keputusan-Mu
kepada telah berlaku, ketetapan-Mu terhadapku adalah adil. Aku mohon
kepada-Mu dengan seluruh nama yang Engkau sendiri tetapkan nama bagi-
Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang makhluk-Mu, atau
yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau yang Engkau simpan dalam
ilmu gaib yang ada pada-Mu” 45
Hadis ini menunjukkan bahwa nama-nama Allah ‫ ﷻ‬ada 3 macam:
 Nama-nama yang Allah menamakan dirinya dengan nama-nama
tersebut, lalu Allah menampakkannya kepada siapa saja yang Allah
kehendaki, baik kepada malaikat atau selainnya, dan Allah tidak
menurunkannya di Al-Qur’an.
 Nama-nama yang Allah turunkan di Al-Qur’an untuk mengenalkan
diri-Nya kepada hamba-hamba-Nya.
 Nama-nama yang hanya Allah simpan dalam ilmu gaib-Nya, tidak
seorang pun dari makhluknya (baik para nabi atau para malaikat)
yang mengetahuinya46

Bagian ketiga menunjukkan ada nama-nama Allah yang disembunyikan dan


dirahasiakan oleh Allah, yang ini menunjukkan bahwa nama-nama Allah
tidak terbatas jumlah bilangan tertentu.

Kedua : Hadis panjang tentang syafaat ketika para Nabi menolak untuk
memberikan syafaat. Nabi Muhammad bersabda -sebagaimana dalam
potonganَ hadis tersebut-, َ
َ َ ‫اآلن فَأ‬
َ ‫ال َحت ه ه‬
َ ََ ‫َه ه‬
َ ‫حمام َِّد أ‬ ‫ََه ه ََ ََ ََ َ ه ََ َ ل َ َ ه‬ ‫َ ه‬
ّ ‫مح هد ّهه بِتِل‬
‫ك‬ ّ ‫ن‬ ّ ِ ‫ُض‬ ّ ‫مح هد ّهه ب ِ َها‬ ّ ِ ‫ىل ويل ِهم‬
‫ين‬ ّ ‫ب ف هيؤذ‬
ِّ ‫ن‬ ّ ِ ‫ىلع ر‬
ّ ‫ِن‬ّ ‫ول أنا لها فأستأذ‬
ّ ‫ون فأق‬ ّ ِ ‫ف َيأت‬
َ ‫ه‬ َ ُّ َ َ َ ‫ال َم‬
‫جدا‬
ِ ‫ل سا‬ّ ‫حا ِم ِّد وأخ ِّر‬
“… Mereka lantas mendatangiku. Aku memang pantas memberikan syafaat
tersebut. Aku lantas meminta izin pada Rabbku. Allah pun memberikan izin
padaku. Aku mendapatkan ilham untuk bisa memuji-Nya yang tak bisa
kuhadirkan saat ini. Aku memuji-Nya dengan pujian tersebut. Aku pun

45
HR. Ahmad No. 3704
46
Lihat: Badaí al-Fawaid, Ibnul Qayyim (1/166).

52
tersungkur sujud di hadapan-Nya” 47. Pujian Nabi Muhammad kepada Allah
adalah dengan menyebut nama-nama dan sifat-sifat Allah. Ini
mengisyaratkan bahwasanya nama-nama Allah tidak terbatas pada jumlah
tertentu, karena pada saat itu Nabi Muhammad memuji Allah dengan
menyebut-nyebut nama-nama Allah yang baru Allah ajarkan kepada Nabi
Muhammad pada saat itu (di padang mahsyar).

Ketigaَ : Doa Nabi ketika ‫ َ َ ه‬beliau sujud,


َ‫ت َكما‬ َ َ َ ََ َ ‫ه ه َ َ ََ ه ه‬ َ َ َ َ َ َ ‫َّ ه َّ َ ه ه‬
َّ ‫ك أن‬
ّ ‫ص ثناءّ علي‬
ّ ِ ‫ال أح‬
ّ ‫ك‬ّ ‫ك مِن‬
ّ ِ ‫وذ ب‬
ّ ‫ك وأع‬ ّ ‫ك َوب ِ هم َعافات‬
ّ ِ ‫ِك مِنّ عقوبت‬ ّ ‫ط‬ َّ ‫وذ ب ِ ِرض‬
ِّ ‫اك مِنّ سخ‬ ّ ‫الله ّم أع‬
َ َ ََ َ َ َ
ّ ‫ىلع نفس‬
‫ِك‬ ّ ‫ت‬ّ ‫أثني‬
“Ya Allah aku berlindung dengan keridaan-Mu dari kemurkaan-Mu, aku
berlindung dengan penyelamatan-Mu dari hukuman-Mu, aku berlindung
dengan-Mu dari-Mu, aku tidak bisa menguasai pujian terhadap-Mu, Engkau
sebagaimana pujian-Mu terhadap diri-Mu sendiri” 48

Hal ini menunjukkan bahwa Nabi tidak bisa menguasai seluruh puji-pujian
dan sanjungan kepada Allah, padahal Allah dipuji dengan nama-nama dan
sifat-sifat-Nya. Ini menunjukkan bahwa ada nama-nama Allah yang belum
dikuasai oleh Nabi Muhammad. Adapun hadis Nabi Muhammad,
َ َّ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َّ
‫ل اجل ّن ّة‬ َّ ِ‫هللِ ت ِس َعةّ َوت ِسع‬
ّ ‫ني اسما مِائةّ إِال َواحِدا منّ أحصاها دخ‬ ِّ ‫ن‬ّ ِ‫إ‬
“Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu, siapa yang
menghitungnya dia masuk surga” 49

Tidak lantas menunjukkan bahwa nama Allah hanya berjumlah 99. Jika
diperhatikan hadis tersebut lebih lanjut, di situ ada kata‫( اسْ ما‬nama) yang
َ ْ‫( َمنْ أَح‬siapa
berupa isim nakirah, lalu setelahnya ada jumlah ‫صا َها دَ َخ َل ْال َج َّن َة‬
yang menghitungnya dia masuk surga) yang berfungsi sebagai na’at (sifat)
dari kata ‫( اسْ ما‬nama), sehingga maksudnya adalah Allah mempunyai 99
nama yang barang siapa menghafal dan memahami 99 nama tersebut maka
dia akan masuk surga. Artinya di sana masih ada nama yang lain selain 99
nama tersebut. Hal ini sama halnya dengan perkataan, “Zaid punya 100
dinar yang dia gunakan untuk berinfak”, kalimat ini tidak berkonsekuensi
Zaid hanya punya uang sejumlah 100 dinar. Akan tetapi 100 dinar tersebut
digunakan oleh Zaid untuk berinfak, dan bisa jadi Zaid masih punya banyak
dinar yang lain tapi tidak ia gunakan untuk berinfak.

Faedah dari kaidah ini:

47
HR. Bukhari No. 7510 dan Muslim No. 193.
48
HR. Muslim No. 486.
49
HR. Bukhari No. 2736 dan Muslim No. 2677.

53
 Kita harus mengakui bahwa Allah maha indah dan kita tidak akan
mampu mengetahui seluruh keagungan dan keindahan Allah. Jika
keagungan setiap sifat Allah -yang telah kita ketahui saja – tidak bisa
kita pahami secara sempurna, maka bagaimana lagi jika ditambah
dengan nama-nama Allah yang tidak kita ketahui, demikian juga sifat-
sifat yang dikandung oleh nama-nama yang tidak kita ketahui
tersebut? Maka sungguh benar firman Allah (‫ون به ع ْلما‬
َ ‫“ ) َو َال يحيط‬Sedang
ilmu mereka tidak dapat meliputi Nya” (QS. Thaha: 110)
 Kaidah ini membantah sebagian kelompok yang membatasi sifat-sifat
Allah pada bilangan tertentu, seperti membatasi hanya 7 atau 8 sifat
saja.

Yang benar, jika nama-nama Allah tidak terbatas pada bilangan tertentu
maka demikian pula sifat-sifat Allah tidak terbatas pada bilangan tertentu,
karena setiap nama mengandung sifat Allah.

Kaidah Kelima
“Nama-nama Allah ada yang datang dengan bentuk mufrad
(tunggal), bergandengan dengan nama lain, dan
bergandengan dengan lawannya”

Di dalam Al-Qur’an maupun hadis akan dijumpai beberapa bentuk


bagaimana datangnya nama Allah dalam lafaz. Di dalam Al-Qur’an maupun
hadis akan dijumpai beberapa bentuk lafaz penyebutan nama-nama Allah.

Pertama : Mufrad (bersendirian), yaitu penyebutan nama Allah dalam nas


secara bersendirian. َ Seperti
َ nama َ ‫( ْال َقادر‬Al-Qadir) dalam ayat, َ
‫ه‬ ‫ه‬ َ ‫َ ه‬ َ َ ‫َ َ َ ََ ه‬ ََ َ ‫ه ه‬
َّ ‫ت أر هجل ِكمّ أوّ يَلب ِ َسكمّ ش َِيعا َو هيذ‬
‫ِيق‬ ِّ ‫ث عليكمّ عذابا مِنّ فوق ِكمّ أوّ مِنّ حت‬ ّ ‫قلّ ه َّو القاد هِّر‬
ّ ‫ىلع أنّ يبع‬
‫َ ه‬
ّ‫س َبعض‬ّ َ ّ‫َبعضكمّ بَأ‬
“Katakanlah, ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu,
dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu
dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan
kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain’” (QS. Al-An’am:
65). Atau nama ‫( ْال َقاهر‬Al-Qahir) dalam ayat,
َ َ َ ‫ه‬
ِ ‫ق ع َِبادِ ّه‬
ّ ‫َوه َّو القاه هِّر فو‬
“Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya” (QS. Al-An’am:
18). Nama-nama yang datang dalam bentuk seperti ini banyak dijumpai
dalam nas-nas.

54
Kedua : Bergandengan, yaitu nama Allah yang datang secara bersendirian
dan juga bergandengan dengan nama lain. Seperti nama ‫( السَّميع‬As-Sami’)
bergandengan ‫( ْال َبصير‬Al-Bashir) dalam ayat,
ّ‫ص ه‬
‫ري‬ َّ ‫َو هه َّو‬
ّ‫الس ِم ه‬
ِ َ‫يع ابل‬
“Dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy-Syura: 11)

Nama-nama seperti ini yang paling banyak dalam Al-Qur’an, seperti nama
Al-‘Aziiz digandengkan dengan banyak nama-nama Allah yang lain :
َّ َ ‫َ ه‬ َّ َ
ّ‫يز ّالغف ه‬
ّ‫ار‬ ِّ ‫ ّال َع ِز‬,‫ِيم‬
ِّ ‫يز ّال َو ّه‬
ّ ِ‫ ّالعز‬,‫اب‬ ّ‫يز ّال َعل ه‬
ّ‫ ّال َع ِز ه‬,‫الرحِي ِّم‬ ِّ ‫ ّال َع ِز‬,‫احل ِمي ِّد‬
َّ ّ ‫يز‬ ِّ ‫ ّال َع ِز‬,‫يز‬
َ ّ ‫يز‬ ّ‫ي ّال َعزِ ه‬
ُّّ ِ‫ ّالقو‬,‫احلكي ِ هّم‬ َ
َ ّ ‫العزي هّز‬
ِ
‫َ ه َ ه َ ه َه‬
ّ‫يزّالغف ه‬
.‫ور‬ ّ ِ‫ العز‬, ‫يم‬ ّ ‫يزّالك ِر‬
ّ ‫الع ِز‬,

Dalam ayat-ayat yang lain nama-nama tersebut juga datang secara


bersendirian dan tidak bergandengan. Contoh firman Allah,
َ ‫َ ه‬ َّ َّ
ّ‫ون بَ ِص ر‬
‫ري‬ َّ ‫ن‬
ّ ‫اهلل ب ِ َما تع َمل‬ ّ ِ‫إ‬
“Sesungguhnya Allah maha melihat atas apa yang kalian kerjakan” (QS. Al-
Baqarah: 110) َ َ َّ
َّ
‫اب‬ ّ َ ‫ك أن‬
ّ‫ت ال َوه ه‬ ّ ‫إِن‬
“Sesungguhnya Engkau maha pemberi anugerah” (QS. Ali Ímran: 8)

Untuk nama-nama Allah seperti ini, maka boleh seseorang berdoa kepada
Allah dengan menyebut nama-nama tersebut secara bersendirian dan juga
secara bergandengan. Seperti berdoa dengan berkata, “Ya Aziz” atau “Ya
Hakim”.

Ketiga : Bergandengan dengan lawannya, yaitu nama Allah yang datang


bergandengan dengan lawan dari nama tersebut. Seperti nama ‫( اَ ْل َقابض‬Al-
Qabidh) dan ‫( ْال َباسط‬Al-Basith). Suatu ketika para sahabat mengeluh kepada
Rasulullah tentang mahalnya harga barang-barang dengan berkata, “Ya
Rasulullah, tetapkanlah harga َ َ َ َ untuk َ kami.”
َ ‫ َ ه‬Rasulullah kemudian bersabda,
َ َ َ ‫ه‬ َ ‫ل‬ ‫ه‬ ‫َ َ ه‬ ‫َّ َ ه‬
ّ‫يف دم‬ َ َ ‫ه‬ ‫ر‬ َ
ّ ِ ‫س أح ّد مِنكمّ يطابلِ ه‬
ّ ِ ّ‫ين بِمظلمة‬ َ
ّ ‫اهلل ولي‬
ّ ‫ق‬ ّ ‫ِإَون ْلرجو أنّ أل‬
ِّ ‫ق‬ َّ ‫ه‬
ّ ِ‫ِط الراز‬ ّ ِ ‫اهلل ه َّو ال هم َس لعِ هّر القاب‬
ّ ‫ض ابلَاس‬ ّ ‫ن‬ ّ ِ‫إ‬
َ
ّ‫ال َمال‬
ّ ‫َو‬
“Sesungguhnya Allah-lah yang membuat ketetapan harga, Dia adalah Al-
Qabidh (Maha menahan/menyempitkan rezeki), Al-Basith (Maha
membentangkan/meluaskan rezeki), Ar-Raziq (Maha menganugerahkan
rezeki). Dan sesungguhnya aku berharap menjumpai Allah dalam keadaan
tiada seorang pun yang menuntut kepadaku (di hadapan Allah) karena suatu
kezaliman yang aku lakukan, baik berkaitan dengan darah maupun harta” 50

50
HR. Abu Dawud No. 3451

55
Nama-nama Allah yang seperti ini disebut dengan ‫( اْلَسْ َماء ْالم ْزدَ و َجة‬al-Asma’
al-Muzdawijah/sepasang). Contoh yang lain, ‫( ْال َمانع ْالمعْ طي‬Al-Mani’ Al-
Mu’thi) yaitu yang Maha menghalangi, Yang Maha memberi. ‫( ال َّنافع الضَّار‬An-
Nafi’ Ad-Dhar) yaitu Yang Maha memberi manfaat, Yang Maha memberi
mudarat. ‫( ْالم ْن َتقم ْال َعفو‬Al-Muntaqim Al-‘Afuw) yaitu Yang Maha membalas,
Yang Maha memaafkan. ‫( ْالمحْ يي ْالمميْت‬Al-Muhyi Al-Mumit) yaitu Yang Maha
menghidupkan, Yang Maha mematikan. ‫( الرَّ افع ْال َخافض‬Ar-Rafi’ Al-Khafid)
yaitu Yang Maha mengangkat, Yang Maha merendahkan. ‫( ْالمعز ْالمذل‬Al-Mu’iz
Al-Mudzil) yaitu Yang Maha memuliakan, Yang Maha menghinakan.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, َ


َ ‫َ ه‬ َّ َ َ َ ‫َ ه‬ َ
ّ‫ض هح هرو ّف ِ ّهِ عنّ َبعض‬ ّ ‫ح ِّد اذلِي َيم َتن هِّع فص‬
ّ ِ ‫ل َبع‬ ّ‫اء ال همزدوِ َج ّة جت ِري اْلس َم ه‬
ِ ‫اء مِن َها جم َرى االِس ِّم ال َوا‬ ّ‫ف ِه ِذ ّه ِ اْلس َم ه‬
“Maka ini adalah nama-nama yang sepasang disikapi seperti satu nama yang
tidak boleh dipisahkan huruf-hurufnya” 51

Nama-nama Allah yang datang sepasang seperti ini (berlawanan satu sama
lain) harus disebutkan secara bersamaan. Hal ini karena “kekuatan”
masing-masing nama ini akan sempurna bila disebutkan secara bersama-
sama, yaitu untuk menunjukkan rububiyah Allah, bahwasanya yang
mengatur di alam semesta ini hanyalah Allah semata. Jika disebutkan salah
satunya saja, maka akan mengurangi kesempurnaan. Maka tidak boleh
seseorang mengatakan, “Ya Dhaar…(Wahai Maha Pemberi kemudaratan)”,
“Ya Maani’…(Wahai Maha Penghalang)”, “Ya Mudzil…(Wahai Maha Yang
menghinakan makhluk-Nya)”. Karena jika disebutkan sisi ini saja maka ada
kesan sifat buruk bagi Allah, maka tidak boleh disebut kecuali dengan
menyebutkan lawannya. Ketika seseorang berkata, “Yaa Naafi’ Dhaar
(Wahai maha pemberi manfaat dan maha pemberi kemudaratan)”, maka
akan memunculkan makna yang sempurna akan rububiyah Allah, yaitu
hanya Allah yang mengatur alam semesta.

Faedah dari kaidah ini:

 Tidak boleh seseorang bernamakan ِّ‫( َعبْد الضَّار‬hamba Dzat Yang


Memberi kemudharatan), atau ‫( َعبْد ْال َمانع‬hamba Dzat Yang Menahan),
atau ‫( َعبْد ْالمميْت‬hamba Dzat Yang mematikan), atau ‫( َعبْد ْالمذ ِّل‬hamba
Dzat Yang Menghinakan), atau ‫( َعبْد ْال َخافض‬hamba Dzat Yang
Merendahkan), atau ‫( َعبْد ْال َقابض‬hamba Dzat Yang Menahan), karena
nama-nama ini memberi kesan makna negatif (tidak sempurna) bagi
Allah. Adapun jika penamaan dengan melihat sisi yang menunjukkan
sisi positif dan sempurna maka tidak mengapa. Seperti ‫َعبْد ْالمعْ طي‬
51
Lihat Badaai’ al-Fawaaid1/167

56
(hamba Dzat Yang Maha Pemberi), atau Abdul ‘Afuwwu (hamba Dzat
Yang Maha Pemaaf), atau ‫( َعبْد ْال َباسط‬hamba Dzat Yang Maha
Membentangkan rezeki), atau ‫( َعبْد ْالمع ِّز‬hamba Dzat Yang Maha
Memuliakan), karena nama-nama Allah tersebut tidak memberikan
kesan negatif. Bahkan sebagian nama-nama tersebut telah datang
secara bersendirian. Seperti Al-Mu’thi, dalam hadis Nabi Muhammad
َّ ‫“ ) َو‬Dan Allah maha pemberi” 52. Demikian juga Al-
bersabda (‫هللا المعْ طي‬
‘Afuwwu, Nabi Muhammad bersabda (‫)اللَّه َّم إ َّن َك عفو تحب ْال َع ْف َو َفاعْ ف َع ِّني‬
“Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah maha memaafkan, Engkau
mencintai pemaafan maka maafkanlah aku” 53
 Setiap nama Allah pada asalnya memiliki makna yang sempurna,
ketika digandengkan dengan nama Allah yang lain maka akan
memunculkan makna sempurna yang lain. Contoh seperti nama
Allah ‫( ْال َعزيْز‬Al-Aziz) yang digandengkan dengan ‫( ْال َحكيْم‬Al-Hakim).
Nama Allah ‫( ْال َعزيْز‬Al-Aziz) sendiri mengandung makna yang
sempurna yaitu sempurnanya sifat ‘izzah (kekuasaan) Allah, dan
nama ‫( ْال َحكيْم‬Al-Hakim) menunjukkan kesempurnaan sifat hikmah
bagi Allah dan kesempurnaan hukum Allah. Ketika kedua nama ini
digabung maka akan menunjukkan makna yang baru yaitu
Bahwasanya kekuasaan Allah bergandengan dengan hikmah, maka
kekuasaan-Nya tidak menimbulkan kezaliman, ketidakadilan, dan
buruknya tindakan sebagaimana yang sering timbul dari orang-orang
yang berkuasa. Sesungguhnya seorang penguasa sering
mengantarkannya melakukan dosa, maka ia pun berbuat zalim, tidak
adil, dan buruk dalam mengambil tindakan. Demikian pula hukum
Allah dan hikmah Allah bergandengan dengan kekuasaan yang
sempurna, berbeda dengan hukum makhluk dan hikmah makhluk
yang keduanya masih terkontaminasi dengan kerendahan /
kehinaan54. Contoh lain nama ‫الغني‬ َ (yang maha kaya) digandengkan
dengan ‫( ال َكريْم‬yang maha baik), seperti firman Allah (‫) َفإنَّ َربِّي َغني َكريم‬
“Maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia” (QS. An-
Naml: 40). Digandengkannya dua nama ini maka memunculkan sisi
pujian dan kesempurnaan yang lain. Pada manusia, bisa jadi ada
seseorang yang kaya namun si miskin tidak mendapatkan faedah dari
kekayaannya karena ternyata si kaya adalah orang yang bakhil (pelit)
dan tidak karim. Demikian juga, ada orang yang karim akan tetapi ia
tidak kaya (miskin), dan ini pun tidak ada faedahnya bagi si miskin.
Berbeda dengan Allah, Allah menggabungkan dua sifat ini secara
sempurna, yang berarti Allah Maha kaya sekaligus Maha
52
HR. Bukhari No. 3116.
53
HR. At-Tirmidzi No. 3513.
54
Lihat: Al-Qawaaíd al-Mutslaa (8)

57
baik/dermawan. Contoh lain, digabungkan dua nama Allah ‫العفو‬ َ
(Maha memaafkan) dan ‫( ال َقديْر‬Maha kuasa) dalam firman-Nya ( َ‫َفإنَّ هللا‬ َّ
‫ان َعفوّ ا َقديرا‬
َ ‫“ ) َك‬Maka sesungguhnya Allah maha pemaaf dan maha
kuasa.” (QS. An-Nisa: 149). Digandengkannya dua nama ini
memunculkan kesempurnaan makna yang lain, yaitu Allah
memaafkan bukan karena kelemahan, akan tetapi meskipun Allah
mampu membalas dengan kekuasaan-Nya namun Allah tetap maha
memaafkan55, dan ini adalah bentuk memaafkan yang sempurna.
Tidak sebagaimana pada sebagian manusia yang mana mereka
memaafkan karena ketidakmampuan untuk membalas. Contoh lain,
digabungkannya nama ‫( ْال َغفور‬Yang Maha mengampuni) dengan nama
‫َهَ َه ه ه ه‬
ّ ‫ور ّال َود‬
‫( ْال َودود‬Yang Maha mencintai) dalam firman Allah (‫ود‬ ّ ‫“ )وه ّو ّالغف‬Dan
Dialah yang maha mengampuni dan maha mencintai” (QS. Al-Buruj:
14). Digandengkannya dua nama ini memunculkan makna yang
sangat indah yaitu menunjukkan bahwasanya para pendosa jika
bertobat kepada Allah dan kembali kepada-Nya maka Allah akan
mengampuni mereka dan akan mencintai mereka. Bahkan Allah
begitu sangat gembira dengan hamba-Nya tatkala bertaubat kepada-
Nya56. Dari sini, tidaklah dikatakan bahwa “Allah hanya mengampuni
mereka namun kecintaan Allah ‫ ﷻ‬kepada mereka tidak kembali lagi”
sebagaimana yang dinyatakan oleh sebagian orang yang keliru.
Contoh lain digabungkannya nama ‫الواسع‬ َ (Yang Maha luas) dengan
َ ‫ه‬ َّ ‫َ َ ه‬
nama ‫العليْم‬ َ (Yang Maha mengetahui) dalam firman Allah (ّ‫ون‬ ّ ‫ِينّ هينفِق‬َّ ‫لّاذل‬ ّ ‫مث‬
َ ‫َ ه َ َّ َ َّ ه َ ه‬ َ ‫هل‬ َ َ َ َ َّ َ َ
ّ‫ِفّل َِمنّّيَش ه‬
ّ‫اء‬ ّ ‫اهللّيهضاع‬
ّ ‫لكّ هسن هبلةّّمِائ ّةّحبةّّو‬
ِّ ّ‫يف‬ ّ ِ ‫لّ َح َّبةّّأنبَ َتتّّ َسب َّعّ َس َناب‬
ّ ِ ّ‫ل‬ ِّ ‫اهلل ِّك َمث‬
ّ ّ‫يل‬ِّ ِ ‫يفّ َسب‬
ّ ِ ّّ‫أم َوال ههم‬
َ ‫َ َّ ه َ ر‬
‫ِع ّعل ِيم‬
ّ ‫اهلل ّواس‬
ّ ‫“ )و‬Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-
orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa
dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 261). Yaitu janganlah seseorang
merasa aneh jika saja amal sedikit bisa dilipat gandakan pahalanya
dengan penggandaan yang sangat banyak, karena di antara nama
Allah adalah ‫الواسع‬ َ (Al-Wasi’) yang artinya adalah yang maha luas
karunia-Nya. Begitu juga, jangan seseorang menyangka bahwa setiap
orang yang berinfak pasti dilipat gandakan pahalanya, karena di
antara nama Allah adalah ‫العليْم‬
َ (Al-‘Alim) yang artinya adalah Yang
Maha mengetahui, yang berarti Allah mengetahui isi hati seseorang

55
Lihat: Fath al-Qadiir (1/612-613), Adwa’ al-Bayaan (5/488).
56
Lihat: Tafsir as-Sa’di (918).

58
apakah ia ikhlas ataukah tidak. Inilah makna kesempurnaan akan
sifat Allah yang tampak tatkala digandengkan kedua nama tersebut.
Allah melipat gandakan pahala bagi orang yang Allahkehendaki yang
memang pantas untuk dilipat gandakan pahalanya57.

57
Lihat: Thariqot al-Hijratain, Ibnul Qayyim (364)

59

Anda mungkin juga menyukai