Aqidah yang benar adalah perkara yang sangat penting & kewajiban
yang paling besar yang harus diketahui oleh setiap muslim dan muslimah,
karena diterimanya amal ibadah tergantung dari tauhid yang benar.
Kebahagiaan dunia dan diakhirat dapat diperoleh oleh orang-orang yang
berpegang pada aqidah yang benar ini dan menjauhkan diri dari hal-hal
yang bisa mengotori aqidah tersebut.
Keempat : Bahwa dengan aqidah Salaf ini, kaum muslimin dan da'i
da'inya akan bersatu, karena aqidah Salaf ini berdasarkan Al-Qur-an dan
As-Sunnah menurut pemahaman para Shahabat. Adapun aqidah selain
1
aqidah Salaf ini, maka persatuan tidak mungkin akan tercapai bahkan yang
akan terjadi adalah kehancuran.
Kesembilan : Aqidah Salaf ini jelas, gampang, dan jauh dari tahrif,
ta'thil, dan tasybih. Oleh karena itu, dengan kemudahan ini seseorang akan
tenang dengan qadha' dan qadar Allah, serta akan mengagungkan-Nya
Kesebelas : Aqidah Salaf ini adalah aqidah yang selamat karena as-
Salafush Shalih lebih selamat, lebih tahu, dan lebih bijaksana.
2
BIOGRAFI PENULIS AQIDAH WASITHIYAH
Nama dan Nasab
Beliau adalah Abul Abbas Ahmad bin Abdul Halim bin Abdussalam bin
Abdillah bin Khadr bin Ali bin Abdullah bin Taimiyyah al-Harrani. Beliau
mendapat julukan Syaikhul Islam karena menguasai hampir semua disiplin
ilmu
Guru-Guru Beliau
Beliau belajar kepada beberapa ulama' seperti :
• Al-Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi
• Al-Imam Ibnu Asakir,
• Al-Imam Ibnu Abdi Ad-Daim, dan lain-lainnya
Murid-Murid Beliau
Dan diantara murid-murid beliau yang masyhur adalah seperti
• Al-Imam Ibnu Al-Qoyyim al-Jauzi
• Al-Imam Adz-Dzahabi
• Al-Imam Ibnu Abdil Hadi
• Al-Imam Ibnu Muflih
• Al-Imam Ibnu Katsir, dan lain-lainnya
Wafat Beliau
Dan Syaikhul Islam wafat pada malam Senin, 20 Dzulqa'dah 728 H di dalam
penjara. Semoga Allah ta'ala merahmati beliau dengan Rahmat yang luas
Dan masih banyak lagi pujian ulama’ dari seluruh penjuru dunia dari
zaman beliau sampai hari ini dan sepanjang zaman
4
SEPUTAR KITAB AQIDAH WASITHIYAH
Mengapa Kita Perlu Mempelajari Aqidah Wasithiyah
Para Ulama' dan penuntut ilmu tentu tidaklah asing dengan kedudukan
risalah al-Aqidah al-Wasithiyah yang merupakan karya Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah. Meskipun ringkas, risalah ini menjelaskan prinsip-
prinsip keimanan dan akidah yang menjadi pijakan generasi terbaik umat
ini dengan sangat baik, sehingga dikatakan bahwa setiap keyakinan yang
bertentangan dengan apa yang ditulis oleh Ibnu Taimiyah dalam risalah ini
berarti telah menyelisihi jalan yang lurus.
1
Majmu’ Fatawa, 3 : 165
2
Majmuu’ al-Fataawa, 3: 189
3
Majmuu’ al-Fataawa, 3: 169
5
Ketiga : Ibnu Taimiyah rahimahullah telah mengerahkan jerih payah
dalam mengompilasi thariqah, jalan beragama yang ditempuh oleh al-
Firqah an-Naajiyah al-Manshuurah, Ahli as-Sunnah wa al-Jama’ah, dalam
Kitab al-Aqidah al-Wasithiyah ini dengan sangat teliti. Bahkan beliau
memberikan waktu bagi berbagai pihak yang tidak menyetujui risalah ini
agar bisa mendatangkan hujjah bahwa akidah yang ditulis dalam risalah itu
tidak sejalan dengan akidah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan
para sahabat beliau radhiallahu ‘anhum. Beliau rahimahullah mengatakan,
اليت-قد أمهلت لك من خالفين يف يشء منها ثالث سنني فإن جاء حبرف واحد عن أحد من القرون اثلالثة
خري القرون القرن اذلي بعثت فيه ثم اذلين يلونهم ثم: أثين عليها انليب صىل اهلل عليه وسلم حيث قال
خيالف ما ذكرته فأنا أرجع عن ذلك- اذلين يلونهم
“Saya telah memberikan waktu tiga tahun kepada setiap orang yang tidak
menyetujui apa yang tertulis dalam risalah ini. Apabila ia mampu
mendatangkan satu bukti yang menyelisihi isi risalah ini dari tiga generasi
terbaik umat yang dipuji oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, niscaya
saya akan rujuk” 4
4
Majmuu’ al-Fataawa, 3: 169
5
al-Uqud ad-Durriyah, hlm. 212
6
ad-Dzail ‘alaa Thabaqaat al-Hanaabilah, 2: 396
6
Alasan-alasan di atas setidaknya cukup memotivasi kaum muslimin untuk
mempelajari risalah ini agar tidak keluar dari jalan yang lurus, karena
setiap orang yang mempelajari isi risalah al-Aqidah al-Wasithiyah maka dia
telah menguasai pokok-pokok keimanan yang menjadi inti Rukun Iman.
7
at-Tanbiihaat al-Lathiifah, hlm. 6
7
Ahlul Bid’ah, maka dari itu hendaknya selektif untuk mencari syarah dari
kitab ini. Diantara Syarah dari Ulama’ Ahlussunnah antara lain :
Syarah Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
Syarah Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan
Syarah Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Syarah Syaikh Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani
Syarah Syaikh Khalil al-Harras
Ar-Raudhah an-Nadiyah Syaikh Zaid bin Abdul Aziz bin Fayyadh
At-Tanbihat as-Saniyah Syaikh Abdul Aziz bin Nashir ar-Rasyid
At-Tanbihat al-Latifah Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di
8
AL-‘AQIDAH
AL-WASITHIYAH
9
(3) Lafadz Allah ()هللا
Merupakan nama bagi Rabbul Alamin, selain Dia tidak boleh bernama atau
diberi nama Allah. Ibnu ‘Abbas berkata:
َ َىلع َخلقّ ّهِ أ
َّ ِمجع
.ني
ََ ه ه هه
ّ ِاهلل ذوّ اْللوه َِّي ّةِ َوال هع هبودِيَّ ّة
ّ
ِ
"Allah adalah Dzat Yang memiliki sifat uluhiyyah (Dzat Yang berhak
diibadahi) dan disembah oleh seluruh makhluk-Nya"
(4) Nama (" )الرحمن الرحيمYang Maha Pengasih Yang Maha Peyayang"
Nama Allah ( )الرحمن الرحيمadalah Dua Nama Allah yang termasuk dalam
Asmaul Husna. Artinya adalah Allah Maha Merahmati Hamba-Nya. Para
Ulama telah menjelaskan perbedaan antara Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Ar-
Rahman adalah Allah Merahmati dengan Rahmat yang luas, semua hamba-
Nya pasti mendapat Rahmat Allah bahkan itu orang kafir. Adapun Ar-
Rahim adalah Rahmat Allah yang Khusus diberikan kepada Kaum
Mukminin dan bersambung hingga hari akhir, Allah akan mengeluarkan
Ahli Maksiat Yang Bertauhid dari Neraka dengan Rahmat-Nya. Maka sudah
jelas bagimu tafsir Basmalah ini
****
َ ٰ ٰ َ َ ل ه َه ََ ل هل ٰ َ َ َ َّ
هلل ِ شهِيدا ّ ن ك ِهّ َوك
ّ يف بِا ِّ ىلع الِي
ّ ـق ِِلظهِرّه
ِّ ن احل ّل َر هسو ه
ِّ ل بِا ل ههدى َودِي ّ احلمد هلل اذلِيْۤ ار َس
Segala Puji Bagi Allah1 yang telah mengutus Rasul-Nya dengan
petunjuk (Hidayah)2 dan agama yang benar3, agar dimenangkan-Nya
terhadap semua agama4. Dan cukuplah Allah sebagai saksi5
صىل اهلل عليه,وأشهد أن حممدا عبده ورسول, وأشهد أن ال إل إال اهلل وحده ال رشيك ل إقرارا به وتوحيدا
وىلع آل وصحبه وسلم تسليما مزيدا
Dan aku bersaksi bahwa Tiada Ilah yang Berhak disembah Kecuali
Allah Saja, Tidak ada sekutu baginya, sebagai bentuk Pengikraran dan
Tauhid6. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad7 adalah Hamba dan
Utusan Allah8, Semoga Shalawat dan Salam senantiasa Allah curahkan
atas beliau, Dan Keluarga Beliau, dan Sahabat beliau dengan
keselamatan yang bertambah9
10
Ada sebuah hadits tentang hal ini namun statusnya Dhoif Jiddan. Yaitu
hadits yang berbunyi
لك أمر ذي بال ال يبدأ فيه حبمد اهلل فهو أقتع
"Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan Pujian kepada Allah
maka Tertolak". Akan tetapi sekali lagi ini haditsnya Sangat lemah dan tidak
bisa menjadi dalil dalam beramal
(2) Ucapan Penulis (" )الذي أرسل رسولهYang Telah Mengutus Rasul-Nya
Dengan Petunjuk (Hidayah)"
Petunjuk disini yaitu petunjuk berupa ilmu yang bermanfaat yang bisa
menyelamatkan manusia dari kesesatan serta menjelaskan berbagai jalan
yang baik dan buruk. Petunjuk terbagi menjadi dua macam, yaitu :
8
HR. Ibnu Majah
11
“Dan adapun kaum Samud, mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka
lebih menyukai kebutaan daripada petunjuk itu” (QS. Fussilat: 17)
12
hidayah taufik dari Allah. Hidayah taufik hanya milik Allah semata,
sedangkan para rasul tidak memiliki hidayah ini. Yang mereka miliki
hanyalah hidayatul irsyad. Oleh karenanya, Nabi Shallallahu alaihi
wasallam tidak mampu memberikan hidayah kepada pamannya, Abu
Thalib dan Abu Lahab.
Begitu juga dengan Nabi Nuh ‘alaihissalam. Beliau tidak mampu memberi
hidayah kepada istri dan anaknya, bahkan anaknya meninggal dunia dalam
keadaan kafir di depan matanya. Hal yang serupa dengan Nabi Luth
‘alaihissalam yang tidak mampu memberi hidayah kepada istrinya.
Hidayah taufik inilah yang kita fokuskan agar kita meraihnya dari Allah
Ta'ala. Sejatinya kita menginginkan untuk sungguh-sungguh dalam
mendapatkan hidayah dari Allah Ta'ala guna menjalankan kebenaran, lalu
tegar dalam menjalankan kebenaran tersebut, lalu menjalankan seluruh
syariat dengan benar dan tidak asal-asalan, kemudian menuju hidayah
untuk menjalani kebaikan-kebaikan yang lain.
(5) Ucapan Penulis (" )وكفى باهلل شهيداDan Cukuplah Allah Yang Menjadi
Saksi"
13
Yakni saksi bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wasallam diutus untuk
membawa hal tersebut, "Meskipun orang-orang Musyrik membenci"
sebagaimana dalam surat At-Taubah ayat ke-33
(6) Ucapan Penulis (" )وأشهد أن ال إله إال هللا وحده ال شريل له إارارا به وتوحيداDan
Aku Bersaksi Laa Ilaaha Illallah Wahdah, Tidak ada sekutu baginya
sebagai bentuk pengikraran dan Tauhid"
Makna dari هللا إال إله الyang benar adalah (" )هللا إال بحق معبود الTiada
sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah". Atau (ال
" )هللا إال حق معبودTiada sesembahan yang haq yang, kecuali Allah"
Sebagaimana yang telah dipahami oleh para Nabi dan Rasul. Allah
Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
َ َ َ َّ ٰ َ َّ َ َ َّ ه َ َ َ
ِّ ِال نو ِحْۤ ا ِِل ّهِ ان هّه الْۤ ا َِّل ا ِالْۤ اناّ فا ع هب هدو
ن ّ َو َماْۤ ار َسل َنا مِنّ قبل
ّ ِك مِنّ َّر هسولّ ا
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad),
melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Aku maka sembahlah Aku" (QS. Al-Anbiya : 25)
Namun, sangat disayangkan. Banyak kaum muslimin yang mengartikan ال إله
إال هللاdengan "Tidak ada Tuhan/pencipta/pemberi rezeki selain Allah".
Padahal Mengartikan هللا إال إله الdengan arti seperti ini adalah bathil karena
beberapa alasan, di antaranya :
• Arti ( )إلهdalam bahasa arab adalah ( )المعبودyaitu "Yang disembah /
diibadahi"
• Orang arab di zaman jahiliyah telah memahami makna yang sebenarnya
dari kalimat tauhid tersebut. Maka dari itu mereka tidak mau mengucapkan
• Jika makna ( )ال إله إال هللاadalah "Tidak ada Tuhan/pencipta selain Allah"
maka otomatis orang-orang musyrikin jahiliyah masuk Islam dan tidak
akan diperangi oleh Rasulullah, karena mereka juga meyakini rububiyah
Allah, bahwasanya hanya Allah satu-satunya pencipta alam semesta,
pengatur rezeki, dan yang sebagainya. Akan tetapi mereka menyekutukan
Allah dalam peribadahan
• Mentafsirkan dengan tafsir seperti itu adalah bentuk menyelisihi apa
yang dipahami dan diserukan oleh para Nabi dan Rasul.
14
Sebagian lagi dari kaum muslimin hanya menafsirkan Kalimat tauhid
dengan "Tiada Sesembahan selain Allah" ini juga bathil. Karena :
• Tidak sesuai dengan fakta, karena faktanya masih banyak yang disembah
selain Allah
• Kata-kata “Tidak ada sesembahan selain Allah” ini terkadang bisa
mengantarkan kepada aqidah sesat dan kufur yaitu aqidah wihdatul wujud.
Karena dalan Wihdatul wujud diyakini bahwa Tuhan-tuhan yang disembah
oleh manusia di atas muka bumi ini hakikatnya adalah Allah. Na’udzu
billahi min dzalik
• Sesungguhnya banyak sesembahan selain Allah (yang disembah oleh
manusia di dunia ini).
• Orang-orang Hindu di India mereka menyembah Sapi dan itu adalah
sesembahan mereka.
• Sebagian kaum muslimin menyembah orang-orang yang telah mati
khususnya para nabi dan para wali. Mereka menyembahnya selain Allah
dan beristighatsah kepadanya
Dan ada juga yang menafsirkan Kalimat Tauhid dengan "Tiada Hukum
selain Hukum Allah". Maka ini tafsir yang bathil. Karena
• Penafsiran ini bukan inti dari makna kalimat tauhud
• Penafsiran ini mengantarkan kepada Aqidah Khawarij yaitu gemar dalam
memovinis kafir kepada setiap yang tidak berhukum dengan hukum Allah
tanpa memperincinya
15
kalimat tauhid tersebut dengan seyakin-yakinnya. Karena tidak bermanfaat
bagi keimanan melainkan ilmu yakin bukan ilmu praduga. Bagaimana kalau
dimasuki keraguan?
• Qabul, yakni Menerima dengan hati dan lisan apa yang terkandung di
dalam kalimat tauhid
• Inqiyad, yakni Tunduk kepada kandungan kalimat tauhid
• Shidiq, yakni Kejujuran yang menafikan kedustaan, yaitu dia
mengucapkan kalimat tauhid dengan penuh kejujuran dari lubuk hatinya
yang terdalam. Hatinya menyatu dengan lisannya
• Ikhlas, Yaitu memurnikan amal perbuatan dari segala kotoran syirik
• Mahabbah, yaitu Mencintai kalimat tauhid, kandungannya, maknanya,
mencintai orang yang berpegang teguh dengannya serta yang menjalankan
syarat-syaratnya dan membenci orang yang menyimpang darinya.
16
Karena Ahlussunnah tidak serampangan dalam memvonis kafir individu
tertentu. Dan yang berhak memvonis Kafir adalah hakim dipengadilan atau
seorang Ulama' yang memiliki Ilmu. Adapun selain mereka tidak berhak
untuk memvonis kafir
17
• Menempatkan Rasulullah pada kedudukannya tanpa ghuluw dan tidak
meremehkan hak-hak beliau
18
selain dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka ber-istighatsah (minta
pertolongan) kepada beliau, dari selain Allah.
Juga meminta kepada beliau apa yang tidak sanggup melakukannya selain
Allah, seperti memenuhi hajat dan menghilangkan kesulitan. Tetapi di
pihak lain sebagian orang mengingkari kerasulannya atau mengurangi
haknya, sehingga ia bergantung kepada pendapat-pendapat yang
menyalahi ajarannya, serta memaksakan diri dalam mena’wilkan hadits-
hadits dan hukum-hukumnya.
(9) Ucapan Penulis (" )صلى هللا عليه وعلى آله وصحبه وسلم تسليما ً مزيداSemoga
Shalawat dan Salam senantiasa Allah curahkan atas beliau, Dan
Keluarga Beliau, dan Sahabat beliau dengan keselamatan yang
bertambah"
Abul Aliyah berkata : "Maksud Shalawat Allah atas Rasul-Nya adalah Allah
memujinya di hadapan makhluk yang tertinggi (yaitu malaikat)"
****
أما بعد فهذا اعتقاد الفرقة انلاجية المنصورة إىل قيام الساعة أهل السنة واجلماعة
Amma Ba'du1 : Inilah Aqidah2 Al-Firqotun Najiyah, Dan Ditolong oleh
Allah Hingga Tegaknya Kiamat3. Ahlussunnah wal Jama'ah4
Adapun secara istilah, maka definisinya kurang lebih berkisar pada suatu
hal yang tidak ada keraguan padanya terkait dengan sebuah keyakinan,
oleh sebab itu maka aqidah dari sisi keyakinannya bisa sesuatu yang batil
dan sesuatu yang haq. Dari sinilah muncul istilah aqidah shahihah dan
aqidah bathilah. Tidak diragukan lagi bahwa aqidah Islamiyyah adalah
aqidah yang haq. Asy-Syaikh Muhammad al-Malkaawiy dalam kitabnya
"Aqidah at-Tauhid fii al-Qur`an al-Kariim" (hal. 20) mendefinisikan apa
yang dimaksud dengan aqidah Islamiyyah itu, kata beliau :
19
والعقيدة اإلسالمية جمموعة اْلمور الينية اليت جتب ىلع المسلم أن يصدق بها قلبه وتطمنئ إِلها نفسه
وتكون يقينا عنده ال يمازجه شك وال خيالطه ريب
"kumpulan perkara-perkara agama yang wajib bagi setiap Muslim untuk
membenarkan dalam hatinya dan jiwanya pun tenang, sehingga ia memiliki
keyakinan yang tidak dicampuri oleh karaguan dan kebimbangan"
Yang dimaksud dengan bukan amalan adalah "( "هي التي ال تتعلق بكيفية العمtidak
berkaitan dengan bagaimana cara melakukan sesuatu), sebagaimana
dijelaskan oleh Prof. DR. Shaalih al-Fauzan hafizhahullah dalam kitabnya
"Aqiidah at-Tauhiid" (hal. 5). Ulama yang sekarang masih menjabat anggota
komisi fatwa Arab saudi ini, juga menjelaskan dengan ringkas ruang
lingkup aqidah islamiyyah, dalam kitab yang sama, dimana beliau berkata :
ه
ّ َّ يه اإليمان باهلل ومالئكته وكتبه ورسله واِلوم اآلخر واإليمان بالقدر خريه ورشه وت: ّوالعقيدةه رشع
سىم ّ
ه
أراكن اإليمان
ّ هذه
"Aqidah secara syar'i adalah keimanan kepada Allah, MalaikatNya, Kitab-
KitabNya, para RasulNya, hari akhir dan keimanan kepada takdir yang baik
maupun yang buruk, ini dinamakan juga dengan rukun iman" -selesai-.
20
لست بصاحب الكم وال أرى الالكم يف يشء من هذا إال ما اكن: كتب أيب إىل عبيد اهلل بن حيىي بن خاقان
يف كتاب أو حديث عن رسول اهلل صىل اهلل عليه وسلم أو عن أصحابه فأما غري ذلك فإن الالكم فيه غري
حممود
"Bapakku menulis surat kepada Ubaidillah bin Yahya bin Khaaqaan yang
isinya, "aku bukan penggemar ilmu kalam dan aku melihat tidak ada
pembicaraan dalam hal ini, kecuali yang berasal dari KITAB atau HADITS
dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam atau dari para SAHABATNYA,
adapun selain hal tersebut, maka pembicaraan padanya tidak bagus" 9
Atas pengertian bahwa aqidah itu adalah rukun iman itu sendiri, maka
tidak ragu lagi bahwa ini adalah perkara yang diwajibkan dipelajari oleh
setiap Muslim dan Muslimah, termasuk oleh orang-orang awam. Al-
'Allamah Muhammad Amaan al-Jaamiy rahimahullah dalam salah satu
fatwanya berkata :
ل
جيب ىلع العايم أن....تعلم العقيدة واجب ىلع لك أحد حيت ىلع العايم هذا بعد أن نتصور معين العقيدة
يعرف اهلل معرفة إمجاِلة ويعتقد وجوده سبحانه وقدرته وعلمه وسمعه وأن اهلل سبحانه وتعاىل يهدىع من
فوق وليس خمتلطا خبلقه
"Mempelajari aqidah adalah wajib bagi setiap orang, sampaipun kepada
orang awamnya, setelah tergambarkan makna aqidah yang
dimaksud....wajib atas orang awam mengenal Allah dengan pengenalan
secara global dan berkeyakinan akan keberadaanNya, KekuasaanNya,
ilmuNya dan PendengaranNya serta bahwa Allah Ta'aalaa itu diseru dari
atas dan tidak bercampur dengan makhlukNya..." -selesai-.
Bahkan para ulama melarang kaum Muslimin taqlid buta dalam masalah
aqidah, mestilah mereka belajar untuk mengetahui aqidah yang shahihah.
al-Imam Abu Ishaq asy-Syairoziy (w. 476 H) rahimahullah dalam kitab
ushul fiqihnya "at-Tabshiroh fii Ushul al-Fiqih" (hal. 401,cet. Daarul Fikr)
berkata :
9
Aqidah at-Tauhiid fii al-Qur`an al-Kariim, hal. 21
21
َ َ يف ه َّ
ال جيوزّ أصول اليانات ّ ِ اَلقل ِيد
َ َ َ َ َ
ال بعض انلَّاس جيوز ذل ِك َوحيك ذل ِك عن عبد اهلل بن احلسن ال َعن ََبي ّ َوق
َّ َ َ َ ه َ َّ ََ َ َ َّ َ َ َ َ
دل ىلع
ّ يف أديانهم ف
ّ ِ اءهم اءنا ىلع أمة ِإَونا ىلع آثارهم مقتدون { فذم قوما قدلوا آب اىل} إِنا وجدنا آب
ّ نلا قول تع
َ َ َ
ال جيوز
ّ أن ّذل ِك
"Taklid dalam perkara ushul agama adalah tidak boleh. Sebagian ulama
mengatakan boleh-boleh saja, hal ini dinukil dari Abdullah bin al-hasan al-
'Anbariy. Dalil kami adalah Firman Allah subhanahu wa ta'ala :
َ ٰ ٰ ٓ َ َّ َّ َّ َّ َ َ َ ٰ َ َ َ َ ٓ ه َ ه
ّ ىلع اثرِهِمّ ُّمه َت هدو
ن ّ بَلّ قالـوْۤا ا ِنا وجدناْۤ ّاباءنا
ّ ىلع امةّ وا ِنا
"Bahkan mereka berkata, Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang
kami menganut suatu agama, dan kami mendapat petunjuk untuk mengikuti
jejak mereka." (QS. Az-Zukhruf 43: Ayat 22). Maka celaan Allah kepada suatu
kaum yang bertaklid kepada nenek moyangnya dalam masalah pokok
agama, hal ini menunjukkan taklid dalam masalah ini tidak diperbolehkan". -
selesai-.
Sebelumnya, al-Imam ibnu Abdil Bar dalam kitabnya "Jaami'u Bayan al-
'Ilmi" juga berkata :
ّ:ّ ّﻧﺤﻮ,ّ ﺍﻟﻤﻔﺘﺮﺿﺔِّۚﻋﻠﻴﻪ
َۚ ِّۚﺟﻤﻠﺔِّۚﺍﻟﻔﺮﺍﺋﺾ
ﺟﻬﻠﻪ ّﻣﻦ ّۚه
ّﻣﺎ ّﻻ ّﻳﺴﻊۚهّﺍﻹﻧﺴﺎﻥَّۚ ۚه:ّ ﻓﺮﺿﻪ ّﻣﻦ ّﺫﻟﻚ
ﻭﺍﻟﺬﻱ ّﻳﻠﺰﻡ ّﺍﻟﺠﻤﻴﻊَّۚ ۚه
ﺍﻟﺸﻬﺎﺩﺓۚهّﺑﺎﻟﻠﺴﺎﻥِّۚﻭﺍﻹﻗﺮﺍﺭۚهّﺑﺎﻟﻘﻠﺐّﺑﺄﻥلَّۚﺍﻟﻠﻪّﻭﺣﺪﻩّﻻّﺷﺮﻳﻚّﻟﻪ
"Dan perkara yang semua orang harus mengetahuinya, tidak ada toleransi
untuk bodoh dalam hal ini, yaitu terkait beberap kewajiban yang diwajibkan
padanya, seperti : bersyahadat dengan ucapan dan keyakinan dalam hati
bahwa Allah adalah Esa tidak ada sekutu baginya... " -selesai-.
Oleh sebab itu, marilah kita tingkatkan pengetahuan kita terhadap aqidah
yang shahihah agar dapat membentengi dari aqidah-aqidah yang batil yang
diusung oleh sekte-sekte sesat.
(3) Ucapan Penulis ( )الفراة الناجية المنصورة إلى ايام الساقAl-Firqotun Najiyah
Dan Ditolong oleh Allah Hingga tegaknya Kiamat
Firqoh artinya sekelompok manusia, Ia disifati dengan An-Najiyah (Yang
Selamat). Maksudnya Firqoh yang Selamat di dunia dan selamat di akhirat.
Adapun di dunia ia selamat dari Kesyirikan, kebid'ahan, dan
Penyimpangan. Adapun di neraka ia selamat dari Neraka. Dan al-
Manshuroh artinya adalah kelompok yang ditolong oleh Allah dalam
kebenaran
23
“Mereka adalah golongan yang mana aku dan para sahabatku berpegang
teguh padanya.” 10
Di antara sifat mereka adalah: berpegang teguh pada jalan (sunnah) yang
ditempuh oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Di
antara sifat mereka adalah: mereka bersabar di atas kebenaran, tidak
berpaling kepada ucapan (pendapat) orang-orang yang menyelisihi
mereka, dan mereka tidak mempedulikan celaan orang-orang yang
mencela mereka. Nabi shallallahuَ َ َّ َ ‘ َ هalaihi wa sallam bersabda, ه
َ َ َ َه َ َ َ َ َ َ َ ل َ َ ه ُّ ه َ َّ َر َ َ ه
ّ هلل ِ وهمّ كذل
ِك ه َّ ِ يت يأ
ّ ت أم ّر ا ّ ُضهمّ منّ خذلهمّ ح ال ي
ّ قِّ ىلع احل
ّ ين ّ ِ ال َطائِف ّة مِنّ أم
ّ ِيت ظاهِر ّ ال ت َز
ّ
“Senantiasa ada sekelompok umatku yang ditolong atas kebenaran, tidak
akan membahayakan mereka orang yang memusuhi mereka hingga hari
kiamat, sedangkan mereka tetap seperti itu”
10
HR. Tirmidzi no. 2641, Hakim 1: 129, dan lain-lain. Lihat Ash-Shahihah no. 203, 204, dan 1492
24
pembahasan aqidah ini adalah Salaf (pendahulu) dari umat ini dari
kalangan shahabat dan orang-orang yang mengikuti kebaikan mereka,
sekalipun hanya seorang yang berdiri di atas kebenaran yang telah dianut
oleh jama'ah tersebut. Dalam Nash, Makna Al-Jamaah tidak terlepas dari
dua pengertian :
****
وهو اإليمان باهلل ومالئكته وكتبه ورسله وابلعث بعد الموت واإليمان بالقدر خريه ورشه- ١
1 - Yaitu Beriman Kepada Allah1, dan Malaikat-Malaikat-Nya2, dan
Kitab-Kitab-Nya3, dan Rasul-Rasul-Nya4, dan Kebangkitan setelah
kematian5, dan beriman kepada Takdir yang baik maupun takdir
yang buruk6
26
(3) Ucapan Penulis (" )وكتبهIman Kepada Kitab-Kitab-Nya"
Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenarbenamya bahwa Allah
memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya;
yang benar-benar merupakan Kalam (firman, ucapan) - Nya. la adalah
cahaya dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar. Tidak ada yang
mengetahui jumlahnya selain Allah. Wajib beriman secara ijmal, kecuali
yang telah disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib untuk
mengimaninya secara tafshil, yaitu: Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur'an.
Selain wajib mengimani bahwa Al-Qur'an diturunkan dari sisi Allah, wajib
pula mengimani bahwa Allah telah mengucapkannya sebagaimana Dia
telah mengucapkan seluruh kitab lain yang diturunkan. Wajib pula
melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban serta menjauhi berbagai
larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur'an merupakan tolok ukur
kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya Al-Qur'an saja yang dijaga oleh
Allah dari pergantian dan perubahan. Al-Qur'an adalah Kalam Allah yang
diturunkan, dan bukan makhluk, yang berasal dari-Nya dan akan kembali
kepada-Nya
(5) Ucapan Penulis (" )البعث بعد الموتIman Kepada Kebangkitan Setelah
Kematian (Hari Akhir)"
Iman kepada kebangkitan setelah mati adalah keyakinan yang kuat tentang
adanya negeri akhirat. Di negeri itu Allah akan membalas kebaikan orang-
orang yang berbuat baik dan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat.
Allah mengampuni dosa apapun selain syirik, jika Dia menghendaki.
Pengertian al-ba'ts (kebangkitan) menurut syar'i adalah "dipulihkannya
badan dan dimasukkannya kembali nyawa ke dalamnya, sehingga manusia
27
keluar dari kubur seperti belalang-belalang yang bertebaran dalam keadaan
hidup dan bersegera mendatangi penyeru”. Kita memohon ampunan dan
kesejahteraan kepada Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Termasuk
beriman dengan hari akhir adalah mengimani bahwa semua yang
bernyawa pasti mengalami Kematian, mengimani adanya Fitnah Kubur,
Adzab / Nikmat Kubur. Mengimani akan tegaknya Hari Kiamat kubro
kemudian mengimani tentang ditiupnya Suur oleh Israfil, kemudian
mengimani Hari Kebangkitan yang manusia akan Berkumpul di Padang
Masyhar serta Matahari didekatkan satu mil, lalu mengimani Syafa'at
Udzma Nabi Shallallahu alaihi wasallam, mengimani adanya Miizan
(timbangan) dihari kiamat yang manusia berupa catatan amalnya akan
ditimbang disitu. Juga beriman dengan Hisab (Catatan Amal), mengimani
adanya Telaga Nabi, Siroth dan Qantarah (Qishash). Juga mengimani
adanya Syafa'at Membuka Pintu Surga, Syafa'at Kepada orang yang hampir
masuk neraka tapi tidak jadi masuk dan mengimani adanya Surga Neraka
dan mereka telah diciptakan oleh Allah, dan mengimani Syafaat bagi orang
mukmin yang masuk neraka. Serta mereka akan Kekal abadi baik di Surga
maupun di Neraka
(6) Ucapan Penulis (" )واإليمان بالقدر خيره وشرهDan Beriman dengan Takdir
yang baik maupun yang buruk"
Iman kepada takdir adalah meyakini secara sungguh-sungguh bahwa
segala kebaikan dan keburukan itu terjadi karena takdir Allah. Allah telah
mengetahui kadar dan waktu terjadinya segala sesuatu sejak zaman azali,
sebelum menciptakan dan mengadakannya dengan kekuasaan dan
kehendakNya, sesuai dengan apa yang telah diketahui-Nya itu. Allah telah
menulisnya pula di Lauh Mahfuzh 50.000 tahun sebelum Allah
menciptakan langit dan bumi. Dan beriman kepada takdir haruslah
mencakup 4 tingkatan yaitu mengimani
• Ilmu Allah (Allah telah mengetahui apa yang telah terjadi, apa yang
sedang terjadi, apa yang akan terjadi, apa yang tidak terjadi dan kalau
terjadi bagaimana. Oleh karena itu Allah sudah tahu siapa yang akan masuk
surga dan siapa yang akan masuk neraka, dan kita sudah ditentukan oleh
Allah )
• Kitabah (Allah telah menulis takdir di Lauhul Mahfudz sejak 50.000 tahun
sebelum Allah menciptakan langit dan Bumi)
• Masyi'ah (Allah menghendaki apa yang telah ditakdirkan)
• Kholq (Allah menciptakan / merealisasikan takdir yang telah ditulis dan
dikehendaki)
****
28
ومن اإليمان باهلل- ٢
اإليمان بما وصف به نفسه يف كتابه-
وبما وصفه به رسول حممد صىل اهلل عليه وسلم يف سنته-
تكييف وال تمثيل: حتريف وال تعطيل ومن غري: من غري
2 - Dan Termasuk Iman Kepada Allah1 :
- Beriman dengan Apa yang Allah sifatkan tentang dirinya dalam Al-
Quran
- Dan juga yang disifatkan Oleh Rasul-Nya, Muhammad Shallallahu
alaihi wasallam dalam Sunnah beliau2
Tanpa Melakukan Tahrif 3, tanpa melakukan Ta'thil4, dan Tanpa
melakukan Takyif 5 dan Tanpa melakukan Tamtsil6
بل يؤمنون بأن اهلل تعاىل ليس كمثله يشء وهو السميع ابلصري- ٣
3 - Bahkan Ahlussunnah mengimani sesungguhnya Allah “Tidak ada
yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha
Melihat” [QS. Asy-Syura : 11]7
ما وصف به نفسه: فال ينفون عنه- ٤
4 - Mereka (Ahlussunnah) tidak menafikan tentang : Sifat-Sifat Allah
yang Dia tetapkan untuk diri-Nya8
اللكم عن مواضعه: وال حيرفون- ٥
5 - Dan mereka (Ahlussunnah) tidak mentahrif firman (Allah) dari
lafazh / makna aslinya9
أسماء اهلل وآياته: وال يلحدون يف- ٦
6 - Dan Mereka (Ahlussunnah) tidak membuat ilhaad dalam : Nama-
nama Allah dan Ayat-ayat-Nya10
صفاته بصفات خلقه: وال يكيفون وال يمثلون- ٧
7 - Mereka tidak menanyakan bagaimana bentuknya, serta tidak
menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya11
ال سىم ل وال كفو ل وال ند ل وال يقاس خبلقه سبحانه وتعاىل: ْلنه سبحانه- ٨
8 - Karena tidak ada yang sama dengan-Nya, tidak ada yang setara
dengan-Nya, dan tidak ada tandingan bagi-Nya. Dan Dia tidak boleh
dikiaskan dengan makhluk-Nya12
أعلم بنفسه وبغريه وأصدق قيال وأحسن حديثا من خلقه: فإنه سبحانه- ٩
9 - Karena sungguh, Allah lebih tahu tentang diri-Nya dan tentang
selain-Nya, Allah itu paling benar dan paling baik perkataan-Nya
daripada makhluk-Nya13
خبالف اذلين يقولون عليه ما ال يعلمون: ثم رسول صادقون مصدقون- ١٠
29
10 - Dan Rasul-rasul adalah orang yang benar dan dibenarkan :
Berbeda dengan orang-orang yang berkata atas nama Allah apa yang
mereka tidak ketahui14
ٰ ََ ٰ َ َّ َ َّ َ ه َ
ّ ِ حلم هّد
ِ هلل َّ ىلع ال همر َسل
َ ِني • َوا ّ ن • َو َسل رّم
ّ صفوِ ب العِزّة ِ عما ي ّ ِ ن َر لب
ِّ ك َر ل ٰ هسب: ولهذا قال سبحانه وتعاىل- ١١
َّ ح
َ
َّ ب ال ٰعل ِم
ني ِّ َر ل
11 - Karena itu Allah berfirman: “Maha Suci Rabb-mu Yang Maha
Perkasa dari sifat yang mereka katakan. Dan selamat sejahtera bagi
para rasul. Dan segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam” (Ash-
Shaaffaat: 180-182)15
فسبح نفسه عما وصفه به اخلالفون للرسول وسلم ىلع المرسلني لسالمة ما قالوه من انلقص والعيب- ١٢
12 - Allah mensucikan diri-Nya dari apa-apa yang disifatkan oleh
orang-orang yang menyelisihi para rasul, dan Allah memberikan
selamat sejahtera atas para rasul disebabkan keselamatan yang
mereka ucapkan dari kekurangan dan aib16
(1) Ucapan Penulis (" )باهلل اإليمان ومنDan termasuk iman kepada Allah"
11
Lihat Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah oleh Syaikh Khalil Harras, hlm 71-72
30
Sebagaimana yang telah berlalu penjelasan kami tentang iman kepada
Allah. Yaitu Iman kepada Wujud Allah, Iman Kepada Rububiyah Allah, dan
Iman kepada Uluhiyah Allah, dan Iman kepada Asma' wa Shifat Allah.
(2) Ucapan Penulis ( اإليمان بما وصف به نفسه في كتابه وبما وصفه به رسوله محمد صلى
“ )هللا عليه وسلم في سنتهBeriman dengan Apa yang Allah sifatkan tentang
dirinya dalam Al-Quran. Dan juga yang disifatkan Oleh Rasul-Nya,
Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dalam Sunnah beliau”
Mengenal al-Asma’ wa ash-Shifat (nama-nama dan sifat-sifat) Allah Ta’ala
merupakan pembahasan yang sangat penting dan sangat berpengaruh
dalam kehidupan dan ibadah seorang hamba.12 Semakin dia mengenal
Allah maka dia akan semakin bertakwa dan semakin khusyuk dalam
beribadah kepada Allah. Sebagaimana dikatakan,
َب َو َعنّ َمعص َيت ّهِ َأب َع ّد َ َ َ َ َ
ّ ن مِن هّه أخ َو
ّ َ ف َولِعِ َبادت ِ ّهِ أطل
َ َ ََ َ
ّ ف اك
ّ هللِ أعر
َ
ِّ َمنّ اك
ّ ن بِا
ِ ِ
“Barang siapa yang semakin mengenal Allah maka ia semakin takut kepada
Allah, semakin semangat untuk beribadah, dan semakin jauh dari maksiat”
12
Di antara perkara-perkara yang menunjukkan urgensinya mempelajari Asma’ wa Shifat adalah :
Pertama : Pembahasan ini termasuk pembahasan tentang beriman kepada Allah. Dan iman kepada
Allah pembahasannya berkaitan dengan (1) Beriman tentang wujud Allah, (2) Beriman dengan
rububiyah Allah, (3) Beriman dengan uluhiyah-Nya, dan (4) Beriman dengan al-Asma’ wa ash-Shifat-
Nya
Kedua : Dengan mendalami al-Asma’ wa ash-Shifat maka seorang akan semakin mengenal Rabbnya,
sehingga akan semakin mencintainya. Sebagaimana perkataan pepatah, “Tak kenal maka tak
sayang”. Jika seseorang semakin mencintai Allah, maka ini sangat berdampak dalam ibadahnya,
karena ia beribadah dengan penuh kecintaan kepada Rabbnya. Jadilah mudah baginya untuk
khusyuk dan ikhlas dalam ibadahnya, karena perhatiannya terfokus kepada Rabbnya yang ia cintai.
Ketiga : Barangsiapa yang mengenal Allah, maka akan meningkat kualitas ibadahnya, sehingga ia
akan mencapai derajat ihsan. Ia akan tahu bahwasanya:
Allah adalah Al-Jamiil (Maha indah) yang suka akan keindahan, maka ia akan suka melakukan
keindahan.
Allah adalah Al-Muhsin dan Allah mencintai orang-orang yang muhsin (berbuat baik kepada
orang lain), maka ia pun akan mudah untuk berbuat baik kepada orang lain.
Allah adalah Al-Ghafuur (Maha Pengampun), maka ia tidak pernah ragu untuk memohon
ampunan kepada Allah.
Allah adalah At-Tawwaab (Maha Menerima taubat), maka ia akan selalu bertaubat kepada
Allah.
Allah adalah Ar-Rahim (Yang Maha Penyayang) dan kasih sayang Allah melebihi kasih sayang
seorang ibu terhadap anaknya. Tentu hal ini menjadikannya selalu berbaik sangka kepada
Rabbnya.
Allah adalah Asy-Syakuur (Yang Maha Membalas kebaikan), maka ia tidak akan ragu untuk
melakukan kebajikan karena ia yakin bahwa Allah pasti membalas kebaikannya tersebut
dengan pembalasan yang terbaik. Dan seterusnya…
Keempat : Pembahasannya menjadi semakin urgen karena banyak penyimpangan dalam tauhid al-
Asma’ wa ash-Shifat. Sehingga mengenal kaidah-kaidah tentang hal ini sangat penting agar tidak
salah dalam memahami pembahasannya
31
Karenanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,َ
َ َ َّ َ ه َّ َ َ ه
ّ ِ ن أتقاكمّ َوأعل َمكمّ ب
اهللِ أنا ّ ِإ
“Sesungguhnya yang paling bertakwa di antara kalian dan yang paling
berilmu tentang Allah adalah aku” 13
13
HR. Bukhari No. 20. Nabi Muhammad mengucapkan sabdanya tersebut disebabkan persangkaan
sebagian sahabat memandang bahwa ibadah Nabi Muhammad kurang karena Nabi Muhammad
telah diampuni dosa-dosanya, sehingga para sahabat ingin ibadah mereka lebih banyak dari ibadah
Nabi, karena tidak dijaminnya ampunan bagi mereka. Nabi Muhammad pun mengingatkan kepada
mereka bahwa pemahaman mereka itu keliru, karena ibadah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
adalah yang terbaik, karena Nabi yang paling mengenal Allah [Lihat: Fath al-Baari, Ibnu Rajab al-
Hanbali (1/91)].
14
Ibnu Abil Ízz al-Hanafi berkata,
َ ه َ ه َ َه ل َ ه ِ ه َ َ ف العِل ِّم ب َ َه ه ََ َ ل ه َ َ َ َّ َ
ّ وع َول َِهذا َس
َّىم ِّ ىل ف ِقهِّ الف هر ّ ِ َب بِالن ِس َبةِّ إ ّ َوه َّو الفِق ّه اْلك. وم ّ ف المعل ِّ ش ِ ّ رش ّوم إِذ ِّ ف ال هعلّ رش ِين أِّ ن عِل هّم أ هصو ِّل ال ّ فإِن هّه ل َّما اك
َ لك َح َ َ ََ َ َ َ ه َ َ َ َ هل يف أَو َراقّ مِنّ أه هصو ّل ل َ َ ال َو َ َ َ َه ََ َ َ ه
ّاجة ِّ ق ّ َب ”وحاج ّة العِبا ّدِ إِِل ّهِ فو ّ ِين“ الفِق ّه اْلك ِّ ال ِ ّ ِ مج َع هّه ّمح ّة اهلل تعاىل – َما ّق ه ام أبهو َحن ِيف ّة – ر ّ اإلم ِ
َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ه َ َ َ َّ َ َ َ َ َّ َ َ َ ه َ َّ ه َ َ َ َ ه ه َ ه َ َ َ ه َ هه َ َ َ هل
ِّف ربها ومعبودها وفاطِرها بِأسمائ ِ ّهِ وصِ فاتِه ّ ال ّب ِأنّ تع ِر
ّ ِ ال طمأن ِين ّة إ ّ ِيم وّ ال نع ّ وب و ِّ ال حي ّاة ل ِلقل ّ لك رضورةّ ِْلن ّه ِّ ق ّ ورضورتهمّ إِِل ّهِ فو
َ َ َ ه َ َ َ ََ ه ه َ َ ل ه َ َ ه َ
ِريّه ِ مِنّ َسائ ِ ّرِ خلقِ ّه
ِ ون غّ ِيما هيق ل ِر هب َها إِِل ّهِ د ب إِِل َها م َِّما س َِو ّاهه َو َيكون سعيها ف ّ َّ ِك ك ِ ّهِ أ َح ّ ال ِ َو َيكون َم َّع ذل ِّ َوأف َع
“Sesungguhnya ketika ilmu tentang ushuluddin (pokok-pokok agama) merupakan ilmu yang
termulia, karena mulianya ilmu sesuai dengan kemuliaan yang dipelajari. Ia merupakan al-Fiqh al-
Akbar dibandingkan dengan al-Fiqh al-Furu’ (perkara-perkara cabang). Karenanya Al-Imam Abu
Hanifah rahimahullah menamakan perkara-perkara ushul yang ia sampaikan dan ia kumpulkan
dalam beberapa lembaran dengan nama al-Fiqh al-Akbar. Kebutuhan para hamba kepada fikih ini
melebihi seluruh kebutuhan, dan keharusan/daruratnya mereka untuk mendapatkannya lebih dari
segala darurat, karena tidak ada kehidupan bagi hati, tidak ada kebahagiaan dan ketenteraman
kecuali jika hati tersebut mengenal pengaturnya, sembahannya, dan penciptanya, dengan mengenal
nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya. Maka dengan ini jadilah Allah yang paling
dicintainya, dan jadilah perjuangannya dan usahanya adalah untuk bisa mendekatkan dirinya
kepada Allah bukan kepada selain Allah dari kalangan makhluk-Nya” (Muqaddimah Syarh al-Aqidah
ath-Thahawiyah)
15
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
َّ والشب وانلاكح يف ُّ ه
المتضمنة ذلكر أسماء اهلل ِل اجلنة واآليات ّمما فيه مِن ذكر اْللك َّ أكث ّوالقرآن فيه مِن ذِكر أسماء اهلل وصفاته وأفعال ه
ه ه
أم القرآن … وفيها مِن ذكر ّسورةه ل
ّ ّوأفضل سورةّ … المتضمنة ذللك ِل آية الكريس ّ فأعظم آيةّ يف القرآن ّه المعاد َ وصفاته أعظم قدرا مِن آيات
َّ أسماء اهلل وصفاته أعظم
َ مما فيها مِن ذكر
المعاد
32
Lebih dari itu, urgensi mempelajarinya semakin tampak setelah
diketahui akan banyaknya firkah-firkah yang menyimpang di dalam
pembahasan al-Asma’ wa ash-Shifat ini, mulai dari Jahmiyah, Muktazilah,
Kullabiyah, Asya’irah, dan seterusnya, dimana mereka berbicara tentang
Allah dengan pembicaraan yang batil. Oleh karena itu, agar seorang muslim
tidak tergelincir di dalam pembahasan ini maka perlu ditelusuri bagaimana
manhaj Ahlusunah yang dibawa oleh Nabi Muhammad dan para
Sahabatnya radhiallahu ‘anhum serta para Imam rahimahumullah yang
mengikuti jalan mereka. Sehingga dia bisa mengenal penyimpangan-
penyimpangan mereka dan membantahnya dalam rangka untuk menjaga
keutuhan Akidah Ahlusunah terutama dalam pembahasan Tauhid Al-Asma’
wa ash-Shifat16. Berikut ini kaidah-kaidah penting untuk memudahkan
memahami tentang nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya.
Nama-nama Allah dibangun di atas dalil yang valid dari Al-Qur’an dan
hadis, akal manusia tidak boleh berperan untuk menentukannya. Allah
berfirman,
َ ٰ َ َ َّ َ َ ه ه
ّ ين فاد هع
ۚوهه ب ِ َها ّ اء احلس
ّ هلل ِ اْلس ّم
ِّو
“Hanya milik Allah Al-Asma’ al-Husna, maka bermohonlah kepada-Nya
dengan menyebut al-Asma’ al-Husna itu” (QS Al-A’raf : 180). Dari ayat ini,
para ulama mengatakan bahwa Allah tidak bisa diberi nama dengan nama
sembarangan. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“Dan di dalam Al-Qur’an penyebutan nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya serta perbuatan-
perbuatan Allah lebih banyak dari pada penyebutan tentang makan, minum, dan menikah di surga.
Dan ayat-ayat yang mengandung penyebutan nama-nama dan sifat-sifat Allah lebih agung
kedudukannya dari pada ayat-ayat tentang hari akhirat. Dan ayat teragung di Al-Qur’an adalah ayat
kursi yang mengandung tentang nama-nama dan sifat-sifat-Nya….dan surat termulia adalah surat Al
Fatihah…padanya penyebutan nama-nama Allah dan sifat-sifatNya lebih banyak daripada
penyebutan tentang hari akhirat” [Majmu’ al-Fatawa (5/310-311)].
16
Pada dasarnya pembahasan tauhid al-Asma’ wa ash-shifaat, yaitu mengenali nama-nama dan
sifat-sifat Allah adalah pembahasan yang mudah. Begitu mudahnya hingga orang-orang arab badui di
zaman Nabi Muhammad pun bisa memahaminya. Hampir setiap lembaran Al-Qur’an berisikan
nama-nama dan sifat-sifat Allah. Akan tetapi pembahan tauhid al-Asma’ wa ash-Shifat menjadi rumit
karena banyaknya penyimpangan dan syubhat-syubhat yang dihembuskan oleh firkah-firkah yang
menyimpang dalam hal ini. Akhirnya para ulama menuliskan kaidah-kaidah yang berkaitan dengan
tauhid al-Asma’ wa ash-Shifat dalam rangka membantah kerancuan-kerancuan tersebut, akhirnya
pembahasannya menjadi seakan-akan sangat rumit.
33
َح َ َ َ َّ َ َ َّ ُّ َ َ َ َ َّ َ َ َ ه َ َ َ ه ه َ َ ه َ ه َ َّ ه
ّ ض المد
ّ ِ يه اليت تقت
ّ ِ اب والسنةِّ و
ِّ يف الكِت
ّ ِ ّيت جاءت
ّ ِ يه ال
ّ ِ و, اهلل بِها
ّ ىع ّ يت يد
ّ ِ يه ال
ّ ِ ين المعروف ّة
ّ اء احلس ّ اْلسم
َّ َواثلَّ َن
اء ب ِ َنفس َِها
“Asmaul Husna yang makruf adalah (1) yang berdoa kepada Allah dengan
nama-nama tersebut, (2) yang datang di al-Kitab dan as-Sunnah, serta (3)
yang mengonsekuensikan pujian dan sanjungan dengan sendirinya” 17
Pertama : Di antara sifat Allah yaitu ( اإل َرادَ ةmaha berkehendak), tetapi ْالمريْد
(Yang berkehendak) bukan merupakan nama Allah, karena yang
berkehendak itu -jika selain Allah- bisa berkehendak baik namun bisa juga
berkehendak buruk. Demikian pula sifat Allah ( ْال َك ََلمmaha berbicara), tetapi
( ْالم َت َكلِّمYang berbicara) bukan merupakan nama-nama Allah, karena yang
berbicara itu -jika selain Allah- bisa berbicara baik namun bisa juga
berbicara buruk19. Berbeda dengan sifat Al-Ghafur, Ar-Rahim, dan
seterusnya, tidak mungkin mengandung makna yang buruk. Secara lansung
“sifat memaafkan” dan “sifat menyayangi” adalah sifat yang terpuji secara
mutlak.
34
bukan musytaq. Isim (kata benda) jaamid adalah kata benda yang tidak
menunjukkan atas sifat, karena ia tidak diambil dari sifat. Sementara nama-
nama Allah disifati dengan ( الحسْ َنىyang terindah), dan tidaklah disifati
dengan terindah kecuali karena mengandung makna sifat.
PERINGATAN PENTING
Pertama : Hadis tentang penentuan 99 nama-nama Allah adalah
hadits yang dha’if, karenanya para ulama tidak menjadikan hadis tersebut
sebagai sandaran dalam menentukan الحسْ َنى هللا أَسْ َماء,
ْ sehingga penentuan
nama-nama tersebut kembali kepada ijtihad masing-masing ulama.
Karenanya, dijumpai adanya perbedaan pandangan di dalam penentuan
nama-nama tersebut. Walaupun begitu, mayoritas nama-nama Allah
disepakati oleh para ulama, hanya sebagian kecil dari nama-nama Allah
yang diperselisihkan oleh para ulama 20. Berikut ini nama-nama Allah yang
dipilih oleh Asy-Syaikh al-‘Utsaimin dalam kitabnya al-Qawaa’id al-Mutsla:
20
Di antara nama-nama Allah yang diperselisihkan oleh para ulama seperti :
Pertama : المحْ سنAl-Muhsin (Yang maha berbuat baik kepada yang lain), karena para ulama berselisih
tentang keabsahan Hadis َ“ إنَّ هللاَ محْ سن يحب اإلحْ سَانSesungguhnya Allah maha berbuat kebaikan dan
Allah mencintai perbuatan berbuat baik (kepada orang lain)”. Hadis ini disahihkan oleh Al-Albani
dalam as-Shahihah No. 470
Kedua : الطيِّبَّ At-Thayyib (Yang maha suci), karena sabda Nabi Muhammad, هللا َطيِّب
َ َّ“ إنSesungguhnya
Allah suci” (HR. Muslim No. 1015) diperselisihkan oleh para ulama, apakah itu merupakan
pengabaran tentang sifat Allah yang maha suci ataukah nama Allah ?طيِّب. ّ
Ketiga : الو ْترAl-Witr (Yang maha ganjil), para ulama juga berselisih apakah sabda Nabi Muhammad
َ يحب ا ْلو ْتر،“ َوإنَّ هللاَ و ْترSesungguhnya Allah maha ganjil” (HR. Muslim No. 2677) merupakan
pengabaran tentang sifat Allah atau tentang nama Allah? Terlebih lagi nama و ْترtersebut datang
bukan dalam makrifah akan tetapi nakirah.
35
( الرَّ حيْمYang Maha Penyayang), 32. ( الرَّ َّزاقYang Maha Pemberi Rizki),
33. ( الرَّ قيْبYang Maha Mengawasi), 34. ( ال َّسَلَمYang Maha Selamat), 35.
( السَّميْعYang Maha Mendengar), 36. ( ال َّشاكرYang Maha Berterimakasih),
37. ( ال َّشك ْورYang Maha Berterimakasih), 38. ( ال َّشهيْدYang Maha
Menyaksikan), 39. ص َمد َّ ( الYang Maha tidak membutuhkan kepada
yang lain), 40. العالم َ (Yang Maha Mengetahui), 41. العزيْز َ (Yang Maha
Perkasa), 42. العظيْم َ (Yang Maha Agung), 43. العفو َ (Yang Maha
Memaafkan), 44. العليْم َ (Yang Maha Mengetahui), 45. العلي َ (Yang Maha
َّ َ َ
Tinggi), 46. ( الغفارYang Maha Mengampuni), 47. ( الغف ْورYang Maha
Mengampuni), 48. الغني َ (Yang Maha Kaya), 49. ( ال َف َّتاحYang Maha
Membuka), 50. ( ال َقادرYang Maha Kuasa), 51. ( ال َقاهرYang Maha
Memaksa), 52. ( القد ْوسYang Maha Suci), 53. ( ال َقديْرYang Maha Kuasa),
54. ( ال َقريْبYang Maha Dekat), 55. ( ال َقويYang Maha Kuat), 56. ال َقهَّار
(Yang Maha Menguasai), 57. ( ال َكبيْرYang Maha Besar), 58. ( ال َكريْمYang
Maha Baik), 59. ( اللَّطيْفYang Maha Lembut), 60. ( ْالم ْؤمنYang Maha
Membenarkan), 61. ( ْالم َت َعاليYang Maha Tinggi), 62. ( ْالم َت َكبِّرYang Maha
Sombong), 63. ( ْال َمتيْنYang Maha Kokoh), 64. ( ْالمجيْبYang Maha
Mengabulkan doa), 65. ( ْال َمجيْدYang Maha Agung), 66. ( ْالمحيْطYang
Maha Meliputi), 67. صوِّ ر َ ( ْالمYang Maha Membentuk), 68. ( ْالم ْق َتدرYang
Maha Kuasa), 69. ( ْالمقيْتYang Maha Kuasa), 70. ( ْال َملكMaha Raja), 71.
( ْال َمليْكYang Maha Memiliki), 72. ( ْال َم ْولَىYang Maha Pelindung), 73.
( ْالم َهيْمنYang Maha Memelihara), 74. ( ال َّنصيْرYang Maha Penolong), 75.
الواحد َ (Yang Maha Memberi Esa), 76. الوارث َ (Yang Maha Tetap Ada
setelah yang lainnya sirna), 77. الواسع َ (Yang Maha Luas), 78. الود ْود َ
(Yang Maha Mencintai), 79. الوكيْل َ (Yang Maha Pengurus), 80. الولي َ
(Yang Maha Pelindung), 81. الوهَّاب َ (Yang Maha Pemberi anugrah)
Kedua : Bisa jadi dari satu sifat Allah diambil menjadi 2 atau 3 nama
Allah, maka kedua atau ketiga nama tersebut tidaklah dianggap sebagai
satu nama, akan tetapi tetap dianggap 2 atau 3 nama, karena adanya
36
perbedaan makna secara spesifik di antara nama-nama tersebut. Contoh :
Antara الغ َّفار َ dan الغف ْور. َ Nama الغ َّفار َ disebutkan 5 kali dalam Al-Qur’an dan
َ disebutkan di Al-Qur’an 91 kali. Kedua nama ini diambil dari sifat
الغف ْور
Allah ْال َم ْغف َرةatau الغ ْف َران. Meskipun secara umum makna kedua nama tersebut
adalah sama -yaitu maha pengampun- akan tetapi ada perbedaan pada
keduanya secara spesifik. الغ َّفار َ adalah mubaalaghah (sangat berlebih-
lebihan) dalam mengampuni dosa-dosa para hamba meskipun sebanyak
apa pun. Adapun الغف ْور َ adalah maha mengampuni dosa meskipun sebesar
apa pun. Al-Ghazali berkata,
َ َ َ َ َ َ َ َ ه َ َ ل َ َ َّ َ َ ه َ َ َ َّ ه ه ه َ َ ّ ِ ار هم َبالَ َغ رّة َّ َ َّ َ
ل ِ
ِّ ئ عنّ كثّة الفِع ّ ِ ال ينب
ّ ىل مغفِرةّ متكرِرةّ مرةّ بع ّد أخرى فالفع ِ ِ يف المغفِرّة ِ ب
ّ ِ اإلضاف ِّة إ َّ ن الغف ّ ِ فإ
َ ه
َ َ َ َ َّ َ ه َ َ َ
َ ه َ ه ر َ َ َّ ه َ ُّ ه َ ه َ َ َ َ َ ه ه ه ه
ِّ ص د َر َج
ات ّ يت يبل ّغ أق ِّ ام الغف َر
ّ ان اكمِل ّه ح ّ ين أن ّه ت ِّ ئ عنّ َجودت ِ ّهِ َوك َم
ِّ الِ َوش همو
ّ لِ فه ّو غفو ّر بِمع ّ ِ والفعو ّل ينب
َ
ِ ال َمغفِ َرّة
“Sesungguhnya Al-Ghaffaar adalah mubaalaghoh (berlebih-lebihan) dalam
mengampuni disertai dengan ampunan yang berulang-ulang, mengampuni
setelah mengampuni. Maka timbangan (kata kerja) ا ْل َفعَّالmengisyaratkan
akan banyaknya perbuatan, dan timbangan (kata kerja) ال َفع ْول
mengisyaratkan akan kualitas, kesempurnaan, dan cakupan yang luas. Maka
Allah adalah Al-Ghaafuur maknanya yaitu Allah sempurna dalam
mengampuni hingga mencapai derajat tertinggi dalam pengampunan.” 21
Contoh lain antara الرَّ حْ َمانdan الرَّ حيْم. Nama Ar-Rahmaan disebutkan 57
kali, sementara nama Ar-Rahiim disebutkan lebih dari 100 kali, keduanya
bersumber dari satu sifat yaitu ( الرَّ حْ َمةkasih sayang). Adapun perbedaan di
antara keduanya, maka Ar-Rahmaan berkaitan dengan sifat dzatiah Allah
yaitu ditinjau dari sifat rahmat Allah yang merupakan maha rahmat.
21
Lihat : al-Maqshad al-Asna (95).
37
Adapun Ar-Rahim berkaitan dengan sampainya sifat rahmat tersebut
kepada para makhluk-Nya. Contoh-contoh lain seperti:
ْ dan الم ْق َتدر.
Dari sifat الق ْد َرةAl-Qudrah ada nama-nama Allah ال َقادر, ال َقديْر, ْ
Dari sifat العلوAl-‘Uluw ada nama-nama Allah ال َعلي,ْ اْلَعْ لَى, dan الم َت َعال.
ْ
Dari sifat ْال َك َرمAl-Karom ada nama-nama Allah ْال َكريْمdan اْلَ ْك َرم.22
Dalam ayat ini Allah disebut dengan ( َشيْ ءsesuatu). Ini merupakan
pengabaran tentang Allah dengan pengabaran yang tidak mengandung
perendahan kepada Allah.
Setiap nama Allah menunjukkan atas Dzat Allah dan juga sekaligus
menunjukkan akan sifat Allah. Contoh :
22
Lihat: Asmaa Allah , al-Ghushn (134) dan Manhaj Ibn Hajr fi al-Áqidah (1/526)
38
“Tuhanmulah yang Maha Pengampun, lagi mempunyai rahmat” (QS Al-
Kahfi: 58).
Kedua : Nama Allah ( ْال َغف ْورAl-Ghafuur) mengandung sifat ( ْال َم ْغف َرةal-
Magfirah). Nama ْال َغف ْورbanyak Allah sebutkan di dalam Al-Qur’an, dan
disamping itu di dalam Al-Qur’an Allah juga mengabarkan bahwa Allah
memiliki sifat ( ْال َم ْغف َرةal-Magfirah). Allah berfirman,
ََ ه َّ َ َّ َ َ ه
ّىلع ظل ِم ِهم
ّ اسّ ِ ك ذلو َمغفِ َرةّ ل َِّلنّ ِإَون رب
ّ
“Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai ampunan (yang luas)
bagi manusia sekalipun mereka zalim” (QS. Ar-Ra’du: 6)
َّ َ َّ َ َ ه
ّك ذلو َمغفِ َرةّ ن رب ّ ِإ
“Sesungguhnya Rabb-mu benar-benar mempunyai ampunan” (QS. Fushhilat:
43)
َ َّ
ِ ِع ال َمغفِ َرّة ّ ن َر َّب
ّك َواس ه ّ ِإ
“Sesungguhnya Tuhanmu maha luas ampunan-Nya” (QS. An-Najm: 32)
Ketiga : Nama Allah ( ْال َعزيْزAl-‘Aziiz) mengandung sifat ( ْالع َّز َةal-‘Izzah).
Nama ْال َعزيْزbanyak Allah sebutkan di dalam Al-Qur’an, disamping itu di
dalam Al-Qur’an Allah juga mengabarkan bahwa Allah memiliki sifat ْالع َّز َة
(al-‘Izzah). Allah berfirman,
َ َّ َ َّ َّ َ
هللِ مجِيعا
ّ ِ ن العِزّة
ّ ِ فإ
“Maka sesungguhnya semua keperkasaan kepunyaan Allah” (QS An-Nisa :
139)
َ َّ َ َّ َّ
هللِ مجِيعا
ّ ِ ن العِزّة
ّ ِإ
“Sesungguhnya keperkasaan seluruhnya milik Allah” (QS. Yunus: 65),
َ ه َ َ َ َ ه
ّ ب ال ِع َّزّة ِ ع َّما يَ ِصف
ون ّ ِ ان َر لب
ِّ ك َر ل ّ ح سب
“Maha Suci Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka
katakan” (QS. As-Shaffat: 180).
39
“Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai
Kekuatan lagi Sangat Kokoh” (QS. Adz-Dzariyat: 58)
23
Demikian juga dalam hadis-hadis, banyak disebutkan tentang sifat-sifat Allah. Di antaranya sabda
Nabi Muhammad,
َ ه إ َِل ّهِ بَ َ ه
َِصّهه مِنّ خلقِ ّه
ََ َ َ ور لَوّ َك َش َف هّه َْلَح َرقَتّ هس هب
َ ّح ه ِّجابه هّه انلُّ ه
َ ح
ِ ّ ات وج ِه ّهِ ما انت
“Hijab-Nya adalah cahaya, seandainya Allah menyingkapnya maka cahaya wajahnya akan
membakar seluruh makhluk yang sampai padanya penglihatan/pandangan Allah” (HR. Muslim No.
179). Pada Hadis ini Nabi Muhammad menyebutkan sifat “penglihatan” Allah, yang darinya
ditetapkan nama Allah ( البَصيْرyang Maha melihat). Juga sabda Nabi tentang doa istikharah :
َ َ ََ َ ه َ ه ن أَس َتخ ه ل َّ
ّ ك بِقد َرت
ِك ّ ك وأستقدِر َّ ِري
ّ ك بِعِل ِم ّ ِ ِ الل هه َّّم إ
“Ya Allah sesungguhnya aku meminta-Mu untuk memilihkan bagiku dengan ilmu-Mu, dan aku
memohon menguatkan aku dengan kekuasaan-Mu” (HR. Bukhari No. 6382). Aisyah radhiallahu
‘anha pernah berkata,
َ َّ َّ َ ه
َّ ِع َسم هع هّه اْلص َو
ات َّ هلل ِ اذلِي َوس
ّ ِ احلم ّد
“Segala puji bagi Allah yang pendengaran-Nya meliputi seluruh suara” [Shahih al-Bukhari (9/117)]
40
tersebut, yaitu Dzat Allah) dan juga sebagai penunjuk sifat yang dikandung
oleh nama tersebut. Maka dari sini bisa disimpulkan bahwa :
24
Al-Alusi berkata, “Sebagian orang menghikayatkan bahwasanya Jahm bin Shafwan At-Tirmidzi
menyeru orang-orang kepada mazhabnya yang batil yaitu bahwasanya Allah adalah Al-‘alim namun
tanpa memiliki sifat ilmu, Allah adalah Al-Qadir akan tetapi tanpa memiliki sifat qudrah, dan
demikianlah pada seluruh sifat-sifat Allah. Pada suatu hari ia duduk dan mengajak orang-orang
kepada mazhabnya, dan di sekeliling beliau banyak orang berkumpul. Lalu datanglah seorang arab
badui dan berhenti seraya mendengarkan penjelasan Jahm bin Shafwan. Lalu Allah membimbingnya
hingga ia mengetahui batilnya mazhabnya Jahm. Orang arab badui tersebut lalu menyatakan
syairnya,
ََ ََ َ َ َ َ ه َ َّ َ َ
ّال يَوماّ قو ّل َجهمّ فقدّ كفر
ّ ن َجهما اكف رِّر بَانَۚكف هرّهه … َو َمنّ ق
ّ ِ ال إ
ّأ
Ketahuilah bahwasanya Jahm kafir, telah jelas kekafirannya….barang siapa yang suatu hari
berpendapat dengan pendapat Jahm maka ia sungguh telah kafir.
َ َ َ َ َ ه َّ َ ر ه َ ل
ّال بََص ّ ِ ىم إِل َه هّه … َس ِميعاّ ب
ّ ِ ال َسمعّ بَ ِصرياّ ب ّ ِ ن جه ّم إِذّ يس
ّ لقدّ ج
Sungguh telah gila Jahm, ketika ia menamakan tuhannya….dengan “maha mendengar” namun
tanpa pendengaran, “maha melihat” namun tanpa penglihatan,
َ َ َ َ ه َ َ َ ًّ َ َ
ّ َ ال خ
َب ّ ِ ال لطفّ خبِرياّ ب
ّ ِ ال رِضا … ل ِطيفاّ ب ّ ِ َعل ِيماّ ب
ّ ِ ال عِلمّ رضِ يا ب
41
Kaidah Ketiga
Penunjukan Nama-nama Allah terhadap Dzat dan Sifat-Nya
dapat dilakukan dengan cara َدالَلَ ُة ا ْل ُم َطا َب َق ِةmuthabaqah
َ َدالَلَ ُة ال َّتtadhammun (kandungan), dan ِاال ْلت َِز ِام َدالَلَ ُة
(selaras), ض ُّم ِن
iltizam (konsekuensi)25
“maha berilmu” namun tanpa ilmu, “Yang rida” namun tanpa meridai….”Yang maha lembut” namun
tanpa kelembutan, “maha mengetahui” namun tanpa pengetahuan,
َ َ ه ر ه َ ر َ َ ر َ َ َ َ َ َ
ّال خ َطر
ّ ِ ري ب ّ ِ ال يَا َجه هّم قائ
ّ ل … أبهوك امر ّؤ حرّ خ ِط ّ أيهرضِ ي
ّ ك أنّ لوّ ق
Apakah engkau -wahai Jahm- suka jika ada seseorang berkata….”Ayahmu seorang yang merdeka
dan mulia, namun tanpa kemuliaan”
هَ ه َ َ ر َ َ َ ر
ّ َ ال هطولّ خيال ِف هّه الق
َِص ّ ال َب َها … طوِي
ّ ِل ب ّ ِ َال مِلحّ ب
ّ ِه ب ّ ِح ب
ّ مل ِي
“tampan” namun tanpa ketampanan,…”tinggi” namun tidak tinggi yaitu pendek…
ر َ َ َ َ
ّل همش َت ِهر ّ ل َمو هصو
َّ ِ ف َوب
ِّ اجله ِّ ال َوفا … فبِال َعق ّ ِ ال َحلمّ َو
ّ ِف ب ّ ِ َحل ِي رّم ب
“ayahmu bijak” namun tanpa kebijakan, “setia” namun tanpa kesetiaan….ayahmu disifati dengan
“berakal” akan tetapi terkenal dengan kebodohan…
َ َ َ ر َ َ ر َ َ َ َ َ َّ ر
ّال صِ غر
ّ ِ ِري ب
ّ ال كَِبّ صغ
ّ ِ ري ب ّ ِ ال هجو ّد قويّ ب
ّ ِ ال ق َِوى … كب ّ اد
ّ جو
“ayahmu dermawan” namun tanpa kedermawanan, “yang kuat” namun tanpa kekuatan….”besar”
tanpa ada sifat besar, “kecil” tanpa ada sifat kecil…
َ
ِّ َق الب
ش َ َاهلل يَا أ
َّ مح ّاك ه
ََ َ َ َ َ
َّ أ َمدحا ت َر هّاه أمّ ه َِجاءّ هو َس َّبةّ … َوهزأّ كف
Apakah menurutmu ini adalah pujian ataukah penghinaan dan ejekan serta celaan?…..Semoga Allah
mengenyahkanmu wahai manusia terbodoh
َ َ
ّىل َسقر
َ َ ه َ له ه
ّ ِ ريهمّ ع َّما ق ِريبّ إ َّ ان بهعِث َ ّ ه
ر َ َ َّ َ
ّ ك شي َط
ِ ت ِْلمةّ … تص ّ فإِن
Sesungguhnya engkau adalah setan yang diutus untuk umat….engkau mengantarkan mereka
sebentar lagi ke neraka Saqor….
Maka Allah pun mengilhamkan kepada arab badui ini tentang hakikat mazhab Ahlusunah, dan
dengan sebab keberkahan syairnya tersebut banyak orang yang kembali kepada kebenaran.
Abdullah bin al-Mubaarok berkata, كَ َث اْلَعْ رَ ابيَّ رَ حْ مَة ْلولَئ
َ “ إنَّ هللاَ َتعَالَى َبعSesungguhnya Allah telah
mengirim arab badui ini sebagai rahmat untuk mereka” (Jalaau al-‘Ainain fi Muhaakamat al-
Ahmadain hal 151)
25
Lihat pembahasan kaidah ini di al-Kaafiyah asy-Saafiyah (atau Nuuniah) Ibnul Qayyim. Beliau
berkata :
ه ر ُّ ه َ َ َ َ ََه َ َ َ َ ه
ِّ ال … ثّ ك َها َمعلو َم ّة بِبَ َيا
ن ّ ودالل ّة اْلسما ّءِ أنو
ّ اع ث
Penunjukan lafaz dari nama-nama Allah ada 3, semuanya diketahui dengan penjelasan
َ
ِّ ح ال هَبها
ن َ ِ اك تَ َض ُّمنا … َو َك َذا ال
َّ ِزتاما َواض
َ َ َ َ َ َ َّ ه
َّ ابقةّ كذ دلتّ مط
Penunjukan dengan cara muthabaqah,tadhammun, dan iltizaam, jelas penjelasannya.
َّ َ َ َ َ َ َّ َ َّ ه َ َ َ ه
ِّ ن … االِس َّم هيف َه هّم مِن هّه َمف ههو َم
ان ّ هأ ّ ِ أما مطابق ّة الالل ّةِ ف
Adapun dalalah muthabaqah yaitu dipahami dari nama Allah dua perkara
َّ َ ه َ َ َ َ َ ه
ِّ ْيا
ن ِ ُّّ ف اذلِي … يهش َت
َ ق مِن هّه االِس هّم بال ِم ّ ِك الوص ّ ات ِاإل
ّ ل ِ وذل ّ ذ
Dzatnya Allah dan sifat yang diambil dari nama tersebut sesuai dengan wazannya
َ َ َ ه ََ ََ َ َ
ِّ ىلع إِح َداه َما … َب َتض ُّمنّ فاف َهم هّه فه َّم َب َي
ان ّ لكِنّ دالَله هّه
Akan tetapi penunjukan nama Allah kepada salah satu dari keduanya maka ditunjukan dengan
dalalah tadhammun, maka pahamilah dengan pemahaman yang jelas.
42
Tiga cara penunjukan ini bisa diterapkan dalam segala hal, semisal kita
terapkan pada kata “rumah”, maka:
Dengan cara muthabaqah menunjukkan akan rumah itu sendiri
secara utuh yang tersusun dari semua bagian, mulai dari fondasi
hingga atap.
Dengan cara tadhammun menunjukkan akan fondasi saja, atau
menunjukkan akan pintu saja, atau menunjukkan akan tiang saja dari
rumah tersebut.
Dengan cara ilitizam menunjukkan bahwa rumah tersebut ada yang
membangunnya atau ada yang memilikinya. Yaitu menunjukkan
sesuatu yang bukan bagian dari rumah, akan tetapi merupakan
konsekuensi dari rumah, yaitu yang membangun atau yang memiliki
rumah.
َ ه َّ َ َ َ ر َّ َ َ َ َ َ َ َ ه ه َ َ ل
ّان
ِ ام د
ّ ق مِنها فال ِزت ّ يت … َما اشت
ّ ِ الصف ّةِ الِ ىلعّ وكذا دالَل ّه
Demikian pula penunjukannya kepada sifat yang tidak diambil dari nama tersebut, maka
penunjukannya dengan dalalah iltizam
َ َ َ َ ه
َّ ِك لَف َظ هّة
َ الر َ َ َ ََ َ
ِّ مح
ن ّ ت ِذلا مِثاالّ بَ َّي َّنا … ف ِمث
ّ ال ذل ّ ِإَوذا أرد
Dan jika engkau ingin permisalan maka kami akan jelaskan. Maka contohnya nama Allah: Ar-
Rohman.
َ ه َّ َ َ َ ه َ َ َ َر ه ه
ِّ مح ّة َمدلول َها … ف هه َما ل َِهذا اللفظِّ َمدلوال
ن ل ِ ور
ّ اإل
ِ اتّ ذ
Maka dzat Allah dan sifat rahmat, maka keduanya ditunjukan dengan nama ini (secara
muthabaqah)
َ َ َ َ َّ ه َ ه َ َ ه َ َ ر
ن َّ ِن ذا َواض
ِّ ح اَلل ِب َيا ّ ـه تضم ِّ ض ِذلا ال َموضو
ّ ِ … ع فـ ّ إِحداهما بع
Salah satu dari keduanya (dzat atau rahmat) maka ditunjukan dengan dalalah tadhammun dengan
jelas
ِّ مح
ن َّ ين ل ه هزو َّم العِل ِّم ل
َ ِلر َ َ َ َ ل
ّ ح الزِ هّم ذل
ّ َ ِك ال َمـ … ـع
ه َ
ّ لكِنّ َوص
ِّ ف ال
Akan tetapi sifat al-Hayyu (maha hidup) ditunjukan dengan kelaziman dari sifat rahmat,
sebagaimana juga sifat al-ílmu juga ditunjukan dengan iltizam
ان
َ ل َ َ ُّ ه
ِّ ق ذو ت ِب َي
ّ ني واحل َ ِ ال ََله هّه َعلَي ّهِ بال
ّ ِ زتا … مّ ب
َ َ َ َ
ف ِِلا د
ِ
Karenanya penunjukannya kepada sifat ilmu adalah jelas dengan dalalah iltizam, dan al-Haq
(kebenaran) itu bisa dijelaskan.
Dalam bait-bait di atas Ibnul Qayyim memberi contoh ke-3 dalalah tersebut dengan nama Allah ﷻ
Ar-Rahman :
Dengan muthabaqah maka menunjukkan dzat Allah dan sifat rahmat.
Dengan tadhammun menunjukkan dzat Allah saja atau menunjukkan sifat rahmat saja.
Dengan iltizam menunjukkan sifat di luar dari sifat rahmat tapi merupakan kelaziman dari
sifat rahmat, yaitu menunjukkan sifat maha hidup dan sifat maha ilmu.
43
yang berada di luar lafaz tersebut, akan tetapi merupakan kelaziman dari
lafaz tersebut.
Jika kita terapkan (misalnya) pada nama Allah “Al-Khaliq” (sang Pencipta),
maka:
Dengan cara muthabaqah (selaras) menunjukkan akan Dzat Allah
dan sifat “al-Khalq” (menciptakan).
Dengan cara tadhammun menunjukkan akan Dzat Allah saja atau
menunjukkan akan sifat “al-Khalq” (sifat menciptakan) saja.
Dengan cara ilitizam menunjukkan sifat “al-‘Ilmu” (mengetahui)26,
“al-Qudrah” (mampu), dan “al-‘Iradah” (berkehendak). Hal ini karena
Allah tidak mungkin menciptakan kecuali dengan tiga sifat tersebut.
44
At-Thabari berkata “ ب َمرْ أى م َّنا َو َم ْن َظرBerlabuh dengan pandangan kami dan
perhatian Kami”27 Muqatil bin Hayyan berkata, “ بح ْفظ َناDengan penjagaan
Kami” 28
Buktinya di ayat yang lain At-Thabari menetapkan sifat mata bagi Allah,
dan berdalil َ dengan perkataan para salaf. At-Thabari berkata, َ َ َ هه
َ َ َ ه َ َ َ َّ ه ه
َ َ َ َ ه ّ ّ”ّ{واصنعِّّالفل:ّنّع َّباس
ّ}كّبِأعينِناّووحيِنا ِّ نّابِّ ك…ّع َّ اهللِّ َو َوحي ِ ّهِّك َماّيَأ هم هر
ّ ّني ّ لّ{بِأعيهن ِ َنا}ّ َيق
ِّ ّب ِ َع:ول ّ وقو
َّ َ َ َ َ ََ ََ َ َّ َ َ
ِاهللِّ َو َوحي ِ ّه
ّ ّني ّ ّ”ّ{بِأع هين ِ َناّ َو َوحي ِ َنا}ّق:ِل
ِّ ّب ِ َع:ال ِّ يفّقو ّ ِ ّاهلل ِ…ّعنّّقتاد ّة ّ ّني ِّ ّب ِ َع:ال
ّ ق
“Dan firman Allah “ بأَعْ ين َناdengan mata Kami” (QS Hud : 37), Allah berkata,
‘Dengan mata Allah dan wahyu-Nya sebagaimana Allah memerintahkan
mu’…. Dari Ibnu Abbas ia berkata tentang firman Allah َواصْ َنع ْالف ْل َك بأَعْ ين َنا َو َوحْ ي َنا
‘Dan buatlah kapal dengan mata Kami dan wahyu Kami’ (QS Hud : 37),
‘Dengan mata Allah’…. dari Qatadah tentang firman Allah بأَعْ ين َنا َو َوحْ ي َنا
“dengan mata Kami dan wahyu Kami” (QS Hud : 37), ia berkata, ‘Dengan
mata Allah dan wahyu-Nya’” 30
27
Tafsir at-Thabari (22/126).
28
Tafsir al-Baghawi (7/429).
29
Karenanya ketika Nabi Musa dan Harun takut untuk menemui Firaun, maka Allah menenangkan
mereka berdua dengan menyatakan bahwa Allah akan bersama mereka dan melihat mereka, karena
jika Allah melihat mereka melazimkan bahwa Allah akan menjaga mereka. Allah berfirman,
َّ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َّ َ َ َ ه َ َ َ َّ َ َّ َ َ َ َ ه َ َ ه َ َّ َ َ َ َ
ّ ِ ال َتافا إِن
ين ّ ق،ط َعلي َنا أوّ أنّ َيطَغ
ّ ال ّ اف أنّ يف هر ّ ق،ل قوالّ ِللِنا ل َعل هّه َي َتذك هّر أوّ خيَش
ّ اال ربنا إِننا َن ّ فق،ن إِن هّه َطَغ
ّ وال ّ ىل ف ِرعوّ ِ اذه َبا إ
َ َ ه
َم َعك َما أس َم هّع َوأ َرى
“Pergilah kamu berdua kepada Firaun, karena dia benar-benar telah melampaui batas. Maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya (Firaun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-
mudahan dia sadar atau takut. Keduanya berkata, Ya Tuhan kami, sungguh, kami khawatir dia akan
segera menyiksa kami atau akan bertambah melampaui batas. Dia (Allah) berfirman, Janganlah
kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.”
(QS. Thaha: 43-46)
30
Tafsir at-Thabari (12/392-393).
45
Yaitu “ بجود َو َك َرمkedermawanan” dan “ ْال َع َطاءpemberian”, sebagaimana yang
disebutkan َ oleh At-Thabari dalam tafsirnya. Beliau berkata,
َ ََ َ َ ه ه َ َّ َ َ َ ه َ َ َ َ َ َ َ َ َّ
َ
ِّب بِأيدِي ِهم َّ َ
ّ ِ اء انل
ّ اس وبذ ّل معروف ِ ِه ّم الغال َ
ّ ن عط ّ اء ِْل ّ َ ِك َوال َمع
ّ العط: ين ّ اىل ذِك هرّهه اِلَ َّد بِذل
ّ ف ت َع
ّ ِإَونما وص
“Hanyalah Allah menyifati tangan dengan demikian (yaitu terbentang) dan
maknanya adalah pemberian, karena orang-orang tatkala memberi dan
melakukan kebaikan biasanya dengan tangan mereka”31
31
Tafsir at-Thabari (8/552)
32
Ibnu Jarir At-Thabari setelah itu dengan tegas menyatakan bahwa tafsir yang benar dari firman
Allah,
ِّ وط َتا
ن َ يَ َد ّاهه َمب هس
“Dua tangan Allah terbentang” (QS. Al-Maidah: 64) adalah dengan menetapkan sifat dua tangan
Allah yang hakiki. [Lihat: Tafsir at-Thabari (8/555-557)]. Beliau menyebutkan beberapa alasan yang
menguatkan bahwa tangan Allah adalah sifat Allah yang hakiki:
Pertama : Jika tangan ditafsirkan dengan qudrah atau nikmat maka Adam ‘alaihissalam menjadi
tidak spesial dan istimewa, karena semua makhluk selain Adam ‘alaihissalam juga diciptakan dengan
qudrah Allah.
Kedua : Allah menggunakan lafaz ( ال َّتثنيَةtatsniah) yang menunjukkan bilangan dua, maka jika tangan
diartikan nikmat maka menjadi “dua nikmat”, padahal nikmat Allah tidak terbatas. Jika tangan
ditafsirkan dengan qudrah (kemampuan) maka maknanya menjadi “dua kemampuan”, padahal
kemampuan Allah tidak terbatas.
Ketiga : Jika maksud tangan adalah jenis kenikmatan atau jenis qudrah maka seharusnya dengan
lafaz mufrad (tunggal) yang menunjukkan jenis dan bukan dengan lafaz at-tatsniah (yang
menunjukkan dua).
46
Ketiga : Imam Bukhari rahimahullah berkata,
َّ َ ر َّ َ َ ه َّ َ َ ه َ ه َ ه َّ َ ه َ َ ه َ ُّ ه
ِ اهلل
ّ ّيدّب ِ ّهِّوج ّه
ّ ِالّماّأر
ّ ِ ّإ:ال
ّ الّمل ِك ّهّّويق
ّ ِ الّوجه ّه}ّإ
ّ ِ ِكّإ
ّ لكّيشءّّهال
ّ {
“Segala sesuatu akan binasa kecuali wajah-Nya” (QS. Al-Qashash: 88) yaitu
“ إ َّال َمل َكهKecuali Raja segala sesuatu”, dan dikatakan (pendapat yang lain)
yaitu “Kecuali apa yang diinginkan darinya wajah Allah” 33
PERHATIAN PENTING
Imam Bukhari rahimahullah ketika menafsirkan firman Allah كل َشيْ ء َهالك إ َّال
وجْ َهه,َ beliau menafsirkan dengan menukil perkataan para salaf tentang
makna ayat ini, karena ternyata pendapat para salaf tentang ayat ini
kembali pada dua pendapat34
dan para ahli tafsir” [Lihat: Tafsir at-Thabari (8/557)]. Demikian pula Al-Baghawi dalam tafsirnya
[Lihat: Tafsir al-Baghawi (3/76-77)].
33
Shahih al-Bukhari (6/112), Kitab Tafsir Al-Qur’an, surat Al-Qashash
34
Imam Ibnu Jarir At-Thabari rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini beliau hanya menyebutkan 2
pendapat [Lihat: Tafsir At-Thabari (18/358)]
35
Ini adalah pendapat Mujahid dan At-Tsauri rahimahumallah [Lihat: Tafsir Ibn Abi Haatim
(9/3028)].
47
“Segala sesuatu akan binasa kecuali wajah-Nya”, dan berkata Ma’mar (yaitu
Abu Úbaidah bin Al-Mutsanna) ( إ َّال َمل َكهKecuali Kerajaan-nya)”
Ini menunjukkan bahwa إ َّال َمل َكهsama maknanya dengan إ َّال ه َو, yaitu sama-
sama kembali maknanya kepada Dzat Allah itu sendiri, hanya saja Imam
Bukhari menyebutkan perkataan Ma’mar secara maknanya bukan lafaznya.
Dengan demikian yang benar perkataan Imam Bukhari dibaca dengan إ َّال
( َمل َكهyang artinya : Kecuali Raja segala sesuatu yaitu Allah )ﷻbukan dibaca
dengan ( إ َّال م ْل َكهyang artinya : Kecuali kerajaan-Nya)37
PERINGATAN PENTING
Sebagian orang menyangka bahwa Imam Bukhari rahimahullah
menakwil ayat sifat. Mereka berdalil dengan membaca penafsiran Imam
Bukhari tentang ( إ َّال َوجْ َههkecuali wajah-Nya) dengan “ إ َّال م ْل َكهKecuali
kerajaan-Nya”. Sehingga makna yang terkandung adalah Imam Bukhari
menafsirkan wajah dengan kerajaan. Dengan demikian mereka
menganggap bahwa Imam Bukhari mengikuti mazhab mereka yaitu
menolak sifat-sifat Allah. Namun persangkaan ini tidaklah benar, karena
kalau seseorang meneliti bagaimana akidah Imam Bukhari maka dia akan
tahu bahwasanya Imam Bukhari menetapkan sifat-sifat Allah (yang ditolak
oleh kaum Asya’irah dan Jahmiyah), di antaranya beliau menetapkan sifat
36
Lihat: Fath al-Baari (8/505).
Apa yang dinukil oleh Ibnu Hajar rahimahullah persis sebagaimana yang terdapat dalam kitab Majaz
al-Qur’an. Abu Úbaidah Mámar bin al-Mutsanna berkata,
َ َ َ َ َ ُّ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ َ ه ل ه َّ ر َ ُّ ه
ِّّلك ّيشءّ ّمِنّ ّ َج َّنةّ ّ َونارّ ّ َو َملكّ ّ َو َس َماءّ ّ َوأرضّ ّ َو َملك
ّ ّكّ ني ّفإِذا ّهل ِّ ني ّانلفخت ّ ين ّب ّ إال ّه ّوِ ّ… ّوهذا ّالمع ّ ّ :ال ّ َوج َه هّه» ّجمازهّ ِ ِك ّإ
ّ لك ّيشءّ ّهال ّ «
َ َ َ َ َّ ه َ َ َ َ َ ه َ َ
اد ّ ّالصو ّرِّانلَّفخ ّةّاآلخ َِرّةَّ َوأ َع ّد
ّ لكّ َج َّنةّّ َونارّۚ َو َملكّّ َو َماّأ َر ُّ ّيف ّ قّ َوح َد ّههّّنف
ّ ِ ِّخ َّ ِ َال َموتِّّفإِذاّب
“Firman Allah كل َشيْ ء هالك إ َّال َوجْ هَهmajaz (tafsir) nya adalah “ ّإال هوKecuali Dia (Allah)”… dan makna ini
terjadi antara dua tiupan sangkakala. Jika telah binasa segala sesuatu, termasuk surga, neraka,
malaikat, langit, bumi, dan malaikat maut, maka jika tersisa Allah sendirian ditiupkanlah sangkakala
tiupan yang terakhir, dan Allah mengembalikan kembali, surga, neraka, malaikat, dan apa yang
Allah kehendaki” [Majaz al-Qur’an (2/212)]
37
Lihat penjelasan Syaikh Abdul Muhsin al-Ábbaad dalam Syarh Sunan Abi Daud pada dars No. 573.
Peringatan : Kalaupun dibaca dengan ُﻻ ا ُﻣ ْﻠ َك اﻪ إِ َ ا, maka maksudnya adalah sifat Al-Mulk (maha memiliki)
nya Allah, bukan Al-Mulk yang berarti ciptaan Allah yang merupakan makhluk. Karena kalau artinya
demikian maka akan terjadi kontradiktif, sehingga makna ayat menjadi, “ Semuanya akan hancur
kecuali semua ciptaan Allah”. Akan tetapi makna ayat adalah, “Semua akan binasa kecuali sifat
kepemilikan Allah”, sebagai kelaziman dari tetap kekalnya wajah Allah, yang melazimkan kekalnya
dzat Allah, dan melazimkan kekalnya sifat-sifat dzat Allah di antaranya sifat Al-Mulk (Maha memiliki)
48
wajah bagi Allah. Berikut beberapa sifat Allah yang ditetapkan oleh Imam
Bukhari:
Sifat suara, yaitu Allah berbicara dengan suara38
Sifat mata bagi Allah39
Sifat kedua tangan 40
38
Imam Bukhari (wafat 256 H) berkata,
َ َ َ َّ َ َ َ َ هه َّ َّ َ َ َ َ ََ َ َ َهه َ َه َ َ َ َ َهه َ َه َّ َّ َّ
ّف ّهذا ّ ّ ال ّأبهو ّعب ِّد
ّ ِ ّ” ّو:ِ اهلل ّ ل ّذِكرّه ّقّ اهلل ِّ َع َّّز ّ َو َج
ّ ّ ِّس ّهذا ّل ِغريّ ب ّفليّ ل ّ هي َنادِي ّب ِ َصوتّ ّيسمع ّه ّمنّ ّبع ّد ّكما ّيسمع ّه ّمنّ ّقر ّ اهلل ّ َع َّّز ّ َو َج
َّ ّ ِإَون ّ
َ َ َ َ َّ َ َ َ َ ه َ ه ه ه ه َ ه ه ه ه َّ َ َّ َ َ َّ َ َ َ َ ه ه َ َّ َ َ َّ َ ر َ
ِّونّمِنّّصوت ِ ّه ّ نّالمالئِك ّةّيصعق ّ بّوأِّ لّذِك هرّهّيس َم ّعّمِنّّبعدّّك َماّيس َم ّعّمِنّّقر ّ اهلل ِّج
ّ ّت ّ ن ّ صو ّ قّ ِْلِّ اتّاخلل ّ الّيشب ِ ّهّأص َوّ ِّ اهلل
ّ ّت ّ نّصو ّ لّأ ّ د ِِل
َ َ ه َ ر َ َّ َ ََ َ ََ َ َه ل َّ َ َ ه َ َ َه َ َ َ َ
ّيفّ ِ ّ ِيوجد ّيش رّء ّمِنّ ّصِ فات ِ ّه
ّ ّ ال ّ ل ّ َو ّ اهلل ِ ّن ِدّ ّ َو
ّ ال ّمِث ّ ّ س ّل ِِصف ِّةّ َ هلل ِ ِّأن َدادا} ّفلي
ّ ِ ّ ال ّجتعلواّ ّ{ف:لّ ال ّ َع َّّز ّ َو َج
ّ فإِذا ّت َنادى ّال َمالئِك ّة ّلمّ ّيهص َعقوا ّ َوق
ه
َّ ال َمخلوق
“ِني
“Dan sesungguhnya Allah menyeru dengan suara yang didengar orang yang jauh sama sebagaimana
didengar oleh orang yang dekat. Dan seperti ini tidak bisa bagi selain Allah. Dan ini adalah dalil
bahwasanya suara Allah tidak seperti suara-suara makhluk, karena suara Allah didengar oleh orang
yang jauh sebagaimana pendengaran orang yang dekat. Jika para malaikat mendengar suara Allah
maka mereka pingsan, dan jika para malaikat –di antara mereka- saling memanggil maka mereka
tidak pingsan. Allah telah berfirman,“Karena itu janganlah kamu Mengadakan tandingan-tandingan
bagi Allah” (QS. Al-Baqarah: 22). Maka tidak ada tandingan bagi sifat Allah, dan juga tidak ada yang
menyamai, dan tidak ada satu sifat Allah pun yang ada pada para makhluk” [Khalqu Af’al al-‘Ibaad
(91-92)]
Imam Bukhari menjelaskan poin perbedaan suara Allah dengan suara makhluk, di antaranya:
Suara Allah didengar sama bagi orang yang jauh maupun yang dekat, dan ini berbeda
dengan suara manusia.
Malaikat akan pingsan jika mendengar suara Allah. Berbeda dengan suara malaikat, mereka
saling mendengar suara di antara mereka ketika berbicara (tidak pingsan)
39
Imam Bukhari rahimahullah berkata,
لا َا
{ا{ َاﻭﻟِﺘُصْ نَ َاﻊا َﻋﻠَىا َﻋ ْﻴنِي:ّللاِاتَ َعﺎﻟَى ﺑَﺎبُااﻗَﻮْ ِا
“Bab firman Allah, “dan agar engkau (wahai Musa) dipelihara di atas mata-Ku”. Lalu Imam Bukhari
membawakan 2 Hadis tentang Dajal yang matanya buta sebelah sementara Allah tidak buta sebelah,
ر ر َ َّ َ َ َ ه َ ّالّأَع َو هّر
َ َّ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َّ َّ َّ َ َ َ َ َ َ ه
»نّعي َن هّهّع َِن َب ّةّ َطاف َِي ّة
ّ ينّكأّ نيّاِلم
ِّ الع ّ ال َّجِّيح
ّ ِإَونّالمس
ّ ّ–ِّىلّعين ِ ّه
ّ ِ ارّبِي ِد ّه ِّإ
ّ سّبِأعو ّرّ–ّوأشّ اهللّلي
ّ ّن ّ ِ يفّعليكمّ إ ّ الّخي ّ ّاهلل
ّ ّن ّ ِ «إ
“Sesungguhnya Allah tidaklah samar bagi kalian, sesungguhnya Allah tidaklah buta sebelah -dan
Nabi mengisyaratkan dengan tangannya ke mata beliau-, dan sesungguhnya Dajal mata kanannya
buta, seakan-akan matanya seperti buah anggur yang muncul.”
َ َ َ َ َ َ ل َّ َ َ َ َ َ ه َ َ َ َ َّ َ َّ ه َ َ ه َّ َ َّ ه َ َ َ َ َ َ ه ر َّ َ َ َ َ
»نيّعيني ّهِّاكف رِّر
ّ وبّب
ّ سّبِأعو ّرّمكت
ّ ِإَونّربكمّّلي
ّ ّابّإِن ّهّأعو ّر
ّ الّأنذ ّرّقوم ّهّاْلعو ّرّالكذ
ّ ِ يبّإ ّثّ ه
ّ ِ اهللّمِنّّن ّ «ماّبع
“Tidaklah Allah mengutus seorang nabi-pun kecuali ia akan memperingatkan umatnya dari sang
buta sebelah, yaitu sang pendusta. Sesungguhnya ia (Dajal) buta sebelah, dan sesungguhnya Rabb
kalian tidak buta sebelah. Tertulis “ َكافرKafir” Di antara kedua mata Dajal” [Shahih al-Bukhari
(9/121)].
40
Imam Bukhari rahimahullah berkata,
َ َ َ َ َّ َ َ ه
َّّ تّب ِ َي َد
}ي ّ اهلل ِّت َع
ّ ّ{ل َِماّخلق ه:اىل ّ ّابّقو ِّل
ّ ب
“Bab firman Allah “Kepada Adam yang Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku”. Lalu Imam Bukhari
menyebutkan hadis-hadis tentang sifat tangan Allah. Ibnu Batthal menjelaskan bahwa maksud Imam
Bukhari adalah menetapkan sifat dua tangan Allah. Beliau rahimahullah berkata,
َ َ َ َ َ َ َ َ ه ََ َ َ َ َ َ َ َه
ّ ان ّمِنّّصِ فاتِّ ّذات ِ ّهِ… ّلمّ ّجيهزّ ّأنّ ّ هيق
ّ:ال ِّ هلل ِّه َماّصِ ف َت ِّ ىلعّإِث َباتِّّيَ َدي
ّ ن ّا ِّ َى) ّ َو َسائِرِّّأ َحادِيثِّ ّابل
ّ ّاب َّّ ت ّب ِ َي َد
ّّ(ل َِماّخلق ه:اىل ّ ل ِّت َع ّا ِست ِدال ه
ِّ لّمِنّ ّقو
َّ َ َ َ َ َّ ه َ ه
ِّ الّإِن هه َماّن ِع َم َتا
ن ّ انّوِّ إِنهماّقدرت
49
Sifat ketinggian Allah di atas langit 41
Sifat wajah 42
“Imam Bukhari berdalil dengan firman Allah “Kepada Adam yang Aku ciptakan dengan kedua
tangan-Ku” dan seluruh hadis-hadis yang beliau sebutkan dalam bab ini untuk menetapkan sifat dua
tangan bagi Allah, yang keduanya adalah dua sifat dari sifat-sifat dzat Allah ….tidak boleh dikatakan
keduanya adalah dua qudrah, dan tidak boleh juga dikatakan keduanya adalah dua nikmat” [Syarh
Sahih al-Bukhari (10/436)].
41
Imam Bukhari dalam shahih-nya berkata “Kitab bantahan terhadap Jahmiyah” (dan judul seperti
ini terdapat dalam Shahih al-Bukhari dalam riwayat Al-Mustamli, dan juga terdapat pada nuskhah
Ibnu Batthal dan Ibnu At-Tiin, sebagaimana dijelaskan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar [Lihat: Fath al-Baari
(13/344)]. Dalam kitab tersebut Imam Bukhari juga membawakan dalil-dalil yang menunjukkan
bahwa Allah berada di atas langit sebagai bantahan kepada akidah Jahmiyah yang mengingkari
adanya Allah di atas langit. Imam Bukhari rahimahullah berkata,
َ َ ََ َ َ َ َ َ َ َ ه ه َ َ َ ه َ ه َّ ل ه َّ َ َ َ ه ه َ َ َ ه َ ُّ ه َ َ َّ َ َ ه
ِّ مج َرّةَّعنّّاب
ّنّع َّباسّّبَل ّغّأبَاّذ لّر ّ ّالّأبهو ّ ب}ّوق ّ ِ ّ{إِِل ّهِّيصع ّدّاللك ِّمّالطي:لّذِكرّه ّ ل ِّ َج
ِّ وحّإِِل ّهِ}ّ َوقو
ّ جّالمالئِك ّةّوالر ّ ّ{تعر:اىل ّ اهلل ِّت َع
ّ ّابّقو ِّل ّ ب
َّ َ َّ
َ ِّلّاذلِيّيَز هع هّمّأن هّهّيَأت ِي ّه َ َ َ َ َ َ َّ َ َّ ه
َّ ِّن
ِّالس َماء ّاخل َ ه
َّ َبّم ِّ ج َّ ّىلّعِل َّمّ َهذا
الر ه ّ اهللّ َعلي ّهِّ َو َسل َّمّفق
ّ ِ ّّّاعلم:ِالّ ِْلخِي ّه ّ يبّ َص
ّىلّ ه ّ َمب َع
ِّثّانلَّ ِ ل
“Bab firman Allah ‘Para malaikat dan Jibril naik ke Allah.’ (QS. Al-Ma’arij: 4), dan firman Allah,
‘Kepada Allah lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amalan saleh dinaikkan-Nya.’ (QS. Fathir:
10). Abu Hamzah berkata, ‘Dari Ibnu Abbas, bahwasanya pada saat kabar tentang diutusnya Nabi
Muhammad sampai kepada Abu Dzar radhiallahu ‘anhu maka Abu Dzar berkata kepada saudaranya,
‘Kabarkanlah kepadaku tentang ilmu orang ini (yaitu Nabi Muhammad) yang menyangka bahwa
telah datang kepadanya kabar dari langit!’.” [Shahih al-Bukhari (99/126)].
Pendalilan Imam Bukhari ini telah diisyaratkan juga oleh Imam Adz-Dzahabi rahimahullah dalam
perkataannya,
َ َ َ َ َ يف ّبَاب ّقَول ّ{إ َِل ّهِ ّيصعد ّال َلكم ّ ل َ
ّ الطيب} ّ َعن ّابن ّع َّباس ّق
ّال ّبلغ ّأبَا ّذر ِ ّ ِ ّ حيحه َ َ ّ الرد ّىلع
ِ اجله ِمية ّمن ّص َّ ّ يف ّكتاب
ّ ِ ّي َّحدِيث ّأخرجه ّابلهخارِ ل
الس َماء َ ِّالّ ِْلَخِي ّهِّاعلَمّىلّعلمّ َه َذاّالرجلّ َّاذلِيّيزعمّأَنهّيَأتِي ّه
ّ َ اخل
َّ َّبّمن َ ََ َ
ّ يبّصىلّاهللّ َعلي ّهِّ َوسلمّفق ّ ِ َّمبعثّانل
“Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab Bantahan terhadap Jahmiyah dari
kitab shahih-nya, yaitu pada Bab firman Allah, “Kepada Allah-lah naik perkataan-perkataan yang
baik dan amalan saleh dinaikkan-Nya” [Al-’Uluw li al-’Aliy al-Ghaffaar (65)].
42
Imam Bukhari rahimahullah berkata,
َّ َ ر َ ُّ ه َ َ َّ َ َ ه
}الّ َوج َه هّه
ّ ِ ِكّإّ لكّيشءّّهالّ {ّ:اىل ّ اهلل ِّت َع
ّ ّابّقو ِّل ّ ب
“Bab firman Allah “Segala sesuatu akan binasa kecuali wajah-Nya”. Lalu beliau membawakan hadis
dari Jabir bin Ábdillah beliau berkata,
َ َ َ َ َ ه َ َ َ َ َّ َ َ ه ه َّ ُّ َّ َ َ َ ه َ َه ه ه َ َ ه ََ َ َ َ َ َ ه َ َ َ َ
ّ:ال
ّ ك» ّفق ّ وذ ّبِوج ِه
ّ ّ«أع:اهلل ّعلي ّهِّوسل ّم
ّ ّ ىل ّ يب ّ َص ّ ث ّ َعليكمّ ّ َعذابا ّمِنّ ّفوق ِكمّ} ّق
ّ ِ ال ّانل ّ ىلع ّأنّ ّيبعّ ّ ّ{قلّ ّه ّو ّالقاد ِّر:ل َّما ّن َزلتّّه ِذ ّه ِّاآلي ّة
َّ َ ه َّ ُّ َّ َ َ َ ه َ َ َ َ َ ه َّ َ ه َّ ُّ َّ َ َ َ ه َ َ َ
ّ:اهلل ّ َعلي ّهِّ َو َسل َّم
ّ ّىل ّ يبّ َص ّ ّ{أوّ ّيَلب ِ َسكمّّش َِيعا} ّفق:ال
ّ ِ الّانل ّ ّ«أ هع:اهلل ّ َعلي ّهِّ َو َسل َّم
ّ وذّب ِ َوج ِه
ّ ك» ّق ّ ّىلّ يبّ َص ّ {أوّّمِنّّحتتِّّأر هجل ِكمّ}ّفق
ّ ِ الّانل
َ َ َ
»سّ«هذاّأي َ ه
“Tatkala turun firman Allah, (Katakanlah, Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu
dari atas kamu), Nabi Muhammad berkata, “Aku berlindung dengan wajah-Mu”, maka Allah
berfirman, (atau dari bawah kakimu), maka Nabi Muhammad berkata, ‘Aku berlindung dengan
wajah-Mu’, Allah berfirman, (atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling
bertentangan) (QS Al-Anáam : 65), maka Nabi Muhammad berkata, ‘Ini lebih ringan’.” (HR. Bukhari
No. 7406)
50
Dari sini, kita bisa ketahui bahwasanya kalaulah memang Imam Bukhari
menafsirkan ( إ َّال َوجْ َههkecuali wajah-Nya) dengan ( إ َّال م ْل َكهkecuali kerajaan-
Nya) -sebagaimana yang dipahami oleh mereka-, maka tidaklah
melazimkan bahwa Imam Bukhari menolak sifat wajah Allah. Telah jelas
ternyata beliau menetapkan sifat-sifat Allah (di antaranya sifat wajah) yang
ditolak oleh Jahmiyah, Muktazilah, Asya’irah, dan Maturidiyah. Akan tetapi
tafsir Imam Bukhari tersebut adalah tafsir dengan kelaziman.
Kaidah Keempat
“Nama-nama Allah tidak terbatas dengan jumlah tertentu”
“Imam Bukhari berdalil dengan ayat ini dan hadis tersebut atas bahwasanya Allah memiliki wajah
yang merupakan sifat dzat-Nya….maka tetaplah bahwasanya Allah memiliki wajah yang tidak
seperti wajah-wajah yang ada, karena Allah tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya” [Syarh
Shahih al-Bukhari (10/431)]. Karena jika doa Nabi Muhammad dalam hadis ini “Aku berlindung
dengan wajah-Mu” lantas wajah ditakwil dengan makna kerajaan Allah maka berarti Nabi
Muhammad telah berlindung dengan makhluk, yang hal itu adalah kesyirikan, karena kita hanya
boleh berlindung dengan sifat Allah.
43
Ini merupakan pendapat Ibnu Hazm rahimahullah, beliau berkata,
َ َ َ َ ََ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ هه ه َ َ َّ َ َّ َ َ
ّ يف أس َمائ ِ ّهِ … َو َمنّ أ َج
َاز َ س ّهِ فقدّ أ
ّ ِ حل ّد ِ اد شيئا مِنّ عِن ِّد نف
ّ ين منّ ز
ّ يه أسماؤّه احلس ّ ل َع َّّز َو َج
َّ ل ت ِس َعةّ َوت ِسع
َّ ِني اسما مِائةّ غ
ّ ِ ري َواحِدّ و ّن ه ّ وأ
َ ه َ َ َ
هذا ف ّه َّو اكف رِّر
“Dan bahwasanya Allah memiliki 99 nama, dan itulah al-Asma’ al-Husna. Barang siapa yang
menambah satu nama pun dari dirinya sendiri maka ia telah berbuat ilhaad (penyimpangan)…dan
barang siapa yang membolehkan menambah satu nama Allah saja dari 99 nama maka ia kafir.” [Al-
Muhalla bil Atsar (1/50)].
44
Bahkan An-Nawawi rahimahullah menghikayatkan kesepakatan para ulama akan hal itu. Beliau
berkata,
َ َ ه َ َ َ َّ َ َ ه َ َ ه َ َ َ َّ َ َ َ ه
حان هّه ّس فِي ّهِ َح ر
َّص ِْلس َمائ ِ ّهِ سب ّ َ ِيث لي
ّ ن هذا احلد
ّ ىلع أ
ّ اءّ ق العلم
ّ واتف
“Para ulama telah sepakat bahwa hadis ini (hadis 99 nama Allah-pen) tidak menunjukkan
pembatasan nama-nama Allah pada jumlah tertentu” [Al-Minhaj (5/17)].
51
Dalil-dalil yang menunjukkan nama-nama Allah tidak terbatas pada
jumlah tertentu adalah:
Kedua : Hadis panjang tentang syafaat ketika para Nabi menolak untuk
memberikan syafaat. Nabi Muhammad bersabda -sebagaimana dalam
potonganَ hadis tersebut-, َ
َ َ اآلن فَأ
َ ال َحت ه ه
َ ََ َه ه
َ حمام َِّد أ ََه ه ََ ََ ََ َ ه ََ َ ل َ َ ه َ ه
ّ مح هد ّهه بِتِل
ك ّ ن ّ ِ ُض ّ مح هد ّهه ب ِ َها ّ ِ ىل ويل ِهم
ين ّ ب ف هيؤذ
ِّ ن ّ ِ ىلع ر
ّ ِنّ ول أنا لها فأستأذ
ّ ون فأق ّ ِ ف َيأت
َ ه َ ُّ َ َ َ ال َم
جدا
ِ ل ساّ حا ِم ِّد وأخ ِّر
“… Mereka lantas mendatangiku. Aku memang pantas memberikan syafaat
tersebut. Aku lantas meminta izin pada Rabbku. Allah pun memberikan izin
padaku. Aku mendapatkan ilham untuk bisa memuji-Nya yang tak bisa
kuhadirkan saat ini. Aku memuji-Nya dengan pujian tersebut. Aku pun
45
HR. Ahmad No. 3704
46
Lihat: Badaí al-Fawaid, Ibnul Qayyim (1/166).
52
tersungkur sujud di hadapan-Nya” 47. Pujian Nabi Muhammad kepada Allah
adalah dengan menyebut nama-nama dan sifat-sifat Allah. Ini
mengisyaratkan bahwasanya nama-nama Allah tidak terbatas pada jumlah
tertentu, karena pada saat itu Nabi Muhammad memuji Allah dengan
menyebut-nyebut nama-nama Allah yang baru Allah ajarkan kepada Nabi
Muhammad pada saat itu (di padang mahsyar).
Hal ini menunjukkan bahwa Nabi tidak bisa menguasai seluruh puji-pujian
dan sanjungan kepada Allah, padahal Allah dipuji dengan nama-nama dan
sifat-sifat-Nya. Ini menunjukkan bahwa ada nama-nama Allah yang belum
dikuasai oleh Nabi Muhammad. Adapun hadis Nabi Muhammad,
َ َّ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َّ
ل اجل ّن ّة َّ ِهللِ ت ِس َعةّ َوت ِسع
ّ ني اسما مِائةّ إِال َواحِدا منّ أحصاها دخ ِّ نّ ِإ
“Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu, siapa yang
menghitungnya dia masuk surga” 49
Tidak lantas menunjukkan bahwa nama Allah hanya berjumlah 99. Jika
diperhatikan hadis tersebut lebih lanjut, di situ ada kata( اسْ ماnama) yang
َ ْ( َمنْ أَحsiapa
berupa isim nakirah, lalu setelahnya ada jumlah صا َها دَ َخ َل ْال َج َّن َة
yang menghitungnya dia masuk surga) yang berfungsi sebagai na’at (sifat)
dari kata ( اسْ ماnama), sehingga maksudnya adalah Allah mempunyai 99
nama yang barang siapa menghafal dan memahami 99 nama tersebut maka
dia akan masuk surga. Artinya di sana masih ada nama yang lain selain 99
nama tersebut. Hal ini sama halnya dengan perkataan, “Zaid punya 100
dinar yang dia gunakan untuk berinfak”, kalimat ini tidak berkonsekuensi
Zaid hanya punya uang sejumlah 100 dinar. Akan tetapi 100 dinar tersebut
digunakan oleh Zaid untuk berinfak, dan bisa jadi Zaid masih punya banyak
dinar yang lain tapi tidak ia gunakan untuk berinfak.
47
HR. Bukhari No. 7510 dan Muslim No. 193.
48
HR. Muslim No. 486.
49
HR. Bukhari No. 2736 dan Muslim No. 2677.
53
Kita harus mengakui bahwa Allah maha indah dan kita tidak akan
mampu mengetahui seluruh keagungan dan keindahan Allah. Jika
keagungan setiap sifat Allah -yang telah kita ketahui saja – tidak bisa
kita pahami secara sempurna, maka bagaimana lagi jika ditambah
dengan nama-nama Allah yang tidak kita ketahui, demikian juga sifat-
sifat yang dikandung oleh nama-nama yang tidak kita ketahui
tersebut? Maka sungguh benar firman Allah (ون به ع ْلما
َ “ ) َو َال يحيطSedang
ilmu mereka tidak dapat meliputi Nya” (QS. Thaha: 110)
Kaidah ini membantah sebagian kelompok yang membatasi sifat-sifat
Allah pada bilangan tertentu, seperti membatasi hanya 7 atau 8 sifat
saja.
Yang benar, jika nama-nama Allah tidak terbatas pada bilangan tertentu
maka demikian pula sifat-sifat Allah tidak terbatas pada bilangan tertentu,
karena setiap nama mengandung sifat Allah.
Kaidah Kelima
“Nama-nama Allah ada yang datang dengan bentuk mufrad
(tunggal), bergandengan dengan nama lain, dan
bergandengan dengan lawannya”
54
Kedua : Bergandengan, yaitu nama Allah yang datang secara bersendirian
dan juga bergandengan dengan nama lain. Seperti nama ( السَّميعAs-Sami’)
bergandengan ( ْال َبصيرAl-Bashir) dalam ayat,
ّص ه
ري َّ َو هه َّو
ّالس ِم ه
ِ َيع ابل
“Dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy-Syura: 11)
Nama-nama seperti ini yang paling banyak dalam Al-Qur’an, seperti nama
Al-‘Aziiz digandengkan dengan banyak nama-nama Allah yang lain :
َّ َ َ ه َّ َ
ّيز ّالغف ه
ّار ِّ ّال َع ِز,ِيم
ِّ يز ّال َو ّه
ّ ِ ّالعز,اب ّيز ّال َعل ه
ّ ّال َع ِز ه,الرحِي ِّم ِّ ّال َع ِز,احل ِمي ِّد
َّ ّ يز ِّ ّال َع ِز,يز
َ ّ يز ّي ّال َعزِ ه
ُّّ ِ ّالقو,احلكي ِ هّم َ
َ ّ العزي هّز
ِ
َ ه َ ه َ ه َه
ّيزّالغف ه
.ور ّ ِ العز, يم ّ يزّالك ِر
ّ الع ِز,
Untuk nama-nama Allah seperti ini, maka boleh seseorang berdoa kepada
Allah dengan menyebut nama-nama tersebut secara bersendirian dan juga
secara bergandengan. Seperti berdoa dengan berkata, “Ya Aziz” atau “Ya
Hakim”.
50
HR. Abu Dawud No. 3451
55
Nama-nama Allah yang seperti ini disebut dengan ( اْلَسْ َماء ْالم ْزدَ و َجةal-Asma’
al-Muzdawijah/sepasang). Contoh yang lain, ( ْال َمانع ْالمعْ طيAl-Mani’ Al-
Mu’thi) yaitu yang Maha menghalangi, Yang Maha memberi. ( ال َّنافع الضَّارAn-
Nafi’ Ad-Dhar) yaitu Yang Maha memberi manfaat, Yang Maha memberi
mudarat. ( ْالم ْن َتقم ْال َعفوAl-Muntaqim Al-‘Afuw) yaitu Yang Maha membalas,
Yang Maha memaafkan. ( ْالمحْ يي ْالمميْتAl-Muhyi Al-Mumit) yaitu Yang Maha
menghidupkan, Yang Maha mematikan. ( الرَّ افع ْال َخافضAr-Rafi’ Al-Khafid)
yaitu Yang Maha mengangkat, Yang Maha merendahkan. ( ْالمعز ْالمذلAl-Mu’iz
Al-Mudzil) yaitu Yang Maha memuliakan, Yang Maha menghinakan.
Nama-nama Allah yang datang sepasang seperti ini (berlawanan satu sama
lain) harus disebutkan secara bersamaan. Hal ini karena “kekuatan”
masing-masing nama ini akan sempurna bila disebutkan secara bersama-
sama, yaitu untuk menunjukkan rububiyah Allah, bahwasanya yang
mengatur di alam semesta ini hanyalah Allah semata. Jika disebutkan salah
satunya saja, maka akan mengurangi kesempurnaan. Maka tidak boleh
seseorang mengatakan, “Ya Dhaar…(Wahai Maha Pemberi kemudaratan)”,
“Ya Maani’…(Wahai Maha Penghalang)”, “Ya Mudzil…(Wahai Maha Yang
menghinakan makhluk-Nya)”. Karena jika disebutkan sisi ini saja maka ada
kesan sifat buruk bagi Allah, maka tidak boleh disebut kecuali dengan
menyebutkan lawannya. Ketika seseorang berkata, “Yaa Naafi’ Dhaar
(Wahai maha pemberi manfaat dan maha pemberi kemudaratan)”, maka
akan memunculkan makna yang sempurna akan rububiyah Allah, yaitu
hanya Allah yang mengatur alam semesta.
56
(hamba Dzat Yang Maha Pemberi), atau Abdul ‘Afuwwu (hamba Dzat
Yang Maha Pemaaf), atau ( َعبْد ْال َباسطhamba Dzat Yang Maha
Membentangkan rezeki), atau ( َعبْد ْالمع ِّزhamba Dzat Yang Maha
Memuliakan), karena nama-nama Allah tersebut tidak memberikan
kesan negatif. Bahkan sebagian nama-nama tersebut telah datang
secara bersendirian. Seperti Al-Mu’thi, dalam hadis Nabi Muhammad
َّ “ ) َوDan Allah maha pemberi” 52. Demikian juga Al-
bersabda (هللا المعْ طي
‘Afuwwu, Nabi Muhammad bersabda ()اللَّه َّم إ َّن َك عفو تحب ْال َع ْف َو َفاعْ ف َع ِّني
“Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah maha memaafkan, Engkau
mencintai pemaafan maka maafkanlah aku” 53
Setiap nama Allah pada asalnya memiliki makna yang sempurna,
ketika digandengkan dengan nama Allah yang lain maka akan
memunculkan makna sempurna yang lain. Contoh seperti nama
Allah ( ْال َعزيْزAl-Aziz) yang digandengkan dengan ( ْال َحكيْمAl-Hakim).
Nama Allah ( ْال َعزيْزAl-Aziz) sendiri mengandung makna yang
sempurna yaitu sempurnanya sifat ‘izzah (kekuasaan) Allah, dan
nama ( ْال َحكيْمAl-Hakim) menunjukkan kesempurnaan sifat hikmah
bagi Allah dan kesempurnaan hukum Allah. Ketika kedua nama ini
digabung maka akan menunjukkan makna yang baru yaitu
Bahwasanya kekuasaan Allah bergandengan dengan hikmah, maka
kekuasaan-Nya tidak menimbulkan kezaliman, ketidakadilan, dan
buruknya tindakan sebagaimana yang sering timbul dari orang-orang
yang berkuasa. Sesungguhnya seorang penguasa sering
mengantarkannya melakukan dosa, maka ia pun berbuat zalim, tidak
adil, dan buruk dalam mengambil tindakan. Demikian pula hukum
Allah dan hikmah Allah bergandengan dengan kekuasaan yang
sempurna, berbeda dengan hukum makhluk dan hikmah makhluk
yang keduanya masih terkontaminasi dengan kerendahan /
kehinaan54. Contoh lain nama الغني َ (yang maha kaya) digandengkan
dengan ( ال َكريْمyang maha baik), seperti firman Allah () َفإنَّ َربِّي َغني َكريم
“Maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia” (QS. An-
Naml: 40). Digandengkannya dua nama ini maka memunculkan sisi
pujian dan kesempurnaan yang lain. Pada manusia, bisa jadi ada
seseorang yang kaya namun si miskin tidak mendapatkan faedah dari
kekayaannya karena ternyata si kaya adalah orang yang bakhil (pelit)
dan tidak karim. Demikian juga, ada orang yang karim akan tetapi ia
tidak kaya (miskin), dan ini pun tidak ada faedahnya bagi si miskin.
Berbeda dengan Allah, Allah menggabungkan dua sifat ini secara
sempurna, yang berarti Allah Maha kaya sekaligus Maha
52
HR. Bukhari No. 3116.
53
HR. At-Tirmidzi No. 3513.
54
Lihat: Al-Qawaaíd al-Mutslaa (8)
57
baik/dermawan. Contoh lain, digabungkan dua nama Allah العفو َ
(Maha memaafkan) dan ( ال َقديْرMaha kuasa) dalam firman-Nya ( ََفإنَّ هللا َّ
ان َعفوّ ا َقديرا
َ “ ) َكMaka sesungguhnya Allah maha pemaaf dan maha
kuasa.” (QS. An-Nisa: 149). Digandengkannya dua nama ini
memunculkan kesempurnaan makna yang lain, yaitu Allah
memaafkan bukan karena kelemahan, akan tetapi meskipun Allah
mampu membalas dengan kekuasaan-Nya namun Allah tetap maha
memaafkan55, dan ini adalah bentuk memaafkan yang sempurna.
Tidak sebagaimana pada sebagian manusia yang mana mereka
memaafkan karena ketidakmampuan untuk membalas. Contoh lain,
digabungkannya nama ( ْال َغفورYang Maha mengampuni) dengan nama
َهَ َه ه ه ه
ّ ور ّال َود
( ْال َودودYang Maha mencintai) dalam firman Allah (ود ّ “ )وه ّو ّالغفDan
Dialah yang maha mengampuni dan maha mencintai” (QS. Al-Buruj:
14). Digandengkannya dua nama ini memunculkan makna yang
sangat indah yaitu menunjukkan bahwasanya para pendosa jika
bertobat kepada Allah dan kembali kepada-Nya maka Allah akan
mengampuni mereka dan akan mencintai mereka. Bahkan Allah
begitu sangat gembira dengan hamba-Nya tatkala bertaubat kepada-
Nya56. Dari sini, tidaklah dikatakan bahwa “Allah hanya mengampuni
mereka namun kecintaan Allah ﷻkepada mereka tidak kembali lagi”
sebagaimana yang dinyatakan oleh sebagian orang yang keliru.
Contoh lain digabungkannya nama الواسع َ (Yang Maha luas) dengan
َ ه َّ َ َ ه
nama العليْم َ (Yang Maha mengetahui) dalam firman Allah (ّون ّ ِينّ هينفِقَّ لّاذل ّ مث
َ َ ه َ َّ َ َّ ه َ ه َ هل َ َ َ َ َّ َ َ
ِّفّل َِمنّّيَش ه
ّاء ّ اهللّيهضاع
ّ لكّ هسن هبلةّّمِائ ّةّحبةّّو
ِّ ّيف ّ ِ لّ َح َّبةّّأنبَ َتتّّ َسب َّعّ َس َناب
ّ ِ ّل ِّ اهلل ِّك َمث
ّ ّيلِّ ِ يفّ َسب
ّ ِ ّّأم َوال ههم
َ َ َّ ه َ ر
ِع ّعل ِيم
ّ اهلل ّواس
ّ “ )وPerumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-
orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa
dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 261). Yaitu janganlah seseorang
merasa aneh jika saja amal sedikit bisa dilipat gandakan pahalanya
dengan penggandaan yang sangat banyak, karena di antara nama
Allah adalah الواسع َ (Al-Wasi’) yang artinya adalah yang maha luas
karunia-Nya. Begitu juga, jangan seseorang menyangka bahwa setiap
orang yang berinfak pasti dilipat gandakan pahalanya, karena di
antara nama Allah adalah العليْم
َ (Al-‘Alim) yang artinya adalah Yang
Maha mengetahui, yang berarti Allah mengetahui isi hati seseorang
55
Lihat: Fath al-Qadiir (1/612-613), Adwa’ al-Bayaan (5/488).
56
Lihat: Tafsir as-Sa’di (918).
58
apakah ia ikhlas ataukah tidak. Inilah makna kesempurnaan akan
sifat Allah yang tampak tatkala digandengkan kedua nama tersebut.
Allah melipat gandakan pahala bagi orang yang Allahkehendaki yang
memang pantas untuk dilipat gandakan pahalanya57.
57
Lihat: Thariqot al-Hijratain, Ibnul Qayyim (364)
59