Disusun Oleh:
Kelas/Kelompok: SA.H/Satu (Satu)
SEJARAH PERKEMBANGAN
HADIS PADA MASA
PRAKODIFIKASI DAN
KODIFIKASI
Fauzan Umam
E-mail:
fauzanumam7@gmail.com
Pendahuluan
Mempelajari sejarah
pertumbuhan dan
perkembangan Hadis
diharapkan dapat
mengetahui sikap dan
tindakan umat islam
terhadap Hadis serta usaha
pembinaan dan
pemeliharaan pada setiap
periode Hadis hingga pada
akhirnya muncul kitab-kitab
hasil
pembukuan secara sempurna
yang dalam islam dikenal
1
dengan istilah tadwin. Studi
tentang
keberadaan Hadis ini selalu
semakin menarik untuk dikaji
seiring dengan perkembangan
analisis dan nalar berpikir
manusia.
Studi Hadis tidak hanya
dilakukan oleh kalangan
muslim melainkan juga
dilakukan
oleh kalangan orientalis.
Bahkan, kajian studi Hadis
dalam dunia islam semakin
menguat
dilatar belakangi oleh upaya
umat islam untuk membantah
terhadap pendapat kalangan
orientalis tentang ketidak aslian
2
Hadis. Goldziher misalnya, dia
meragukan sebagian besar
orisinilitas Hadis yang bahkan
diriwayatkan oleh ulama besar
seperti imam Bukhori hal ini
dikarenakan jarak semenjak
wafatnya Nabi Muhammad
SAW dengan masa upaya
pembukuan Hadis sangat jauh,
menurutnya sangat sulit
menjaga orisinilitas Hadis
3
tersebut.
Oleh karena itu, mengkaji
sejarah berarti melakukan upaya
mengungkap fakta-fakta
yang sebenarnya sehingga sulit
untuk ditolak keberadaannya.
SEJARAH PERKEMBANGAN
HADIS PADA MASA
PRAKODIFIKASI DAN
KODIFIKASI
Fauzan Umam
E-mail:
fauzanumam7@gmail.com
Pendahuluan
Mempelajari sejarah
pertumbuhan dan
perkembangan Hadis
diharapkan dapat
mengetahui sikap dan
tindakan umat islam
terhadap Hadis serta usaha
pembinaan dan
pemeliharaan pada setiap
periode Hadis hingga pada
akhirnya muncul kitab-kitab
hasil
pembukuan secara sempurna
yang dalam islam dikenal
1
dengan istilah tadwin. Studi
tentang
keberadaan Hadis ini selalu
semakin menarik untuk dikaji
seiring dengan perkembangan
analisis dan nalar berpikir
manusia.
Studi Hadis tidak hanya
dilakukan oleh kalangan
muslim melainkan juga
dilakukan
oleh kalangan orientalis.
Bahkan, kajian studi Hadis
dalam dunia islam semakin
menguat
dilatar belakangi oleh upaya
umat islam untuk membantah
terhadap pendapat kalangan
orientalis tentang ketidak aslian
2
Hadis. Goldziher misalnya, dia
meragukan sebagian besar
orisinilitas Hadis yang bahkan
diriwayatkan oleh ulama besar
seperti imam Bukhori hal ini
dikarenakan jarak semenjak
wafatnya Nabi Muhammad
SAW dengan masa upaya
pembukuan Hadis sangat jauh,
menurutnya sangat sulit
menjaga orisinilitas Hadis
3
tersebut.
Oleh karena itu, mengkaji
sejarah berarti melakukan upaya
mengungkap fakta-fakta
yang sebenarnya sehingga sulit
untuk ditolak keberadaannya.
SEJARAH PERKEMBANGAN
HADIS PADA MASA
PRAKODIFIKASI DAN
KODIFIKASI
Fauzan Umam
E-mail:
fauzanumam7@gmail.com
Pendahuluan
Mempelajari sejarah
pertumbuhan dan
perkembangan Hadis
diharapkan dapat
mengetahui sikap dan
tindakan umat islam
terhadap Hadis serta usaha
pembinaan dan
pemeliharaan pada setiap
periode Hadis hingga pada
akhirnya muncul kitab-kitab
hasil
pembukuan secara sempurna
yang dalam islam dikenal
1
dengan istilah tadwin. Studi
tentang
keberadaan Hadis ini selalu
semakin menarik untuk dikaji
seiring dengan perkembangan
analisis dan nalar berpikir
manusia.
Studi Hadis tidak hanya
dilakukan oleh kalangan
muslim melainkan juga
dilakukan
oleh kalangan orientalis.
Bahkan, kajian studi Hadis
dalam dunia islam semakin
menguat
dilatar belakangi oleh upaya
umat islam untuk membantah
terhadap pendapat kalangan
orientalis tentang ketidak aslian
2
Hadis. Goldziher misalnya, dia
meragukan sebagian besar
orisinilitas Hadis yang bahkan
diriwayatkan oleh ulama besar
seperti imam Bukhori hal ini
dikarenakan jarak semenjak
wafatnya Nabi Muhammad
SAW dengan masa upaya
pembukuan Hadis sangat jauh,
menurutnya sangat sulit
menjaga orisinilitas Hadis
3
tersebut.
Oleh karena itu, mengkaji
sejarah berarti melakukan upaya
mengungkap fakta-fakta
yang sebenarnya sehingga sulit
untuk ditolak keberadaannya.
Mempelajari sejarah pertumbuhan dan perkembangan Hadis diharapkan dapatmengetahui
sikap dan tindakan umat islam terhadap Hadis serta usaha pembinaan danpemeliharaan
pada setiap periode Hadis hingga pada akhirnya muncul kitab-kitab hasilpembukuan secara
sempurna yang dalam islam dikenal dengan istilah tadwin.1Studi tentangkeberadaan Hadis ini
selalu semakin menarik untuk dikaji seiring dengan perkembangananalisis dan nalar berpikir
manusia.Studi Hadis tidak hanya dilakukan oleh kalangan muslim melainkan juga dilakukanoleh
kalangan orientalis. Bahkan, kajian studi Hadis dalam dunia islam semakin menguatdilatar
belakangi oleh upaya umat islam untuk membantah terhadap pendapat kalanganorientalis
tentang ketidak aslian Hadis.2 Goldziher misalnya, dia meragukan sebagian besarorisinilitas Hadis
yang bahkan diriwayatkan oleh ulama besar seperti imam Bukhori hal inidikarenakan jarak
semenjak wafatnya Nabi Muhammad SAW dengan masa upayapembukuan Hadis sangat
jauh, menurutnya sangat sulit menjaga orisinilitas Hadis tersebut.3Oleh karena itu, mengkaji sejarah
berarti melakukan upaya mengungkap fakta-faktayang sebenarnya sehingga sulit untuk ditolak
keberadaannya
B. Rumusan Masalah
Di berbagai buku sejarah Islam mencatat bahwa pasca wafatnya Nabi Muhammad Shallahu alaihi
wasallam yang kemudian diganti dengan terpilihnya secara aklamasi Sahabat Abu Bakar menjadi khalifah
pertama, muncul berbagai persoalan yang sangat mendasar di dalam tubuh agama Islam, yakni banyaknya
orang yang murtad dengan kembali ke agama nenek moyang mereka, dan banyaknya orang yang
membangkang tidak mau membayar zakat, dan yang paling mengenaskan adalah adanya Musaylamah
sebagai tokoh yang mengaku sebagai nabi dengan menggubah surat al-fiil untuk menandingi al-Qur’an.
Namun persoalan-persoalan tersebut berhasil diselesaikan oleh sahabat Abu Bakar dengan cara
memerangi para pembangkang tersebut dan berhasil mengembalikan mereka ke jalan Islam dalam waktu
yang sangat singkat, mengingat sahabat Abu Bakar hanya menjadi Khalifah hanya dalam kurun waktu
tidak lebih dari dua tahun saja (632-634 M.).
Terkait dengan nabi palsu, konon pengikut Musaylamah mencapai 40.000 orang yang terdiri dari suku
Thayyi, Asad, Thulayhah dan Banu Hanifah, sehingga Abu Bakar mengutus Khalid bin Walid untuk
berangkat memerangi mereka tepatnya di Yamamah (kemudian masyhur dengan istilah perang
Yamamah). Dalam peperangan inilah, teramat banyak para penghafal al-Qur’an yang berguguran
syahid. Cerita yang lebih panjang bisa dibaca buku the History of The Arab karya Philip K. Hitti, h. 175-
177.
Disebabkan peristiwa Yamamah tersebut, sahabat Umar merasa khawatir tentang kondisi dan nasib al-
Qur’an di masa yang akan datang, sehingga ia mengusulkan kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan al-
Qur’an, sebelum pada akhirnya para sahabat yang hafal al-Qur’an berguguran di medan perang yang lain.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Zaid bin Tsabit (w. 45 H.) mengatakan: “Saya diutus oleh Abu Bakar
untuk ikut memerangi penduduk Yamamah, lalu tiba-tiba Umar datang dan berkata ‘Sungguh, perang
Yamamah begitu berat bagi para penghafal al-Qur’an, saya khawatir nanti korban berjatuhan hingga
menyebabkan al-Qur’an hilang dengan wafatnya para penghafal al-Qur’an, saya punya inisiatif agar
engkau berkenan mengumpulkan al-Qur’an.’
“Bagaimana saya bisa melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah?.” Jawab Abu
Bakar merasa keberatan.
“Demi Allah, ini adalah suatu keniscayaan yang baik.” Umar mencoba meyakinkan Abu Bakar.
“Berkali-kali Umar mencoba meyakinkan hal itu, lalu allah telah melapangkan dadaku dengan menerima
inisiatif Umar untuk mengumpulkan al-Qur’an.” Jelas Abu Bakar.
Abu Bakar menyampaikan hal itu kepada Zaid dengan mengatakan “Sungguh engkau adalah lelaki yang
luar biasa, sebab engkau pernah menulis al-Qur’an untuk baginda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Sahabat Zaid bin Tsabit terkenal dengan kepiawaiannya dalam hal menulis sehingga di masa Abu Bakar
dan Usman kelak, ia tetap ditugaskan untuk menulis mushaf. Di antara kecakapannya dalam hal ini adalah
ia merupakan seorang yang hafal al-Qur’an, ia juga masih muda yang prigel, hafalannya sangat kuat,
logikanya dan kekreatifitasnya berjalan, tenang dan tidak suka tergesa-gesa sekaligus banyak kerjanya.
Semua sifat-sifat tersebut dimiliki oleh pribadi seorang Zaid bin Tsabit.
Karena kecakapannya tersebut, ia membuat metode dalam pengumpulan mushaf dengan memberikan
syarat sebuah ayat al-Qur’an harus disaksikan minimal dua orang sahabat, sekaligus tidak hanya
mengandalkan hafalan para sahabat saja, melainkan terdapat bukti tertulis yang ditulis di masa Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Ketika dua syarat tersebut tidak terpenuhi maka ia tidak akan
menulis dan memasukkan ayat tersebut ke dalam bagian dari al-Qur’an.
Sehingga pada ujungnya, ia menemukan ayat terakhir surat at-taubah. Kedua ayat tersebut hanya
disaksikan oleh Abu Khuzaimah al-Anshari seorang, tidak ada sahabat lain yang memberikan kesaksian.
Dua ayat tersebut tak kunjung dimasukkan oleh Zaid ke dalam mushaf. Sampai pada akhirnya, terdapat
dua sahabat lagi yang datang memberikan kesaksian, yakni Abdullah bin Zubair dan Umar bin Khattab.
Pengumpulan mushaf ini tidak memakan waktu lama, yakni sekitar satu tahun saja di era khalifah Abu
Bakar, kira-kira di akhir tahun 11 Hijriyah atau awal tahun 12 Hijriyah, pengumpulan mushaf ini selesai
dilaksanakan. Pada bulan Jumadil akhir tahun 13 Hijriyah, sahabat Abu Bakar wafat, kumpulan mushaf
tersebut kemudian pindah tangan ke pangkuan Sahabat Umar bin Khattab, lalu sayyidatina Khafsah, istri
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Dari mushaf yang dibawa oleh Khafsah itulah yang kelak
dijadikan sumber primer oleh Usman dalam menggandakan mushaf al-Qur’an.
Tabi’in adalah mereka yang bertemu dengan Sahabat nabi dalam keadaan beriman dan meninggal
dalam keadaan beriman. Wilayah kekuasaan Islam sudah meluas. Sham, Irak, Mesir, Samarkand,
bahkan Spanyol. Hingga beberapa Sahabat hijrah ke wilayah tersebut demi mengemban tugas.5 Pada
masa ini hingga akhir abad pertama, banyak di antara tabi’in yang menentang penulisan hadith. Di
antaranya: ‘Ubaydah bin ‘Amr al-Salmani al-Muradi (72 H), Ibrahim bin Yazid al-Taymi (92 H),
Jabir bin Zayd (93 H) dan Ibrahim bin Yazid al-Nakha’iy (96 H). Larangan penulisan tersebut
karena : a. Khawatir pendapatnya ditulis bersisian dengan hadith sehingga tercampur. b. Larangan
tersebut hanya pribadi, sementara murid-muridnya dibiarkan mencatat.6 Sementara Metode Tabi’in
dalam Menjaga Sunnah Nabi Saw adalah sebagai berikut: a. Menempuh metode yang sudah
dilakukan para Sahabat. b. Menerima riwayat dari orang yang kapasitasnya thiqah dan dabit. c.
Meminta sumpah dari periwayatnya saat mencari dukungan dari perawi lain. d. Melakukan rihlah
untuk mengecek hadith dari pembawa aslinya D. Kodifikasi Hadith Secara Resmi Kodifikasi hadith
secara resmi dipelopori Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (Khalifah kedelapan pada masa Bani
Umayyah yang memerintah tahun 99-101 H.). Dia menginstruksikan kepada para Gubernur di semua
wilayah Islam untuk menghimpun 5 Hasan A. Qadir, ‘Ilmu Mustalah al- Hadith, Bandung:
Diponegoro, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994. Hal. 65 6 Muhammad Hasbi as-Siddiqi, Sejarah
dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang: Pustaka Rezeki Putra, 1999, hal. 71 Jurnal Keislaman Terateks
Vol. 5, No. 1, April 2020 Available online http://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/terateks
STAI MIFTAHUL ULUM TARATE PANDIAN SUMENEP E-ISSN: 2598-3989 5 dan menulis
hadith-hadith Nabi. Selain itu khalifah juga memerintah Ibn Hazm dan Ibn Shihab al-Zuhri (50-124
H) untuk menghimpun hadith Nabi SAW.7 Semboyan al-Zuhri yang terkenal al-Isnadu min al-din,
lalu al-isnadu Laqala man Shaa ma Shaa (artinya : Sanad itu bagian dari agama, sekiranya tidak ada
sanad maka berkatalah siapa saja tentang apa saja). Motif ‘Umar bin ‘Abdul Aziz dalam
pengkodifikasian hadith adalah sebagai berikut: a. Kekhawatiran akan hilang hadith dari
perbendaharaan masyarakat, sebab belum dibukukan. b. Untuk membersihkan dan memelihara hadith
dari hadith-hadith maudu' (palsu) yang dibuat orang-orang untuk mempertahankan ideologi golongan
dan madhhab. c. Tidak adanya kekhawatiran lagi akan tercampurnya al-Qur’an dan hadith, keduanya
sudah bisa dibedakan. al-Qur’an telah dikumpulkan dalam satu mushaf dan telah merata diseluruh
umat Islam. d. Ada kekhawatiran akan hilangnya hadith karena banyak ‘ulama’ hadith yang gugur
dalam medan perang.
DAFTAR PUSTAKA
http://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/terateks/issue/download/824/DAI