Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN HADIST


Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi Hadits

Dosen Pengampu: Suprapto, LC., M.Ag.

Disusun Oleh:
Kelas/Kelompok: SA.H/Satu (Satu)

Rahma Fitria Sari (101210166)


Rahma Zafira Putri (101210167)
Rifqi Annur Rahmadhani (101210168)
Rifqi Aulia Salsabila (101210169)
Rifqi Firnanda Wibowo (101210170)

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

SEJARAH PERKEMBANGAN
HADIS PADA MASA
PRAKODIFIKASI DAN
KODIFIKASI
Fauzan Umam
E-mail:
fauzanumam7@gmail.com
Pendahuluan
Mempelajari sejarah
pertumbuhan dan
perkembangan Hadis
diharapkan dapat
mengetahui sikap dan
tindakan umat islam
terhadap Hadis serta usaha
pembinaan dan
pemeliharaan pada setiap
periode Hadis hingga pada
akhirnya muncul kitab-kitab
hasil
pembukuan secara sempurna
yang dalam islam dikenal
1
dengan istilah tadwin. Studi
tentang
keberadaan Hadis ini selalu
semakin menarik untuk dikaji
seiring dengan perkembangan
analisis dan nalar berpikir
manusia.
Studi Hadis tidak hanya
dilakukan oleh kalangan
muslim melainkan juga
dilakukan
oleh kalangan orientalis.
Bahkan, kajian studi Hadis
dalam dunia islam semakin
menguat
dilatar belakangi oleh upaya
umat islam untuk membantah
terhadap pendapat kalangan
orientalis tentang ketidak aslian
2
Hadis. Goldziher misalnya, dia
meragukan sebagian besar
orisinilitas Hadis yang bahkan
diriwayatkan oleh ulama besar
seperti imam Bukhori hal ini
dikarenakan jarak semenjak
wafatnya Nabi Muhammad
SAW dengan masa upaya
pembukuan Hadis sangat jauh,
menurutnya sangat sulit
menjaga orisinilitas Hadis
3
tersebut.
Oleh karena itu, mengkaji
sejarah berarti melakukan upaya
mengungkap fakta-fakta
yang sebenarnya sehingga sulit
untuk ditolak keberadaannya.
SEJARAH PERKEMBANGAN
HADIS PADA MASA
PRAKODIFIKASI DAN
KODIFIKASI
Fauzan Umam
E-mail:
fauzanumam7@gmail.com
Pendahuluan
Mempelajari sejarah
pertumbuhan dan
perkembangan Hadis
diharapkan dapat
mengetahui sikap dan
tindakan umat islam
terhadap Hadis serta usaha
pembinaan dan
pemeliharaan pada setiap
periode Hadis hingga pada
akhirnya muncul kitab-kitab
hasil
pembukuan secara sempurna
yang dalam islam dikenal
1
dengan istilah tadwin. Studi
tentang
keberadaan Hadis ini selalu
semakin menarik untuk dikaji
seiring dengan perkembangan
analisis dan nalar berpikir
manusia.
Studi Hadis tidak hanya
dilakukan oleh kalangan
muslim melainkan juga
dilakukan
oleh kalangan orientalis.
Bahkan, kajian studi Hadis
dalam dunia islam semakin
menguat
dilatar belakangi oleh upaya
umat islam untuk membantah
terhadap pendapat kalangan
orientalis tentang ketidak aslian
2
Hadis. Goldziher misalnya, dia
meragukan sebagian besar
orisinilitas Hadis yang bahkan
diriwayatkan oleh ulama besar
seperti imam Bukhori hal ini
dikarenakan jarak semenjak
wafatnya Nabi Muhammad
SAW dengan masa upaya
pembukuan Hadis sangat jauh,
menurutnya sangat sulit
menjaga orisinilitas Hadis
3
tersebut.
Oleh karena itu, mengkaji
sejarah berarti melakukan upaya
mengungkap fakta-fakta
yang sebenarnya sehingga sulit
untuk ditolak keberadaannya.
SEJARAH PERKEMBANGAN
HADIS PADA MASA
PRAKODIFIKASI DAN
KODIFIKASI
Fauzan Umam
E-mail:
fauzanumam7@gmail.com
Pendahuluan
Mempelajari sejarah
pertumbuhan dan
perkembangan Hadis
diharapkan dapat
mengetahui sikap dan
tindakan umat islam
terhadap Hadis serta usaha
pembinaan dan
pemeliharaan pada setiap
periode Hadis hingga pada
akhirnya muncul kitab-kitab
hasil
pembukuan secara sempurna
yang dalam islam dikenal
1
dengan istilah tadwin. Studi
tentang
keberadaan Hadis ini selalu
semakin menarik untuk dikaji
seiring dengan perkembangan
analisis dan nalar berpikir
manusia.
Studi Hadis tidak hanya
dilakukan oleh kalangan
muslim melainkan juga
dilakukan
oleh kalangan orientalis.
Bahkan, kajian studi Hadis
dalam dunia islam semakin
menguat
dilatar belakangi oleh upaya
umat islam untuk membantah
terhadap pendapat kalangan
orientalis tentang ketidak aslian
2
Hadis. Goldziher misalnya, dia
meragukan sebagian besar
orisinilitas Hadis yang bahkan
diriwayatkan oleh ulama besar
seperti imam Bukhori hal ini
dikarenakan jarak semenjak
wafatnya Nabi Muhammad
SAW dengan masa upaya
pembukuan Hadis sangat jauh,
menurutnya sangat sulit
menjaga orisinilitas Hadis
3
tersebut.
Oleh karena itu, mengkaji
sejarah berarti melakukan upaya
mengungkap fakta-fakta
yang sebenarnya sehingga sulit
untuk ditolak keberadaannya.
Mempelajari sejarah pertumbuhan dan perkembangan Hadis diharapkan dapatmengetahui
sikap dan tindakan umat islam terhadap Hadis serta usaha pembinaan danpemeliharaan
pada setiap periode Hadis hingga pada akhirnya muncul kitab-kitab hasilpembukuan secara
sempurna yang dalam islam dikenal dengan istilah tadwin.1Studi tentangkeberadaan Hadis ini
selalu semakin menarik untuk dikaji seiring dengan perkembangananalisis dan nalar berpikir
manusia.Studi Hadis tidak hanya dilakukan oleh kalangan muslim melainkan juga dilakukanoleh
kalangan orientalis. Bahkan, kajian studi Hadis dalam dunia islam semakin menguatdilatar
belakangi oleh upaya umat islam untuk membantah terhadap pendapat kalanganorientalis
tentang ketidak aslian Hadis.2 Goldziher misalnya, dia meragukan sebagian besarorisinilitas Hadis
yang bahkan diriwayatkan oleh ulama besar seperti imam Bukhori hal inidikarenakan jarak
semenjak wafatnya Nabi Muhammad SAW dengan masa upayapembukuan Hadis sangat
jauh, menurutnya sangat sulit menjaga orisinilitas Hadis tersebut.3Oleh karena itu, mengkaji sejarah
berarti melakukan upaya mengungkap fakta-faktayang sebenarnya sehingga sulit untuk ditolak
keberadaannya

B. Rumusan Masalah

1. Bagaiman masa pra kodifikasi hadist ?


2. Masa kodifikassi hadist pada zaman rasulullah !
3. Kodifikassi pada zaman khulafaur rassyidin !
4. Kodifikasi pada zaman tabiin !
BAB II
PEMBAHASAN

A. Masa Pra Kodifikasi Hadist

Sejarah perkemabangan hadist pada masa prakodifikasi maksudnya adalah padamasa


sebelum pembukuan.4 mulai sejak zaman Rasullah SAW hingga ditetapkannyapembukuan
hadist secara resmi (kodifikasi). Masa ini penulis membagi menjadi tigaperiode yaitu masa
Rasulullah SAW, masa sahabat dan masa Tabi’in. Adapun periode

B. Masa Kodifkasi Zaman Rasulullah

Masaini merupakan kurun waktu turunnya wahyu sekaligus diwurudkannya


Hadis.5Keadaan ini sangat menuntut keseriusan dan kehati-hatian para sahabat
sebagaipewaris pertama ajaran islam. Wahyu yang diturunkan Allah SWT kepadaanya
dijelaskannya melaluiperkataan, perbuatan, dan pengakuan atau penetepan Rasulullah SAW.
Sehingga apayang disampaikan oleh para sahabat dari apa yang mereka dengar, lihat, dan
saksikanmerupakan pedoman. Rasullah adalah satu-satunya contoh bagi para sahabat,
karenaRasulullah memiliki sifat kesempurnaan dan keutamaan yang berbeda
denganmanusia lainnya.Adapun metode yang digunakan oleh Rasulullah SAW dalam
mengajarkanHadis kepada para sahabat sebagai berikut:a. Para sahabat berdialog langsung dengan
Rasulullah SAWb. Para sahabat menyaksikan perbuatan dan ketetapan Rasulullah SAWc. Para
sahabat mendengarkan perkataan sesama sahabat yang diperoleh dariRasulullah SAWd.
Para sahabat menyaksikan perbuatan sesama sahabat yang diperoleh dariRasullah
SAW.6a. Larangan Menulis Hadis Pada Masa Rasulullah SAWPada masa Rasulullah SAW
sedikit sekali sahabat yang bisa menulissehingga yang menjadi andalan mereka dalam
menerima hadis adalah denganmenghafal. Menurut Abd Al-Nashr, Allah telah
memberikan keistimewaankepada para sahabat kekuatan daya ingat dan kemampuan
menghafal. dapat meriwayatkan Al-Qur’an, hadis, dan syair dengan baik. Seakan
merekamembaca dari sebuah buku.7Perhatian sahabat terhadap hadis sangat tinggi, terutama
diberbagai majlisnabi atau tempat untuk menyampaikan risalah islamiyah seperti di
masjid,halaqah ilmu, dan diberbagai tempat yang dijanjikan Rasulullah.
Rasulullahmenjadi pusat naraumber, referensi, dan tumpuan pertanyaan ketika para
sahabatmenghadapi masalah, baik secara langsung atau tidak langsung seperti melaluiistri-istri
Rasulullah dalam masalah keluarga dan kewanitaan, karena merekaadalah orang-orang yang
paling mengetahui keadaan Rasulullah dalam masalahkeluarga.Hadis pada waktu itu pada
umumnya hanya diingat dan dihafal oleh parasahabat dan tidak ditulis seperti Al-Qur’an ketika
disampaikan oleh Nabi, karenasituasi dan kondisi tidak memungkinkan.8 Secara memang Nabi
melarang bagiumum karena khawatir bercampur antara hadis dan Al-Qur’an. Banyak
hadisyang melarang para Sahabat untuk menulis hadis, diantara hadis yang melarangpenulisan
hadis adalah: “Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda:janganlah
engkau menulis (hadis) dariku, barangsiapa menulis dariku selain dariAl-Qur’an maka hapuslah.
(HR. Muslim)”Alasan pencatatan hadis pada masa Rasulullah karena hawatir
hadistercampur dengan Al-Qur’an yang saat itu masih proses penurunan. Oleh karenaitu maka pada
saat itu nabi melarang keras kepada sahabat untuk menulis danmencatat hadis agar tidak
bercampur dengan Al-Qur’an Al-karim

C. Kpdifikasi Hadist Pada Masa Khulafaur Rasyidin

Di berbagai buku sejarah Islam mencatat bahwa pasca wafatnya Nabi Muhammad Shallahu alaihi
wasallam yang kemudian diganti dengan terpilihnya secara aklamasi Sahabat Abu Bakar menjadi khalifah
pertama, muncul berbagai persoalan yang sangat mendasar di dalam tubuh agama Islam, yakni banyaknya
orang yang murtad dengan kembali ke agama nenek moyang mereka, dan banyaknya orang yang
membangkang tidak mau membayar zakat, dan yang paling mengenaskan adalah adanya Musaylamah
sebagai tokoh yang mengaku sebagai nabi dengan menggubah surat al-fiil untuk menandingi al-Qur’an.

Namun persoalan-persoalan tersebut berhasil diselesaikan oleh sahabat Abu Bakar dengan cara
memerangi para pembangkang tersebut dan berhasil mengembalikan mereka ke jalan Islam dalam waktu
yang sangat singkat, mengingat sahabat Abu Bakar hanya menjadi Khalifah hanya dalam kurun waktu
tidak lebih dari dua tahun saja (632-634 M.).

Terkait dengan nabi palsu, konon pengikut Musaylamah mencapai 40.000 orang yang terdiri dari suku
Thayyi, Asad, Thulayhah dan Banu Hanifah, sehingga Abu Bakar mengutus Khalid bin Walid untuk
berangkat memerangi mereka tepatnya di Yamamah (kemudian masyhur dengan istilah perang
Yamamah). Dalam peperangan inilah, teramat banyak para penghafal al-Qur’an yang berguguran
syahid. Cerita yang lebih panjang bisa dibaca buku the History of The Arab karya Philip K. Hitti, h. 175-
177.

Disebabkan peristiwa Yamamah tersebut, sahabat Umar merasa khawatir tentang kondisi dan nasib al-
Qur’an di masa yang akan datang, sehingga ia mengusulkan kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan al-
Qur’an, sebelum pada akhirnya para sahabat yang hafal al-Qur’an berguguran di medan perang yang lain.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Zaid bin Tsabit (w. 45 H.) mengatakan: “Saya diutus oleh Abu Bakar
untuk ikut memerangi penduduk Yamamah, lalu tiba-tiba Umar datang dan berkata ‘Sungguh, perang
Yamamah begitu berat bagi para penghafal al-Qur’an, saya khawatir nanti korban berjatuhan hingga
menyebabkan al-Qur’an hilang dengan wafatnya para penghafal al-Qur’an, saya punya inisiatif agar
engkau berkenan mengumpulkan al-Qur’an.’

“Bagaimana saya bisa melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah?.” Jawab Abu
Bakar merasa keberatan.

“Demi Allah, ini adalah suatu keniscayaan yang baik.” Umar mencoba meyakinkan Abu Bakar.

“Berkali-kali Umar mencoba meyakinkan hal itu, lalu allah telah melapangkan dadaku dengan menerima
inisiatif Umar untuk mengumpulkan al-Qur’an.” Jelas Abu Bakar.
Abu Bakar menyampaikan hal itu kepada Zaid dengan mengatakan “Sungguh engkau adalah lelaki yang
luar biasa, sebab engkau pernah menulis al-Qur’an untuk baginda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam

(HR. Bukhari. Bab kitabu fadhaili al-Qur’an).

Sang Penulis Mushaf Zaid bin Tsabit

Sahabat Zaid bin Tsabit terkenal dengan kepiawaiannya dalam hal menulis sehingga di masa Abu Bakar
dan Usman kelak, ia tetap ditugaskan untuk menulis mushaf. Di antara kecakapannya dalam hal ini adalah
ia merupakan seorang yang hafal al-Qur’an, ia juga masih muda yang prigel, hafalannya sangat kuat,
logikanya dan kekreatifitasnya berjalan, tenang dan tidak suka tergesa-gesa sekaligus banyak kerjanya.
Semua sifat-sifat tersebut dimiliki oleh pribadi seorang Zaid bin Tsabit.

Karena kecakapannya tersebut, ia membuat metode dalam pengumpulan mushaf dengan memberikan
syarat sebuah ayat al-Qur’an harus disaksikan minimal dua orang sahabat, sekaligus tidak hanya
mengandalkan hafalan para sahabat saja, melainkan terdapat bukti tertulis yang ditulis di masa Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Ketika dua syarat tersebut tidak terpenuhi maka ia tidak akan
menulis dan memasukkan ayat tersebut ke dalam bagian dari al-Qur’an.
Sehingga pada ujungnya, ia menemukan ayat terakhir surat at-taubah. Kedua ayat tersebut hanya
disaksikan oleh Abu Khuzaimah al-Anshari seorang, tidak ada sahabat lain yang memberikan kesaksian.
Dua ayat tersebut tak kunjung dimasukkan oleh Zaid ke dalam mushaf. Sampai pada akhirnya, terdapat
dua sahabat lagi yang datang memberikan kesaksian, yakni Abdullah bin Zubair dan Umar bin Khattab.

Pengumpulan mushaf ini tidak memakan waktu lama, yakni sekitar satu tahun saja di era khalifah Abu
Bakar, kira-kira di akhir tahun 11 Hijriyah atau awal tahun 12 Hijriyah, pengumpulan mushaf ini selesai
dilaksanakan. Pada bulan Jumadil akhir tahun 13 Hijriyah, sahabat Abu Bakar wafat, kumpulan mushaf
tersebut kemudian pindah tangan ke pangkuan Sahabat Umar bin Khattab, lalu sayyidatina Khafsah, istri
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Dari mushaf yang dibawa oleh Khafsah itulah yang kelak
dijadikan sumber primer oleh Usman dalam menggandakan mushaf al-Qur’an.

D. Kodifikasi pada zaman tabiin

Tabi’in adalah mereka yang bertemu dengan Sahabat nabi dalam keadaan beriman dan meninggal
dalam keadaan beriman. Wilayah kekuasaan Islam sudah meluas. Sham, Irak, Mesir, Samarkand,
bahkan Spanyol. Hingga beberapa Sahabat hijrah ke wilayah tersebut demi mengemban tugas.5 Pada
masa ini hingga akhir abad pertama, banyak di antara tabi’in yang menentang penulisan hadith. Di
antaranya: ‘Ubaydah bin ‘Amr al-Salmani al-Muradi (72 H), Ibrahim bin Yazid al-Taymi (92 H),
Jabir bin Zayd (93 H) dan Ibrahim bin Yazid al-Nakha’iy (96 H). Larangan penulisan tersebut
karena : a. Khawatir pendapatnya ditulis bersisian dengan hadith sehingga tercampur. b. Larangan
tersebut hanya pribadi, sementara murid-muridnya dibiarkan mencatat.6 Sementara Metode Tabi’in
dalam Menjaga Sunnah Nabi Saw adalah sebagai berikut: a. Menempuh metode yang sudah
dilakukan para Sahabat. b. Menerima riwayat dari orang yang kapasitasnya thiqah dan dabit. c.
Meminta sumpah dari periwayatnya saat mencari dukungan dari perawi lain. d. Melakukan rihlah
untuk mengecek hadith dari pembawa aslinya D. Kodifikasi Hadith Secara Resmi Kodifikasi hadith
secara resmi dipelopori Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (Khalifah kedelapan pada masa Bani
Umayyah yang memerintah tahun 99-101 H.). Dia menginstruksikan kepada para Gubernur di semua
wilayah Islam untuk menghimpun 5 Hasan A. Qadir, ‘Ilmu Mustalah al- Hadith, Bandung:
Diponegoro, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994. Hal. 65 6 Muhammad Hasbi as-Siddiqi, Sejarah
dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang: Pustaka Rezeki Putra, 1999, hal. 71 Jurnal Keislaman Terateks
Vol. 5, No. 1, April 2020 Available online http://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/terateks
STAI MIFTAHUL ULUM TARATE PANDIAN SUMENEP E-ISSN: 2598-3989 5 dan menulis
hadith-hadith Nabi. Selain itu khalifah juga memerintah Ibn Hazm dan Ibn Shihab al-Zuhri (50-124
H) untuk menghimpun hadith Nabi SAW.7 Semboyan al-Zuhri yang terkenal al-Isnadu min al-din,
lalu al-isnadu Laqala man Shaa ma Shaa (artinya : Sanad itu bagian dari agama, sekiranya tidak ada
sanad maka berkatalah siapa saja tentang apa saja). Motif ‘Umar bin ‘Abdul Aziz dalam
pengkodifikasian hadith adalah sebagai berikut: a. Kekhawatiran akan hilang hadith dari
perbendaharaan masyarakat, sebab belum dibukukan. b. Untuk membersihkan dan memelihara hadith
dari hadith-hadith maudu' (palsu) yang dibuat orang-orang untuk mempertahankan ideologi golongan
dan madhhab. c. Tidak adanya kekhawatiran lagi akan tercampurnya al-Qur’an dan hadith, keduanya
sudah bisa dibedakan. al-Qur’an telah dikumpulkan dalam satu mushaf dan telah merata diseluruh
umat Islam. d. Ada kekhawatiran akan hilangnya hadith karena banyak ‘ulama’ hadith yang gugur
dalam medan perang.
DAFTAR PUSTAKA

Pra kodifkasi dan kodifikassi zaman rasulullah (http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?


article=1763790&val=18841&title=MASA%20KODIFIKASI%20HADIS%20MENEROPONG
%20PERKEMBANGAN%20ILMU%20HADIS%20PADA%20MASA%20PRA-KODIFIKASI
%20HINGGA%20PASCA%20KODIFIKASI
Kodifikasi hadist zaman khulafaur rasyidin : https://iiq-annur.ac.id/blog/blog/kodifikasi-al-quran-pada-
masa-khalifah-abu-bakar-as-shiddiq/
Kodifikasi hadist zaman tabi’in :

http://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/terateks/issue/download/824/DAI

Anda mungkin juga menyukai