Anda di halaman 1dari 17

MEMAHAMI SEJARAH HADITS

PRA KODIFIKASI DAN PASCA KODIFIKASI


(HADITS PADA MASA TABI'IN DAN MASA SEKARANG)

Makalah

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadits
Pada Program Studi Manajemen Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Islam Institut Agama Islam Negeri Palopo

Disusun Oleh
Kelompok:
Hariri (2304030087)
Tiara Saputri (2304030109)

Dosen Pengampu Mata Kuliah


Dra. Anna Rahma, M.Pd.

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALOPO
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya
sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Memahami sejarah
hadits pra kodifikasi dan pasca kodifikasi (hadist pada masa tabi'in dan masa
sekarang)” ini tepat pada waktunya. Tanpa pertolongannya tentu kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curah kepada baginda kita tercinta yaitu Nabi Muhammad SAW
yang telah mengantar kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang
benderang seperti saat ini.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Ulumul Hadits. Selain itu makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Pengertian Perencanaan, Asas-Asas
Perencanaan Beserta Keuntungan Perencanaan dan Kerugiannya dalam
Organisasi, Sifat-Sifat Strategis dan Proses Perencanaan Strategis bagi para
pembaca dan juga penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Penulis menyadari, makalah yang penulis tulis ini jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis
nantikan kesempurnaan makalah ini.

Palopo, 1 Oktober 2023

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ii
KATA PENGANTAR iii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

A. Hadis Pada Masa Tabi’in 3

B. Hadis Pada Masa Sekarang 10

BAB III PENUTUP 13

A. Kesimpulan 13

DAFTAR PUSTAKA 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mempelajari sejarah pertumbuhan dan perkembangan Hadis diharapkan da


pat mengetahui sikap dan tindakan umat islam terhadap Hadis serta usaha pembin
aan dan pemeliharaan pada setiap periode Hadis hingga pada akhirnya muncul kit
ab-kitab hasil pembukuan secara sempurna yang dalam islam dikenal dengan istila
h tadwin.Studi tentang keberadaan Hadis ini selalu semakin menarik untuk dikaji
seiring dengan perkembangan analisis dan nalar berpikir manusia.
Studi Hadis tidak hanya dilakukan oleh kalangan muslim melainkan juga
dilakukan oleh kalangan orientalis. Bahkan, kajian studi Hadis dalam dunia islam
semakin menguat dilatar belakangi oleh upaya umat islam untuk membantah
terhadap pendapat kalangan orientalis tentang ketidak aslian Hadis. Goldziher
misalnya, dia meragukan sebagian besar orisinilitas Hadis yang bahkan
diriwayatkan oleh ulama besar seperti imam Bukhori hal ini dikarenakan jarak
semenjak wafatnya Nabi Muhammad SAW dengan masa upaya pembukuan Hadis
sangat jauh, menurutnya sangat sulit menjaga orisinilitas Hadis tersebut.
Oleh karena itu, mengkaji sejarah berarti melakukan upaya mengungkap
fakta-fakta yang sebenarnya sehingga sulit untuk ditolak keberadaannya.
Perjalanan Hadis pada setiap periode mengalami berbagai persoalan dan hambatan
yang dihadapi, antara satu periode dengan periode lainnya tidak sama, maka
pengungkapan sejarah persoalannya perlu diajukan ciri-ciri khusus dari persoalan
tersebut.
Diantara ulama tidak sependapat dalam penyusunan periodesasi
pertumbuhan dan perkembangan Hadis. Ada yang membaginya menjadi tiga
periode yaitu masa Rasulullah, masa sahabat, dan masa tabi’in. Begitu pula ada
yang membaginya menjadi dua periode yaitu masa prakodifikasi dan masa
kodifikasi. Bahkan ada yang membaginya dengan spesifikasi yang lebih jelas.

1
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah hadis pada masa Tabi’in?
2. Bagaimana Perkembangan Hadis Pada Masa Sekarang?

B. Tujuan
1. Mahasiswa Dapat Mengetahui Sejarang Hadis Pada Masa Tabii’in
2. Mahasiswa Dapat Mengatahui Bagaimana Perkembangan Hadis Pada Masa
Sekarang

2
BAB II
PENDAHULUAN

A. Hadis Pada Masa Tabi’in


Tabi'in artinya pengikut, adalah orang Islam awal yang masa hidupnya setelah
Para sahabat Nabi dan tidak mengalami masa hidup di masa Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam keadaan beriman dan mati sebagai seorang
muslim. Mereka mempunyai kedudukan yang utama kerana merekalah generasi
kedua yang mewarisi ilmu hadith dan mendapat didikan daripada generasi yang
telah dididik oleh Rasulullah SAW. Hal ini kerana, generasi Tabi’in mengambil
dan menerima pelajaran dari sahabat mengenai tafsir Al-Qur’an, hadis, fatwa-
fatwa mereka dan lebih khususnya pengetahuan penetapan hukum serta metode-
metode penetapan - penetapan hukum. Keberadaan Tabi’iin ini diisyaratkan dalam
Al-Qur’an surat (At-Taubah 100).

‫َو ٱلَّٰس ُقوَن ٱَأْلَّو ُلوَن ِم َن ٱْلُم َٰه ِج يَن َو ٱَأْلنَص ا َو ٱَّلِذ يَن ٱَّتَبُعوُهم ْح َٰس ٍن َّر ِض ٱُهَّلل َع ْنُهْم َو َر ُضو۟ا‬
‫َى‬ ‫ِبِإ‬ ‫ِر‬ ‫ِر‬ ‫ِب‬
‫َٰذ‬ ‫َٰخ‬ ‫َّٰن‬
‫َع ْنُه َو َأَع َّد َلُهْم َج ٍت َتْج ِرى َتْح َتَها ٱَأْلْنَٰه ُر ِلِد يَن ِفيَهٓا َأَبًداۚ ِلَك ٱْلَفْو ُز ٱْلَعِظ يُم‬

Artinya: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari
golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah ridha kepadamereka dan merekapun ridha kepada Allah dan
Allahmenyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang
besar.”1
Para tabi’in yang merupakan anak murid kepada para sahabat nabi banyak
mengumpulkan hadis hadis nabi, dan ia disusun menjadi sebuah buku atau mashaf
yang yang tersusun. Kaedah yang digunakan oleh mereka ketika itu dalam
mengumpul hadith adalah melalui kaedah pertemuan (Al-Talaqqi) yaitu
bersemuka dengan sahabat. Selepas itu, mereka akan mencatat setiap apa yang
dipelajari mereka daripada halaqah tersebut. Sebagai contoh, Said Bin Al-Jabir
1
Saidin, M. (2023). Perbandingan tentang Pengajaran & Pembelajaran Hadith Zaman Ta
bi'in dan Era ICT. https://oarep.usim.edu.my/jspui/handle/123456789/20785

3
telah bertalaqqi dengan Ibnu Abbas, Abdurrahman Bin Harmalah dan banyak
lagi.Usaha pembelajaran ilmu hadith ini juga telah dilakukan oleh Khulafa
Arrasyidun iaitu Umar Bin Abdul Aziz yang gemar membaca hadith seperti apa
yang telah diriwayatkan oleh Abu Qilabah ia berkata : “kita berangkat bersama
Umar bin Abdul Aziz untuk menunaikan solat dan beliau membawa kertas
demikian pula pada waktu asar ditangannya juga terdapat kertas, lalu aku
bertanya, tulisan apa itu? Beliau menjawab, hadits dari Aun bin Abdullah, saya
terpesona olehnya maka aku menulis”
Sebagaimana sahabat, para Tabi’in pun cukup berhati-hati dalam hal
periwayatan hadis. Hanya saja ada perbedaan beban yang dihadapi oleh sahabat
dan Tabi’in, dan beban sahabat tentu lebih berat jika dibandingkan oleh Tabi’in.
Karena di masa Tabi’in, al-Qur’an telah dukumpulkan dalam satu mushaf, selain
itu juga pada masa akhir periode al-Khulafa al-Rasyidin (terkhusus pada masa
Usman ibn Affan), para sahabat ahli hadis telah menyebar ke berbagai wilayah
negara Islam. Sejalan dengan pesatnya perluasan wilayah kekuasaan Islam,
penyebaran sahabat-sahabat ke berbagai daerah pun terus meningkat, hal ini
kemudian berimplikasi juga pada meningkatnya penyebaran hadis. Oleh karena
itulah, masa ini dikenal sebagai masa menyebarnya periwayatan hadis. Ini
merupakan sebuah kemudahan bagi para Tabi’in untuk mempelajari hadis. Metode
yang dilakukan para Tabi’in dalam mengoleksi dan mencatat hadis yaitu melalui
pertemuan-pertemuan dengan para sahabat, selanjutnya mereka mencatat apa yang
telah di dapat dari pertemuan tersebut. 2
Para Tabi’in menerima hadis Nabi dari sahabat dalam berbagai bentuk,
jika disebutkan ada yang dalam bentuk catatan atau tulisan dan ada juga yang
harus dihafal, di samping itu dalam bentuk yang sudah terpolakan dalam ibadah
dan amaliah para sahabat, lalu Tabi’in menyaksikan dan mengikutinya. Dengan
demikian, tidak ada satu hadis pun yang tercecer apalagi terlupakan. Perihal
menulis hadis, di samping melakukan hafalan secara teratur, para Tabi’in juga
menulis sebagian hadis - hadis yang telah diterimanya. Selain itu, mereka juga
memiliki catatan-catatan atau surat-surat yang mereka terima langsung dari para
sahabat sebagai gurunya.
2
Andariati, L. (2020).’ Hadis dan Sejarah Perkembangannya. Diroyah: Jurnal Studi Ilm
u Hadis’, 4(2), 153-66. https://journal.iainlangsa.ac.id/index.php/at/article/view/3431

4
Ada yang menarik dari periode Tabi’in ini, pasalnya pada masa ini Islam
telah tersebar ke berbagai daerah. Dengan begitu banyak pula sahabat yang hijrah
ke berbagai daerah seperti Syam, Irak, Mesir, Samarkand untuk menyebarkan
dakwahnya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hadits, dan berguru kepada para
Sahabat, para Tabi’in harus menempuh perjalanan yang jauh. Hal ini dibuktikan
dari riwaya Bukhari, Ahmad, Thabrani ataupun Baihaqi, bahwa Jabir pernah pergi
ke Syam, yang memakan waktu sebulan untuk perjalanannya hanya untuk
menanyakan satu hadits saja yang belum pernah di dengarnya. Sahabat yang didat
anginya adalah Abdullah Ibnu Unais al-Anshary.

1. Penyebaran Hadits pada Masa Tabi’in


Ketika Pemerintahan dipegang oleh Bani Umayah, wilayah kekuasaan islam
sampai meliputi Mesir, Persia, Irak, Afrika Selatan, Samarkand, dan Spanyol,
disamping Madinah, Mekkah, Basrah, Syam, dan Khurasan. Sejalan dengan pesat
nya perluasan wilayah kekuasaan Islam, penyebaran para sahabat ke daerah-daera
h tersebut terus meningkat, sehingga masa ini dikenal dengan masa menyebarnya
periwayatan hadits (Intisyar al-riwayah ila al-amshar). Pada masa ini terdapat kot
a-kota sebagai pusat pembinaan dalam periwayatan hadits, sebagai tempat tujuan
para Tabi’in dalam mencari hadits. Kota-kota tersebut ialah:
a) Madinah al-Munawarah
Diantara tokoh –tokoh hadits di kota Madinah dalam kalangan sahabat ialah
Abu Bakar, Umar, Ali (sebelum pindah ke Kuffah), Abu Hurairah, Aisyah, IbnuU
mar, Abu Said al-Khudry dan Zaid bin Tsabit. Diantara sarjana-sarjana Tabi’in ya
ng belajar kepada sahabat-sahabat itu ialah Said, Urwah, Az-Zuhry, Ubaidilah ibn
Abdillah ibn Utbah, Ibnu Ma’id, Salim ibn Abdillah ibn Umar.
b) Makkah al-Mukarramah
Diantara tokoh hadits makkah ialah Mu’adz, kemudian Ibnu Abbas. Diantara
Tabi’in yang belajar padanya ialah Mujahid, Ikrimah, Atha’ ibn Abi Rabah, Abu a
z-Zubair Muhammad ibn Muslim.
c) Kufah
Ulama Sahabat yang mengembangkan hadits di Kuffah ialah Ali Abdullah ib
n Mas’ud, Saad ibn Abi Waqqash, Said ibn Zaid, Khabab ibn al-Arat, Salman al-F

5
arisy, dll. Abdullah ibn Mas’ud adalah pemimpin besar hadits di Kuffah. Ulama h
adits yang belajar kepadanya ialah Masruq, Ubaidah, Al aswad, Syuraih, Ibrahim,
Said ibn Jubair, Amir ibn Syurahil, dan Asy-Sya’by.
d) Bashrah
Pimpinan hadits di Basrah dari golongansahabat ialah Anas ibn Malik, Utbah,
Imran ibn Husain, Abu Bazrah, Ma’qil ibn Yasar, dan lain lain. Sarjana-sarjana Ta
bi’in yang belahjar kepada mereka ialah Abul Aliyah, Rafi’ ibn Mihram ar-Riyahy,
Al-Hasan al-Bishry, Muhammad ibn Sirin, Qatadah, dll.
e) Syam
Tokoh hadits dari kalangan sahabat di Syam ialah Mu’adz bin Jabal. Ubadaib
n Shamit dan Abu Darda’, pada beliau-beliau itulah banyak Tabi’ibelajar diantara
nya ialah Abu Idris al-Khaulany, Qabishah ibn Dzuaib, Makhul, Raja’ ibn Haiwah.
f) Mesir
Diantara sahabat yang mengembangakan hadits di Mesir ialah Abdullah ibn
Amr, Uqbah ibn Amr, dan ada kira-kira 140 orang sahabat yang mengembangkan
dakwah di Mesir. Diantara Tabi’in ang belajar disana ialah Abu al-Khair Martsad
al-Yaziny dan Yazid ibn Abi Habib.
g) Maghrib (Afrika Selatan) dan Andalusia(Spanyol)
Tokoh-tokoh sahabat yang mengajarkan hadits di Amr ibn al-‘Ash, Abdullah
ibn Sa’ad bin Abi Sarah, Abdullah bin Abbas, dll. Dari para sahabat tersebut men
ghasilkan sarjana-sarjana dari bangsa Afrika sendiri seperti Abdurrahman ibn Ziya
d, Yazid ibn Abi Mansur, al Mughirah ibn Abi Burdah, dan masih banyak lagi yan
g lainnya.
h) Yaman
Rasulullah pernah mengirim Mu’az ibn Jabal dan Abu Musa Al Ansyari ke Y
aman. Dari sana muncul Tabi’in terkemuka seperti Hammam ibn Munabbih, Tha
wus dan putranya Ma’mar ibn Rasyid, dll.
i) Jurjan
Di Jurjan singgah beberapa sahabat, antara lain Abu Abdillah Al Husain ibn
Ali, Abdullah ibn Umar, Hudzaifah ibn Al Yaman, dll. Ada yang mengatakan jug
a termasuk Al Hasan ibn Ali
j) Quzwain

6
Tokoh sahabat yang berada di Quzwain yaitu Salman Al Farisiy, dan Abu Hu
rairah ad-Dausy. Sedang yang Tabi’in antara lain Said ibn Jubair, Syamr ibn ‘Athi
yyah, dan Thulaihah bin Khuwalid.
k) Khurasan
Dari kalangan sahabat yang pernah singgah di Khurasan adalah Buraidah ibn
Hasyib al Aslamy, Abu Barzah al Aslamy, dll. Di kawasan inilah muncul para pak
ar hadits terkemuka seperti di Bukhara tokohnya Abu Abdillah Muhammad ibn Is
mail al-Bukhari, di Samarqand tokohnya Abu Abdillah ibn Abdillah ibn Abdurra
hman ad-Darimiy, dan di Faryab tokohnya Muhammad ibn Yusuf al-Farabiy kaw
an sejawat al-Tsaury.3

2. Munculnya Pemalsuan Hadits


Pada Masa ini terjadi pergolakan politik yang disebabkan perebutan
kekuasaan antara Khalifah Ali dan Muawwiyah. Dan pada masa tersebut umat
Islam terbagi menjadi beberapa golongan. Golongan pertama yaitu golongan
Syiah yang medukung Khalifah Ali, golongan kedua yaitu pendukung pihak
Muawwiyah, dan golongan terakhir yaitu kelompok Khawarrij yang tidak
mendukung Ali maupun Muawwiyah.
Ketiga golongan tersebut, sudah barang tentu ingin saling berebut pengaruh di
mata masyarakat. Bukan hanya itu, mereka juga saling berusaha untuk menjatuhk
an lawan masing-masing dengan tidak segan-segan membuat hadits palsu. Usaha
ini pertama kali dilakukan oleh golongan Syi’ah, dan diikuti oleh golongan yang
lainnya. Kota yang terkenal sebagai pusat pembuatan hadits palsu pada waktu itu
adalah Irak.
Kalaulah pada masa Ali itu telah timbul pemalsuan Hadits, maka bentuknya
barulah tingkat permulaan, yang secara keseluruhan belum banyak berpengaruh
terhadap keaslian Hadits Rasul. Adapun pada periode ketiga, yakni mulai masa
Muawwiyah sampai akhir abad 1 Hijry, pemalsuan Hadits telah berkembang
pesat, yang sebabnya bukan hanya factor pertentangan golongan, akan tetapi juga

3
Rohman, A. A., & Wulansari, I. (2023). Historisitas Hadis Pada Masa Nabi, Sahabat,
Tabi’in Dan Atba’al-Tabi’in. Mushaf Journal: Jurnal Ilmu Al Quran Dan Hadis, 3(2), 306-318.
Https://Mushafjournal.Com/Index.Php/Mj/Article/View/175

7
dilakukan oleh para kaum zindiq yang yang motifnya ingin memecah belah kaum
islam.

3. Penulisan dan pembukuan Hadis dimasa Tabi’in

Pada awalnya hadis itu tidaklah boleh dibukukan oleh Rasululllah


Shallallahu Alahi wa Sallam. Setelah masa para sahabat Radhiyallahu Anhum
berlalu, kemudian datanglah generasi selanjutnya yaitu generasi Tabi’in. Mereka
menimba ilmu dari para sahabat, Semoga Allah merahmati ilmu mereka. Para
Tabi’in bermu’amalah dengan para sahabat dan berusaha mengetahui segala
sesuatu dari mereka, mengambil banyak hadis Rasulullah Shallallhu Alaihi wa
Sallam melewati mereka dan mereka jhuga mengetahui as-Sunnah asy-Syarifah,
maka tabiatnya akan sama antara pendapat para Tabi’in dengan pendapat para
Sahabat mengenai hokum pembukaan hadis; karena sebab-sebab yang menjadi
alasan Khulafa Ar-Rasyidin dan para Sahabat atas ketidak sukaannya pada
penulisan hadis sama halnya kebencian para Tabi’in. Oleh karena itu, semuanya
memiliki yang sama, dan membenci penulisan selama sebab-sebab dibencinya hal
itu masih ada, kemudian mereka menghimpun hadis-hadis itu dalam bentuk
tulisan serta membolehkannya ketika alasan-alasan yang menjadi sebab-sebab
dibencinya penulisan telah hilang. Bahkan mayoritas mereka menekankan pada
pembukuan hadis dan motivasi tersebut. Diantara orang yang tidak menyukai
penulisan dan pembukuan hadis dari kalangan Tabi’in yang senior adalah Ubaidah
bin Amr As-Salamani Al-Muradi wafat tahun 72 H, Ibrahim bin Yazid At-Taimi
wafat pada tahun 92 H, dan Ibrahim An-Nakha’I wafat pada tahun 96 H yang
membenci penulisan hadis-hadis dalam Al-karaariis (buku-buku) dan diserupakan
dengan mushaf-mushaf. An-Nakha’I berkata,Sya tidak menulis hadis sama sekali,
sampai ia melarang Hammad bin Sulaiman untuk menulis ujung-ujung hadis.[15]
Begitulah perdebatan para sahabat dan Tabi’in saling mempertahankan keinginan
dan memberikan alsan-alasan yang membuat pembukuan hadis itu terkendala
demi menjaga kesucian hadis untuk pegangan ummat Islam. Kalau kita lihat
kelemahan ilmu yang dimiliki seseorang tanpa dituliskan akan mengakibatkan
banyak hal. Terutama sekali kesilapan dan kelupaan seseorang terhadap apa yang
didengarnya. Makanya sebaiknya ilmu itu diikat dengan cara penulisan.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu berkata
kepada Anak-anaknya” Wahai anak-anakku Ikatlah ilmu itu dengan tulisan.[16]
Dalam sumber yang lain mengatakan Anas bin Malik al-Anshori Rahimahullah
menyruh anak-anaknya untuk menulis ilmu, seraya berkata, Wahai anak-anakku,

8
ikatlah ilmudengan menuliskannya.” Dan dia berkata,” Dahulu kami tidak
menganggap ilmu (sunnah) dari orang yang tidak menuliskan ilmunya.[17]
Tabi’in lainnya adalah Amir Asy-Sya’bi yang meninggal pada tahun 103 H,
kita mendengar bahwa ia lselalu mengulang-ulang pernyataannya, “ Saya tidak
pernah menggoreskan tinta hitam diatas lembaran putih, dan tidak mendengar satu
hadispun dari sesorang kemudian saya menginginkan agar ia mengulanginya
untukku. Dan semakin bertambah keengganan para Tabi’in untuk menuliskan
hadis-hadis ketika pendapat-pendapat mereka telah masyhur terutama yang
berkenaan dengan mereka, sehingga mereka merasa khawatir apabila murid-
murid mereka membukukan hadis-hadis akan bercanmpur dengan pendapatnya,
lalu akan menjadi rancu bagi orang yang setelah mereka.[18] Para Tabi’in bukan
tidak mampu dan tidak mau membukukan hadis, namu begitulah para Tabi’in
menghargai para Sahabat yang ketika itu masih ada beberapa orang Sahabat yang
tidak setuju untuk membukukan hadis tersebut, dengan alasan mereka takutnya
para sahabat itu tercampurnya hadis dengan pendapat-pendapat para Tabi’in.
Sebagaimana hal itu terjadi pada Sa’id bin Al- Musayyib ketika seorang laki-
laki datang menemuinya dan bertanya tentang sesuatu, maka Sa’id mendiktekan
kepadanya, kemudian laki-laki itu bertanya lagi tentang pendapatnya, maka Sa’id
pun menjawabnya setelah itu, laki-laki tadi menulisnya. Melihat hal tersebut, ada
seorang yang duduk bersama dengannya berkata, “Apakah laki-laki itu menulis
pendapatmu, wahai Abu Muhammad?” Maka Sa’id berkata kepada laki-laki
penanya tadi,”Bawakan kepadaku tulisan itu” Kemudian setelah ia mendapatkan
lembaran tersebut lalu membakarnya. Perbuatan ini tidak dilakukan karena
kekhawatiran akan bercampuraduknya antara hadis dengan pendapatnya sendiri
yang dimungkinkan adanya kesalahan kemudian memperbaiki kesalahannya.
Sebagaimana yang dikatakan Jabir bin Zaid ketika disampaikan padanya,
“Sesungguhnya ia menuliskan pendapatmu.” Maka ia berkata,” Kalian menulis
sesuatu yang kemungkinan saya membatalkannya besok.[19] Pendapat yang yang
dikemukakan seseorang bisa berobah seketika, tidak sama dengan pendapat yang
berasal dari Rasul, sudah bisa dijadikan landasan hukum ataupun ketetapan yang
baku. Maka penulisan hadis bukan larangan dari kalangan Sahabat, namu
kekhawatiran para sahabatlah sebenarnya membuat salah seorang Sahabat itu
sampai membakar tulisan yang hanya ada pendapat-pendapat yang dikatakan oleh
Sahabat itu ketika seseorang bertanya kepadanya. Kekhawatiran para Sahabat itu
wajar karena disaat itu para Sahabat masih banyak yang hidup dan yang hafal
akan hadis-hadis yang bersumber dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Disamping itu para Sahabat ketika itu masih ada yang langsung dapat dido’akan

9
oleh Rasulullah agar ingatannya kuat dan lama. Akan tetapi kalu kita bawa
kondisi itu pada saat sekarang sangatlah jauh ketinggalan ummat Islam dibidang
hadis. Apalagi jauhnya masa ataupun waktu Rasul masih hidup.
Maka kesimpulan hadis itu dibukukan mengingat dan menimbang agar
jangan muncul dan mencuat pakar-pakar hadis palsu dengan cara menambah
ataupun mengurangi hadis yang sebenarnya. Dari sinilah kita dapat mengambil
pelajaran yang sangat berharga tentang perbedaan pendapat yang saling
memberikan alasan-alasan. Ditambah lagi gejolak politik yang memasuki areal
pendidikan terkait dengan pembinaan,penulisan dan pembukuan hadis yang pandu
oleh para guru ketika itu. Dan saat sekarang langkah para pendahulu itulah yang
harus kita tanamkan pada diri kita terutam kegigihannya menuntut ilmu melalui
para Sahabat dan kegigihannya untuk mempertahankan pendapatnya yang
akhirnya tercapai keinginannya mampu dan bisa mereka membukukan hadis-hadis
yang benar-benar dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan dengan
kegigihan merekalah kita bisa mengetahui dan menggali serta mencari hadis-hadis
yang sudah dibukukan para pendahulu tersebut.

B. Hadis Pada Masa Sekarang


Hadis adalah salah satu sumber ajaran Islam yang terpenting setelah al-
Qur’an sebagai landasan dalam pembentukan hukum Islam. hadis tetap menjadi
sumber penting dalam Islam dan banyak orang yang masih mempelajari dan
mengamalkannya hingga saat ini. Ada banyak kitab hadis yang masih dipelajari,
seperti Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Tirmidzi, Sunan
An-Nasa'i, dan Sunan Ibnu Majah. Selain itu, terdapat juga banyak institusi pendi
dikan yang menawarkan program studi hadis.4 Adapun Contoh hadits shahih
yaitu:
‫ما اتصل سنده بنقل العدل الظابط عن مثله إلى منتهاه من غير شذوذ وال علة‬
Artinya: “Setiap hadits yang rangkaian sanadnya bersambung, diriwayatkan
oleh perawi yang adil dan dhabit dari awal sampai akhir sanad, tidak terdapat di
dalamnya syadz dan ‘illah.”
Namun dalam era modern atau masa sekarang, hadis mengalami perubahan
paradigmatik dari kalangan para ulama klasik menuju paradigma modern. Para
modernis memandang bahwa apa yang datang dari Nabi Muhammad tidak selalu
4
Abdul Karim. (2018). ‘Pergulatan Hadis di Era Modern’.Hal 183. https://media.neliti.c
om/media/publications/318280-pergulatan-hadis-di-era-modern-ab430e18.

10
harus diinterpretasikan sebagai doktrin yang harus atau wajib dilaksanakan
sebagai bagian dari ajaran agama. Mereka juga lebih kritis dalam melihat
kedudukan Nabi Muhammad, sehingga posisi Nabi Muhammad sebagai
messanger/utusan tidak bisa dipisahkan-pisahkan dari perannya sebagai seorang
Nabi sekaligus perannya ditengah-tengah kehidupan sosial yang lainnya.
Ada Beberapa Isu-isu tentang hadis pada masa sekarang yaitu tentang tentang
otentisitas hadis menjadi isu utama yang diperdebatkan di kalangan ulama’
modern, termasuk di dalamnya yaitu mengenai otoritas keagamaan (sunnah) Nabi
Muhammad yang berlaku dalam setting sosial di mana nabi Muhammad dan para
sahabatnya hidup di tengah-tengah masyarakat Arab saat itu. Oleh karena itu
perdebatan tentang otentisitas dan eksistensi hadis di era modern ini tidak boleh
didekati dalam kekosongan sejarah, hal ini seolah-olah merupakan persoalan baru
yang menjadi tantangan dan dinamika kajian hadis modern yang secara tidak
terduga terus menerus dihadapkan pada suatu gagasan tradisional mengenai
otoritas keagamaan.
Semestinya kontroversialitas sunnah baik dalam perspektif tradisional
maupun modern, harus dipandang sebagai akibat wajar yang esensial dari upaya
orang Muslim Pergulatan Hadis di Era Modern untuk menyesuaikan doktrin
terhadap perubahan keadaan. Karena sunnah merupakan sumber kewenangan
Nabi, dan merupakan sumber kesinambungan dengan masa lalu, tidak ada
perselisihan ajaran, tidak ada kontroversi hukum, tidak ada pembahasan tafsir,
yang dapat dilakukan tanpa merujuk kepada sunnah. Sehingga tidak seharusnya
perkembangan pemikiran modern lantas mengerupsi dan mengikis eksistensi
sunnah/ hadis Nabi sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan dari sumber
ajaran Islam.
Dengan demikian, Sunnah/ hadis Nabi dalam kontek modernitas akan
ditentukan oleh bagaimana cara ummat Islam memperlakukan sunnah, apakah
dengan menggunakannya secara selektif, menolaknya atau menafsirkannya
kembali (reinterpretasi), esensial bagi kaum Muslim untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan situasi sosial yang ada. Dan ini semua pada dasarnya dalam
kerangka mewujudkan Islam universal yang rahmatan lil ‘alamin dan juga Islam

11
yang selalu selaras dengan situasi dan kondisi kapanpun dan di manapun kita
berada (shalih likulli zaman wa makan).
Sebagaiman Allah SWT berfirman pada Qur’an Surah Al-Anbiya ayat 107
yang berbunyi:

‫َو َم ٓا َأْر َس ْلَٰن َك ِإاَّل َر ْح َم ًة ِّلْلَٰع َلِم يَن‬

Artinya: “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menj
adi) rahmat bagi seluruh alam.”

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebagaimana para sahabat para tabiin juga cukup berhati-hati dalam periwaya
tan hadis . Hanya saja pada masa ini tidak terlalu berat seperti seperti pada masa
sahabat. Pada masa ini Al-Qur’an sudah terkumpul dalam satu mushaf dan sudah
tidak menghawatirkan lagi. Selain itu, pada akhir masa Al-Khulafa Al-Rasyidun
para sahabat ahli hadis telah menyebar ke beberapa wilayah sehingga
mempermudah tabi’in untuk mempelajari hadis.
Hadis adalah salah satu sumber ajaran Islam yang terpenting setelah al-
Qur’an sebagai landasan dalam pembentukan hukum Islam. hadis tetap menjadi
sumber penting dalam Islam dan banyak orang yang masih mempelajari dan
mengamalkannya hingga saat ini. Ada banyak kitab hadis yang masih dipelajari,
seperti Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Tirmidzi, Sunan
An-Nasa'i, dan Sunan Ibnu Majah. Selain itu, terdapat juga banyak institusi pendi
dikan yang menawarkan program studi hadis seperti pesantren dan masih banyak l
agi lainnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Andariati, L. (2020).’ Hadis dan Sejarah Perkembangannya. Diroyah: Jurnal Stu


di Ilmu Hadis’. https://journal.iainlangsa.ac.id/index.php/at/article/view/34
31
Abdul Karim. (2018). ‘Pergulatan Hadis di Era Modern’.Hal 183.
https://media.neliti.com/media/publications/318280-pergulatan-hadis-di-
era-modern-ab430e18.
Rohman, A. A., & Wulansari, I. (2023). Historisitas Hadis Pada Masa Nabi,
Sahabat, Tabi’in Dan Atba’al-Tabi’in. Mushaf Journal: Jurnal Ilmu Al
hadis. Https://Mushafjournal.Com/Index.Php/Mj/Article/View/175
Saidin, M. (2023). ‘Pembelajaran Hadits Zaman Tabi'in dan Era ICT’.
https://oarep.usim.edu.my/jspui/handle/123456789/20785

14

Anda mungkin juga menyukai