Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

SEJARAH DAN KODIFIKASI HADITS DARI ABAD

PERTAMA SAMPAI KE-7

Dosen Pengampu: Muhammad Tamimi, MA.

Oleh: Kelompok 3

Najwa haliza zayyina

Namira fitria zalika

sugianto

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI MATARAM
2021
Pendahuluan
Mempelajari sejarah pertumbuhan
dan perkembangan Hadis
diharapkan dapat
mengetahui sikap dan tindakan
umat islam terhadap Hadis serta
usaha pembinaan dan
pemeliharaan pada setiap periode
Hadis hingga pada akhirnya
muncul kitab-kitab hasil
pembukuan secara sempurna yang
dalam islam dikenal dengan istilah
tadwin.1Studi tentang
keberadaan Hadis ini selalu
semakin menarik untuk dikaji
seiring dengan perkembangan
analisis dan nalar berpikir manusia.
Studi Hadis tidak hanya dilakukan
oleh kalangan muslim melainkan juga
dilakukan
oleh kalangan orientalis. Bahkan,
kajian studi Hadis dalam dunia
islam semakin menguat
dilatar belakangi oleh upaya umat
islam untuk membantah terhadap
pendapat kalangan
orientalis tentang ketidak aslian
Hadis.2 Goldziher misalnya, dia
meragukan sebagian besar
orisinilitas Hadis yang bahkan
diriwayatkan oleh ulama besar seperti
imam Bukhori hal ini
dikarenakan jarak semenjak
wafatnya Nabi Muhammad SAW
dengan masa upaya
pembukuan Hadis sangat jauh,
menurutnya sangat sulit menjaga
orisinilitas Hadis tersebut.3
Oleh karena itu, mengkaji sejarah
berarti melakukan upaya
mengungkap fakta-fakta
yang sebenarnya sehingga sulit untuk
ditolak keberadaannya. Perjalanan
Hadis pada setiap
periode mengalami berbagai
persoalan dan hambatan yang
dihadapi, antara satu periode
dengan periode lainnya tidak sama,
maka pengungkapan sejarah
persoalannya perlu diajukan
ciri-ciri khusus dari persoalan
tersebut.
Diantara ulama tidak sependapat
dalam penyusunan periodesasi
pertumbuhan dan
perkembangan Hadis. Ada yang
membaginya menjadi tiga periode
yaitu masa Rasulullah,
masa sahabat, dan masa tabi’in.
Begitu pula ada yang membaginya
menjadi dua periode yaitu
masa prakodifikasi dan masa
kodifikasi. Bahkan ada yang
membaginya dengan spesifikasi
yang lebih jelas.
Terlepas dari itu kami akan
mengemukakan sejarah
perkembangan Hadis pada masa
prakodifikasi dan perkembangan
Hadis pada masa kodifikas
Pendahuluan
Mempelajari sejarah pertumbuhan
dan perkembangan Hadis
diharapkan dapat
mengetahui sikap dan tindakan
umat islam terhadap Hadis serta
usaha pembinaan dan
pemeliharaan pada setiap periode
Hadis hingga pada akhirnya
muncul kitab-kitab hasil
pembukuan secara sempurna yang
dalam islam dikenal dengan istilah
tadwin.1Studi tentang
keberadaan Hadis ini selalu
semakin menarik untuk dikaji
seiring dengan perkembangan
analisis dan nalar berpikir manusia.
Studi Hadis tidak hanya dilakukan
oleh kalangan muslim melainkan juga
dilakukan
oleh kalangan orientalis. Bahkan,
kajian studi Hadis dalam dunia
islam semakin menguat
dilatar belakangi oleh upaya umat
islam untuk membantah terhadap
pendapat kalangan
orientalis tentang ketidak aslian
Hadis.2 Goldziher misalnya, dia
meragukan sebagian besar
orisinilitas Hadis yang bahkan
diriwayatkan oleh ulama besar seperti
imam Bukhori hal ini
dikarenakan jarak semenjak
wafatnya Nabi Muhammad SAW
dengan masa upaya
pembukuan Hadis sangat jauh,
menurutnya sangat sulit menjaga
orisinilitas Hadis tersebut.3
Oleh karena itu, mengkaji sejarah
berarti melakukan upaya
mengungkap fakta-fakta
yang sebenarnya sehingga sulit untuk
ditolak keberadaannya. Perjalanan
Hadis pada setiap
periode mengalami berbagai
persoalan dan hambatan yang
dihadapi, antara satu periode
dengan periode lainnya tidak sama,
maka pengungkapan sejarah
persoalannya perlu diajukan
ciri-ciri khusus dari persoalan
tersebut.
Diantara ulama tidak sependapat
dalam penyusunan periodesasi
pertumbuhan dan
perkembangan Hadis. Ada yang
membaginya menjadi tiga periode
yaitu masa Rasulullah,
masa sahabat, dan masa tabi’in.
Begitu pula ada yang membaginya
menjadi dua periode yaitu
masa prakodifikasi dan masa
kodifikasi. Bahkan ada yang
membaginya dengan spesifikasi
yang lebih jelas.
Terlepas dari itu kami akan
mengemukakan sejarah
perkembangan Hadis pada masa
prakodifikasi dan perkembangan
Hadis pada masa kodifikas
Pendahuluan
Mempelajari sejarah pertumbuhan
dan perkembangan Hadis
diharapkan dapat
mengetahui sikap dan tindakan
umat islam terhadap Hadis serta
usaha pembinaan dan
pemeliharaan pada setiap periode
Hadis hingga pada akhirnya
muncul kitab-kitab hasil
pembukuan secara sempurna yang
dalam islam dikenal dengan istilah
tadwin.1Studi tentang
keberadaan Hadis ini selalu
semakin menarik untuk dikaji
seiring dengan perkembangan
analisis dan nalar berpikir manusia.
Studi Hadis tidak hanya dilakukan
oleh kalangan muslim melainkan juga
dilakukan
oleh kalangan orientalis. Bahkan,
kajian studi Hadis dalam dunia
islam semakin menguat
dilatar belakangi oleh upaya umat
islam untuk membantah terhadap
pendapat kalangan
orientalis tentang ketidak aslian
Hadis.2 Goldziher misalnya, dia
meragukan sebagian besar
orisinilitas Hadis yang bahkan
diriwayatkan oleh ulama besar seperti
imam Bukhori hal ini
dikarenakan jarak semenjak
wafatnya Nabi Muhammad SAW
dengan masa upaya
pembukuan Hadis sangat jauh,
menurutnya sangat sulit menjaga
orisinilitas Hadis tersebut.3
Oleh karena itu, mengkaji sejarah
berarti melakukan upaya
mengungkap fakta-fakta
yang sebenarnya sehingga sulit untuk
ditolak keberadaannya. Perjalanan
Hadis pada setiap
periode mengalami berbagai
persoalan dan hambatan yang
dihadapi, antara satu periode
dengan periode lainnya tidak sama,
maka pengungkapan sejarah
persoalannya perlu diajukan
ciri-ciri khusus dari persoalan
tersebut.
Diantara ulama tidak sependapat
dalam penyusunan periodesasi
pertumbuhan dan
perkembangan Hadis. Ada yang
membaginya menjadi tiga periode
yaitu masa Rasulullah,
masa sahabat, dan masa tabi’in.
Begitu pula ada yang membaginya
menjadi dua periode yaitu
masa prakodifikasi dan masa
kodifikasi. Bahkan ada yang
membaginya dengan spesifikasi
yang lebih jelas.
Terlepas dari itu kami akan
mengemukakan sejarah
perkembangan Hadis pada masa
prakodifikasi dan perkembangan
Hadis pada masa kodifikas
Pendahuluan
Mempelajari sejarah pertumbuhan
dan perkembangan Hadis
diharapkan dapat
mengetahui sikap dan tindakan
umat islam terhadap Hadis serta
usaha pembinaan dan
pemeliharaan pada setiap periode
Hadis hingga pada akhirnya
muncul kitab-kitab hasil
pembukuan secara sempurna yang
dalam islam dikenal dengan istilah
tadwin.1Studi tentang
keberadaan Hadis ini selalu
semakin menarik untuk dikaji
seiring dengan perkembangan
analisis dan nalar berpikir manusia.
Studi Hadis tidak hanya dilakukan
oleh kalangan muslim melainkan juga
dilakukan
oleh kalangan orientalis. Bahkan,
kajian studi Hadis dalam dunia
islam semakin menguat
dilatar belakangi oleh upaya umat
islam untuk membantah terhadap
pendapat kalangan
orientalis tentang ketidak aslian
Hadis.2 Goldziher misalnya, dia
meragukan sebagian besar
orisinilitas Hadis yang bahkan
diriwayatkan oleh ulama besar seperti
imam Bukhori hal ini
dikarenakan jarak semenjak
wafatnya Nabi Muhammad SAW
dengan masa upaya
pembukuan Hadis sangat jauh,
menurutnya sangat sulit menjaga
orisinilitas Hadis tersebut.3
Oleh karena itu, mengkaji sejarah
berarti melakukan upaya
mengungkap fakta-fakta
yang sebenarnya sehingga sulit untuk
ditolak keberadaannya. Perjalanan
Hadis pada setiap
periode mengalami berbagai
persoalan dan hambatan yang
dihadapi, antara satu periode
dengan periode lainnya tidak sama,
maka pengungkapan sejarah
persoalannya perlu diajukan
ciri-ciri khusus dari persoalan
tersebut.
Diantara ulama tidak sependapat
dalam penyusunan periodesasi
pertumbuhan dan
perkembangan Hadis. Ada yang
membaginya menjadi tiga periode
yaitu masa Rasulullah,
masa sahabat, dan masa tabi’in.
Begitu pula ada yang membaginya
menjadi dua periode yaitu
masa prakodifikasi dan masa
kodifikasi. Bahkan ada yang
membaginya dengan spesifikasi
yang lebih jelas.
Terlepas dari itu kami akan
mengemukakan sejarah
perkembangan Hadis pada masa
prakodifikasi dan perkembangan
Hadis pada masa kodifikasi.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Karena dengan limpahan rahmat dan
hidayah nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Solawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman Amin.

Adapun maksud dan tujuan dari penyususnan makalah ini adalah


menyelesaiaka tugas perkuliahan dengan judul bagaimana sejarah an kodefiasi
hadis dari abad pertama sampai ke- 7 yang di berikan oleh dosen pengampu, juga
untuk lebih memperluas ilmu pengetahuan para mahasiswa khususnya bagi
penulis. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih pada pihak-
pighak yang memebantu dalam penyususnan makalah ini sehingga penulis dapat
menyusun dan menyelesaikan makalah yang bejudul “perubahan sosisal dan
kebudayaan” dengan tepat waktu. Penulis berharap makalah ini dapat
memeberikan wawasan dan pengetahuan kepada siapapun yang membaca
makalah ini terutama bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karna
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini di kemudian hari. Akhir kata, semoga maklah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis dan pembaca bagi umumnya.

Mataram 4 maret 2022

Kelompok 3

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… 1

KATA PENGANTAR…………………………………………….................. 2

DAFTAR ISI………………………………………………………………… 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ……………………………………………………............ 4

B. Rumusan masalah………………………………………………………... 6

C. Tujuan…………………………………………………………………… 6

BAB II PEMBAHASAN

A. faktor faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan social………… 7


B. Proses-proses perubahan sosial dan kebudayaan...................................... 12

C. Arah perubahan (Direction of change)…………………………………. 15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………….. ……….. 17

B. Saran………………………………………………….…………….…… 17

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….……. 18

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dalam diskursus pengetahuan Islam, Al-Quran dan hadis merupakan
sumber tekstual yang paling utama1.1 Pada mulanya kedua sumber ajaran tersebut
bukanlah berupa teks, melainkan hanya berupa “lisan” perkataan atau amalan saja,
yang selanjutnya secara bertahap dengan perjalanan sejarah yang cukup kompleks
dan alur yang sangat berliku, kemudian pada akhirnya menjadi sebuah korpus teks
yang tertulis dan disucikan. Hal ini sebagai konsekwensi dari tradisi Islam yang
dalam jangka waktu lama telah menciptakan pola pengkultusan dari sebuah tradisi
lisan dan kultus personal (nabi Muhammad) kepada bentuk tradisi tulis atau teks
yang selanjutnya teks tersebut menjadi pemangku sekaligus pengganti otoritas
(personal) dalam ajaran-ajaran Islam selanjutnya.

Meskipun pada dasarnya al-Quran dan hadis sebagai sumber ajaran


berawal dari tradisi lisan yang sama yakni lisan nabi Muhammad kepada para
sahabat yang dalam hal ini keduanya didengarkan, dihafalkan dan dituliskan, akan
tetapi dari segi periwayatan selanjutnya keduanya sangat berbeda. Al-Quran
berkembang dalam tradisi lisan (hafalan) dan teks (catatan) yang mutawatir
dengan pola kodifikasi yang berlangsung secara sangat ketat sejak diucapkan oleh
nabi sampai wafatnya, hingga pada akhirnya menjadi mushaf resmi di masa
Ustman bin Affan. Maka dari sisi tersebut Al-Quran menjadi korpus tekstual yang
keotentikannya terjamin secara penuh (qathi). 22 Berbeda dengan hadis yang
periwayatannya berlangsung secara variatif dimana sebagian kecilnya berlangsung
secara mutawatir dan sebagian besarnya berlangsung secara ahad3. 3

Maka dari segi periwayatan, diskursus dan kodifikasi hadis sebagai


sumber tekstual mendapatkan problem dan perhatian yang lebih banyak dari pada
kitab suci Al-Quran. Secara umum problem kodifikasi hadis tersebut sangat

1
Hasyim Abbas, Kritik Matan Hadis (Yogyakarta: Teras, 2004), hlm. 1. Atau Lihat Juga Yasin Dutton,
“Sunna, Hadith and Madinan Amal”, Islamic Studies, Vol 4, Januari 1993. Hlm. 1
2
Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm. 2
3
3 Kata ahad merupakan jamak dari kata wahid yang arti harfiahnya adalah satu. Secara istilah berarti
periwayatan yang tidak menjcapai derajat mutawatir. Lihat penjelasannya lebih lanjut dalam al-Ashqalani,
Nuzhatun Nazar ….hlm. 9
terlihat dari kondisi periwayatannya yang pada awalnya hanya berupa tradisi lisan
dengan sebaran yang sangat sedikit, kemudian setelah wafatnya nabi tradisi lisan
tersebut terkoodifikasi secara massif dalam bentuk korpus teks yang sangat
banyak. Di sisi yang lain proses koodifakasi tersebut juga menciptakan problem
mendasar dalam penggunaan istilah-istilah yang melingkupinya. Terdapat
beragam istilah yang ditemukan seperti “sunnah”, tradisi, “amal”, atsar, khabar
dan “hadis”, yang dalam khasanah perkembangan pengetahuan muslim sulit
membedakannya antara satu dengan yang lain, sebab kesemuanya berkalut
kelindan mewujud dalam satu korpus “teks” yang sama yakni “hadis” sebagai
sebuah teks.

Tulisan ini akan mencoba melacak kembali bagaimana sebenarnya


bentuk-bentuk ‘pemikiran’ hadis, sejak awal keluar dari lisan dan amalan nabi
Muhammad saw, kemudian menjadi tradisi, sunnah, dihimpun dalam catatan-
catatan, lalu dibukukan, dan kemudian pada akhirnya dipatenkan menjadi “sumber
tekstual” utama umat muslim dalam menjalani kehidupan di kurun waktu
perkembangan Islam yang paling awal.

Penelusuran ini akan secara cermat melihat bagaimana pemikiran hadis


pada dua abad pertama masa perkembangan Islam dalam rangka membatasi dan
memberi gambaran yang lebih detail. Dan di bagian akhir tulisan, penulis akan
membahas juga salah satu kitab hadis yang terkemuka pada masa awal, yakni
kitab al-Muwatta’. 4 Sebagai sebuah kitab hadis yang kemunculannya dianggap
paling populer dan paling dekat dengan masa wafatnya nabi Muhammad saw. Al-
Muwatta merupakan kitab hadis karya Malik bin Anas, seorang ulama hadis
sekaligus ahli fiqih abad ke-2 H. Walaupun ada beberapa kitab hadis lain yang
disusun oleh ulama semasanya, namun alMuwatta’ adalah kitab yang paling
populer dan mewakili fase penghimpunan dan pemikiran “hadis” nabi di masa
awal. Di dalamnya terdapat penjelasan yang mungkin dapat membantu kita
memahami bagaimana istilah sunnah, tradisi, amal dan juga hadis kemudian
mewujud menjadi sumber rujukan kehidupan (terutama hukum) yang utama
dalam dunia Islam.
B .RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial

2. Apa saja prosese-proses perubahan sosisal dan kebudayaan

3. Bagaimana arah perubhan (direction of change)

C .TUJUAN

1. untuk mengetahui factor-faktor yang menyebabkan terjadinya


perubhan sosial
2. Untuk mengetahui proses-proses terjadinya perbuahan sosial dan
kebudayaan
3. Untuk mengetahui bagaimana arah perubahan (directin of change )
B. Periode Shahîfah (Abad Pertama/Ketujuh dan Awal Abad Kedua/Kedelapan)

Pada abad pertama tampaknya ada sikap ambivalen pada sebagian shahabat dan
para tabiin senior tentang penulisan hadis. Di satu sisi, ada keinginan untuk
menulis hadis untuk tujuan-tujuan tertentu, tetapi di sisi lain ada kekhawatiran
bahwa hadis-hadis yang ditulis tersebut akan menyaingi Alquran pada masa
berikutnya. Meskipun demikian, berpuluh-puluh shahabat dan para tabiin senior
dilaporkan memiliki naskah-naskah, yang kemudian dinamakan suhuf (bentuk
tunggalnya shahîfah).

Pada akhir abad pertama/ketujuh, ada faktor-faktor tertentu yang ikut mendorong
penghimpunan hadis tanpa ragu-ragu. Kekhawatiran akan terdistorsinya Alquran
telah hilang. Teks Alquran sudah dihafal dan dibaca secara seragam oleh sebagian
besar orang muslim yang tak terhitung banyaknya dan salinan mushaf Alquran
sudah disebarkan secara luas ke berbagai wilayah.1 Lebih jauh lagi, para syaikh
hadis yang terkemuka secara bertahap telah wafat satu demi satu, sementara
gerakan korupsi dan pemalsuan hadis mulai mengancam integritas hadis. Perang
sipil yang berawal dari terbunuhnya Khalifah ketiga, Utsmân b. ‘Affân (w.
35/656) menyebabkan perselisihan dan pertentangan politik yang melibatkan
periwayatan yang salah atas hadis dalam rangka mendukung kepentingan dan
doktrin kelompok tertentu.2

Oleh karena itu, diperlukan suatu ukuran untuk membedakan materi-materi hadis
yang autentik dan yang palsu dan untuk mendukung dan menopang metode
periwayatan hadis secara lisan. Kebutuhan ini menyebabkan seorang Gubernur
Mesir dinasti Umaiyah, ‘Abd al-‘Azîz b. Marwan (65-85/684-704), dan anak laki-
lakinya Khalifah ‘Umar b. ‘Abd al-‘Azîz (97-101/715-19) untuk
menginstruksikan kepada para ulama untuk menghimpun hadis. Beberapa
pernyataan juga disandarkan kepada para ulama terkemuka yang memperingatkan
agar berhati-hati terhadap para periwayat hadis dan materi hadis yang tidak dapat
dipercaya. Pernyataan-pernyataan semacam itu merupakan benih-benih bagi ilmu
kritik hadis.

Sayangnya, suhuf yang orisinil dari zaman ini telah hilang, walaupun beberapa
salinan atas suhuf tersebut ada yang survive. Contoh suhuf dari zaman ini adalah
shahîfah Hammâm b. Munabbih (w. 110/719), seorang tabiin Yaman dan murid
seorang shahabat, Abu Hurayrah (w. 58/677), yang darinya Hammâm belajar dan
menulis shahîfah tersebut. Naskah milik Hammâm ini berisi 138 hadis dan
diyakini telah ditulis sekitar pertengahan abad pertama/ketujuh.3

Penting dinyatakan bahwa Hammâm memperkenalkan matan hadisnya dengan


kata-kata, “Abu Hurayrah berkata kepada kami tentang apa yang disandarkan
kepada Nabi saw”.4 Ini berarti bahwa Hammâm sudah menyebutkan sumber
informasinya ketika meriwayatkan sebuah hadis dalam bentuk yang kemudian
dinamakan sanad atau isnâd, yakni guru atau rangkain para guru yang melalui
mereka seorang kolektor hadis sampai kepada Nabi saw., sebuah praktik yang
selalu diikuti dalam berbagai kompilasi hadis secara sistematis..

/perkembangan-literatur-hadis-dari-abad-i-hingga-abad-iv-h/

Anda mungkin juga menyukai