Disusun Oleh :
1. Anna Nur Mudiana (20014995)
2. Dwi Jayanti (20015240)
3. Putri Astuty Effendi (20015082)
4. Muhammad Nur Kholis M. (20015176)
5. Muhammad Nur Ismail (20015193)
Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Siti Khoiriyah, M.Pd. selaku dosen Pengantar Studi Islam yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kami. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami berharap kitik dan saran yang membangun dari teman-teman dapat menjadi koreksi dimasa mendatang
agar menjadi lebih baik dari sebelumya agar memberikan manfaat bagi kita semua. Aamiin.
(Kelompok Delapan)
II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................................iii
..............................................................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................................. ... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
C. Tujuan Makalah .................................................................................................. ...............2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadist ................................................................................................ ...............2
B. Perkembangan Hadist Kontemporer ................................................................... ...............2
C. Penelitian Hadist (Studi) ... ................................................................................. ...............4
1. Perlunya meneliti suatu hadist... ................................................................... ...............4
2. Obyek penelitian hadist................................................................................. ...............4
3. Tujuan penelitian hadist.. .............................................................................. ...............7
D. Metode Stusi Hadist Kontemporer...................................................................... ...............7
1. Takhrijul hadist... .......................................................................................... ...............8
2. Penelitian Sanad... ......................................................................................... ...............8
3. Penelitian Matan... ........................................................................................ ...............10
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Islam sebagai agama Allah memiliki 2 sumber utama sebagai pedoman, yaitu Al-Qur‟an
dan Hadits. Sumber yang kedua, yaitu Hadits merupakan penjabaran dari sumber yang
pertama yang maksudnya masih belum jelas (tersirat), khususnya yang berkaitan dengan
masalah kehidupan umat.
Seiring dengan perkembangan kehidupan umat, ternyata posisi dan fungsi Hadits ini tidak
saja dipalsukan, tetapi diingkari oleh kalangan umat tertentu. Oleh sebab itu, perlu kiranya
pengkajian lebih mendalam mengenai apa itu Hadits dan apakah Hadits yang kita jadikan
pegangan itu hadits yang sahih atau tidak.
Untuk lebih jelasnya, berikut akan dipaparkan mengenai cara mengkaji hadits sahih.
2. Rumusan masalah
3. Tujuan Makalah
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadist
Hadist sebagai sumber kedua agama islam berasal dari bahasa arab hadatsa, yahdutsu,
hadtsan, haditsan. Kata tersebut bisa berarti sesuatu yang baru. Lawan dari kata al qodim yang
artinya sesuatu yang kuno atau klasik. Sedangkan ulama ahli ushul memandang hadist adalah
semua perkataan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah.
Sebagai sebuah disiplin ilmu, ilmu hadis mempunyai obyek sentral dalam
pengkajiannya. Ilmu yang populer dengan sebutan Ilmu Musthalah Hadis ini memfokuskan
pusat kajiannya pada penelitian otentisitas suatu Hadis. Meski masih sangat terbatas dan
belum terdapat acuan metodologinya, peristiwa pengecekan otentisitas hadis sesungguhnya
telah pernah terjadi pada masa Nabi. Hal ini bisa kita lihat pada suatu peristiwa dimana Umar
bin al-Khattab memperoleh informasi bahwa Nabi menceraikan semua istri beliau. Umar pun
kaget dan langsung mengecek kebenaran matan hadis itu bukan mengecek siapa yang
menyampaikan hadis itu karena para sahabat semuanya dikenal adil dan ternyata hadis itu
salah. Kekagetannya itu tentu saja karena Umar merasa bahwa informasi tersebut janggal.
Karena itulah, ia langsung mengecek kebenaran informasi ini dan memang berita itu tidak
benar.
Kejadian ini memperlihatkan betapa otentisitas suatu berita dari Nabi dapat dengan
mudah dikonfirmasikan langsung kepada Nabi, sehingga dapat diketahui apakah berita itu
valid atau justru sebaliknya. karena para sahabat bisa langsung bertanya kepada nabi apakah
hadis itu valid atau tidak berasal dari nabi.
2
Ulama Hadits yang terkenal pada masa ini yaitu al-Syafi‟ie yang terkenal dengan
kitabnya Al-Risalah. Selain al-Risalah, karya al-Syafi‟i lainnya yang juga memberikan
perhatian terhadap ilmu Hadis adalah kitab al-Umm. Ciri dari buku ini bercampurnya kajian
hadits dengan kajian disiplin lainnya, seperti ilmu fikih dan ushul fikih. Ciri lain yang juga
terdapat dalam kedua karya ini adalah bahwa ilmu Hadis baru dibahas sebatas kesesuaian dan
keterkaitan antara ilmu Hadis dengan ilmu lain yang kebetulan dikaji secara bersamaan dalam
kedua kitab itu.
Dari pemotretan di atas, secara umum yang menjadi ciri khas kajian ilmu Hadis pada
abad-abad awal, khususnya masa al-Syafi‟I :
1. Ilmu Hadis dijadikan sebagai alat untuk memilah antara Hadis yang shahih dengan
yang saqim;
2. Ilmu Hadis merupakan alat bantu dalam memahami Hadis; dan
3. Menkanter serangan yang dilancarkan kalangan munkir al-sunnah, meskipun pada
masa-masa ini belum cukup populer.
Pada perkembangan selanjutnya, ilmu hadits sudah terpisah dengan disiplin ilmu yang
lain. Begitu pula dengan disiplin ilmu-ilmu yang lain sudah berdiri sendiri dan tidak
tercampur dengan disiplin ilmu yang lain. Peristiwa ini terjadi pada abad ke-4 Hijriah. Ilmu
Hadis telah menjadi suatu disiplin ilmu yang mapan. Perkembangan ini terjadi akibat semakin
marak lahirnya disiplin-disiplin ilmu baru dan persinggungan budaya dengan bangsa lain
yang kian mendorong upaya pembukuan masing-masing disiplin ilmu itu sendiri.
Dalam disiplin ilmu Hadis, perkembangan ini ditandai dengan lahirnya karya al-Qadli
Abu Muhammad bin al-Hasan bin Abd al-Rahman bin Khalan bin al-Ramahurmuzi (w. 360
H), Al-Muhaddis al-Fashil baina al-Rawi wa al-Wa‟i, yang memuat beberapa cabang penting
dari ilmu Hadis. Namun upayanya itu belum maksimal, karena masih banyak cabang penting
lainnya dalam ilmu Hadis yang belum diapresiasi dalam karya itu.
Selanjutnya, ulama yang banyak memberikan andil besar dalam ilmu hadits yaitu Abu
Bakar Ahmad bin Ali al-Khatib al-Baghdadi (w. 463 H). Beliau banyak menulis buku-buku
yang berkaitan tentang ilmu hadits yang selanjutnya dijadikan rujukan oleh ulama-ulama
sesudahnya. Perkembangan kajian ilmu Hadis mencapai puncaknya ketika Abu Amr Usman
bin Abd al-Rahman al-Syahrazuri. Nama yang terakhir disebut ini lebih populer dengan nama
Ibnu Shalah (w. 643 H) yang menulis karya ilmiah sangat monumental dan fenomenal,
3
berjudul Ulum al-Hadis, yang kemudian kondang dengan sebutan Muqaddimah Ibn alShalah.
Kitab ini merupakan upaya yang sangat maksimal dalam melengkapi kelemahan di sana-sini
karya-karya sebelumnya, seperti karya-karya al-Khatib dan ulama lainnya. Dalam kitabnya
itu, ia menyebutkan secara lengkap 65 cabang ilmu Hadis dan menuangkan segala sesuatunya
dengan detail. Mungkin ini pula yang menyebabkan kitab ini tidak cukup sistematis sesuai
dengan judul babnya.
4
Menurut ulama hadits, kedudukan sanad sangat penting dalam riwayat hadits. Maka
apabila suatu berita tidak memiliki sanad, menurut ulama hadits berita tersebut tidak bisa
disebut dengan hadits tetapi dapat disebut hadits palsu atau hadits maudlu‟, walaupun
seseorang menyatakannya sebagai hadits. Abdullah bin al-Mubarak memberi pernyataan
bahwa sanad hadits merupakan bagian dari agama. Apabila hadits tersebut tidak ada
sanadnya, maka seseorang bebas dalam menyatakan sesuai dengan kehendaknya. Pendapat
tersebut menjelaskan pentingnya sanad dalam kualitas hadits. Dengan demikian hadits dapat
diterima selagi sanadnya berkualitas sahih. Sebaliknya apabila sanad tidak sahih, maka hadits
tersebut harus ditinggalkan. Imam Nawawi menyatakan bahwa hubungan hadits dengan
sanadnya ibarat hubungan hewan dengan kakinya.
Sanad dijadikan sebagai obyek penelitian karena banyak sanad yang palsu. Adapun
tanda-tanda sanad yang palsu yaitu:
-Perawi hadits yang diketahui banyak orang adalah seorang pembohong.
-Seorang perawi mengakui bahwa hadits yang diriwayatkan adalah palsu.
-Seorang perawi mengaku bahwa hadits yang diriwayatkan dari seorang syekh, tetapi tidak
dapat dipastikan pernah menemui syekh tersebut.
-Kepalsuan hadits yang diketahui dari keadaan perawi dan dorongan psikologisnya. Kritik
ekstern (Kritik Sanad)
Dalam penelitian sanad hadits dikenal dengan istilah kritik ekstern yaitu kritik terhadap
rangkaian para perawi yang menyampaikan kepada matan hadits. Dalam meneliti sanad, agar
lebih mudah untuk menilai sanad apakah sanad itu dapat dijadikan sahih atau tidak. Ada
bagian-bagian tertentu yang dapat diteliti yaitu:
-Nama-nama seorang rawi yang meriwayatkan hadits.
-Lambang-lambang yang digunakan para rawi dalam meriwayatkan hadits seperti sami‟tu,
akhbaroni, an dan anna, dan lain-lain.
Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kesahihan hadits tergantung pada
kualitas sanad. Selain itu adanya unsur sanad dalam hadits sangat penting karena sanad
dijadikan sandaran.
Unsur-unsur kaidah kritik sanad
• Unsur kaidah mayor yang pertama, sanad bersambung, mengandung unsur-unsur
kaidah minor: mutthasil (bersambung), marfu‟ (bersandar pada Nabi SAW), mahfuz
(terhindar dari syudzudz) dan bukan mu‟all (bercacat).
• Unsur kaidah mayor kedua, perawi bersifat adil, mengandung unsur-unsur kaidah
minor: beragama Islam, mukalaf (balig dan berakal), melaksanakan ketentuan agama Islam,
5
dan memelihara muru‟ah (adab kesopanan pribadi yang membawa pemeliharaan diri manusia
kepada tegaknya kebijakan moral dan kebiasaan-kebiasaan).
• Unsur kaidah mayor yang ketiga, perawi bersifat dhabith dan atau adhbath,
mengandung unsur-unsur kaidah minor: hafal dengan baik hadits yang diriwayatkannya,
mampu dengan baik menyampaikan riwayat hadits yang dihafalnya kepada orang lain,
terhindar dari syudzudz, dan terhindar dari „illat.
Dengan acuan kaidah mayor dan kaidah minor bagi sanad tersebut, maka penelitian sanad
hadits dilaksanakan. Sepanjang semua unsur diterapkan secara benar dan cermat, maka
penelitian akan menghasilkan kualitas sanad dengan tingkat akurasi yang tinggi. b. Matan
Hadits
Obyek penelitian yang kedua yaitu matan hadits. Penelitian ini diperlukan karena
keadaan matan tidak bisa dipisahkan dari keadaan sanad hadits. Selain itu matan hadits
diriwayatkan dalam makna (Riwayah bil Ma‟na) karena semua rawi belum tentu memenuhi
syarat sah meriwayatkan hadits secara makna.
Penelitian matan hadits dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan
bahas, rasio, sejarah dan prinsip-prinsip pokok ajaran Islam. Tetapi walaupun banyak
pendekatan yang digunakan, masih sulit meneliti keadaan matan hadits.
Kesulitan tersebut disebabkan:
Adanya periwayatan secara makna. Pendekatan yang dijadikan acuan bermacam-macam.
Latar belakang timbulnya petunjuk hadits sulit diketahui. Kandungan petunjuk hadits yang
bersangkutan dengan hal yang supra rasional. Kitab-kitab yang membahas kritik matan masih
langka. Dari uraian tersebut, dapat dilihat bahwa meneliti matan itu sangatlah sulit. Maka dari
itu untuk melakukan penelitian matan, seorang perawi harus jeli dan memerlukan kecerdasan
dalam memetakkan masalah, dan pendekatan mana yang relevan dengan masalah yang akan
diteliti tersebut. Kritik intern (Kritik Matan). Dalam penelitian matan hadits dikenal istilah
kritik intern adalah mengkritiki materi yang bersandar pada Nabi berkaitan dengan nilai-nilai
konteks. Maka untuk memahami hadits Nabi harus memperhatikan konteks informasi. Unsur-
unsur kaidah kritik matan.
- Matan itu tidak boleh mengandung kata-kata
yang tidak pernah diucapkan oleh seorang ahli retorik atau
penulur bahasa yang baik.
6
- Tidak boleh bertentangan dengan pengertian-
pengertian rasional yang aksiomatik, yang sekitarnya tidak
mungkin ditakwilkan.
- Tidak boleh bertentangan dengan kaidah-kaidah
umum dalam hukum dan akhlak.
- Tidak boleh bertentangan dengan indera dan
kenyataan.
- Tidak boleh bertentangan dengan hal yang
aksiomatik dalam kedokteran dan ilmu pengetahuan.
7
Dengan adanya unsur-unsur matan tersebut dapat mempengaruhi kualitas hadits. Oleh karena
itu, harus adanya penelitian tentang matan hadits agar dapat diketahui kesahihan hadits.
3. Tujuan penelitian hadits.
Dalam penelitian tentunya mempunyai tujuan yang ingin dicapai, begitu juga dengan
penelitian hadits mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu: untuk mengetahui kualitas dari
hadits yang diteliti, karena kualitas hadits berhubungan dengan kesahihan hadits. Hadits yang
kualitasnya tidak memenuhi syarat dijadikan sebagai hujjah. Hadits yang dijadikan hujjah
hendaknya harus memenuhi syarat, karena hadits merupakan salah satu sumber ajaran Islam.
D. Metode Studi Hadits Kontemporer
Metode studi hadits merupakan cara dalam mengkaji meneliti suatu hadits tentang
kesahihannya. Dalam mengadakan penelitian dan pengkajian kualitas hadits diperlukan
adanya metode agar lebih mudah melakukan penelitian.
9
Yaitu jika terjadi pertentangan antara pne-ta‟dil-an dengan pen-jarh-an, yang
didahulukan adalah pen-ra‟dil-an.
d. Idza Kana al-Jarh Dha‟ifan fala Yuqbal Jarhuhu li al-Tsiqah
Yaitu apabila orang yang mengemukakan keterselaan tergolong orang yang dha‟if,
maka kritikannya terhadap orang yang tsiqah tidak diterima.
e. La Yuqbal al-Jarh illa Ba‟da al-Tassabbut Khasyyah al-Asybah
Yaitu pen-jarh-an tidak diterima kecuali setelah ditetapkan kesamaran-kesamaran
orang yang dicela.
f. Al-Jarh al-Nasyi „an „adawah dunyawiyyah la yu‟tadu bihi
Yaitu al-Jarh yang dikemukakan oleh orang yang bermusuhan tentang masalah dunia,
tidak perlu diperhatikan.
Sedangkan untuk meneliti merode yang digunakan perawi untuk meriwayatkan hadits
ada 8 metode (metode tahhmul ada‟ al-Hadits) yaitu: a. Al-Sama‟
b. Al-Qira‟ah aw al-„Aradl
c. Al-Ijazah
d. Al-Munawalah
e. Mukatabah
f. Al-I‟lam
g. Al-Washiyyah
h. Al-Wiyadah 3. Penelitian Matan
Langkah-langkah dalam melakukan penelitian matan hadits adalah sebagai berikut: a.
Melihat kualitas sanad hadits
Sanad dan matan memiliki kedudukan yang sama penting dalam kaitannya dengan hujjah.
Sanad tanpa adanya matan itu tidak dapat disebut dengan hadits, begitu juga sebaliknya matan
hadits tidak dapat dikatakan sebagai hadits Rasulullah apabila tidak ada sanadnya. Kemudian
apabila sanadnya lemah, maka matannya pun dapat dikatakan lemah pula. Untuk itu,
mengetahui kualitas sanad hadits menjadi langkah awal penelitian matan hadits.
b. Melihat susunan matan hadits yang semakna
Matan suatu hadits memiliki ragam yang banyak, hal ini dikarenakan kesalahpahaman
dalam periwayatan atau pun perbedaan pemahaman. Akibatnya timbul berbagai macam lafaz
matan hadits yang semakna, maka perlu dilakukan langkah muqarabah (perbandingan)
terhadap matan-matan hadits yang memiliki kandungan makna yang sama, dan juga
membandingkan sanad-sanadnya.
10
c. Meneliti kandungan matan hadits
Untuk melakukan penelitian terhadap kandungan matan hadits ini perlu dilakukan
perbandingan kandungan matan hadits yang sejalan. Oleh karenanya mempertautkan dengan
dalil-dalil lain yang mempunyai topik masalah yang sama sangat membantu dalam
memahami kandungan ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits sangat penting kehidupannya untuk diteliti, karena hadits Nabi sebagai salah satu
salah satu sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur‟an. Penelitian hadits dimaksudkan
agar mengetahui kualitas hadits karena banyaknya hadits yang tidak sahih. Hadits mempunyai
unsur pokok yaitu sanad dan matan, maka obyek penelitian hadits merujuk pada keduanya.
Dalam penelitian tentunya mempunyai tujuan yang ingin dicapai, begitu juga dengan
penelitian hadits mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu: untuk mengetahui kualitas dari
hadits yang diteliti, karena kualitas hadits berhubungan dengan kesahihan hadits. Hadits yang
kualitasnya tidak memenuhi syarat dijadikan sebagai hujjah. Langkah-langkah dalam meneliti
hadits adalah sebagai berikut:
- Takhrijul Hadits
- Penelitian Sanad
11
- Penelitian Matan
Dalam makalah ini pastinya terdapat kekurangan yang menyertai kelebihan, maka
dari itu bila dalam kepenulisan, terdapat banyak kekurangan mohon untuk memberi
masukan ataupun saran yang membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Syiba‟i, Musthafa, DR., Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam,
Penerjemah DR. Nur Cholis Majid, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993).
Ismail, M. Syuhudi, Hadits Nabi Menurut Pembela dan Pengingkar dan Pemalsunya,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1995).
Ismail, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992).
Nata, Abudin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2004).
Ulama‟i, A. Hasan Asy‟ari, M.Ag, Melacak Hadits Nabi SAW, Cara Cepat Mencari
Hadits Nabi dari Manual Hingga Digital, (Semarang: RaSail, 2006).
12