Anda di halaman 1dari 33

Draft

PRAKTIKUM FISIKA
DIGITAL
Berbasis Computational Thinking

(Draft Version)

Draft
Wahyu Hardyanto
Sugiyanto
Isa Akhlis
Siti Wahyuni
ii

PRAKTIKUM FISIKA DIGITAL: Berbasis Computational Thinking

Copyright © 2021 by UNNES Press.

All rights reserved. This book or any portion thereof may not be reproduced or
used in any manner whatsoever without the express written permission of the
publisher except for the use of brief quotations in a book review.

First Printing, 2021

Unnes Press
Jl. Kelud Raya No.2
Gajahmungkur, Semarang 50237

Draft
Prakata

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya Buku Pandu-
an Praktikum Fisika Digital Berbasis Computational Thinking. Seperti diketahui
bersama bahwa masa pandemi satu setengah tahun terakhir memaksa perubahan di
segala bidang, tidak terkecuali dunia pendidikan. Proses transfer ilmu dituntut tetap
terlaksana dengan baik di tengah segala keterbatasan pembelajaran daring. Salah
satu kesulitan yang dialami adalah pelaksanaan praktikum. Buku ini hadir sebagai

Draft
salah satu alternatif panduan pelaksanaan praktikum fisika secara digital dengan
menggabungkan pemanfaatan laboratorium virtual dan sensor smartphone.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era revolusi
industri 4.0, pembelajaran di sekolah semakin banyak yang bergeser pada ranah
digital. Pembelajaran fisika pun tidak dapat terlepas dari perkembangan teknologi
informasi yang semakin pesat, khususnya di bidang pemrograman visual. Kemam-
puan atau keterampilan dalam berpikir komputasional (Computational Thinking)
sangat diperlukan untuk mendukung pemahaman konsep fisika. Untuk membeka-
li siswa dengan keterampilan tersebut dapat digunakan laboratorium virtual. Salah
satu yang dapat dimanfaatkan yaitu laboratorium virtual berbasis Scratch. Program
ini dapat diakses pada https://scratch.mit.edu/ secara gratis. Selain ver-
si web, disediakan juga versi apk yang dapat diunduh melalui smartphone.
Hampir semua smartphone sekarang ini sudah dilengkapi dengan berbagai ma-
cam sensor. Fasilitas ini dapat dimanfaatkan juga sebagai penunjang pelaksanaan
praktikum fisika. Terdapat situs dengan alamat https://www.arduino.cc/
education/science-journal yang menyediakan banyak materi pembela-
jaran yang juga dapat diakses secara gratis.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam buku panduan prak-
tikum fisika ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pem-
baca. Penulis berharap karya kecil ini dapat memberikan kontribusi dalam pembe-
lajaran fisika di sekolah menengah. Terima kasih.

Semarang, September 2021


Penulis

iii
Draft
Daftar Isi

Prakata . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii

1 Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.1 Pengenalan Scratch . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Berfikir komputasional (Computational Thinking) . . . . . . . . . . . . . . . 3

Draft
2 Pemodelan Analitik dengan Scratch . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
2.1 Gelombang Berjalan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
2.2 Gelombang Berdiri . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
2.3 Gerak 2D: Menembak Monyet . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13

3 Pemodelan Numerik dengan Scratch . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17


3.1 Solusi numerik persamaan diferensial: Gerak 2-dimensi . . . . . . . . . . 17
3.2 Gerak Satelit Mengitari Bumi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21

4 Rangkuman . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25
Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26

v
Draft
Bab 1
Pendahuluan

Analisis tentang struktur konsep fisika, ditemukan bahwa pengetahuan faktual dan
prosedural yang penting tidak dirumuskan dan diajarkan secara eksplisit dalam pem-
belajaran fisika. Ini mengarah pada kesimpulan bahwa pemodelan matematika dari
fenomena fisika harus menjadi tema sentral dari pembelajaran fisika. Ada alasan
untuk percaya bahwa metode tradisional untuk mengajar fisika tidak efisien dan pe-
ningkatan substansial dalam pembelajaran dapat dicapai dengan program penelitian

Draft
dan pengembangan (R & D) pedagogis yang kuat.
Selama beberapa semester yang telah berselang dan juga semester ini, penulis
mengajarkan penggunaan Scratch bukan hanya sebagai alternatif dalam pemro-
graman sebagaimana Python, tetapi juga memanfaatkannya sebagai alat atau labora-
torium virtual yang bisa menumbuhkan ketrampilan berfikir komputasional (Com-
putational Thinking). Pada awalnya mata kuliah yang terkait sebagai wadahnya
adalah mata kuliah “Media Pembelajaran Fisika” untuk mahasiswa Pascasarjana
UNNES. Namun seiring dengan kemajuan teknologi digital dan kebutuhan kuliah
online, muncul ide untuk membuat semacam lembar kerja atau Work-Sheet sebagai
panduan praktikum kuliah ”Fisika Dasar”.

1.1 Pengenalan Scratch

Scratch adalah bahasa pemrograman yang dikembangkan oleh MIT (Massachusetts


Institute of Technology) yang telah dipelajari oleh ribuan orang dalam beberapa ta-
hun terakhir dan semakin banyak digunakan di sekolah-sekolah (Brennan, Monroy-
Hernández, & Resnick, 2012; Maloney, Resnick, Rusk, Silverman, & Eastmond,
2010; Resnick et al., 2009), terutama sejak rilis versi 2.0 baru yang dapat dijalankan
secara online. Sebagai lanjutan dari bahasa pemrograman LOGO dan dipromosik-
an menggunakan ’tagline Imagine, Program, Share’, Scratch menawarkan berbagai
kreasi (animasi dan narasi, presentasi, gambar interaktif, simulasi, permainan, dll.)
dan telah menghasilkan komunitas pengguna yang kaya dan dinamis di sekitarnya,
mulai dari anak kecil hingga orang dewasa di seluruh dunia (Brennan, 2013). Ti-

1
2 1 Pendahuluan

dak seperti bahasa pemrograman yang canggih, Scratch didasarkan pada pemba-
ngunan blok pemrograman berbasis potongan, lebih seperti teka-teki gambar seder-
hana. Scratch versi 3.0 antarmuka pemrogramannya terdiri dari tiga bagian utama
(Gambar 1.1): bagian pemrograman yang terdiri dari kode program dan tempat kode
program ditambahkan untuk membangun blok, bagian visualisasi yang menunjukk-
an sprite dan backdrop di mana kita mendefinisikan suatu perilaku, bagian untuk
mengedit sprite dan backdrop (yang dapat diedit secara grafis).

Draft
Gambar 1.1: Tampilan Menu pada Scratch.

Scratch online merupakan alat penulisan (authoring tool) program yang menam-
pilkan bahasa pemrograman sederhana yang telah disesuaikan dengan siswa sekolah
yang semakin sering digunakan karena menawarkan kepada siswa dan guru, kesem-
patan untuk menggunakannya sebagai laboratorium virtual untuk mengembangkan
model sain. Selain itu, dapat pula dilakukan evaluasi perilaku atau ketrampilan ber-
fikir komputasional mereka. Secara singkat, Scratch bisa menjadi alat yang berguna
untuk pemodelan komputasi fisika, misalnya kinematika. Kehadiran Scratch mem-
permudah upaya kita dalam membuat model simulasi, sehingga paling sedikit kita
dapat menggambarkan perangainya meskipun mungkin tidak sangat sempurna. Pada
kesempatan ini akan diberikan beberapa contoh yang dapat dipelajari, sekedar un-
1.2 Berfikir komputasional (Computational Thinking) 3

tuk memberi gambaran tentang langkah-langkah pembuatan programnya. Informasi


yang lebih lengkap terdapat pada diktat kuliah khusus untuk itu, yang mencakup
topik-topik yang ada dalam kurikulum fisika.

1.2 Berfikir komputasional (Computational Thinking)

Beberapa penelitian yang aktual tentang berfikir komputasional, bahkan telah coba
diimplentasikan pada pendidikan dasar. Mereka beranggapan bahwa berpikir kom-
putasi merupakan keterampilan fundamental bagi semua orang, tidak hanya untuk
ilmuwan komputer. Tidak hanya ketrampilan membaca, menulis, dan berhitung, te-
tapi harus ditambahkan pemikiran komputasi untuk meningkatkan kemampuan ana-
litis pada setiap anak (Adler & Kim, 2018; Brennan, 2013; Wing, 2008). Pada era
perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat ini, dampak komputasi jauh
melampaui sains, komputasi mempengaruhi semua aspek kehidupan. Sehingga Un-
tuk berkembang di dunia saat ini, setiap orang membutuhkan pemikiran komputasi.
Berfikir komputasional dan STEM (Science, Technology, Engineering, and Ma-
thematics) telah terbukti menjadi metode yang efektif untuk memajukan pembela-
jaran dan pemahaman di sejumlah domain STEM dan secara bersamaan memban-

Draft
tu siswa mengembangkan konsep dan praktik berfikir komputasional yang penting
(Hutchins et al., 2020). Dengan demikian pada pembelajaran Fisika, siswa meng-
embangkan pemahaman yang lebih baik tentang konsep dan praktik fisika dengan
tambahan berfikir komputasional, daripada siswa yang belajar melalui kurikulum
tradisional. Siswa tampak lebih termotivasi dan bekerja lebih keras pada tugas fisi-
ka mereka, bahkan ketika mereka mengalami kesulitan (Hutchins et al., 2020).
Biasanya berfikir komputasional ditumbuhkan dengan mengembangkan model
atau program simulasi tentang fenomena fisika. Hal tersebut akan membantu siswa
mengubah konsep yang abstrak menjadi bentuk terwujud. Selain itu, dengan me-
nyesuaikan parameter secara berulang, siswa dapat menguji, membandingkan, dan
mengamati perubahan fenomena ilmiah dan memahami pengaruh nilai ekstrim dari
parameter (Bowen & DeLuca, 2015; Lin, Wang, & Wu, 2019). Proses pemodelan
untuk simulasi fisika, melalui pemrograman fisika juga meningkatkan pemahaman
siswa tentang konsep fisika yang sulit. Adapun asesemen tentang berfikir komputa-
sional pada sekolah yang setara dengan SMP (Sekolah Menengah Pertama), untuk
siswa kelas 3. Diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa kurikulum sain khususnya
biologi komputasi membantu siswa mengembangkan sejumlah kompetensi penting
untuk rangkaian praktik pemodelan dan simulasi(Hsu, 2019).
Draft
Bab 2
Pemodelan Analitik dengan Scratch

2.1 Gelombang Berjalan

Bentuk persamaan sebuah gelombang satu dimensi yang sederhana dengan frekuen-
si tunggal yaitu gelombang sinusoidal sebagaimana nampak pada Gambar 2.1. Kita
asumsikan mempunyai panjang gelombang λ dan frekuensi f . Panjang gelombang

Draft
λ adalah jarak antara dua puncak atau palung berurutan. Adapun persamaan 2.1,
adalah persamaan gelombang saat t = 0.
 

y = A sin x (2.1)
λ
dimana y adalah perpindahan gelombang pada posisi x; A adalah amplitudo gelom-
bang dan λ adalah panjang gelombang. (Persamaan 2.1 akan memenuhi, karena
akan berulang sendiri setiap panjang gelombang; saat x = λ , y = sin2π = sin0)

y
λ
A

0 x

−A

Gambar 2.1: Karakteristik gelombang frekuensi-tunggal saat t = 0.

5
6 2 Pemodelan Analitik dengan Scratch

Jika gelombang yang bergerak ke kanan dengan kecepatan v, maka setelah wak-
tu t, tiap bagian dari gelombang (seluruh ’bentuk’ gelombang) telah berpindah ke
kanan sejauh vt. Gambar 2.2 memperlihatkan gelombang saat t = 0 berupa kurva
padat, dan setelah waktu t berupa kurva putus-putus. Nampak sembarang titik pa-
da gelombang saat t = 0; misalnya puncak pada posisi x. Setelah waktu t, puncak
telah berjalan sejauh vt, jadi posisi baru sejauh vt lebih besar dibanding posisi la-
ma. Untuk medeskripsikan titik yang sama pada bentuk gelombang, argumen pada
fungsi sinus harus mempunyai nilai numerik yang sama, maka kita ganti x dalam
Persamaan 2.2 dengan (x − vt):
 

y(x,t) = A sin (x − vt) (2.2)
λ

y
vt
A

0 x

Draft
−A
λ

Gambar 2.2: Gelombang berjalan. Pada waktu t, gelombang bergerak sejauh vt.

Dengan kata lain, jika anda di atas puncak, setelah t bertambah, x juga harus
bertambah dengan laju yang sama, jadi (x − vt) selalu konstan (Giancoli, 2015).
Jika gelombang yang berjalan sepanjang sumbu x ke kiri, maka akan ada penurunan
nilai x. Hal tersebut berarti v menjadi −v, sehingga
 

y(x,t) = A sin (x + vt) (2.3)
λ
atau

y(x,t) = A sin(kx + ωt) (2.4)


Bilangan gelombang k, frekuensi spasial gelombang dalam radian per satuan ja-
rak, dapat dikaitkan dengan panjang gelombang sebagai

k= (2.5)
λ
2.1 Gelombang Berjalan 7

Periode T adalah waktu untuk satu siklus lengkap dari osilasi gelombang. Fre-
kuensi f adalah jumlah periode per satuan waktu (per detik) dan biasanya diukur
dalam hertz yang dilambangkan sebagai Hz. Hal ini terkait dengan:
1
f= (2.6)
T
Dengan kata lain, frekuensi dan periode gelombang adalah kebalikan.
Frekuensi sudut ω mewakili frekuensi dalam radian per detik. Ini terkait dengan
frekuensi atau periode sebagai

ω = 2π f = (2.7)
T
Gelombang sinusoidal dengan bilangan gelombang k yang berjalan dengan ke-
cepatan konstan v ditunjukan dengan:
ω
v= (2.8)
k

Langkah-1:
Untuk dapat menggambar gelombang dengan Scratch, pertama kali ini kita pilih

Draft
dulu Sprite berupa titik atau bola kecil dan Backdrop yang berupa Grid yang di-
lengkapi dengan sumbu koordinat kartesian. Kemudian pada Sprite tersbut kita bu-
at variabel dengan meng-klik tombol MakeVariable. Adapun variabel yang dibuat
meliputi t, x, y, T , A, λ , k dan ω.

Gambar 2.3: Nilai awal


variabel.https://www.overleaf.com/project/5e44c9de2a5be600010e273d
8 2 Pemodelan Analitik dengan Scratch

Berilah nilai awal untuk masing-masing variable tersebut dengan blok (perintah) set
sebagaimna nampak pada Gambar 2.3. Dalam Scratch, 2π dinyatakan dalam 360
derajat. Sedangkan perintah goto yang terakhir, hanya mengerakkan Sprite bola ke
posisi x = −180 dan y = 0.
Dengan demikian tampilan awal Desktop selengkapnya dari layar Scratch menjadi
seperti Gambar 2.4. Untuk menjalankan perintah-perintah tersebut cukup kita klik
tombol bendera hi jau.

Draft
Gambar 2.4: Tampilan awal Desktop pada Scratch.
2.1 Gelombang Berjalan 9

Langkah-2:
Untuk dapat menggambar gelombang dengan Scratch, terlebih dahulu kita susun
blok persamaan 2.4, digunakan perintah set dengan memanfaatkan operator dan
fungsi matematika yang telah tersedia seperti nampak pada Gambar 2.5. Selanjut-
nya persaaman blok tersebut kita susun dalam perulangan atau loop untuk variabel
posisi x dan waktu t. Adapun keseluruhan blok adalah sebagaimana nampak pa-
da Gambar 2.6. blok pen yang diawali dengan set pen dan dalam perulangan ada
pen up, pen down untuk menggambarkan titik-titik sebagai lintasan dari Sprite bo-
la.

Gambar 2.5: Bentuk persamaan 2.4 dalam bentuk susunan Block Scratch.

Draft
Gambar 2.6: Perulangan (loop) untuk variabel posisi x dan waktu t.

Langkah-3:
Pada langkah ini, kita akan menyederhanakan susunan perintah dengan mengganti
atau memindahkan prosedur loop untuk variabel x atau Subroutine menggambar
fungsi sinus menjadi sebuah blok tersendiri. Dalam hal ini nama blok tersebut adalah
gra f ik sinus. Untuk membuat blok tersebut tidak sulit, setelah tombol Make a Block
kita klik, maka akan muncul tampilan seperti Gambar 2.7. Sebelum klik tombol
OK, terlebih dulu Check box pada Run without screen re f resh di enable. Sedangkan
10 2 Pemodelan Analitik dengan Scratch

Gambar 2.8, menunjukan modifikasi dengan membentuk blok gra f ik sinus yang
terdifinisi dalam prosedur de f ine gra f ik sinus.

Draft
Gambar 2.7: Tampilan untuk membuat blok baru yang bernama gra f ik sinus.

Gambar 2.9, memperlihatkan tampilan Desktop dari Scratch. Nampak bahwa di-
bagian tengah adalah Coding blok selengkapnya. Bila Tombol bendera hijau ki-
ta klik, maka akan diperlihatkan simulasi gelombang berjalan atau menjalar ke
arah kanan. Adapun link untuk menjalakan simulasi tersebut adalah https://
scratch.mit.edu/projects/413161485.

Gambar 2.8: Modifikasi perintah dengan blok gra f ik sinus.


2.2 Gelombang Berdiri 11

Gambar 2.9: Simulasi gelombang berjalan.

Draft
2.2 Gelombang Berdiri

Tentu saja untuk pembelajaran gelombang bukan hanya berisi membuat lukisan se-
buah gelombang yang berjalan atau menjalar. Bagian terpenting adalah bagaima-
na menanamkan konsep superposisi gelombang, apa makna dari panjang gelom-
bang, peranan amplitudo, peranan frekuensi, peranan kecepatan dan arah rambatan.
Itu semua dapat dilakukan dengan berbekal pada pengalaman singkat tadi. Misal-
nya, superposisi dua gelombang yang arahnya berlawanan, satu gelombang arah
ke kanan dan satu lagi ke kiri. Hasilnya adalah gelombang berdiri yang dapat diwu-
judkan melalui duplikasi subroutine kemudian menjumlahkan nilai simpangan pada
masing-masing gelombang. Selain itu, bisa juga diturunkan persamaan trigonometri
sebai hasil penjumlahan dua persamaan 2.4, masing-masing dengan arah kecepatan
−ω dan +ω. Adapun persamaan hasil superposisi dua gelombang tersebut adalah
persamaan 2.9.

y(x,t) = 2A sin kx cos ωt (2.9)


Selanjutnya dengan mereposisi tampilan dan mebuat subroutine dari persama-
an 2.9, pada Gambar 2.10 dapat ditampilkan sebuah gelombang superposisi yang
tidak menjalar dan terdiri dari komponen yang masing-masing menjalar. Dengan
kata lain akan terbentuk simpul dan perut sebagai akibat telah terjadinya resonansi
antara gelombang datang dan gelombang pantul. Adapun Gambar 2.11, memperli-
hatkan pola resonansi yang terbentuk berupa mode f undamental atau Harmonik1,
12 2 Pemodelan Analitik dengan Scratch

Harmonik2, Harmonik3 dan seterusnya, bergantung panjang gelombang (λ ) dan


panjang tali (L).

Draft
Gambar 2.10: Simulasi gelombang berdiri Harmonik 1 dengan λ = 2L.

Gambar 2.11: Mode resonansi gelombang berdiri.


2.3 Gerak 2D: Menembak Monyet 13

2.3 Gerak 2D: Menembak Monyet

Seorang pemburu akan menembak monyet yang berada di atas pohon, sebagaimana
nampak pada Gambar 2.12. Monyet berada pada jarak vertikal h dan jarak hori-
zontal R dari pistol pemburu. Pemburu mengarahkan dengan tepat ke monyet dan
menembaknya, tetapi tepat saat menembak, monyet yang pintar tersebut juga lang-
sung menjatuhkan diri. Apakah monyet akan selamat?

Draft
Gambar 2.12: Menembak monyet

Jika pistol diarahkan tepat ke monyet,maka pemburu pasti berhasil menembak


monyet, tidak bergantung dari besar kecepatan peluru. Jadi monyet tidak akan sela-
mat. Hal ini tampak aneh, jadi mari kita lihat dengan seksama. Perlakukan lintasan
peluru sebagai superposisi dari dua gerakan: satu dengan kecepatan konstan, satu la-
gi dengan percepatan gravitasi seragam g. Dalam keadaan tidak ada gravitasi (g = 0)
monyet tidak akan jatuh dan peluru akan mengikuti lintasan lurus dengan kecepatan
konstan dan tepat mengenai monyet (lintasan A). Namun dengan adanya gravitasi,
peluru akan jatuh pada jarak ( 12 gt 2 ) di bawah jalur garis lurus ini dalam waktu t,
sedangkan monyet jatuh pada jarak yang sama selama waktu yang sama (lintasan
B). Sehingga keduanya, peluru dan monyet akan selalu bertemu terlepas dari berapa
besar nilai t atau g.
Dengan demikian kita dapat kita hitung terlebih dahulu waktu t yang dibutuhkan
peluru untuk menempuh jarak horizontal R yaitu
R
t= (2.10)
v0 cosθ
Sedangkan posisi atau jarak vertikal yang ditempuh baik peluru y p , maupun mo-
nyet ym dalam waktu t tersebut adalah
14 2 Pemodelan Analitik dengan Scratch

1
y p = v0 sinθt − gt 2 (2.11)
2
dan
1
ym = h − gt 2 (2.12)
2
dengan mensubstitusikan persamaan 2.10 pada persamaan 2.11 dan 2.12, maka da-
pat dibuktikan bahwa y p − ym = 0. Dengan kata lain monyet akan tertembak.

Langkah-1:
Setelah kita pilih dua Sprite yaitu bola, sebagai pelurunya dan Sprite monkey, ser-
ta Backdrop berupa sumbu koordinat X −Y . Sesuaikan ukuran (size) kedua Sprite
agar tidak terlalu besar dibanding ukuran Backdrop. Selanjutnya kita pilih sudut
θ = 45o , sehingga R = h. Untuk menggerakan Sprite bola tersebut berdasarkan per-
samaan 2.11, maka diperlukan variabel dan inisialisasi awal. Buatlah semua variabel
termasuk komponen kecepatan awal pada sumbu x dan sumbu y, dalam hal ini v0x
dan v0y . Isikan juga nilai awal atau konstante seperti nampak pada Gambar 2.13.
Agar sesuai dengan ukuran bidang gambar, satuan t dalam sekon, R dan h dalam m
dan percepatan gravitasi g dalam m/s2 .

Draft
Gambar 2.13: Nilai awal variabel untuk Sprite bola (peluru).

Langkah-2:
Menambahkan penulisan persamaan gerak di dalam iterasi dengan memanfaatkan
2.3 Gerak 2D: Menembak Monyet 15

operator matematika dan kontrol perulangan yang tersedia hingga nampak seperti
pada Gambar 2.14. Jika penulisan persamaan matematika dan penyusunan Block
sudah benar, maka Sprite bola akan bergerak sesuai posisi saat t ditambah sebe-
sar 0.1 s dan berhenti saat menyentuh atau menumbuk Sprite monkey. Selanjutnya
untuk memberikan gambaran lintasan atau semacam thicker timer dari Sprite yang
bergerak, kita sisipkan beberapa perintah atau kode program Pen yang tampilan se-
lengkapnya sebagaimana nampak pada Gambar 2.15.

Draft
Gambar 2.14: Persamaan gerak dan iterasi Sprite bola (peluru).

Langkah-3:
Selanjutnya, untuk mengerakan untuk Sprite monkey tepat bersamaan dengan gerak
Sprite bola, perlu disusun program atau block yang mirip dengan Langkah 1 dan
Langkah 2. Adapun program selengkapnya nampak pada Gambar 2.16. Hal yang
perlu diperhatikan adalah posisi awal dari Sprite monkey, yaitu x0m = x0 + R dan
y0m = y0 + h. Kebetulan h = R = 250 m, hal ini dikarenakan telah kita pilih θ = 45o .
16 2 Pemodelan Analitik dengan Scratch

Gambar 2.15: Program lengkap simulasi gerak peluru dari Sprite bola.

Gambar 2.16: Program lengkap simulasi gerak peluru dari Sprite bola.
Draft
Bab 3
Pemodelan Numerik dengan Scratch

3.1 Solusi numerik persamaan diferensial: Gerak 2-dimensi

Topik-topik fisika, misalnya mekanika klasik, rangkaian listrik LCR, termodinami-


ka di jelaskan dengan hukum-hukum dasar yang umumnya berbentuk persamaan
diferensial; ada yang hanya orde satu dan juga ada yang orde dua. Sering sekali fe-

Draft
nomena alam yang nyata, tidak ditemukan solusi analitiknya atau sangat sulit dan
terbatas. Padahal dengan mencari solusi persamaan deferensial tersebut, akan di-
ketahui perangai benda atau fenomena alam yang lebih jelas. Untuk itu, kita perlu
mendapatkan solusi numerik dan ditambah ketrampilan dalam berfikir komputasio-
nal atau membuat simulasi sederhana. Meskipun solusinya numerik tidak sangat
sempurna dalam menggambarkan fenomena alam tersebut. Fenomena fisika yang
sering dijadikan contoh model pembelajaran gerak benda dalam 2-dimensi adalah
lintasan peluru. Adapun persamaan geraknya dalam mekanika Newton adalah per-
samaan diferensial orde dua sebagai berikut

dx
m = Fx
dt
dy
m = Fy (3.1)
dt
Ungkapan persamaan deferensial dengan proses beda hingga adalah

vx (t + dt) = vx (t) + ax (t)dt


vy (t + dt) = vy (t) + ay (t)dt (3.2)

Untuk kasus gerak peluru yang sederhana dan ideal, nilai ax = Fx /m = 0 dan
nilai ay = Fy /m = −9.8 dan m = 1. Demikian juga untuk persamaan diferensial
orde dua memerlukan dua syarat awal yang harus kita tetapkan, diantaranya adalah

17
18 3 Pemodelan Numerik dengan Scratch

x(0), vx (0), y(0) dan vy (0). Dalam hal ini masing-masing akan diambil x(0) = 0,
y(0) = 0, vx (0) = 40 dan vy (0) = 50.

Langkah-1:
Setelah kita pilih Sprite bola dan Backdrop berupa sumbu koordinat X −Y , selan-
jutnya perlu kita buat variabel dan sekaligus menetapkan nilai parameter dan nilai
awal sebagaimana nampak pada Gambar 3.1.

Draft
Gambar 3.1: Nilai awal variabel gerak peluru.

Langkah-2:
Menuliskan ungkapan persamaan deferensial yang berupa persamaan iterasi dengan
memanfaatkan operator yang telah tersedia. Kemudian persamaan iterasi itu dikon-
trol dengan perulangan dengan batas iterasi hingga Sprite menyentuh dinding bi-
dang gambar. Dalam iterasi tersebut variabel waktu t nilainya juga kita tambah 0.02.
Dengan demikian tampilan subroutine selengkapnya seperti nampak pada Gambar
3.2. Selanjutnya untuk memberikan gambaran lintasan atau semacam thicker timer
dari Sprite yang bergerak, kita sisipkan beberapa perintah atau kode program Pen
yang tampilan selengkapnya sebagaimana nampak pada Gambar 3.3.

Langkah-3:
Model yang kita bahas di atas jelas tidak cocok dengan hasil eksperimen. Untuk
model matematika tersebut, memperlihatkan gerak dua benda, jika dilepas jatuh
dari ketinggian yang sama pada saat yang sama pasti akan sampai di tanah pada
saat yang sama pula. Tidak dipengaruhi berapapun beda massanya. Padahal biasa-
3.1 Solusi numerik persamaan diferensial: Gerak 2-dimensi 19

Gambar 3.2: Subroutine iterasi metode Euler.

Gambar 3.3: Tampilan simulasi gerak peluru tanpa gaya gesekan udara.
Draft
20 3 Pemodelan Numerik dengan Scratch

nya, dalam pengamatan bila sebuah kelereng dan sepotong bulu ayam kalau dilepas
seperti itu tidak akan sampai di tanah dalam waktu yang sama. Dalam menyelesa-
ikan persoalan gerak benda secara nyata dengan benar, kita perlu memperhitungkan
gaya lainya yang bekerja pada benda tersebut, misalnya gaya gesekan udara. De-
ngan komputasi, pengaruh gesekan udara tersebut dapan diperhitungan dengan me-
nambahkan dalam persamaan geraknya. Gaya gesekan umunnya bergantung pada
kecepatan benda dan arahnya selalu berlawanan dengan kecepatan benda tersebut.
Misanya koefisien gesekan udara kita sebut β , maka persamaan sederhana pada ax
dan ay menjadi

ax = −β vx
ay = −β vy (3.3)

Misalnya kita ambil β = 0.1, maka subroutine iterasinyanya kita ubah menjadi se-
perti Gambar 3.4.

Gambar 3.4: Subroutine iterasi metode Euler dengan gaya gesekan udara.
Draft
Dengan mengubah-ubah nilai β dapat diamati perubahan perangai lintasan akibat
gesekan udara. Meskipun biasanya untuk kecepatan benda yang besar, gaya gesekan
berbanding lurus dengan kuadrat kecepatannya dan tentu saja luas permukaan atau
cross − section dari benda. Dari Gambar 3.3 dan Gambar 3.5, nampak dengan jelas
3.2 Gerak Satelit Mengitari Bumi 21

perbedaan lintasan parabola antara simulasi gerak peluru tanpa gaya gesekan udara
dan dengan gaya gesekan udara.

Draft
Gambar 3.5: Tampilan simulasi gerak peluru dengan gaya gesekan udara.

3.2 Gerak Satelit Mengitari Bumi

Model yang dibahas pada sub bab 3.1, dapat juga dipakai sebagai template untuk
gerak yang dipandu oleh gaya Newton. Jadi seandainya persamaan geraknya digan-
ti dengan persamaan untuk gerak satelit mengitari bumi, maka yang perlu diubah
hanyalah ungkapan untuk ax dan ay . Pernyataan atau block yang lain hampir tidak
berubah. Jadi persamaan gerak sebuah satelit yang mengitari bumi dapat kita tulisk-
an sebagai

GMx
ax = −
r3
GMy
ay = − 3 (3.4)
r
p
program dengan mengambil konstanta GM = 1000 dan r = x2 + y2 . Dengan de-
mikian subroutine persamaan iterasinyanya diubah sebagaimana Gambar 3.6.
22 3 Pemodelan Numerik dengan Scratch

Gambar 3.6: Tampilan subroutine iterasi metode Euler tentang gerak satelit

Draft
Sedangkan Gambar 3.7 memperlihatkan program selengkapnya dengan kecepat-
an awal vy = 10 dan vx = 0. Nampak bahwa lintasan satelit berupa titik-titik yang

Gambar 3.7: Tampilan simulasi gerak satelit mengitari bumi


3.2 Gerak Satelit Mengitari Bumi 23

membentuk sebuah lingkaran. Dengan mengubah kecepatan awal vx dan vy , akan


diperoleh gambar lintasan yang bukan hanya lingkaran namun bisa dalam bentuk
elip. Demikian pula bila kecepatan awal yang berupa resultan vx dan vy tidak cukup
besar, satelit akan jatuh ke bumi. Sebaliknya bila kecepatan awal tersebut terlalu
besar, satelit akan hilang atau tidak mengorbit.

Draft
Draft
Bab 4
Rangkuman

Ada 4 komponen atau hal mendasar dalam cara berfikir komputasional yang da-
pat dimanfaatkan untuk belajar fisika melalui proses pemodelan simulasi dengan
Scratch. Komponen pertama adalah variabel pada Pro ject yang digunakan untuk
menampung baik data awal maupun hasil perhitungan matematik. Ketergantungan
isi variabel yang satu dengan yang lain dapat dihubungkan melalui sebuah fungsi
matematik dalah hal ini operator. Sebagian besar operator yang biasa diperlukan

Draft
di fisika sudah terdapat di sana. Komponen yang kedua adalah algoritma atau ja-
lannya program yang tersedia dalam tab control. Misalnya berapa kali atau sampai
kapan suatu urutan perintah atau prosedur atau subroutine akan diulang. Komponen
ketiga adalah animasi atau gerak dari benda yang disebut sprite dalam koordinat
kartesian yang menampilkan data pada variabel yang ada. Komponen keempat ada-
lah grafik atau lintasan gerak dari sprite yang sesuai dengan data pada variabel.
Bukan hanya sekedar lintasan, namun perubahan jarak antar titik akan memperje-
las perangai gerak dari benda dalam hal ini sprite. Hal tersebut mengingatkan kita
fungsi ticker timer yang ada di laboratorium. Melalui urutan dan susunan code pro-
gram yang diperintahkan untuk dilakukan komputer, hasil animasi dan grafik ter-
sebut, sangat memungkinkan diwujudkannya “real-time simulation”. Dengan kata
lain, Scratch dapat digunakan sebagai alat berfikir komputasional melalui pemodel-
an fenomena fisika di dalam kelas. Lebih dari itu, melalui perubahan nilai variabel
dan pengamatan hasil simulasinya, pemahaman terhadap fenomena fisika menja-
di lebih baik. Tentu saja masih banyak contoh-contoh lain untuk memahami fisika
yang dapat dibuat dengan Scratch.

25
26 4 Rangkuman

Pustaka

Adler, R. F., & Kim, H. (2018). Enhancing future K-8 teachers’ computational
thinking skills through modeling and simulations. Education and Information
Technologies, 23(4), 1501–1514. doi: 10.1007/s10639-017-9675-1
Bowen, B., & DeLuca, W. (2015). Comparing Traditional versus Alternative Se-
quencing of Instruction When Using Simulation Modeling. Journal of STEM
Education: Innovations and Research, 16(1), 5–10.
Brennan, K. (2013). Learning Computing through Creating and Connecting. IEEE
Computer Society.
Brennan, K., Monroy-Hernández, A., & Resnick, M. (2012). Natural hazards and
education in Europe. (128), 75–83. doi: 10.1002/yd
Giancoli, D. C. (2015). Physics: Principles with Applications Global Edition.
Hsu, T.-C. (2019). A Study of the Readiness of Implementing Computational Thin-
king in Compulsory Education in Taiwan. doi: 10.1007/978-981-13-6528-7
17
Hutchins, N. M., Biswas, G., Maróti, M., Lédeczi, Á., Grover, S., Wolf, R., . . .
McElhaney, K. (2020). C2STEM: a System for Synergistic Learning of
Physics and Computational Thinking. Journal of Science Education and Te-
chnology, 29(1), 83–100. doi: 10.1007/s10956-019-09804-9

Draft
Lin, Y. T., Wang, M. T., & Wu, C. C. (2019). Design and Implementation of
Interdisciplinary STEM Instruction: Teaching Programming by Computa-
tional Physics. Asia-Pacific Education Researcher, 28(1), 77–91. Retrie-
ved from https://doi.org/10.1007/s40299-018-0415-0 doi:
10.1007/s40299-018-0415-0
Maloney, J., Resnick, M., Rusk, N., Silverman, B., & Eastmond, E. (2010). The
scratch programming language and environment. ACM Transactions on Com-
puting Education. doi: 10.1145/1868358.1868363
Orban, C. M., & Teeling-Smith, R. M. (2020). Computational Thinking in In-
troductory Physics. The Physics Teacher, 58(4), 247–251. doi: 10.1119/
1.5145470
Resnick, M., Maloney, J., Monroy, A., Rusk, N., Eastmond, E., Brennan, K., . . .
Kafai, Y. (2009). Scratch : Programming for All. COMMUNICATIONS OF
THE ACM, 52(11), 60–67.
Reymond A. Serway and John W. Jewett, J. (2014). Physics for scientists and
engineers with modern physics (9th ed.). Boston: Mary Finch Publisher.
Wing, J. M. (2008). Computational thinking and thinking about computing. Phi-
losophical Transactions of the Royal Society A: Mathematical, Physical and
Engineering Sciences, 366(1881), 3717–3725. doi: 10.1098/rsta.2008.0118

Anda mungkin juga menyukai