Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

BAB HAL DAN TAMYIZ

Disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah nahwu

Dosen Pengampu : Dr. ‌Asep Maulana, M.Pd

Oleh Kelompok 4:

Berlian Nestia Agustin (212101020058)


Akhmad Fitra Wijaya (214101020014)
Wardatul Khamro’ (214101020013)
Siti Yuni Maltufah (214101020025)
Lailatun Nafisah (214101020020)
Fathur Rizqi (214101020010)
Ahmad Dzil Fikri Aly (214101020021)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH ACHMAD SHIDDIQ JEMBER


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Hal dan Tamyiz” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah nahwu yang dibimbing oleh Bapak Dr. Asep Maulana M.Pd. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang hal dan tamyiz
bagi para pembaca dan juga penulis.
Saya mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Asep Maulana M.Pd.
selaku dosen mata kuliah nahwu yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagikan sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
butuhkan demi kesempurnaan makalah ini.

Jember, 21 Oktober 2021

Penulis

DAFTAR ISI

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ilmu Nahwu merupakan ilmu pokok yang harus dikuasai kalau
seseorang yang ingin belajar Bahasa Arab. Bahasa Arab merupakan salah
satu bahasa yang diakui dunia dan menjadi salah satu dari bahasa dunia dan
diakui oleh PBB.
Seperti yang kita ketahui saat ini begitu banyak yang mempelajari
kajian-kajian dalam kitab gundul yang memang sebagian besar ditulis dalam
bahasa arab serta tidak sedikit pula yang mengkaji mengenai isi dalam Al-
Qur'an yang memang bertuliskan bahasa arab. Semua itu tidak luput dari
pembahasan Nahwu dan Shorof. Tetapi dalam makalah ini kami hanya
mencoba memaparkan mengenai dua materi inti dalam nahwu yaitu Hal dan
Tamyiz.
Hal dan Tamyiz adalah salah satu materi yang harus dikuasai dalam
mempelajari ilmu nahwu. Hal adalah salah satu materi yang menjelaskan
keadaan shohibul hal, dimana terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi
dan harus ada kesesuaian antara Hal dan Shohibul Hal. Sedangkan Tamyiz
merupakan salah satu materi inti yang menjelaskan tentang sesuatu yang
masih samar, yang mana terdapat macam-macam dan letak tersendiri
dimana Tamyiz biasanya berada. Oleh karena itu pada makalah ini kami
akan membahas secara mendalam mengenai Hal dan Tamyiz.
Kami sebagai penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat
memberikan manfaat dan memperluas wawasan bagi pembaca. Sehingga
pembaca, terutama bagi penyusun makalah dapat berbahasa arab baik dan
benar yakni sesuai kaidah nahwu dan shorof.

1
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diambil
rumusan masalah, sebagai berikut:
1. Bagaimana definisi dari Hal?
2. Bagaimana syarat-syarat dari Hal dan Shohibul Hal?
3. Bagaimana kesesuaian antara Hal dan Shohibul Hal?
4. Apa sajakah macam-macam dari Hal?
5. Bagaimana definisi dari Tamyiz?
6. Bagaimana macam-macam dari Tamyiz?
7. Bagaimana letak dari Tamyiz?
C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat diambil tujuan dari
pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Untuk menjelaskan definisi dari Tamyiz
2. Untuk menjelaskan syarat-syarat dari Hal dan Shohibul Hal
3. Untuk menjelaskan kesesuian Hal dan Shohibul Hal
4. Untuk menjelaskan macam-macam dari Hal
5. Untuk menjelaskan definisi dari Tamyiz
6. Untuk menjelaskan macam-macam dari Tamyiz
7. Untuk menjelaskan letak dari Tamyiz

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HAL
Hal (keterangan keadaan) adalah isim yang dibaca nashab, yang
menjelaskan keadaan fail atau maf’ul, atau keduanya yang belum jelas.
 Contoh Hal yang menerangkan keadaan fa’il:
‫ جاء زيد راكبا‬: Zaid dating dengan naik kendaraan

Kata‫ راكبا‬dalam kalimat di atas dibaca nashab, karena mejadi hal atau

menerangkan keaaan fa’il (zaid) Ketika datang.


 Contoh Hal yang menerangkan keadaan maf’ul:
‫ ركبت الفرس مسرجا‬: Saya menunggang kuda dengan berpelana.

Kata ‫ مس رجا‬dalam kalimat di atas dibaca nashab, karena berkedudukan

menjadi Hal, yakni menerangkan keadaan maf’ul pada kata ‫الفرس‬.

 Contoh Hal yang menerangkan keadaan fa’il dan maf’ul:


‫ لقيت عبد اهلل راكبا‬: Saya bertemu Abdullah dengan naik kendaraan.

Kata ‫ راكبا‬dalam contoh di atas dibaca nashab, menjadi Hal menerangkan

keadan naf’ul dan fa’il.


Unsur-unsur dari Hal yaitu:
1. ‘Amil Al-Hal (fi’il atau yang diserupakan dengan fi’il yang jatuh
sebelum Hal);
2. Shohibul Hal (pelaku yang memiliki keadaan);
3. Hal (kata yang menjelaskan shohibul hal).

3
B. SYARAT-SYARAT HAL DAN SHOHIBUL HAL
1. Adapun syarat-syarat dari Hal, sebagai berikut:
a) Terdiri dari isim nakirah. Apabila ada Hal yang terdiri dari isim
ma’rifat, maka harus di ta’wilkan nakirah.
Contoh:
‫ جاء زيد وحده‬: Zaid datang dengan sendirian.

Kata ‫ وحده‬dalam kalimat di atas dibaca nashab menjadi Hal.

b) Terdiri dari isim musytaq. Apabila ada Hal yang terdiri dari isim
jamid, maka harus ditakwil musytaq.
Contoh:
‫ بدت اجلارية قمرا‬: Gadis itu tampak dengan bulan (bagaikan bulan).

Kata ‫ قم را‬adalah isim jamid. Dalam kalimat di atas dibaca nashab

menjadi Hal. Karena tidak memenuhi ketentuan, maka harus


ditakwil musytaq, sehingga susunannya menjadi: ‫بدت اجلارية مضيئة‬

Kata ‫ قمرا‬ditakwil dengan ‫مضيئة‬.

c) Jatuh sesudah kalimat yang sempurna. Artinya, Hal itu tidak


termasuk bagian pokok kalimat, tetapi bukan berarti kalimat yang
sempurna tadi tidak memerlukan Hal, seperti yang ada dalam Al-
qur’an :
‫ وال متش يف االرض مرحا‬: Janganlah kamu berjalan di muka bumi ini

dengan sombong.

2. Adapun syarat-syarat dari Shahibul Hal, sebagai berikut:


a) Mendahulukan Hal dan mengakhirkan Shohibul Hal.
Contoh:
‫ يف الدار جالسا رجل‬: Di dalam rumah itu terdapat seorang laki-laki dalam

keadaan duduk.

Kata ‫ رجل‬adalah Shahibul Hal (yang diterangkan keadaannya).

Sedangkan kata ‫ جالسا‬adalah Hal (yang menerangkan keadaan

4
Shahibul Hal). Kata ‫ رجل‬adalah nakirah, mestinya yang menjadi

Shahibul Hal itu harus makrifat. Tetapi dalam susunan diatas boleh,
sebab posisi Hal medahului Shahibul Hal-nya yang nakirah.
b) Ditakhsis dengan cara mengidhafahkan pada kata lain.
Contoh:
‫ يف اربعة ايام سواء‬: Dalam empat hari yang genap.

Kata ‫ اربعة ايام‬dalam ayat di atas menjadi Shahibul Hal, yang Hal-nya

berupa kata ‫ سواء‬. Shahibul Hal tersebut (‫ )اربعة‬adalah nakirah, tetapi

ditakhsis dengan cara mudhaf pada kata ‫ ايام‬.

c) Didahului oleh nafi.


Contoh:
‫وما اهلكنا من قرية اال هلا منذرون‬

Dan Kami tidak membinasakan suatu negeri pun, kecuali setelah


ada baginya orang-orang yang memberi peringatan.
Kata ‫ قرية‬dalam ayat di atas adalah nakirah dan menjadi Shahibul

Hal yang Hal-nya adalah kalimat ‫ هلا من ذرون‬. Kata ‫ قرية‬meskipun

nakirah, boleh menjadi Shahibul Hal, sebab jatuh sesudah huruf


nafi ( ‫) ما‬.

d) Ditakhsis dengan sifat.


Contoh:
‫وملا جاء هم كتاب من عند اهلل مصدقا‬

“Dan setelah datang kepada mereka sebuah kitab dari Allah


(Alquran) yang membenarkan.”

Kata ‫ كتاب‬dalam ayat di atas adalah nakirah dan menjadi Shahibul

Hal yang Hal-nya berupa kata ‫ مص دقا‬. Kata ‫ كت اب‬tersebut meskipun

nakirah, tetapi boleh menjadi Shahibul Hal, sebab telah ditakhsis


dengan sifat

5
‫ من عند اهلل‬.

C. KESESUAIAN ANTARA HAL DAN SHOHIBUL HAL


Antara Hal dan Shahibul Hal harus sesuai dari segi:
1. Mufrad, tatsniyah dan jama’.
Contoh:
 ‫جاء حممد راكبا‬
Artinya: “Muhammad telah datang dalam keadaan berkendara”
(Antara Hal/ ‫ راكبا‬dan Shahibul Hal / ‫ حممد‬sama-sama berupa isim
mufrad).
 ‫جاء حممدان راكبني‬
Artinya: “Dua Muhammad telah datang dalam keadaan
berkendara”
(Antara Hal/ ‫ راك بني‬dan Shahibul Hal/ ‫حمم دان‬sama-sama berupa isim
tatsniyah).
 ‫جاء حممدون راكبني‬
Artinya: “Beberapa Muhammad telah datang dalam keadaan
berkendara”
(Antara Hal/ ‫ راك بني‬dan Shahibul Hal/ ‫ حمم دون‬sama-sama berupa
jama’).
2. Mudzakkar dan muannatsnya.
Contoh:
 ‫جاء حممد راكبا‬
Artinya: “Muhammad telah datang dalam keadaan berkendara”
(Antara Hal/‫ راكبا‬dan Shahibul Hal / ‫ حممد‬sama-sama berupa isim
mudzakkar).
 ‫جاءت فاطمة راكبة‬
Artinya: “Fatimah telah datang dalam keadaan berkendara”
(Antara Hal/ ‫ راكبة‬dan Shahibul Hal/ ‫ فاطمة‬sama-sama berupa isim
muannats).

D. MACAM-MACAM HAL
Hal itu ada yang mufrad, ada pula yang berupa zharaf, jer majrur dan
jumlah.
 Contoh Hal yang terdiri dari zharaf ialah:
‫ رايت اهلالل بني الس حاب‬: Saya melihat bulan dalam keadaan di antara
mendung.

6
Kata ‫ بين‬adalah zharaf makan yang berkedudukan menjadi Hal dari kata
‫اهلالل‬.
 Contoh Hal yang terdiri dari jer majrur ialah:
‫ فخ رج علي قوم ه يف زينته‬: Maka Qarun keluar kepada kaumnya dengan
kemegahannya.
Kata ‫ زينته‬dalam ayat di atas adalah jer majrur yang berkedudukan
sebagai Hal dari dhamir mustatir pada lafal ‫ خرج‬.
 Contoh Hal yang terdiri dari jumlah ialah:
a. Jumlah Ismiyah:
‫جاء االستاذ والطلبة غائبون‬
Pak guru datang sedangkan para siswa tidak ada.
b. Jumlah Fi’liyah:
‫جاءت الطالبة تركب السيارة‬
Seorang siswi datang dengan naik kendaraan.
Hal yang berupa jumlah khabariyyah (kalimat berita) itu
mengandung rabith berupa:
1) Wawu (‫ )و‬dan dhamir.
Contoh:
‫خرجوا من ديارهم وهم الوف‬
Mereka pada keluar dari rumah-rumah mereka, sedang mereka
itu, berjumlah ribuan.
Kalimat ‫ هم ال وف‬adalah jumlah ismiyah yang berkedudukan
sebagai Hal dari Shahibul Hal berupa dhamir mustatir pada
kata ‫خرجوا‬
Antara Hal dan Shahibul Hal disini dihubungkan dengan rabith
berupa wawu (‫ )و‬dan dhamir ‫ هم‬yang kembali (rujuk) pada
Shahibul Hal.

2) Dhamir.
Contoh:
‫اهبطوا بعضكم لبعض عدو‬
Turunlah kamu semua, sebagian kalian menjadi musuh
sebagian yang lain.
3) Wawu (‫)و‬. Contoh:

7
‫لئن اكله الذئب وحنن عصبة‬
Jika ia sungguh dimakan serigala, sedang kami golongan (yang
kuat).
Kalimat ‫ وحنن عص بة‬dalam kalimat di atas adalah jumlah ismiyah
yang menjadi Hal dalam kalimat dihubungkan dengan rabith
berupa wawu (‫ )و‬saja. Sedangkan dhamir ‫ حنن‬dalam kalimat di
atas tidak dapat dianggap sebagai rabith, karena tidak kembali
pada Shahibul Hal.
E. DEFINISI TAMYIZ
Tamyiz ialah isim (nakirah) yang dibaca nashob, yang menjelaskan
dzat atau nisbat yang masih samar.
F. MACAM-MACAM TAMYIZ
1. Tamyiz Dzat
Dzat yang masih mubham (samar), yang perlu diberi tamyiz itu ada
empat, yaitu:
a) ‘Adad (bilangan).
Contoh:
‫ اشرتيت عشرين غالما‬: Saya telah membeli dua puluh pelayan.
Kata ‫ عشرين‬dalam kalimat di atas adalah ‘adad (bilangan), yang masih
perlu penjelasan. Agar maksud ‘adad tersebut jelas, maka
didatangkan isim sesudahnya, yang disebut tamyiz. Kata yang
menjadi tamyiz dalam kalimat di atas adalah ‫ غالما‬. Tamyiz Dzat yang
menjelaskan bilangan seperti ini disebut Tamyiz ‘adad.
b) Takaran atau ukuran.
Contoh:
‫ اشرتيت فقريا برا‬: Saya telah membeli segenggam gandum.
Kata ‫( فقريا‬segenggam) menunjukkan arti takaran dan ukuran yang
perlu penjelasan. Agar maksud kata-kata yang masih samar tersebut
jelas, maka perlu adanya kata yang menjelaskan, yang disebut
Tamyiz. Dan Tamyiz dalam kalimat di atas adalah ‫برا‬.

c) Serupa takaran (timbangan).


Contoh:
‫ مثقال ذرة خريا‬: Seberat dzarrah, berupa kebaikan.
Kata ‫( مثقال ذرة‬seberat dzarrah) menunjukkan arti serupa takaran
(timbangan), yang juga perlu penjelasan. Agar maksud kata tersebut

8
jelas, maka diperlukan Tamyiz. Tamyiz dalam kalimat tersebut
berupa kata ‫ خريا‬.
d) Cabang Tamyiz.
Contoh:
‫ هذا خامت حديدا‬: Ini adalah cincin besi.
2. Tamyiz Nisbat
Tamyiz yang menjelaskan ketidakjelasan nisbat itu adakalanya
muhawwal (pindahan dari sesuatu) dan adakalanya ghairu muhawwal
(tidak pindahan dari apapun).
Tamyiz nisbat yang muhawwal (pindahan) itu adakalanya pindahan dari:
a. Fail.
Contoh:
‫ تصبب زيد عرقا‬: Zaid bercucuran keringatnya.
Kata ‫ عرقا‬dalam kalimat di atas asalnya adalah dibaca rafa’,
berkedudukan sebagai fail. Kemudian dipindah (diubah) menjadi
Tamyiz. Asal kalimat di atas adalah ‫ تصبب عرق زيد‬.
b. Maf’ul.
Contoh:
‫وفجرنا االرض عيونا‬
Dan kami jadikan bumi memancarkan mata airnya.
Kata ‫ عيونا‬dalam contoh di atas asalnya berkedudukan menjadi maf’ul
bih, kemudian dipindah (diubah) menjadi Tamyiz. Kalimat itu
asalnya ‫ وفجرنا عيون االرض‬.
c. Selain fa’il dan maf’ul.
Contoh:
‫ انا اكثر منك ماال‬: Saya lebih banyak daripada kamu hartanya.
Kata ‫ ماال‬dalam kalimat di atas berkedudukan sebagai Tamyiz,
pindahan dari mubtada’. Susunan asalnya adalah ‫ مايل اكثر منك‬.

G. SYARAT-SYARAT TAMYIZ
Tamyiz itu harus terdiri dari isim nakirah dan harus jatuh sesudah
kalimat yang sempurna. Sebagaimana Hal seperti yang telah diterangkan
pada Hal.

9
H. LETAK TAMYIZ
Tamyiz pada umumnya jatuh setelah isim ‘adad (isim yang
menunjukkan bilangan) dan isim tafdlil (isim yang memiliki arti paling atau
lebih).
Contoh:
 ‫ اشرتيت عشرين كتابا‬artinya: “Saya telah membeli dua puluh kitab.”

(Lafadz ‫ كتابا‬merupakan Tamyiz dari isim ‘adad atau ‫)عشرين‬

 ‫ انا اكثر منك ماال‬artinya: “Saya lebih banyak daripada kamu hartanya.”

(Lafadz ‫ ماال‬merupakan Tamyiz dari isim tafdlil atau ‫)اكثر‬

BAB III. PENUTUP

10
A. KESIMPULAN
a. Hal (keterangan keadaan) adalah isim yang dibaca nashab, yang
menjelaskan keadaan fail atau maf’ul, atau keduanya yang belum jelas.
b. Unsur-unsur dari Hal yaitu:
 ‘Amil Al-Hal (fi’il atau yang diserupakan dengan fi’il yang jatuh
sebelum Hal).
 Shohibul Hal (kata yang diterangkan keadaannya)
 Hal (kata yang menjelaskan shohibul hal)
c. Adapun syarat-syarat dari Hal, sebagai berikut:
 Terdiri dari isim nakirah.
 Terdiri dari isim musytaq.
 Jatuh sesudah kalimat yang sempurna.
d. Adapun syarat-syarat dari Shahibul Hal, sebagai berikut:
 Mendahulukan Hal dan mengakhirkan Shohibul Hal.
 Ditakhsis dengan cara mengidhafahkan pada kata lain.
 Didahului oleh nafi.
 Ditakhsis dengan sifat.
e. Antara Hal dan Shahibul Hal harus sesuai dari segi mufrad, tatsniyah
dan jama’, serta mudzakkar dan muannatsnya.
f. Tamyiz ialah isim (nakirah) yang dibaca nashob, yang menjelaskan dzat
atau nisbat yang masih samar.
g. Macam-macam Tamyiz:
1) Tamyiz Dzat
Dzat yang masih mubham (samar), yang perlu diberi tamyiz
itu ada empat, yaitu:
 ‘Adad (bilangan).
 Takaran atau ukuran.
 Serupa takaran (timbangan).
 Cabang Tamyiz.

2) Tamyiz Nisbat

11
Tamyiz yang menjelaskan ketidakjelasan nisbat itu
adakalanya muhawwal (pindahan dari sesuatu) dan adakalanya
ghairu muhawwal (tidak pindahan dari apapun).
Tamyiz nisbat yang muhawwal (pindahan) itu adakalanya
pindahan dari:
 Fail.
 Maf’ul.
 Selain fa’il dan maf’ul.
h. Tamyiz itu harus terdiri dari isim nakirah dan harus jatuh sesudah
kalimat yang sempurna. Sebagaimana Hal seperti yang telah
diterangkan pada Hal.
i. Tamyiz pada umumnya jatuh setelah isim ‘adad (isim yang
menunjukkan bilangan) dan isim tafdlil (isim yang memiliki arti paling
atau lebih).
B. SARAN
Pembahasan dan kesimpulan yang telah dirumuskan sebelumnya
diharapkan dapat berimplikasi positif dan membangun terhadap para
pembaca dalam memahami tentang Hal dan Tamyiz. Terkhusus bagi para
mahasiswa, penggiat, penuntut ilmu yang sedang mengkaji tentang bahasa
Arab. Dan lebih khusus lagi bagi para pendidik yang mengajarkan Bahasa
Arab, sehingga bisa mengenalkan keunikan bahasa Arab itu.

12
DAFTAR PUSTAKA

Arra’ini, Syekh Syamsuddin Muhammad. Ilmu Nahwu Terjemah


Mutammimah Ajjurumiyah. Surabaya: Al-Hidayah.

Haris, Abdul. 2021. Tanya Jawab Nahwu dan Sharf. Jember: Al-Bidayah

13

Anda mungkin juga menyukai