0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
388 tayangan1 halaman
Teks tersebut menjelaskan tentang pengertian jumlah ismiyyah atau kalimat nominal yang dimulai dengan kata benda. Kalimat nominal terdiri atas dua unsur yaitu mubtada' sebagai subyek dan khabar sebagai predikat. Teks tersebut juga menjelaskan syarat-syarat mubtada' dan khabar dalam membentuk kalimat nominal yang sempurna.
Teks tersebut menjelaskan tentang pengertian jumlah ismiyyah atau kalimat nominal yang dimulai dengan kata benda. Kalimat nominal terdiri atas dua unsur yaitu mubtada' sebagai subyek dan khabar sebagai predikat. Teks tersebut juga menjelaskan syarat-syarat mubtada' dan khabar dalam membentuk kalimat nominal yang sempurna.
Teks tersebut menjelaskan tentang pengertian jumlah ismiyyah atau kalimat nominal yang dimulai dengan kata benda. Kalimat nominal terdiri atas dua unsur yaitu mubtada' sebagai subyek dan khabar sebagai predikat. Teks tersebut juga menjelaskan syarat-syarat mubtada' dan khabar dalam membentuk kalimat nominal yang sempurna.
Jumlah Mufidah atau kalimat sempurna (rangkaian kalimat yang terdiri dari dua kata atau lebih) terdiri atas dua pola, yaitu : 1. Jumlah Fi’liyah atau disebut kalimat verbal adalah susunan kalimat yang diawali dengan fi’il (kata kerja). 2. Jumlah Ismiyyah atau disebut kalimat nominal adalah susunan kalimat yang mempunyai dua unsur pokok, yaitu mubtada’ dan khabar (dimulai dengan isim atau kata benda). Jadi, Jumlah Ismiyyah atau kalimat nominal adalah kalimat yang dimulai dengan isim atau kata benda. Oleh karena itu, kalimat nominal tersebut berpola mubtada’ dan khabar. B. Pengertian Mubtada’ dan Khabar 1. Mubtada ialah isim marfu’(kata benda yang berharakat dhommah) yang berperan sebagai pokok kalimat atau bebas dari amil lafazh (yang merafa’kan mubtada itu bukan amil lafazh, seperti fa’il atau naibul fa’il. Dengan kata lain bersifat amil maknawi, yaitu dirafa’kan atau didhommahkan karena menjadi ibtida’ atau permulaan kalimat. 2. Khabar adalah isim marfu’(kata benda yang berharakat dhommah) yang di-musnadkan atau disandarkan kepada mubtada, yakni tidak akan ada khabar kalau tidak ada mubtada’ dan mubtada’ itulah yang merafa’kan khabar[6].Dengan kata lain Khabar berfungsi untuk melengkapi mubtada’ agar menjadi kalimat yang sempurna. Jadi, Mubtada’ artinya yang diterangkan (subyek), sedangkan Khabar yaitu isim marfu’ yang menjelaskan tentang mubtada’ (predikat). Contoh Mubtada’ dan Khabar dalam sebuah kalimat : َّ = اَلPohon itu tinggi. س َج َرتُ ُم ْرت َ ِف َعة = ال َمس ِْج ُد َكبِرMasjid itu besar. Dari contoh diatas, yang berfungsi sebagai Mubtada’ (subyek) adalah kata benda yang berada di depan,yaitu kata ُس َج َرت َّ (اَلAl-syajaratu) = Pohon itu dan kata(ال َمس ِْجدAl-masjidun) = Masjid itu. Sedangkan yang berfungsi sebagai Khabar (predikat) adalah kata yang memberi keterangan tentang keadaan subyek, yaitu kata ( ُم ْرت َ ِف َعةmurtafi’atun) = tinggi dan kata َ( كَ ِبرkabirun) = besar. C. Syarat Mubtada’ dan Khabar Syarat mubtada’ antara lain : Mubtada’ harus rafa’ atau berharakat dhammah Mubtada’ harus berbentuk ma’rifah Syarat khabar antara lain : Khabar harus berharakat rafa’atau dhommah Khabar harus nakirah Khabar harus disesuaikan dengan mubtada’, baik jenis kelamin, mufrad, mutsanna, dan jamak. Perhatikan contoh dibawah ini : َ = َ ْال ُكرسةَُنظِ يِفةBuku tulis itu bersih Dari contoh diatas, kata yang berada didepan yaitu kata َُ ْال ُكرس َةberfungsi sebagai mubtada’, berbentuk ma’rifah dan berharakat rafa’atau dhammah. Sedangkan kata yang berada dibelakangnya yaitu kata َ َنظِ ِيفةberfungsi sebagai khabar, berbentuk nakirah dan selalu sesuai dengan khabarnya. Contohnya kata نظِ ِيفةadalah muannast (jenis kelamin perempuan).