Anda di halaman 1dari 3

A.

Rukun Haji
1. Ihram yang disertai dengan niat, yakni niat masuk menunaikan haji.
2. Wukuf di tanah Arafah, yang dimaksudkan ialah datangnya orang yang ihram haji
dalam Dzulhijjah. Waktu wukuf (di tanah Arafah) itu berlangsung terus sampai datangnya
fajar hari raya Qurban yang tanggal 10 Dzulhijjah.
3. Thawaf di Baitullah (Ka’bah) sebanyal 7 kali putaran. Thawaf tersebut dimulai dari arah Hajar
Aswad, seluruh badannya ditepatkan (ketika memulai) pada Hajar Aswad itu
Seandainya seseorang memulai thawaf selain di Hajar Aswad, maka thawafnya ini tidak ada
artinya.
Syarat Thawaf :
 Menutup aurat,
 Suci dari hadas dan najis,
 Ka’bah hendaknya di sebelah kiri orang yang thawaf,
 Permulaan thawaf itu hendaknya dari Hajar Aswad,
 Thawaf itu hendaklah tujuh kali
 Thawaf itu hendaklah di dalam masjid karena Rasulullah saw melakukan thawaf di masjid.
Sunnah Thawaf:
 Mengusap dan mencium (mengecup) Hajar Aswad
 Mengusap rukun Yamani
 Berjalan kaki
 Tanpa alas kaki
 Berselendang (kedua ujungnya terletak di pundak kiri dan bagian tengahnya terletak di
bawah bagian ketiak kanan) di dalam thawaf yang ada lari kecilnya. (Pria)
 Lari kecil (di dalam thawaf yang akan disambung dengan sa’i) pada putaran ke- 1, 2 dan 3.
(Pria)
 Mengucapkan do’a-do’a dari Nabi SAW di dalam thawaf
 Shalat sunnat thawaf 2 rakaat seteleh selesai thawaf. (Dapat dilakukan sesudah beberapa
minggu, walaupun tidak di dalam Masjidil Haram. Tapi, yang lebih utam di belakang
Maqam Ibrahim).
Macam-macam thawaf :
1) Thawaf qudum (thawaf ketika baru sampai) sebagai shalat tahiyatul masjid.
2) Thawaf Ifadah (thawaf rukun haji).
3) Thawaf Wada’ (thawaf ktika akan meninggalkan makkah.
4) Thawaf Tahallul (penghalalan barang yang haram ketika ihram.
5) Thawaf Nadzar (thawaf yang dinazarkan)
6) Thawaf sunah
4. Sa’i antara Shafa dan Marwah sebanyak kali.
Adapun syaratnya Sa’i, yaitu hendaknya seseorang memulai pada permulaan Sa’inya dari
Shafa dan mengakhirinya di Marwah. Dan dihitung perginya orang dari Shafa ke Marwah satu
kali, kemudian kembalinya dari Marwah ke Shafa dihitung lagi satu kali.
Dan masih ada lagi beberapa rukun haji, seperti mencukur atau menggunting rambut. Hal ini
jika memang saya menjadikan masing-masing dari keduanya sebagai ibadah (rukun) dan
demikian itu adalah pendapat yang masyhur.
Sunnah Sa’i :
 Suci dari kedua hadas dan suci dari najis
 Menutup aurat
 Naik ke atas trap (jalan tanjakan) Shafa dan Marwah
 Lari kecil antara dua tanda Pal/Lampu Hijau (bagi pria)
 Membaca do’a dan dzikir yang datang dari Nabi Muhammad SAW.
 Berturut-turut antara pelaksanaan Thawaf 7 kali dan disambung Sa’i, dan berturut-turut
antara Sa’i yang satu dengan yang berikutnya.
B. Wajib Haji
Perkataan wajib dan rukun biasanya berarti sama, tetapi di dalam urusan haji ada perbedaan
sebagai berikut :
Rukun : sesuatu yang tidak sah haji melainkan dengan melakukannya, dan ia tidak boleh diganti
dengan “dam” (menyembelih kambing).
Wajib : sesuatu yang perlu dikerjakan, tetapi sahnya haji tidak bergantung padanya, dan boleh
diganti dengan mnyembelih binatang.
1) Ihram dan miqat.
2) Berhenti di Muzdalifah sesudah tengah malam.
3) Melontar Jumrah Aqobah.
4) Melontar tiga jumrah.
5) Bermalam di mina.
6) Thawaf wada’.
7) Menjauhkan diri dari semua larangan atau yang diharamkan.
C. Cara-Cara Pelaksanaan Haji dan Umrah
Pertama, Ifrod (yang paling afdol diantara ketiga cara). Yaitu , mengerjakan haji terlebih dahulu
secara sempurna. Apabila telah melakukannya, kembali ke kawasan hill (halal) yakni diluar
kawasan haram, (lalu berihram untuk mengerjakan umrah.
Tempat paling afdhol diluar kawasan haram, untuk melakukan ihram ‘umrah ialah desa al-
jikranah ,kemudian At-tan’im, al-hudaibiyah. Sorang yang melakukan haji secara ifrod , tidak
dibebani dam, kecuali jika ia ingin ber-tathawwu’ (membayar dam secara suka rela demi
memperoleh pahala semata-mata).

Kedua, Qiron yaitu meniatkan haji dan umrah bersama-sama ,dengan mengucapkan : Labbaika bi
hajjatin wa ‘umrotin ma’a (ma’an).
Dengan demikian, cukuplah melaksanakan pekerjaan-pekerjaan haji saja. Sedangkan pekerjaan-
pekerjaan umrah, secara otomatis telah gugur dan tergabung dalam pkerjaan-pekerjaan haji,
sama seperti kewajiban berwudlu yang secara otomatis tergabung dalam pelaksanaan mandi
wajib.
Hanya saja, apabila ia berthawaf dan br sa’i sebelum wukuf di arafah, maka sa’inya itu terhitung
sebagai pelaksanaan kewajiban sa’i untuk haji dan umrah, sedangkan thawafnya tidak terhitung.
Sebabnya ialah, karena thawaf yang difardukan dalam haji, haruslah berlangsung stelah wukuf
orang yang melaksanakan haji dan umrah secara Qiran diharuskan membayar dam (denda)
seekor domba. Kecuali apabila ia adalah penduduk kota makkah, maka tidak ada denda atas
dirinya. Hal itu, karna ia tidak dianggap melampaui miqat. Sedangkan miqatnya ialah Makkah.

Ketiga, Tamattu’, yaitu dengan melakukan ihram umrah lalu melintasi miqot dalam keadaan
ihram, dan setelah selesai umrahnya itu, ia segera bertahallul di Makkah. Dengan demikian ia
dapat bertamattu’ (menikmati) hal-hal yang seharusnya terlarang baginya. Keringanan ini berlaku
baginya sampai saat ia akan memulai ihram hajinya (yakni sampai menjelang wukuf di Arafah.
Seseorang hanya dapat disebut bertamattu’ karena adanya 4 kondisi :
 Apabila ia bukan penduduk kawasan Al Masjid Al Haram. Seseorang dapat disebut sebagai
penduduk kawasan al masjid al haram apabila tempat tinggalnya kurang dari jarak yang
memperbolehkannya mengqosor shalatnya (dengan demikian seperti telah disebutkan diatas ia
tidak terkena kewajiban membayar denda apabila tidak memulai ihram dari miqat, mengingat
bahwa miqatnya ialah Makkah itu sendiri).
 Apabila ia mendahulukan umrah sebelum haji, dan umrahnya itu dilakukannya dalam bulan-bulan
haji.
 Apabila ketika ber ihram untuk haji,ia tidak kembali ke miqat asalnya atau miqat lainnya yang
berjarak sama seperti miqat asalnya.
 Apabila hajinya dan umrah yang dilakukannya dalam rangka mewakili atau menggantikan
kewajiban seseorang tertentu. (dengan demikian jika ia melakukan umrah atas nama seseorang,
kemudian setelah itu mlakukan haji atas nama orang lain, maka ia tidak disebut sebagai telah ber
tamattu’).
Demikian apabila ke empat kondisi tersebut di atas ada pada diri seseorang, maka ia disebut telah
bertamattuk, dan karenanya ia diwajibkan membayar dam (denda) seekor domba.
Dan sekiranya ia tidak dapat membayar dam seperti itu, maka ia diwajibkan berpuasa selama tiga
hari diantara hari-hari haji , yaitu sebelum yaum an-nahr (hari raya haji) baik berturut-turut atau
terpisah-pisah kemudian setelah ia tiba kembali ke tanah airnya ,ia diwajiban berpuasa lagi sebanyak
tujuh hari sehingga jumlah semuanya sepuluh hari.
Dan sekiranya ia tidak berpuasa tiga hari pada hari-hari haji, maka ia diwajibkan berpuasa 10 hari
setelah pulang ketanah airnya, secara berturut-turut atau terpisah-pisah.
Dam (denda) yang diwajibkan karena Qiran sama saja dengan tamattu’. Adapun urutan-urutan cara
haji yang paling afdol ialah Ifrod, kemudian tamattu’, kemudian Qiran.

Anda mungkin juga menyukai