Anda di halaman 1dari 2

Secara etimologi, kata nasakh di dalam bahasa Arab diartikan dengan ‫( ” ” التبدل‬mengubah,

mengganti), ‫( ” ” الرفع‬penghapusan) atau disebut dengan ‫( ” ” اإلزالة‬menghilangkan) dan sama pula artinya
dengan ‫( ” ” اإلبطال‬pembatalan). Dan adapula yang mengartikan nasakh dengan ‫ ” ” النقل‬yaitu,
memeindahkan atau mengganti.

Nasakh itu ialah menghapuskan dan membatalkan pemberlakuan suatu ketentuan hukum syara’
dan menggantinya dengan ketentuan hukum syara’ yang baru. Ketentuan hukum syara’ yang baru atau
yang datang terakhir disebut dengan istilah Nasikh ( ‫)ناسخ‬. Adapun ketentuan hukum syara’ yang
dihapus atau yang dibatalkan karena adanya ketentuan hukum yang baru disebut
dengan Mansukh (‫)منرسخ‬.

Mengapa adanya Nasakh atau penghapusan suatu ketentuan hukum syara’, lalu diganti dengan
ketentuan hukum yang baru? Pada hakekatnya, tidak seorangpun yang dapat mengetahuinya, karena
penghapusan suatu ketentuan hukum syara’ dan menggantikannya dengan ketentuan hukum syara’yang
baru menyangkut kebijakan yang ditetapkan oleh Allah SWT. Allah Maha mengetahui apa yang terbaik
bagi hamba-Nya.

Namun demikian, menyangkut pembatalan hukum syara’ (Nasakh) yang semula telah
diberlakukan dan diganti dengan ketentuan hukum yang baru, jelas mengandung tujuan yang hendak
dicapai. Menurut Abdul Wahab Khaf, bahwa pembatalan suatu ketentuan hukum dan kemudian
menggantikannya dengan hukum yang baru, tujuannya adalah untuk kemaslahatan manusia.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Nasakh hukum syara’ itu berkaitan dengan kepentingan
kehidupan umat manusia secara keseluruhannya. Jika suatu ketentuan hukum tidak mungkin
mengandung maslahat lagi, karena illat yang mendasarinya telah berubah dan atau telah hilang serta
tidak dapat menampung kebutuhan umat sebagai akibat dari perkembangan masyarakat, maka
ketentuan hukum harus diubah dan diganti dengan yang baru.

Abdul Wahab Khalaf, secara tegas menyebutkan bahwa semua ketentuan hukum
baik Taklifiy(‫ ) تكيف‬maupun Mad’iy ( ‫ ) وضىع‬tujuannya untuk kemaslahatan manusia (‫)الناس مصاح حنيق‬,
sementara kemaslahatan manusia akan selalu mengalami perubahan dengan berbagai persoalan yang
mereka hadapi (‫)أحوالهم تتغي قد الناس مصالح‬. Hukum-huku yang disyari’atkan Allah itu berpijak pada alasan
atau sebab yang mendorong penetapannya. Jika sebab atau alasan yang menjadi dasar penciptaan
hukum tersebut hilang, maka nilai kemaslahatan yang dikandungnya, juga menjadi tidak ada.

Disinilah letak dikenalnya adanya Nasakh dalam hukum islam. Kemungiknan saka, Allah
mensyari’atkan suatu ketentuan hukum pada satu ketika, tetapi pada waktu yang lain sesudah ada
perubahan kondisi, lingkungan dan situasi hukum tersebut tidak lagi sejalan dengan kemaslahatan yang
dikehendaki Allah, sebagai pencipta hukum. Artinya, yang mengubah hukum itu adalah atas dasar
kehendak Allah sendiri.

Waktu Nasakh Dan Kaidah Pelaksanaannya


Para ulama telah sepakat bahwa Nasakh itu hanya ada pada nash wahyu. Abdul Karim Zaidan
menjelaskan bahwa waktu terjadinya Nasakh itu hanya terjadi ketika Nabi SAW, masih hidup dan tidak
boleh sesudah wafatnya beliau. Hal ini mengingat bahwa wahyu tidak turun lagi, sudah diturunkan
setelah wafatnya Nabi.

Jika terjadi Nasakh sesudah wafatnya Nabi, hal itu berkaitan dengan hukum-hukum furu’ ( ‫األ حكام‬
‫ )الفرعية‬yang boleh jadi dan dapat diterima apakah sifatnya pergantian atau dapat diterima. Oleh karena
itu, ada satu kaidah yang harus diperhatikan dalam memahami Nasakh ini. Dijelaskan bahwa
dalam Nasakh tersebut, sesungguhnya Nasikh (‫ )الناسخ‬harus merupakan dalil yang kuat atau lebih kuat
dari Mansukh atau yang dibatalkan dan Nasikh tersebut datang kemudian bukan sebelum Mansukh.

Dasar Hukum Nasakh


.‫شء قدير‬
‫بخي منها أو مثلها ألم نعلم أن هللا عىل كل ي‬
‫ما ننسخ من أية أو ننسها نأت ر‬

Apa saja ayat yang telah kami hapuskan atau kami jadikan manusia lupa kepadanya, maka kami
datangkan (ganti) dengan yang lebih baik dari padanya, atau yang sebanding dengannya. Tidaklah
kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al Baqoroh: 106).

‫مفي بل ر‬
‫أكي هم ال يعلمونز‬ ‫ييل قالواإنما أنت ر‬
‫وإذا بدلنا أية مكان أية وهللا أعلم بما ز ز‬

Dan apabila kami letakkan (ganti) suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya, padahal
Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: sesungguhnya kamu adalah orang
yang mengada-adakan saja, bahkan kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. An Nahl: 101).

‫يمحوا هللا ما يشاء ويثبت وعنده أم الكتاب‬

Allah menghapus apa yang Dia kehendaki dan menetapkan apa yang Dia kehendaki, dan di sisi Allah
terdapat umum kitab. (QS. Ar Rad: 39).

Anda mungkin juga menyukai