PEMBAHASAN
A. Pengertian Naskh
Secara lughawi, ada empat makna naskh yang sering diungkapkan
ulama, yaitu sebagai berikut:1
1. IZALAH (menghilangkan), seperti dalam ayat berikut:
syaitanpun
memasukkan
godaan-godaan
terhadap
Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai
penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya,
mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengadaadakan saja". Bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui. (QS: An-Nahl
Ayat: 101)
3. TAHWIL
(memalingkan),
seperti
tanasukh
Al-mawarist,
artikan
harus
dilakukan
melalui
tuntutan
syara
yang
pembebanan
pada
hukum
tertentu
kemudian
termasuk
keturunannya,
dari
agamanya
diperbolehkan
Nabi
untuk
Adam
dan
beberapa
menikahi
saudara
mengatakan
bahwa
ini
bukan
nasikh
maka
sebenarnya
Allah
menghapuskan
apa
yang
Dia
kehendaki,
ada
yang
Artinya : Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan
(manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya
atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa
sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? (QS. Al Baqoroh
(2) : 106).
Kata Imam SyafiI : disini Allah _ menjelaskan bahwa nasakh Al Quran
dan penundaan turunnya itu hanya dengan Al Quran.
C. Jenis-Jenis Nasikh-Mansukh
Imam Ibnul Jauzi menyebutkan bahwa nasikh-mansukh dalam AlQuran ada 3 jenis:
1. Nasikh dalam bacaan dan hukumnya
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
mengomentari
Secara
zhahir
menunjukkan
bahwa
Nabi
wafat.
Yang
jelas
ialah
bahwa
tilawahnya
itu,
ketika
beliau
wafat,
sebagian
orang
masih
tetap
(sembahyang)
kurang
dari
dua
pertiga
malam,
atau
Kemudian timbul pikiran pada mereka setelah melihat tandatanda (kebenaran Yusuf) bahwa mereka harus memenjarakannya
sampai sesuatu waktu. ( yusuf.35)
Dan nyatalah bagi mereka keburukan-keburukan dari apa
yang mereka kerjakan dan mereka diliputi oleh (azab) yang mereka
selalu memperolok-olokkannya. (Al jatsiyah 33)
Berdasarkan kejelasan dan cakupannya, naskh dalam Al-Quran
dibagi menjadi empa tmacam,yaitu:
1. Naskh sharih, yaitu ayat yang secara jelas menghapus hukum yang
terdapat pada ayat terdahulu. Misalnya ayat tentang perang (qital)
pada ayat 65 surat Al-Anfal yang mengharuskan satu orang muslim
melawan sepuluh kafir.
2. Naskh dhimmy, yaitu jika terdapat dua naskh yang saling
bertentangan dan tidak dapat dikompromikan, dan keduanya turun
untuk sebuah masalah yang sama, serta keduanya diketahui waktu
turunnya,ayat yang datang kemudian menghapus ayat yang
terdahulu.
3. Naskh kully, yaitu menghapus hukum yang sebelumnya secara
keseluruhan.
4. Naskh juziy, yaitu menghapus hukum umum yang berlaku bagi
semua individu dengan hukum yang hanya berlaku bagi sebagian
individu, atau menghapus hukum yang bersifat muthlaq dengan
hukum yang muqayyad.
D. Perbedaan antara Naskh, Takhsish, dan Bada
Terdapat perbedaan diametral antara Ibnu Katsir, Al-Maraghi dan
Abu Muslim Al-Ashfahani dalam memandang persoalan naskh. Ibnu
Katsir dan Al-Maraghi menetapkan adanya pembatalan hukum dalam
Al-Quran. Namun, dengan tegas, Al-Ashfani menyatakan bahwa AlQuran tidak pernah disentuh pembatalan.
Meskipun demikian, pada umumnya, dia sepakat tentang :
1. Adanya pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum yang
spesifik yang datang kemudian;
2. Adanya penjelasan susulan terhadap hukum terdahulu yang
ambigus;
3. Adanya penetapan syarat terhadap hukum yang terdahulu yang
belum bersyarat.
Ibnu Katsir dan Al-Maraghi memandang ke-3 hal diatas sebagai
naskh, sedangkan Al-Ashfani memandangnya sebagai takhsish.
Tampaknya Al-Ashfani menegaskan pendapatnya bahwa tidak ada
naskh dalam Al-Quran.
Adapun perbedaan prinsip antara Ibnu Katsir dan Al-Maraghi
dengan Al-Ashfani yaitu :
NASKH
1. Satuan yang terdapat dalam
naskh bukan merupakan bagian
satuan yang terdapat dalam
mansukh.
2. Naskh adalah menghapuskan
hukum dari seluruh satuan
yang tercangkup dalam dalil
mansukh.
3. Naskh hanya terjadi dengan
dalil yang datang kemudian.
4. Naskh adanya menghapuskan
hubungan mansukh dalam
rentang waktu yang tidak
berbatas.
5. Setelah terjadi naskh, seluruh
satuan yang terdapat dalam
nasikh tidak terikat dengan
hukum yang terdapat dalam
mansukh.
TAKHSHISH
1. Satuan yang terdapat dalam
takhshish merupakan sebagian
dari satuan yang terdapat
dalam lafazhamm.
2. Takhshish dapat merupakan
hukum dari sebagian satuan
yang tercakup dalam
dalilamm.
3. Takhshish dapat terjadi baik
dengan dalil yang kemudian
maupun menyertai dan
mendahuluinya.
4. Takhshish tidak menghapuskan
hukum amm sama sekali.
Hukum amm tetap berlaku
meskipun sudah di-khususkan.
5. Setelah terjadi takhshish, sisa
satuan yang terdapat pada
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
10
11