Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

BAHASA ARAB

“Mubtada Wal Khabar, Na’at Wal Man’ut dan Idofah”

Dosen Pengampuh: Muhammad Solihin Pranoto, SS. M.Si

(Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir semester saya dalam mata
kuliah Bahasa Arab)

Disusun oleh:

Nama: Suriya Ningsih

Nim: 900. 18. 372

Prodi: PAI III-C Reguler Pagi

STAI SYEKH H. ABDUL HALIM HASAN AL-ISLAHIYAH BINJAI

2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah Swt sehingga makalah ini dapat
diselesaikan dengan judul “Mubtada Wal Khobar, Na’at Wal Man’ut Dan
Idofah”. Sholawat berangkaikan salam kita ucapkan kepada Nabi Muhammad
Saw.

Kami ucapkan terima kasih kepada Dosen pengampuh yang telah


memberikan ilmu pengetahuannya kepada kami. Saya selaku penulis sepenuhnya
menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, maka dari itu
saya selaku penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan
sangat berguna bagi kesempurnaat tugas ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Binjai, 09 Desember 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


B. Rumusan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

A. Mubtada Wal Khobar


B. Na’at Wal Man’ut
C. Idofah

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sesungguhnya bahasa arab dan nahwu adalah suatu sarana untuk mengetahui Al-
Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. Keduanya bukanlah masuk dalam ilmu-ilmu
syar’i akan tetpi wajib hukumnya mendalami ilmu tersebut karena syari’ah ini
datang dengan bahasa arab dan setiap syari’ah tidak akan nampak kecuali dengan
suatu bahasa. (Imam Al-Ghazali)

Dengan melihat ulasan perkataan diatas, maka nampaklah bahwa bahasa arab
sangatlah urgen untuk dipelajari, dipahami dan diamalkan. Dan untuk dapat
memahami bahasa arab, kita kita perlu mendalami ilmu nahwu, sharaf serta ilmu
balagha.

Tetapi yang menjadi tantangan global pelajar sekarangbahwa bterdapat beberapa


kaidah-kaidah bahkan bahasa-bahasa dalam al-qur’an yang salah. Mereka ingin
dengan mudahnya dapat berbahasa tanpa mengetahui seluk-beluk dari ilmu
tersebut terutama pada nahwu dan sharafnya. Sehingga saat mereka menemukan
keganjalan-keganjalan dalam al-qur’an, mereka akan heran. Dan akhirnya
timbulah mengenai keganjalan-keganjalan bahasa dalam al-qur’an. Dan mereka
yang harus membaca meresapi tanpa menganalisa.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian mubtada wal khabar?


2. Apa pengertian na’at wal man’ut?
3. Apa pengertian idofah?
BAB II

PEMBAHASAN

MUBTADA WAL KHABAR

A. Pengertian Mubtada Wal Khabar

Mubtada adalah isim yang bebas dari amil lafazh, sedangkan khabar
adalah isim marfu’ yang di-musnad-kan kepada mubtada. Berkata Syaikh
Muhyiddin ;Abdul Hamid tentang penjelasan Mubtada dan Khabar, bahwa:
“Mubtada adalah ‘ibarah yang didalamnya terkandung tiga syarat, yaitu:

1) Berupa isim
2) Berada dalam keadaan Rafa’
3) Tidak terdapat didalamnya amil-amil lafdhiyyah (Inna dan macam-
macamnya, Kanna dan macam-macamnya, dan Dhannah dan macam-
macamnya)

Sedangkan khabar adalah isim marfu’ yang disandarkan pada mubtada dan
bersama-sama dengan mubtada melengkapi makna kalimat. Contohnya seperti
perkataan: (Zaid berdiri); (dua Zaid itu berdiri); dan (Zaid-Zaid itu berdiri).
Maksudnya: Mubtada itu sisn marfu’ yang kosong atau bebas dari amil lafazh,
yakni: yang me-rafa’-kan mubtada itu bukan amil lafazh atau naibul fa’il,
melainkan oleh amil maknawi, yaitu oleh ibtida atau permulaan kalimat saja.
Sedangkan khabar adalah isim marfu’ yang di-musnad-kan atau disandarkan pada
mubtada, yakni tidak akan ada khabar kalau tidak ada mubtada dan itulah yang
merafa’kan khabar, seperti lafazh: (Zaid berdiri). Lafazh menjadi mubtada yang
di-rafa’-kan oleh ibtida, tanda rafa’-nya dengan dhammah karena isim mufrad.
Sedangkan lafazh menjadi khabar-nya yang di-rafa’kan oleh mubtada, tanda
rafa’nya dengan dhammah karena isim mufrad. (Dua Zaid itu berdiri). Lafazh
menjadi mubtada yang di-rafa’-kan, tanda rafa’-nya dengan alif karena isim
tatsniyah. Sedangkan lafazh menjadi khabar yang di-rafa’-kan oleh mubtada,
tanda rafa’-nya dengan alif karena isim tatsniyah. (Zaid-Zaid itu berdiri). Lafazh
mubtada menjadi khabar-nya, di-rafa’-kan dengan memakai wawu karena jamak
mudzakkar salim.

B. Macam-Macam Mubtada dan Khabar

1. Macam-macam Mubtada

Mubtada itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu mubtada yang zhahir dan
mubtada yang mudhmar (dhamir).

Contoh Mubtada zhahir yaitu (saya itu berdiri), dan ( kami itu berdiri)

Sedangkan mubtada yang mudhmar (isim dhamir) ada dua belas, yaitu: (saya),
(kami atau kita), (kamu laki-laki), (kamu perempuan), (kamu berdua laki-
laki/perempuan), (mereka berdua laki-laki/perempuan), (mereka semua laki-
laki), (mereka semua perempaun), seperti perkataan (saya berdiri).

Mubtada yang memiliki khabar haruslah terdiri dari isim sharih atau dhahir
ataupun yang telah dita’wilkan menjadi mashdar yang sharih, sedangkan
mubtada yang tidak memiliki khabar tidak boleh menta’wilkannya dan
penggunaannya haruslah selalu disertai denagn Nafyu atau istifham.

2. Macam-macam Khabar

Khabar itu ada dua bagian, yaitu khabar mufrad dan khabar ghair mufrad,
yaitu:

- Khabar mufrad
(khabar mufrad) adalah khabar yang bukan berupa jumlah (kalimat) dan
bukan pula menyerupai jumlah.
Contoh: (Zaid berdiri); kedua-duanya isim mufrad
Dan juga termasuk khabar mufrad bila mubtada dan khabar itu berdiri dari
isim tatsniyah dan jamak, seperti contih dibawah:
= Zaid-zaid itu berdiri;
= dua Zaid itu berdiri;
- Khabar ghair mufrad
Khabar ghair mufrad ialah khabr yabg terdiri dari jumlah, seperti ismiyah
(mubtada dab khabar lagi0, atau jumlah fi’liyyah (yaitu terdiri dari fi’il
dan fa’il sebagaimana yang akan dijelaskan dibawah ini).
Khabar ghair mufrad ada empat macam, yaitu: 1. Jar dan Majrur; 2.
Zharaf; 3. Fi’il beserta fa’ilnya; dan 4. Mubtada dan khabarnya. Contonya
seperti perkataan: (Zaid berada didalam rumah); khabarnya terdiri dari jar
dan majrur. (Zaid berada di sisimu); kahabrnya zharaf, (Zaid, ayahnya
telah berdiri); khabarnta terdiri dari mubtada dan kabar lagi.
Contoh lain seperti:
= Ustadz atau guru itu berada didalam madrasah atau sekolah.
Lafazh al-ustaazu berkedudukan menjadi mubtada, sedangkan fil
bmadrasati sebagai khabar.

NA’AT WAL MAN’UT

A. Pengertian Na’at Wal Man’ut

Na’at (bisa juga disebut kata sifat) ialah segala sesuatu yang disebutkan
setelah isim (kata benda) untuk menjelaskan gambaran keadaan atau keadaan
yang berhubungan dengan isim tersebut. Adapun Man’ut adalah isim yang
disifati.

Contohnya seperti: “seorang siswa yang rajin telah datang”. Kata “seorang siswa”
adalah man’ut atau yang disifati. Sedangkan kata “yang rajin” adalah kata sifat
atau na’at.

B. Hukum Na’at dan Man’ut

Kata na’at dan man’ut yaitu kata yang sama seperti kembaran atau
pasangan kata yang harus sama dalam tiga hal, yaitu:

a. Status i’rabnya
Misalnya “saya melihat seorang pemimpin yang adil itu”. Antara na’at dan
man’ut sama-sama manshub (dibaca nashab dengan tanda nashab fathah).
b. Gendernya (mudzakar-mu’annats atau laki-laki – perempuan)
Misalnya “seorang siswa yang rajin itu telah hadir “ ‫حضر ا لطا لب ا لنا حح‬
Kata ‫ الطا لب‬adalah mudzakar (isim yang menunjukkan arti laki-laki),
begitu juga dengan na’at keduanya sama-sama mudzakar.
c. Adadnya (jumlahnya) baik isim mufradnya (satu), isim mutsana (dua) dan
jamak (plural/banyak). Contohnya:
- sama-sama mufradnya (berarti satu) : “seorang siswa yang rajin”
- sama-sama mutsanahnya (berarti dua) : “dua orang siswa yang rajin”
- sama-sama bentuk jamak : “para siswa yang rajin”

IDOFAH

A. Pengertian Idofah

Al-idofah adalah penyandaran suatu isim (kata benda) kepada isim lain
sehingga menjadi satu kesatuan dan menimbulkan pengertian yang lebih spesifik.1

Menurut Mushtafa al Ghualany, 2005:549, Idofah merupakan suatu


hubungan yang membatasi diantara dua kalimat isim, yang mewajibkan membaca
jer pada isim yang kedua selamanya.2

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa idofah tersusun dari dua
isim, yaitu:

1. Mudhof
Mudhof adalah isim (kata benda) yang hendak disandarkan kepada kata
lain yang terlepas dari tanwin walaupun tidak menggunakan ‫ ا‬dan ‫ل‬
Adapun hukum dari mudhof adalah sebagai berikut:
a) Mudhof selalu berupa isim nakirah (tanpa lam ta’rif / alif lam)

1
Darsono, dkk, 2009, Fasih Berbahasa Arab 3, Tiga Serangkai: Solo
2
http;//www,wow-banget100.blogspot.com
b) Meskipun mudhof berupa isim nakirah tetapi ia tidak boleh berharakat
tanwin
c) Kedudukannya dibaca marfu’ (rofa’) yang salah satu cirinya
berharakat dhammah
2. Mudhof Ilaih
Mudhoh Ilaih adalah kata yang disandari oleh kata lain yang selalu
dihukumi jer, walaupun tidak menggunakan huruf jer tetap berakhir
harakat kasroh.
Adapun hukum dari Mudhof Ilaih sebagai berikut:
a) Mudhof selalu berupa isim ma’rifah (diawali dengan lam ta’rif / alif
lam)
b) Kedudukannya dibaca majrur (yang kasroh satu cirinya berharakat
kasroh)3

B. Pembagian Idofah

Idhofah dibagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Idhofah Lafdhiyah
Idhofah lafdhiyah secara lafal cocok, artinya bjika dipasangkan
pas/singkron. Secara makna khusus idhofsh murni. Idhofah lafdhiyah
adalah idhofah yang tidak mema’rifatkan dan mentakhsiskan
(menentukan) mudhof.4 Ciri-ciri idhofah lafdhiyah yaitu mudhof yang
berupa isim sifat seperti isim fa’il yang di idhofahkan pada maf’ul bih-nya.
Isim maf’ul yang di idhofahkan pada naibul fa’il-nya. Idhofah ini
bertujuan mengingatkan kalam dengan cara membuang tanwin isim
mufrad atau nun dari isim tatsniyah dan jama’ mudzakar. Dan status
mudhof tetap nakirah walaupun mudhof berupa isim ma’rifat dengan bukti
mudhof dalam idhofah ini bisa mensifati isim nakirah. Dalam idhofah
lafdhiyah, penambahan alif lam pada mudhof dibolehkan, karena
sesungguhnya dari sisi makna bukanlah mudhof.

3
Diluvtaee.blogspot.com/2013/06/makalah-idhofah.html
4
K.H. Misbah Mustofa, Alfiyah bin Malik, Surabaya: Al-Hidayah, 1986
2. Idhofah Ma’nawiyah
Secara makna sudah ada pasangannya. Idhofah ma’nawiyah adalah
idhofah yang berfaidah mema’rifatkan jika di idhofahkan pada isim
ma’rifat, dan mentakhsis (mempersempit arti mudhof) apabila di
idhofahkan pada isim nakirah. Idhofah ma’nawiyah ciri-cirinya mudhof
bukan berupa isim sifat yang di idhofahkan pada ma’mulnya (lafadz yang
diamali isim sifat). Atau berupa isim sifat yang tidak di idhofahkan pada
ma’mulnya. Idhofah ma’nawiyah berfaedah mema’rifatkan mudhof
apabila mudhof ilaih berupa isim ma’rifat, dan berfaedah mentakhsis
(mempersempit arti mudhof) apabilah mudhof ilaih berupa isim nakirah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mubtada wal khabar, na’at wal man’ut dan idhofah merupakan merupakan
materi bahasa arab yang perlu dikuasai untuk menunjang kita dalam berbahasa
arab.

Mubtada artinya yang diterangkan (subyek), sedangkan khabar yaitu isim


marfu’ yang menjelaskan tentang mubtada (predikat). Mubtada terbagi menjadi
dua yaitu mubtada yang zhahir dan mubtada yang mudhmar (dhamir). Sedangkan
khabar juga terbagi menjadi dua bagian yaitu khabar mufrad dan khabar ghair
mufrad.

Na’at (kata sifat) ialah segala sesuatu yang disebutkan setelah isim untuk
menjelaskan gambaran keadaan atau keadaan yang berhubungan dengan isim
tersebut. Adapun man’ut yaitu isim yang disifati. Hukum na’at dan man’ut terbagi
menjadi tiga hal yaitu yang pertama, setatus i’rabnya. Kedua, gendernya
(mudzakar-muannats). Dan yang ketiga yaitu adadnya (jumlahnya).

Idhofah adalah penggabungan dua kalimat isim dengan tujuan


mema’rifatkan isim yang pertama dengan isim yang kedua. Idhofah dibagi
menjadi dua bagian, yaitu idhofah lafdhiyah (ghairu mahdhoh) dan idhofah
ma’nawiyah (mahdhah).
DAFTAR PUSTAKA

Darsono, dkk. 2009. Fasih Berbahasa Arab 3. Tiga Serangkai: Solo

http;//www,wow-banget100.blogspot.com

diluvtaee.blogspot.com/2013/06/makalah-idhofah.html

K.H. Misbah Mustofa. Alfiyah bin Malik. Surabaya: Al-Hidayah. 1986

Anda mungkin juga menyukai