Di susun oleh:
Kelas : XI Agama 3
A.Latar Belakang
Hubungan antara hukum Islam dengan pengetahuan bahasa Arab merupakan sesuatu
yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Alasannya sangat jelas, karena sumber pokok dari
hukum Islam itu adalah Al-Qur'an dan Hadits yang memakai atau menggunakan bahasa Arub
standar sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab
Bahasa Arab atalah Bahasa Al-Qur'an dan setiap orang muslim yang bermaksud
menyelami ajaran Islam yang sebenamya dan lebih mendalam, tiada jalan lain kecuali harus
mampe menggali dari sumber asalnya, yaitu al-Qur'an dan Hadist. Jadi untuk memahami isi
kandungan al-Qur'an maupun al-Hadist secara baik, sebagai umat islam harus mampu pula
memahami kandungan-kandungan yang terdapat dalam ayat maupun hadist yang sedang
dibacanya, baik struktur kalimatnya, bentuk kalimat, kosa katanya dan lain-lain. Dalam bahasa
arabs sering pula kita jumpai kalimat sempurna dan kalimat tidak sempur, misalnya kalimat
yang didahulai oleh isim dan berada diawal kalimat yang biasa disebut Mubtada dan bagian
yang melengkapinya disebut Khabur. Mubtada dan khabar sering juga disebut dasar-dasar
kalimat susunan jumlah ismiyah dan keduanya merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Dalam pelajaran bahasa indonesia, jika Mubtada sebagai subjek, maka Alahar
sebagai predikat yang menjadi pelengkap kalimat sebelumnya. Tanpa khabar maka tidak akan
menjadi kalimat yang sempurna.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
PEMBAHASAN
Mubtada ialah isim marfu' yang bebas dari amil lafazh, sedangkan khabar ialah isim marfu'
yang di-musnad-kan kepada mubtada.
Syaikh Muhyiddin Abdul Hamid berkata tentang penjelasan Mubtada dan Khabar.bahwa:
"Mubtada adalah ibarah yang didalamnya terkandung tiga syarat, yaitu
1) Berupa isim,
3) Tidak terdapat di dalamnya amil-amil lafdhiyyah (Inna dan macam-macamnya. Kaina dan
macam-macamnya, dan Dhanna dan macam-macamnya). Sedangkan Khabar adalah isim marfu'
yang disandarkan pada Mubtada dan bersama sama dengan Mubtada melengkapi makna
kalimat.
Contohnya seperti perkataan: (Zaid berdiri); (dua Zaid itu berdiri); dan (Zaid-Zaid itu
berdiri). Maksudnya: Mubtada itu isim marfu' yang kosong atau bebas dari amil lafazh, yakni:
yang me-rafa'-kan mubtada itu bukan amil lafazh, seperti fa'il atau naibul fa'il, melainkan oleh
amil maknawi, yaitu oleh ibtida atau permulaan kalimat saja. Sedangkan khabar adalah isim
marfu' yang di-musnad-kan atau disandarkan kepada mubtada, yakni tidak akan ada khabar
kalau tidak ada mubtada dan mubtada itulah yang me-rafa'kan khabar seperti lafazh: (Zaid
berdiri). Lafazh menjadi mubtada yang di-rafa'-kan oleh ibtida, tanda rafa'-nya dengan
dhammah karena isim mufrad. Sedangkan lafazh menjadi khabar-nya yang di-rafa'kan oleh
mubtada, tanda rafa'nya dengan dhammah karena isimmufrad.
(Dua Zaid itu berdiri). Lafazh menjadi mubtada yang di-rafa'-kan, tanda rafa'-nya dengan alif
karena isim tatsniyah. Sedangkan lafazh menjadi khabar yang di-rafa'-kan oleh mubtada, tanda
rafa'-nya dengan alif karena isim tatsniyah. (Zaid-Zaid itu berdiri). Lafazh mubtada dan menjadi
khabar-nya, di-rafa'-kan dengan memakai wawu karena jamak mudzakkar salim.
Contoh:
1. Macam-macam Mubtada
Mubtada itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu mubtada yang zhahir dan mubtada yang
mudhmar (dhamir). Mubtada zhahir penjelasannya telah dikemukakan.
Sedangkan mubtada yang mudhmar (isim dhamir) ada dua belas, yaitu: (saya), (kami atau kita),
(kamu -laki-laki), (kamu perempuan), (kamu berdua -laki-laki/perempuan), (kalian laki-laki).
(kalian perempuan). (dia laki-laki), (ia -perempuan), (mereka berdua -laki-laki/perempuan).
(mereka semua laki-laki, (mereka semua -perempuan),seperti perkataan (saya berdiri).
Selain pembagian diatas jika dilihat dari Khabarnya maka Mubtada terbagi menjadi dua,
yaitu Mubtada yang mempunyai khabar, contohnya ( ) dan Mubtada yang tidak
memiliki Khabar, akan tetapi mempunyai isim marfu'yang menempati posisi dari pada khabar,
contohnya (apakah bayi telah tidur) Naim adalah mubtada sedangkan Thifl adalah
Fa'il yang menempati posisi khabar, contoh lain (tidaklah terpuji orang kikir),
mahmud terpuji adalah mubtada dan bukhli adalah Naib Fa'il yang menempati tempatnya
khabar.
Mubtada yang memiliki khabar haruslah terdiri dari isim sharih atau dhahir ataupun
yang telah dita'wilkan menjadi mashdar yang sharih, sedangkan mubtada yang tidak memiliki
khabar tidak boleh menta'wilkannya dan penggunaanya haruslah selalu disertai dengan Nafyu
atau istifham.
Adapun Isim marfu'yang terletak setelah mubtada yang tidak memiliki khabar yang
dibarengi oleh Nafyu atau istifham maka kedudukannya dalam I'rab kalimat adalah sebagai
berikut:
a. Apabila menunjukkan kepada sifat yang tunggal dan setelahnya adalah isim yang
tumbal contohnya maka i'robnya ada dua
kemungkinan, Pertama: sifat yang pertama setelah istifham (musafir) adalah mubtada dan
setelahnya adalah Fa'il karena letaknya setelah Isim Fa'il, atau Naib Fa'il apabila terletak setelah
isim maful, keduanya marfu'menempati kedudukan khabar. Kedua: Sifat yang pertama
(musafir) adalah khabar yang didahulukan (khabar muqaddam) sedangkan kata (rajul) adalah
mubtada yang diakhirkan (mubtada muakkhar).
b. Apabila sifat yang pertama menunjukkan pada isim tunggal kemudian setelahnya
adalah Mutsanna (yang menunjukkan bentuk dua) atau Jamak, maka sifat yang pertama adalah
mubtada dan isim setelahnya tersebut adalah Fa'il atau naib fa'il yang menempati posisi khabar,
contoh kata Muhmil adalah kata mubtada sedangkan thalibani
adalah Fa'il karena terletak setelah isim Fa'il, dan kata Mahbub adalah mubtada sedangkan
Muqshirun adalah Naibul Fa'il karena terletak setelah Isim Maf'ul
c. Apabila sifat yang pertama berbentu dua (mutsanna) atau Jamak dan setelahnya
adalah mutsanna atau jamak maka isim yang pertama adalah khabar yang didahulukan (khabar
muqaddam) dan isim yang setelahnya adalah mubtada yang diakhirkan (mubtada muakkhar),
contohnya
2. Macam-macam Khabar
Khabar itu ada dua bagian, yaitu khabar mufrad dan khabar ghair mufrad.
- Khabar mufrad
(Khabar mufrad) adalah khabar yang bukan berupa jumlah (kalimat)dan bukan pula menyerupai
jumlah
Khabar ghair mufrad ialah, khabar yang terdiri dari jumlah, seperti jumlah ismiyah
(mubtada dan khabar lagi), atau jumlah fi'liyyah (yaitu terdiri dari fi'il dan fa'il sebagaimana
yang akan dijelaskan di bawah ini).
Khabar ghair mufrad ada empat macam, yaitu: 1. Jar dan majrur; 2. zharaf; 3. fiil beserta
fa'ilnya; dan 4. mubtada beserta khabarnya. Contohnya seperti perkataan: (Zaid berada di
dalam rumah); khabarnya terdiri dari jar dan majrur. (Zaid berada di sisimu); khabarnya zharaf,
(Zaid, ayahnya telah berdiri); khabarnya terdiri dari fi'il dan fa'il (Zaid hamba perempuannya
pergi); khabar-nya terdiri dari mubtada dan khabar lagi.
Contoh lain:
Lafazh al-ustaazu berkedudukan menjadi mubtada, sedangkan fil madrasati sebagai Khabar.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Mubtada' adalah isim marfu' (kata kerja yg dibaca rofi') yang terletak di awal kalimat.
Misal:
Ar-rojulu adalah mubtada. Setiap mubtada' harus marfu'. Umumnya mubtada' terletak diawal
kalimat, namun terkadang tidak (pada kasus-kasus tertentu), Secara umum juga, mubtada' itu
ma'rifah (bukan nakirah), seperti pada contoh di atas, mubtada'-mubtada' nya ma'rifah dengan
tanda adanya alif laam. Kecuali pada kasus-kasus tertentu mubtada' bisa nakirah. Mubtada
terbagi menjadi dua bagian, yaitu: Mubtada isim dzahir dan mubtada isim dhomir
Khabar adalah setiap kata atau kalimat yang menyempurnakan makna mubtada.
Misalnya
seperti pada kalimat di atas, (yaitu muslimun, kata tersebut adalah khobar, yang
menyempumakan makna mubtada. Seandainya tidak ada khobar tersebut, maka kalimat diatas
tidak akan dipahami maksudnya.
Khabar terbagi menjadi dua bagian, yaitu : Khabar mufrad dan khabar ghair mufrad.
B.Saran
Demikian pembahasan makalah ini yang berjudul "Al-Mubtada Wal Khabar", semoga
dapat menambah wawasan bagi kita semua terutama bagi penulis. Sebagai penulis, sangat
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak luput dari kehilafan dan salah, itulah
kodrat manusia. Sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk perbaikan makalah selanjutnya. Akhir kata billahi taufik wal hidayah
wassalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh.