Fa'il ialah isim marfu' yang disebutkan terlebih dahulu fi'il-nya. Dan fa'il terbagi menjadi dua
bagian, yaitu fa'il yang zhahir dan fa'il yang mudhmar (tersembunyi).
Maksudnya: Fa'il ialah isim marfu' yang disebutkan sesudah fi'il-nya (fi'il yang me-rafa'-
kannya).
Contoh: ; lafazh fi'il madhi dan menjadi fa'il-nya yang di-rafa'-kan oleh
dhammah. Lafazh itu di-rafa'-kan oleh dhammah, sebab isim mufrad.
= Dua Zaid itu telah datang. (Lafazh menjadi fa'il yang di-rafa'-kan dengan
alif, sebab isim tatsniyah).
= Zaid-Zaid itu telah datang. (Lafazh menjadi fa'il yang di-rafa'-kan dengan
wawu, sebab jamak mudzakkar).
= Zaid-Zaid itu telah datang. (Lafazh menjadi fa'il yang di-rafa'-kan dengan
dhammah, sebab jamak taksir).
Kata nazhim:
Fa'il ialah isim yang secara mutlak di-rafa'-kan oleh fi'il-nya, dan fi'il itu terletak sebelum fa'il.
Wajib pada fi'il itu di-mujarrad-kan (dibebaskan dari huruf tambahan) apabila di-musnad-kan
kepada jamak atau mutsanna.
Katakanlah! (dua Zaid dan Zaid-Zaid itu telah datang), seperti perkataan
Fa'il isim yang zhahir ialah lafazh yang menunjukkan kepada yang disebutnya tanpa ikatan,
seperti lafazh (Zaid) dan (laki-Iaki).
Contoh fa'il isim yang zhahir adalah perkataan: dan seterusnya sampai dan
lafazh-lafazh yang menyerupainya.
Kata nazhim:
Ulama nahwu telah membagi fa'il menjadi fa'il isim yang zhahir dan fa'il isim yang mudhmar
(dhamir). Adapun fa'il isim yang zhahir ialah, lafazh yang telah disebutkan tadi.
Lafazh yang menunjukkan kepada pembicara (mutakallim) atau yang diajak bicara (mukhathab)
atau ghaib.
Dhamir mututakallim itu terbagi dua, yaitu: mutakallim wahdah, seperti lafazh (saya), dan
mutakallim berikut teman-temannya, seperti lafazh (kami atau kita), yaitu untuk mu'azhim
nafsah atau untuk mutakallim yang membesarkan dirinya (dalam bahasa Indonesia seperti,
kami).
Kata nazhim:
(aku telah berdiri); (kami atau kita telah berdiri); (kamu -laki-laki- telah berdiri);
(kamu -perempuan- telah berdiri); (kamu berdua telah berdiri); (kalian
-perempuan- telah berdiri); (kalian -laki-laki- telah berdiri); (seorang laki-laki telah
berdiri); (seorang perempuan telah berdiri); (dua orang laki-laki telah berdiri);
(mereka -laki-laki- telah berdiri); (mereka -perempuan- telah berdiri); dan seperti perkataan
Seperti: (Dia belum berdiri kecuali saya dan kalian), dan selain yang dua macam
ini diketahui secara kias.
Catatan Fa’il:
Contoh:
ُ( َر َج َع ِمن ْال َجا ِم َع ِة الطَّالِبMahasiswa itu telah pulang dari kampus)
َ ب ْال َك ْل
ب َعلِ ٌّي َ ض َر
َ (Ali memukul anjing)
2. Apabila fa’il tidak terletak secara langsung dibelakang fi’ilnya, maka untuk fa’il yang
muannats, fi’ilnya boleh berbentuk mufrod muannats atau mufrod mudzakkar.
Contoh:
Atau:
3. Apabila fa’ilnya berupa jamak taksir, maka fi’ilnya boleh berbentuk mufrod mudzakkar atau
mufrod muannats.
Contoh:
Atau:
Naibul fa’il adalah isim marfu’ yang terletak setelah fi’il majhul untuk menunjukkan orang yang
dikenai pekerjaan.
Contoh:
1. Naibul fa’il merupakan isim marfu’. Asal dari na’ibul fa’il adalah sebagai obyek (maf’ul bih)
yang mempunyai I’rob nashob. Tatkala failnya dihapus, maka maf’ul bih menggantikan posisi
fa’il yang mempunyai I’rob rofa’.
Contoh:
َص َر زَ ْي ٌد ُم َح َّمدًا
َ ( نZaid menolong Muhammad)
2. Naibul fa’il harus diletakkan setelah fi’il. Apabila ada isim marfu’ yang terletak di depan
/sebelum fi’il maka dia bukan naibul fa’il.
Contoh:
ُم َح َّم ٌدbukan naibul fa’il. Hal ini karena ia terletak di depan fi’il.
ِ ُ نyang taqdirnya
Naibul fa’ilnya adalah berupa dhomir mustatir yang terdapat pada fi’il ص َر
adalah ه َُو
Contoh:
ُم َح َّم ٌدbukan sebagai na’ibul fail karena fi’il yang dipakai bukan fi’il majhul.
4. Fi’il yang dipakai harus selalu dalam bentuk mufrod
Contoh:
5. Bila naibul fa’ilnya mudzakkar, maka fi’ilnya mufrod mudzakkar. Bila naibul failnya
muannats maka fi’ilnya mufrod muannats.
Contoh:
ِ ُن
ص َر ُم َح َّم ٌد
ْ ص َر
ت َمرْ يَ ُم ِ ُن
6. Apabila susunan sebelum fa’ilnya dihapus menpunyai dua maf’ul bih (obyek), maka setelah
failnya dihapus, maf’ul bih pertama menjadi naibul fail sedangkan maful bih kedua tetap
manshub sebagai maf’ul bih.
Contoh:
( َمن ََح ُم َح َّم ٌد ْالفَقِي َْر طَ َعا ًماMuhammad memberi orang fakir itu makanan)
Tatkala fa’ilnya dihapus, maka fi’ilnya harus dirubah menjadi bentuk majhul. Kemudian maf’ul
bih pertama ( yaitu ) ْالفَقِي َْرberubah menjadi naibul fail, sehingga I’robnya menjadi rofa’. Adapun
maf’ul bih ke dua ( yaitu ) طَ َعا ًماtetap manshub sebagai maf’ul bih.
1. Ketentuan na’ibul fa’il mirip dengan ketentuan yang ada pada fa’il.
Contoh:
ُ َّار
ق ِ ( يُ ْقبَضُ فِى الطَّ ِريPencuri itu ditangkap di jalan)
ِ ْق الس
3. Apabila na’ibul fa’il tidak terletak secara langsung dibelakang fi’ilnya, maka untuk na’ibul
fa’il yang muannats, fi’ilnya boleh mufrod muannats atau mufrod mudzakkar.
Contoh:
atau
4. Apabila na’ibul fa’ilnya berupa jamak taksir, maka fi’ilnya boleh berbentuk mufrod
mudzakkar atau mufrod muannats.
Contoh:
Atau
Contoh:
َ ْق ْالفُلُو
س َ ض الَّ ِذى َس َر
َ ِ( قُبTelah ditangkap orang yang mencuri uang)
ضُربُوْ ا
ِ (Mereka dipukul)
Mubtada dan Khabar
Mubtada ialah isim marfu' yang bebas dari amil lafazh, sedangkan khabar ialah isim marfu'
yang di-musnad-kan kepada mubtada, contohnya seperti perkataan: (Zaid berdiri);
Maksudnya: Mubtada itu isim marfu' yang kosong atau bebas dari amil lafazh, yakni: yang me-
rafa'-kan mubtada itu bukan amil lafazh, seperti fa'il atau naibul fa'il, melainkan oleh amil
maknawi, yaitu oleh ibtida atau permulaan kalimat saja.
Sedangkan khabar adalah isim marfu' yang di-musnad-kan atau disandarkan kepada mubtada,
yakni tidak akan ada khabar kalau tidak ada mubtada dan mubtada itulah yang me-rafa'-kan
oleh ibtida, tanda rafa'-nya dengan dhammah karena isim mufrad. Sedangkan lafazh
menjadi khabar-nya yang di-rafa'-kan oleh mubtada, tanda rafa'-nya dengan dhammah karena
isim mufrad.
(Dua Zaid itu berdiri). Lafazh menjadi mubtada yang di-rafa'-kan, tanda
rafa'-nya dengan alif karena isim tatsniyah. Sedangkan lafazh menjadi khabar yang di-
rafa'-kan oleh mubtada, tanda rafa'-nya dengan alif karena isim tatsniyah.
Kata nazhim:
Mubtada ialah isim yang selamanya di-rafa'-kan dan terbebas dari setiap lafazh yang menjadi
amil.
Sedangkan khabar ialah isim yang marfu' di-musnad-kan (disandarkan) kepada mubtada karena
sesuai pada lafazhnya.
Pembagian Mubtada
Mubtada itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu mubtada yang zhahir dan mubtada yang
mudhmar (dhamir). Mubtada zhahir penjelasannya telah dikemukakan.
Sedangkan mubtada yang mudhmar (isim dhamir) ada dua belas, yaitu: (saya), (kami
atau kita), (kamu -laki-laki), (kamu -perempuan), (kamu berdua -laki-
Adapun meng-i'rab-nya adalah sebagai berikut: (saya) berkedudukan menjadi mubtada yang
di-rafa'-kan, tanda rafa'-nya mabni sukun. Sedangkan lafazh menjadi khabar-nya, di-rafa'-
Kata nazhim:
Mubtada, yaitu isim zhahir sebagaimana (pada contoh-contoh) yang telah dikemukakan, atau
dhamir, seperti (kamu patut untuk menetapkan hukum -diantara manusia).
Tidak diperbolehkan membuat mubtada dengan menggunakan isim dhamir muttashil, tetapi
diperbolehkan dengan setiap dhamir yang munfashil. Diantaranya ialah:
Pembagian Khabar
Khabar itu ada dua bagian, yaitu khabar mufrad dan khabar ghair mufrad.
1. Khabar mufrad
(Khabar mufrad) adalah khabar yang bukan berupa jumlah (kalimat) dan bukan pula
menyerupai jumlah.
Dan juga termasuk khabar mufrad bila mubtada dan khabar itu terdiri dari isim tatsniyah dan
jamak, seperti contoh di bawah:
Khabar ghair mufrad ialah, khabar yang terdiri dari jumlah, seperti jumlah ismiyah (mubtada
dan khabar lagi), atau jumlah fi'liyyah (yaitu terdiri dari fi'il dan fa'il sebagaimana yang akan
dijelaskan di bawah ini).
Khabar ghair mufrad ada empat macam, yaitu: 1. Jar dan majrur; 2. zharaf; 3. fi'il beserta
berada di dalam rumah); khabarnya terdiri dari jar dan majrur. (Zaid berada di
sisimu); khabarnya zharaf, (Zaid, ayahnya telah berdiri); khabarnya terdiri dari fi'il
dan fa'il. (Zaid hamba perempuannya pergi); khabar-nya terdiri dari mubtada
dan khabar lagi.
Contoh lain:
Lafazh (lp 56) berkedudukan menjadi mubtada, sedangkan (lp 57) khabar-nya.
Lafazh (lp 59) menjadi mubtada, sedangkan (lp 60) zharaf makân (keterangan tempat) menjadi
khabar-nya.
Lafazh (lp 61) berkedudukan menjadi mubtada, dan (lp 62) fi'il madhi, sedangkan (lp 63)
menjadi fa'il-nya. Jumlah fi'il dan fa'il berada pada mahall (tempat) rafa' yang menjadi khabar
dari lafazh (lp 64)
Lafazh (lp 66) berkedudukan menjadi mubtada, sedangkan (lp 67) menjadi mubtada kedua, dan
(lp 68) menjadi khabar dari mubtada kedua yang berada pada mahall (tempat) rafa' menjadi
khabar lagi dari lafazh (lp 69).
Perlu diingatkan, bahwa khabar yang dibuat dari jumlah mubtada dan khabar, atau terdiri dari
fi'il dan fa'il disebut khabar jumlah. Adapun khabar yang terdiri dari jar dan majrur atau zharaf
disebut syibh (serupa) jumlah, karena jar-majrur dan zharaf itu bukan menjadi khabar yang
sebenarnya, sebab yang menjadi khabar yang sebenarnya ialah muta'allaq-nya tersimpan atau
tersembunyi, yang taqdir-nya dapat atau boleh dengan isim mufrad, seperti: (lp 70) atau dengan
jumlah fi'il dan fa'il, seperti lafazh: (lp 71).
Lafazh: (lp 72), pada hakikatnya: (lp 73); (lp 74) pada hakikatnya: (lp 75).
Oleh karena lafazh muta'allaq-nya dapat di-taqdir-kan (diperkirakan) isim mufrad dan di-taqdir-
kan fi'il madhi, maka disebutlah dengan syibh jumlah (serupa jumlah).
Kata nazhim:
(lp 76)
Adakalanya khabar itu mufrad dan ghair mufrad. Yang pertama ialah (khabar mufrad), yaitu
lafazh dalam nazhaman (bait syair) yang telah disebutkan.
(lp 77)
Sedangkan khabar ghair mufrad hanya terbatas pada empat macam, yang lain tidak. Empat
macam itu ialah zharaf, jar dan majrur, fa'il beserta fi'ilnya yang telah dikemukakan, dan
mubtada beserta khabar yang dimilikinya