Anda di halaman 1dari 15

ISIM MANSHUB

Tanda-tanda nashab pada isim yaitu fathah; alif; yaa; kasrah.


1. Fathah merupakan tanda nashab pada isim mufrad dan jamak taktsir.
Contoh: . (lafazh manshub dengan fathah karena ia isim
mufrad)
. (lafazh manshub dengan fathah karena ia jamak taktsir)
2. Alif dengan idhafat merupakan tanda nashab pada asmul khamsah (isim
yang lima) yaitu , , , ,. (ayahmu, saudaramu, ayah mertua,
anumu, yang mempunyai harta)
Contoh: ( lafazh termasuk isim lima dan manshub dengan alif)
3. Yaa merupakan tanda nashab pada mutsanna dan jamak mudzakar salim.
Contoh: ( lafazh manshub dengan yaa karena jamak
mudzakar salim.
4. Kasrah merupakan tanda nashab pada jamak muannats salim.
Contoh: ( lafazh manshub dengan kasrah karena ia
termasuk jamak muannats salim.
Tempat-tempat isim manshub:
Isim mansub terdapat disebelas tempat, diantaranya: khabar kna, isim inna,
maf`ul bih, maf`ul mutlaq, maf`ul liajlih, maf`ul ma`ah, almustasna, maf`ul fiih
(dzarfu dzaman wal makan), hl, tamyiiz, munda, demikian jug aterkdang isim
itu mansub ketika isim itu merupakan tbi` (yang mengikuti) isim mansub.
Pertama Khabar Kaana
1. Khabar kan adalah setiap khabar mubtada yang dimasuki kana atau salah
satu temannya.
Contoh: ( Allah Maha Mendengar)
: khabar kana mansub dengan fatah, karena merupakan isim mufrad.
Contoh: ( ilmu itu jadi menyebar/ meluas)
: khabar asbaha,mansub dengan fathah, karena ia isim mufrad
Contoh: ( udara masih dingin)
: khabar manshub dengan fathah karena isim mufrad.
2. Terkadang khabar kna berupa;

a. Isim murab zhahir, sebagaimana pada contoh-contoh yang telah lalu/ tadi.
b. Syibhi jumlah (yang menyerupai jumlah seperti zharaf dan jr majrr)
Contoh: ( pada waktu subuh air embun di atas bunga)
: zharaf (makan/ tempat) sebagai mudhaf dan mudhaf ilaih (syibhi
jumlah) dan juga khabar kna.
Contoh: ( guru-guru pada waktu sore ada di rumah)
: jar majrur (syibhi jumlah), khabar .
c. Jumlah (jumlah ismiyyah dan jumlah filiyyah)
Contoh: ( musim dingin itu terasa sangat dingin)
: jumlah ismiyyah (mubtada dan khabar) khabar kna, pada kedudukan
nashab.
Contoh: ( orang yang sedih itu masih menangis)
: jumlah filiyyah (fiil dan fail) khabar pada kedudukan nashab.
3. Boleh mendahulukan khabar kana jika berupa syibhi jumlah serta isim
merupakan isim makrifat.
Contoh: ( jadilah pemalas itu dalam keadaan bingung)
: jar majrur, khabar yang didahulukan sedangkan ialah isim
yang diakhirkan (karena lafazh isim makrifat)
# Dan bisa Wajib (harus) didahulukan khabar kaana jika syibhi jumlah yang
isimnya nakirah.
Contoh: ( air itu dalam gelas)
: jar majrur, khabar kaana yang didahulukan, lafazh isim kaana yang
diakhirkan (karena lafazh nakirah).
Catatan:
Jika huruf nafyi/ menyangkal ( , , , )memasuki mubtada dan khabar, maka
huruf-huruf tadi beramal seperti laisa (teman kaana) yakni merafakan mubtada
dan menashabkan khabar dengan ketentuan:
a. Isim maa didahulukan dari khabarnya dan makna nafyi (menyangkal) tidak
hilang dengan dimasuki illa.
Contoh: ( hak itu tidak hancur)
: huruf nafyi beramal laisa, isim maa marfu dengan dhammah, khabar
maa manshub dengan fathah.

b. Di dalam amal laa dalam hubungannya dengan yang telah lalu (termasuk
mempunyai amal seperti laisa) khabarnya harus nakirah (bukan makrifat).
Contoh: jalan itu tidak macet/ penuh
: huruf nafyi beramal laisa, isim maa marfu dengan dhammah, khabar
maa manshub dengan fathah. (isim laa dan khabarnya nakirah)
pada dasarnya adalah laa nafyi yang dibubuhi ta`tanits yang difathahkan.
Laata dalam bahasa Arab sering terjadi isimnya dibuang dan khabarnya
diadakan (dalam tulisan).
Contoh: ( tidak ada waktu penyesalan)
Asalnya: .

Kedua Isim Inna


1. Isim inna adalah setiap mubtada yang dimasuki inna atau salah satu
temannya.
Contoh: sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
: isim inna manshub dengan fathah karena isim mufrad.
Contoh: dua orang perawat seperti dua orang dokter
: isim manshub dengan yaa karena mutsanna.
Contoh: mudah-mudahan guru-guru itu bisa
merealisasikan tujuan-tujuan pendidikan
: isim laita manshub dengan yaa, karena jamak mudzakar salim,
khabar laita marfu dengan wawu karena jamak mudzakar salim.
2. Dengan mengingat inna, isim inna pada asalnya adalah mubtada lalu
dimasukan kepadanya huruf inna, atau salah satu temannya. Oleh karena isim
inna terkadang berupa:
a. Isim murab sebagaimana pada contoh-contoh yang lalu.
b. Isim mabni (dhamir, isim isyarah, isim maushul).
Contoh: sesungguhnya Engkau Maha Mulia
: isim dhomir mabni dengan fathah pada kedudukan nashab isim inna.
Contoh:

Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan
atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.
: isim maushul (kata sambung) mabni dengan fathah pada kedudukan
nashab isim inna.
Contoh : sesungguhnya kitab ini bermanfaat bagi kami
: isim isyarah (kata tunjuk) mabni dengan sukun pada kedudukan nashab isim
inna.
3. Isim laa yang menafyikan jenis
Laa yang menafyikan jenis termasuk teman inna. Yang dimaksud menafyikan
jenis adalah menafyikan/ menyangkal khabar laa dari seluruh bagian jenis isim.
Berbeda dengan haraf laa biasanya menafyikan satu/ sebuah atau lebih, bukan
menafyikan jenis.
Laa yang menafyikan jenis bisa berawal seperti inna jika terpenuhi tiga syarat
yaitu isim laa harus makrifat, isim laa harus bersambung secara langsung
dengan laa (tidak terpisah oleh pemisah apapun), laa tidak disertai oleh haraf jar.
a. Isim laa manshub jika berupa mudhaf atau menyerupai mudhaf.
Contoh: tidaklah orang yang mengerjakan kebaikan dibenci.
: isim laa manshub dengan fathah karena isim mufrad berupa mudhaf.
Contoh: tidaklah orang yang mengerjakan kejelekan terpuji
: isim laa manshub dengan fathah, karena ia isim mufrad berupa kalimat
yang menyerupai mudhaf
Syabihun bil mudhaf ialah isim nakirah yang disambung dengan kata untuk
melengkapi maknanya.
b. Apabila isim laa bukan dari mudhaf atau syabihun bil mudhaf harus
dimabnikan atas tanda nashab kalimat yang menjadi isim laa itu (isim mufrad
mabni fatah, mutsannna mabni yaa, jamak mudzakar salim atas yaa, jamak
taksir mabni fatah dan jamak muannats salim mabni kasrah)
Contoh: tidak ada laki-laki di rumah
: isim laa mabni fathah, karena mudhaf atau syabihun bil mudhaf, berupa
isim mufrad.
Contoh: tidak ada dua orang laki-laki di samping kita.
: isim laa mabni yaa, karena mutsanna, dan bukan mudhaf atau syabihun bil
mudhaf.
Contoh: tidak ada orang-orang yang tercela di kelas

: isim laa mabni yaa karena jamak mudzakar salim, bukan mudhaf ataupun
syabihun bil mudhaf.
Contoh: tidak ada tamu-tamu di rumah
: isim laa mabni fathah karena jamak taktsir, bukan mudhaf atau syabihun
bil mudhaf.
Contoh: tidak ada wanita-wanita tercela itu disukai
: isim laa mabni kasrah, karena ia jamak muannats salim, dan bukan
mudhaf atau syabihun bil mudhaf.

Catatan:
a. Apabila isim laa itu makrifat, maka amal itu hilang dan laa mesti diulang
(dibaca dua kali atau lebih).
Contoh: kaum itu bukan kaumku dan penolong itu bukan
penolongku.
: harf nafyi, : mubtada marfu dengan dhammah, : khabar mubtada
marfu dengan dhammah muqaddarah, terhalang karena adanya kasrah yang
menyesuaikan (kasrah dengan yaa).
b. Jika laa dimasuki huruf jar, maka kalimat yang sesudahnya mesti dijarkan dan
laa nya tambahan hanya untuk menafyikan (menyangkal) saja.
Contoh: tentara itu bergerak maju tanpa takut
: baa huruf jar dan laa huruf nafyi tambahan, : dijarkan dengan kasrah.
c. Jika antara laa dan isimnya terpisah oleh pemisah apapun, maka amal laa
dihilangkan (tidak beramal).
Contoh: tidak mabuk di dalamnya
: huruf nafyi, : jar majrur khabar muqaddam, : mubtada yang diakhirkan.
d. Boleh membuang khabar laa yang menafyikan jenis apabila telah diketahui
dari susunan kalam.
Contoh: ilmu itu tidak diragukan lagi adalah asas dasar.
: mubtada dirafakan dengan dhammah, : huruf nafyi, : isim laa mabni
fathah, dan khabar laa dihilangkan, asalnya , :khabar mubtada
dirafakan dengan dhammah sekaligus mudhaf, : mudhaf ilaih majrur
dengan kasrah.

4. Shigat laa siyyama dihubungkan dengan kaidah laa yang menafyikan jenis.
Isim setelah lafazh laa siyama bisa rafa, nashab, dan majrur jikalau nakirah.
Contohnya sebagai berikut
saya suka buah-buahan terutama jeruk
: nafiyah lil jinsi, : isim laa mansub dengan fathah karena isim mufrad
sekaligus mudhaf, dan khabar laa wajib dihilangkan tetapi pada asalnya ada.
Terdapat 3 keadaan bagi lafazh tersebut:
a. Ma itu zaidah, dalam hal ini isim yang ada setelah lasiyama dijarrkan, dibaca
al-burqali, dianggap sebagai mudhaf ilaih.
b. Atau ma itu isim maushul yang menjadi mudhaf ilaih, dalam hal ini isim yang
ada setelah lasiyama dirafakan dibaca la-burtuqalu dianggap sebagai khabar
dari mubtada yang dibuang yaitu huwa (tidak jelas dalam tulisan)
c. Atau maa itu adalah isim yang dijadikan mudhaf ilaih, dalam hal ini isim yang
ada setelah lasyiama dinashabkan sebagai tamyiz. Dibaca al-butuqalan dengan
syarat bahwa isim tersebut adalah nakirah.

Ketiga Maful Bih


1. Maful bih adalah isim yang dinashabkan yang menunjukkan orang/ benda
yang terkenai pekerjaan pelaku dengan tanpa perubahan bentuk fiilnya (dalam
bentuk mabni malum).
Contoh: orang berakal sedang menuntut ilmu.
: maful bih dinashabkan dengan tanda fathah karena isim mufrad.
2. Terkadang maful bih itu berbilang jika fiilnya itu termasuk fiil-fiil yang
menashabkan lebih dari satu maful. Berikut fiil-fiilnya:
a. Fiil-fiil yang menashabkan dua maful bih yang asal keduanya dari mubtada
dari khabar.
Fiil yang bermakna mengira meliputi zhanna, khaala, hasiba, zaama, jaala,
Hab.
Fiil-fiil yang bermakna yakin meliputi ra`a, alima, wajada, alfa`, taallam
(bermakna yakinilah).
Fiil-fiil yang berarti menjadikan meliputi shayyara, hawwala, jaala, radda,
itkhadza, takhidza.
Contohnya: saya kira anak itu tidur

: maful bih awal (asalanya mubtada sebelumnya kemasukan zhanna)


dinashabkan dengan fathah, naaiman : maful bih kedua (asalnya khabar
mubtada sebelum kemasukan zhanna) manshub dengan fathah.
Contoh: saya kira Muhammad adalah saudaramu
Muhammadan : maful bih awal manshub dengan fathah, akhaaka : maful bih
kedua dinasabkan dengan alif karena termasuk asmaaul khamsah.
Contoh: yakinilah hidup itu adalah perjuangan
Alhayaata : maful bih awal manshub dengan fathah, jihaadan : maful bih kedua
manshub.
Contoh: Allah menjadikan (mengangkat) Ibrahim sebagai kekasih
Ibrahim : maful bih awal mansub, alkhalila maful bih kedua.
b. Fiil-fiil yang menashabkan dua maful yang asalnya bukan mubtada dan
khabar, fiilnya ialah kasaa, athaa, sa`ala, albasa, manaha, manaa
Contoh: ayah memakaikan baju pada anaknya
: maful bih pertama dinasabkan dengan fathah, : maful bih kedua
Contoh: seorang anak meminta uang kepada ayahnya
: maful bih pertama, fuluusan: maful bih kedua.
Contoh: Allah melarang manusia minum khamar
: maful bih pertama, syurbal khamri: maful bih kedua manshub.
c. Fiil yang menashabkan tiga maful. Meliputi:
Fiil yang berarti memberitahukan: alama, khabbara, haddatsa, anba`a,
akhbara.
Fiil yang berarti memprlihatkan: araa ().
Contoh: seorang guru memberitahukan ujian sebentar
lagi kepada murid-murid itu.
: maful bih awal manshub dengan fathah, : maful bih kedua
dinasabkan dengan fathah, : maful bih ketiga dinashabkan dengan fathah.
Contoh: Allah memperlihatkan kepada manusia tanda
kekuasaanya
: maful bih awal manshub dengan fathah. : maful bih kedua dinasabkan
dengan kasrah. : maful bih ketiga dinashabkan dengan fathah.
3. Terkadang maf`ul bih itu berupa:

a. Isim Mu`rab, sebagaimna pada contoh-contoh sebelumnya.


b. Atau Isim Mabni (Dhamir muttasil atau munfasil, isim isyaroh, isim mausul)
Contoh : saya melihatmu
: Dhamir muttasil mabni dengan fatah pada kedudukan nasab sebagai maf`ul
bih.
Contoh : hanya kepada-Mu kami beribadah
: Dhamir munfasil mabni dengan fatah pada kedudukan nasab sebagai maf`ul
bih.
Contoh : Saya membaca buku ini
: Isim isyaroh mabni dengan sukun pada kedudukan nasab sebagai maf`ul bih.
Contoh : Saya mencintai orang yang mengerjakan kebaikan
: Isim mausul mabni dengan sukun pada kedudukan nasab sebagai maf`ul
bih.
c. Masdar Muawwal yang terdiri dari dan ( an dan kata kerja) atau dari
isim dan khabarnya.
Contoh : Saya hendak pergi keluar negri
: Masdar muawwal yang terdiri dari ( an dan kata kerja) pada
kedudukan nasab sebagai maf`ul bih.
Contoh : saya tahu bahwa engkau lulus dalam ujian.
: Masdar muawwal yang terdiri dari isim dan khabarnya pada kedudukan
nasab sebagai maf`ul bih.
4. Maf`ul bih boleh mendahului fa`ilnya.
Contoh : Mahasiswa mempelajari pelajaran.
: Maf`ul bih dengan fathah, : fa`il marfu` dengan dhomah, dan wajib
mendahulukan maf`ul bih atas fa`ilnya apabila dhamir munfasil.
Contoh : hanya kepada-Mu kami beribadah
( : Dhamir munfasil sebagai maf`ul bih, : fi`il dan fa`il)
5. Dan dibolehkan untuk membuang fi`il dan tetapnya maf`ul bih, apabila telah
dipahami dalam pembicaraan
Contoh : : , (siapa yang engkau temui? Maka dijawab :Ali)
:( seharusnya: saya menemui Ali)

6. Pada asalnya maf`ul bih terletah setelah fi`il dan fa`il , kadang-kadang
mashdar dan isim fa`il beramal seperti fi`ilnya dan masing-masing menasabkan
maf`ul bih.
Contoh : ( Tinggalkanlah pengangguran)
: maf`ul bih untuk masdar, mansub dengan fatah.
Contoh : ( Saya berterimakasih atsa kebaikan anda)
: maf`ul bih untuk isim fa`il, mansub dengan fatah.

Keempat Maf`ul Muthlaq


1. Maf`ul Muthlaq adalah isim (mashdar) yang dinasabkan diambil lafadz fi`il
(Kata kerja) yang disebutkan bersama fa`ilnya untuk menegaskan, menjelaskan
keadaan dan menjelaskan jumlah pekerjaan itu diperbuat (Sekali, duakali, atau
berulang kali)
Contoh : ( Saya mengfal pelajaran dengan sesungguhnya
menghafal)
: Maf`ul Muthlaq (mashdar) untuk menegaskan kata kerja dalam keadaan
mansub dengan fathah.
Contoh :( Saya menghafal pelajaran dengan sebaik-baiknya
menghafal)
: Maf`ul Muthlaq untuk menjelaskan keadaan kata kerja dalam keadaan
mansub dengan fathah. : na`at tbi` dari man`ut dalam keadaan nasabnya,
dinasabkan dengan fathah.
Contoh : ( Saya menhafal pelajaran seperti menghafalnya guru)
: Maf`ul Muthlaq menjelaskan macam kata kerja dalam keadaan dinasabkan
dengan fathah, dan ia merupakan mudhaf. : mudhaf ilaih dalam keadaan
majrur dengan kasrah.
Contoh : ( Saya menghafal pelajaran sekali)
Contoh : ( Saya menghafal pelajaran dua kali)
Contoh : ( Saya menghafal pelajaran berulang klai)
: Maf`ul Muthlaq menjelaskan jumlah pekerjaan itu diperbuat, dinasabkan
dengan fathah.
: Maf`ul Muthlaq menjelaskan jumlah pekerjaan itu diperbuat, dinasabkan
dengan yaa.

: Maf`ul Muthlaq menjelaskan jumlah pekerjaan itu diperbuat, dinasabkan


dengan khasrah.
2. Kadang-kadang maful muthlaq itu menunjukkan kepada fiilnya diantaranya
ialah:
a. Lafadz yang keduanya berkedudukan sebagai mudhaf bagi
mashdar.
Contoh : ( Anak terpelajar memuliakan kedua orang
tuanya dengan sepenuhnya)
: Nib dari maf`ul muthlaq menjelaskan macam kata kerja dalam keadaan
mansub dengan fathah dan ia merupakan mudhaf. : mudhaf ilaih dalam
keadaan majrur dengan khasrah.
Contoh : ( Kamu sekalian jangan rajin dalam belajar
setengah-setengah (tanggung))
: Nib dari maf`ul muthlaq menjelaskan macam kata kerja dinasabkan
dengan fathah dan ia merupakan mudhaf. : mudhaf ilaih dalam keadaan
majrur dengan khasrah.
b. Shifat (keterangan) mashdar tanpa disebutkan mashdarnya
Contoh : ( Kehidupan berkembang dengan cepat)
: Shifat nib dari maf`ul muthlaq menjelaskan macam kata kerja, tbi` bagi
mausf dalam keadaan nasabnya, mansub dengan fathah.
c. Isim Isyarah sebelum mashdar
Contoh : ( Saya mendidik dia dengan macam pendidikan yang ini)
: isim isyarah nib dari maf`ul muthlaq menjelaskan macam kata kerja, mabni
dengan kashrah dalam keadaan nasab.
d. Kata yang menunjukan bilangan
Contoh : ( Murid-murid menghafal pelajaran satu kali)
Contoh : ( Murid-murid menghafal pelajaran dua kali)
Contoh : ( Murid-murid menghafal pelajaran tiga kali)
: Lafadz nib dari maf`ul muthlaq menjelaskan bilangan, dinasabkan dengan
fathah.
: Lafadz nib dari maf`ul muthlaq menjelaskan bilangan, dinasabkan dengan
yaa.
: Lafadz nib dari maf`ul muthlaq menjelaskan bilangan, dinasabkan dengan
khasrah.

3. Kadang-kadang fi`il maf`ul muthlaq dibuang


Contoh : ( Terimakasih)
: ( asalnya :saya berterimaksih dengan sesungguhnya)
Contoh : ( Berdirilah)
: ( asalnya : bangunlah berdirilah)
Contoh :
:( asalnya : Saya memberi penghormatan kepada kamu sekalian
dengan penghormatan yang baik)
Contoh :
: ( asalnya :Engkaulah sungguh anakaku)
Contoh :
. : ( Ini seorang laki-laki yang sangat mulia)
Contoh :
: ( Memuji)
Contoh : ( Seluruh pekerja menghadiri pesta dan juga
rector (pemimpin))

Kelima Maf`ul Liajlih


1. Maf`ul liajlih ialah isism yang dinasabkan yang disebutkan setelah fi`il untuk
menjelaskan sebab terjadinya suatu pekerjaan (yakni sebagai jawaban terjadinya
pekerjaan)
Contoh : ( Pemerintah memberikan Beasiswa
kepada para siswa untuk memberi dorongan kepada mereka(.
: Maf`ul liajlih maful bih dinashabkan dengan tanda fathah karena isim
mufrad.
Contoh : ( Ali datang kepada Muhammad untuk memuliakannya)
: Maf`ul liajlih maful bih dinashabkan dengan tanda fathah karena isim
mufrad.
2. Pada asalnya maf`ul liajlih itu mesti dinasabkan, namun boleh juga dijarkan
oleh lam haraf jar (yang berarti karena =lam ta`lil) dengan demikian tidak
di`irabkan sebagai maf`ul liajlih, melainkan sebagai jar majrur yang
berhubungan dengan kata sebelumnya.

Contoh :( Pemerintah memberikan


Beasiswa kepada para siswa untuk memberi dorongan kepada mereka(.
( Ali datang kepada Muhammad untuk
memuliakannya)

Kekenam Maf`ul Ma`ah


Maf`ul ma`ah ialah isim yang dinasabkan yang disebut setelah wawu ma`iyah
(berarti: serta, bertepatan dengan) untuk menunjukan bersamaan, bertepatan
dengan.
Contoh : ( Saya bangun tidur bertepatan dengan terbit fajar)
: maiyyah (serta atau bertepatan dengan), : maful maah, dinasabkan
dengan fathah karena isim mufrad.
Contoh: kelelawar terbang bersamaan dengan terbitnya matahari (
).
: maiyyah (serta atau bertepatan dengan), : maful maah, dinasabkan
dengan fathah karena isim mufrad.
Perbedaan antara wawu athaf dengan wawu maiyyah adalah wawu athaf
memberi arti kebersamaan hubungan hukum mana kalimah yang sebelum
wawu athaf dan yang sesudahnya. Adapun wawu maiyyah adalah wawu
maiyyah tidak memberi arti kebersamaan hukum seperti pada wawu athaf
melainkan menunjukkan kebersamaan dalam waktu terjadi pekerjaan.

Contoh: Muhammad dan hasan telah hadir


Wawu/ dan disini adalah wawu athaf.
Contoh: Muhammad telah hadir bersamaan dengan terbitnya matahari.
Wawu disini bermakna bersamaan adalah wawu maiyyah.
Kadang-kadang wawu bisa dijadikan wawu athaf atau wawu maiyyah. Contoh:
presiden dan para menteri telah pergi (wawu athaf bermakna dan)
Contoh: presiden bersama para menteri telah pergi (wawu maiyyah berarti
bersama)
Ketujuh Maful Fiih/ Zharaf Zaman dan Zharaf Makan
1. Maful fiih adalah isim yang dinasabkan yang disebut untuk menjelaskan
waktu terjadinya pekerjaan atau tempatnya (keterangan waktu atau keterangan
tempat).

Contoh: kapal terbang bertolak pada malam hari. (lafazh lailan merupakan zharaf
zaman dinasabkan dengan fathah).
Contoh: guru berdiri di depan kelas. (lafazh amaama merupakan zharaf makan
dinasabkan dengan fathah).
2. Beberapa zharaf zaman yang paling penting ialah;
Saat, sejam (sah), hari (yaum), seminggu (usb), sebulan (syahr), setahun
(sanatan), pagi-pagi (shabahan), zhuhur, malam (lailan), besok (ghadan),
sebentar (lahzhah), sejenak (burhatan), selama, waktu (muddatan), sore hari
(masaa`an), ketika (hiina), setelah, tengah (itsnaa), selamanya/ abadi (Abadan),
waktu kosong, sebelum (qabla), selama (khilaali), tengah (jauf).
3. Beberapa zharaf makan yang paling penting diantaranya:
Di depan, dibelakang (wara`a/ khalafa), sebelah kanan (yamiin), sebelah kanan
(yasaar/ syimaal), di tengah-tengah (wastun), di atas (fauq), di bawah (tahta),
dekat, disamping (qarb), disamping (inda/ jaanib), di antara (baina), di dekat
(laday), bertepatan dengan (tilqaa`a), arah, seputar, sekitar (haula), dibawah,
mil (mailan), kilo meter.
Zharaf zaman dan makan terbagi ke dalam dua macam
a. Zharaf munsharifah adalah zharaf yang bisa dipakai sebagai zharaf
(dinasabkan) dan bisa pula dijadikan bukan sebagai zharaf dan di Irabi sesuai
dengan jabatannya dalam jumlah (kalimat).
Contoh: saya akan berkunjung kepadamu pada hari jumat. (lafazh yaum/ hari:
zharaf zaman dinasabkan dengan zharaf).
Contoh: saya berjalan dalam jarak I km. (lafazh kilometer: zharaf makan
dinasabkan dengan zharaf.
Bisa juga digunakan bukan sebagai zharaf (sesuai tempatnya dalam jumlah/
kalimat)
Satu kilometer adalah seribu meter. (lafazh kilometer: mubtada dirafakan
dengan dhammah)
Contoh hari jumat telah datang. (lafazh yaum/ hari: fail dirafakan dengan
dhammah.
b. Zharaf ghair munsharifah yang hanya digunakan sebagai zharaf. Diantara
zharaf ini ialah hiiina, bada, atsnaa, khilaali, disamping (inda/ jaanib), di antara
(baina), di dekat (laday), bertepatan dengan (tilqaa`a), seputar, sekitar (haula),
arah, di bawah (duuna).
Contoh: beberapa pesawat terbang di atas awan. (lafazh fauqa/ di atas: zharaf
makan maful fiih dinasabkan dengan zharaf.

Contoh: surga itu berada di bawah telapak kaki kaum ibu. (lafazh tahta/ dibawah:
zharaf makan menjadi khabar, dinasabkan dengan fiil yang wajib dihilangkan,
asalanya ada lafazh tastaqirru (berada).
Contoh: saya bertemu dengan seorang laki-laki yang berada di dekatmu.
(didekat: zharaf makan).
4. Kebolehan menjarrkan zharaf-zharaf ghair munsharifah dengan lafazh min.
Contoh: katakanlah seluruh persoalan datang dari Allah. (min indi)
Mengalir dari bawah (surga) sungai-sungai. (min tahti)
terdapat juga zharaf-zharaf yang mabni yang tidak berubah (harakatnya)
dengan perubahan kedudukan pada kalimat. Dintaranya ialah; haisu mabni
dengan dhamah, amsaa mabni dengan fathah, al`aan mabni dengan fathah.
Kedelapan Haal
1. Hal adalah isim nakirah yang dinasabkan yang menerangkan keadaan
fa`il(pelaku) atau maf`ul bih (objek) pada waktu terjadinya pekerjaan, yakni
hal itu merupakan jawaban dari Dalam keadaan bagaimana pekerjaan itu
terjadi?. Fa`il atau maf`ul bih yang diterangkan keadaannya itu disebut
Shahibul hal dan shahibul hal ini selamanya mesti ma`rifat.
Contoh : ( Orang sakit shalat sambil duduk)
: menerangkan tentang hal/keadaan fa`il mansub dengan fathah
karena isim mufrad.
Contoh : ( Saya minum air dalam keadaan bersih)
: menerangkan tentang hal/keadaan maf`ul bih ( air) ketika waktu
meminumnya, berkedudukan sebagai hal dinasabkan dengan fathah.
2. Hal itu ada tiga macam:
a. Isim zhahir yang menjadi hal biasanya dari sifat yang nakirah (kata
keterangan keadaan umum). Sifat ini bersifat temporer/sewaktu-waktu yakni
bukan merupakan keharusan kalimah yang disifatinya melainkan hanya
menunjukan keadaan kalimah (shahibul hal) tersebut pada waktu terjadinya
pekerjaan saja. Hal mesti sama dengan shahibul hal dalam macamnya
(mudzakar dan muannats) dalam `adadnya (mufrad,mutsanna dan jamak)
Contoh : ( Kapal terbang kembali dengan selamat)
: Shahibul hal, mufrad muannats, slimah : berkedudukan sebagai hal
mufrad muannats.
Contoh : ( Duakapal terbang kembali dengan selamat)

: Shahibul hal, mutsanna muannats. : berkedudukan sebagai hal


mutsanna muannats.
Contoh : ( Kapal terbang kembali dengan selamat)
: Shahibul hal,jama` muannats. : berkedudukan sebagai hal jama`
muannats.
Contoh: ( Mahasiswa menghafal pelajaran sambil duduk)
: Shahibul hal, mufrad mudzakar, : hal mufrad mudzakar.
Contoh :( dua orang mahasiswa menghafal pelajaran sambil
duduk).
: Shahibul hal, mutsanna mudzakar, : hal mutsanna mudzakar.
Contoh: ( para mahasiswa menghafal pelajaran sambil duduk).
: Shahibul hal, jamak taksier, : hal jamak mudzakar salim.
Hal kadang-kadang dibuat dari mashdar yang nakirah
Contoh: hujan turun mendadak (dengan mendadak) ( )
: mashdar, haal dinasabkan dengan fathah karena isim mufrad.
b. Syibhun jumlatin (zharaf, jar majrur)
Contoh: saya melihat kapal terbang di antara (di dalam) awan (
).

Anda mungkin juga menyukai