DI SUSUN
OLEH :
KELOMPOK 3
1. SENI
2. NURWATI
3. AKBAR AL-JANAH
KELAS : 1B KEPERAWATAN
Segala puji bagi Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya
sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah mata kuliah “ Agama “. Makalah ini di
buat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Agama. Terima kasih kepada bapak
Muhammad Taufan M.Ag selaku dosen mata kuliah sekaligus dosen pembimbing.
Terima kasih kepada anggota kelompok yang telah membantu menulis dan
menyelesaikan makalah ini.Kami dapat menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu penulis akan sangat menghargai
kritikan dan saran untuk membangun makalah ini lebih baik lagi. Semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
HALAMAN JUDUL………………………………………………….………….….i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………...ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………...........…...iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ………………………………………………………….…1
1.2 Rumusan masalah ………………………………………………….............1
1.3 Tujuan……………………………………………………………...........….1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian ijtihad…………………………………………………………. 2
B. Hukum berijtihad…………………………………………………………. 2
C. Macam-macam hukum ijtihad……………………………………………. 3
D. Fungsi ijtihad……………………………………………………………... 3
E. syarat-syarat untuk berijtihad……………………………………………...3
F. Metode dalam berijtihad……………………………………………...….. 4
G. Contoh ijtihad……………………………………………………………. 5
A. LATAR BELAKANG
Syariat Islam sebagai sumber hukum Islam merupakan sebuah kaidah tatanan
kehidupan bagi umat muslim pada khususnya dan umat manusia pada umumnya yang
diberikan oleh Allah SWT. Karena kedudukannya sebagai kaidah langsung dari Allah
tersebut, dalam pelaksanaannya, manusia baik disadari maupun memerlukan
penafsiran akan kaidah-kaidah tersebut. Hal ini tidak lain karena syariat Islam sebagai
“hukum Tuhan” akan sulit dicerna oleh manusia yang kemampuannya terbatas,
sehingga untuk dapat mengaplikasikannya maka diperlukan penafsiran-penafsiran
yang tepat dan sesuai.
Ijtihad merupakan kunci untuk menyelesaikan problem yang dihadapi oleh
umat Islam sekarang dan yang akan datang, hal inilah yang membuat Islam dinamis,
sesuai dengan tempat dan zaman.
Ijtihad muncul disebabkan karena adanya masalah-masalah yang kontemporer
dimana nash-nash atau dalil tidak membicarakannya secara khusus.
Makalah ini bermaksud membahas terhadap salah satu keilmuan Islam yaitu
metode ijtihad dilihat dari sudut pandang epistemologinya. Yakni tentang strukrtur,
metode, dan cara kerja ilmu fiqih ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan ijtihad ?
2. Apa hukum berijtihad ?
3. Apa saja hukum ijtihad?
4. Apa saja fungsi ijtihad
5. Apa saja syarat-syarat untuk berijtihad ?
6. Bagaimana metode dalam berijtihad ?
7. Apa saja contoh ijtihad ?
C. TUJUAN
Agar mahasiswa mampu mengetahui tentang Ijtihad sebagai keniscayaan
dalam Islam dan juga mahasiswa mampu menjelaskan bagaimana hukum, fungsi,
syarat-syarat, dan metode dalam beritjihad.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijtihad
B. Hukum Ijtihad
Ulama berpendapat bahwa jika seorang muslim dihadapkan pada suatu peristiwa,
atau ditanya tentang suatu masalah yang berkaitan dengan hukum syara’ , maka
hukum ijtihad bagi orang tersebut bisa wajib ‘ain, wajib kifayah,sunah, atau
haram, tergantung pula kapasitas orang tersebut.
Pertama, bagi seorang muslim yang memenuhi kriteria mujtahid yang diminta
fatwa hukum atas suatu peristiwa yang terjadi dan ia khawatir peristiwa itu akan
hilang begitu saja tanpa kepastian hukumnya, atau ia sendiri yang mengalami
peristiwa yang tidak jelas hukumnya dalam nash, maka hukum ijtihadnya
menjadi wajib ‘ain. Kedua, bagi seorang muslim yang memenuhi kriteria mujtihad
yang diminta fatwa hukum atas suatu peristiwa yang terjadi, tetapi ia
mengkhawatirkan peristiwa itu hilang dan selain dia masih ada mujtahid lainnya,
maka hukum ijtihadnya menjadi wajib kifayah. Ketiga, hukum ijtihad menjadi sunah
jika dilakukan atas persoalan-persoalan yang tidak ada atau belum terjadi. Keempat,
hukum ijtihad menjadi haram dilakukan atas peristiwa-peristiwa yang sudah jelas
hukumnya secara qathi’ , baik dalam Al-Quran maupun al-Sunah atau ijtihad yang
hukumnya telah ditetapkan secara kesepakatan ijma’. (Wahbah Al Juhaili 1978:498-9
dan Muhaimin dkk, 1994:189).
C. Fungsi Ijtihad
D. Syarat-syarat ijtihad
Para ulama ushul fiqih telah menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi
seorang mujtahid sebelum melakukan ijtihad. Dalam hal ini Sya’ban Muhammad
Ismail mengetengahkan syarat-syarat tersebut sebagai berikut :
Mengetahui bahasa arab dengan baik sangat diperlukan bagi seorang mujtahid. Sebab
Al Quran diturunkan dengan bahasa arab, dan Al Sunnah juga dipaparkan dalam
bahasa arab. Keduanya merupakan sumber utama hukum islam, sehingga tidak
mungkin seseorang bisa mengistinbatkan hukum islam tanpa memahami bahasa arab
dengan baik.
Mengetahui Al Quran dengan segala ilmu yang terkait dengannya, ini sangat
diperlukan bagi seorang mujtahid. Sebab Al Quran merupakan sumber utama hukum
syara’, sehingga mustahil bagi seseorang yang ingin menggali hukum-hukum syara’
tanpa memeiliki pengetahuan yang memadai tentang Al Quran.
3. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang Al Sunnah
Pengetahuan tentang Al Sunnah dan hal-hal yang terkait dengannya harus dimiliki
oleh seorang mujtahid. Sebab Al Sunnah merupakan sumber utama hukum syara’
disamping Al Quran yang sekaligus berfungsi sebagai penjelasnya. Pengetahuan yan
terkait dengan Al Sunnah ini yang terpenting antara lain mengenai dirayah dan
riwayah, asbabul wurud dan al-jarh wa ta’dil.
Pengetahuan tentang hal-hal yang telah disepakati (ijma’) dan hal-hal yang masih
diperselisihkan (khilaf) mutlak diperlukan bagi seorang mujtahid. Hal ini
dimaksudkan agar seorang mujtahid tidak menetapkan hukum yang bertentangan
dengan ijma’ para ulama sebelumnya, baik sahabat, thabi’in, maupun generasi setelah
itu. Oleh karena itu sebelum membahas suatu permasalahan, seorang mujtahid harus
melihat dulu status persoalan yang akan dibahas, apakah persoalan itu sudah pernah
muncul pada zaman terdahulu atau belum, jika persoalan itu belum pernah muncul
sebelumnya, maka dapat dipastikan bahwa belum ada ijma’ terhadap masalah
tersebut.
Pemahaman dan penalaran yang benar merupakan modal dasar yang harus dimilki
oleh seorang mujtahid agar produk-produk ijtihadnya bisa dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
Penguasaan secara mendalam tentang ushul fiqih merupakan kewajiban bagi setiap
mujtahid. Hal ini disebabkan bahwa kajian ushul fiqih antara lain memuat bahasan
mengenai metode ijtihad yang harus dikuasai oleh siapa saja yang ingin beristinbat
hukum.
E. Metode Ijtihad
Ada beberapa metode atau cara untuk melakukan ijtihad, baik ijtihad dilakukan
sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Metode atau cara berijtihad
adalah :
1. Ijma
Ijma, adalah persetujuan atau kessuaian pendapat para ahlu mengenai suatu
masalah pada suatu tempat disuatu masa.Ijma adalah salah satu jenis ijtihad yang
dilakukan para ulama dengan cara berunding, berdiskusi, lalu akhirnya muncul
suatu kesepakatan untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Keputusan bersama
ini tentu saja tidak begitu saja dilakukan, semua harus bersumber pada Al-Quran
dan juga hadits. Hasil dari ijtihad ini sering kita sebut sebagai fatwa, dan fatwa
inilah yang sebaiknya diikuti oleh umat Islam. Kesepatan dari para ulama ini tentu
saja merupakan hasil akhir dari berbagai diskusi yang telah dilakukan, sehingga
semestinya tidak mengandung pertentangan lagi.
2. Qiyas
Salah satu macam ijtihad adalah Qiyas, yaitu upaya mencari solusi
permasalahan dengan cara mencari persamaan antara masalah yang sedang
dihadapi dengan yang ada di dalam sumber agama (Al-Quran dan hadits). Bila
masalah yang sedang dihadapi dianggap mirip dengan yang ada di dalam kitab
suci maupun hadits, maka para ulama akan menggunakan hukum yang ada di
dalam sumber agama tersebut untuk menyelesaikan masalah. Namun tidak mudah
pula mencari kemiripan satu masalah yang terjadi jaman sekarang dengan yang
terjadi pada masa lalu. Di sinilah sebenarnya kenapa seorang mujtahid atau yang
melakukan ijtihad diperlukan memiliki keluasan pengetahuan tentang agama dan
masalah-masalah lain yang terkait dengannya.
3. Istihsan
Istihsan adalah salah satu macam ijtihad yang dilakukan oleh pemuka agama
untuk mencegah terjadinya kemudharatan. Ijitihad ini dilakukan dengan
mengeluarkan suatu argumen beserta fakta yang mendukung tentang suatu
permasalahan dan kemudian ia menetapkan hukum dari permasalahan tersebut.
Dalam penetapan hukum ini bisa jadi pada akhirnya akan memunculkan
pertentangan dari yang tidak sepaham.
4. Istishab
5. Maslahah murshalah
Salah satu dari macam ijtihad yang juga dilakukan untuk kepentingan umat
adalah maslahah murshalah. Jenis ijtihad ini dilakukan dengan cara memutuskan
permasalahan melalui berbagai pertimbangan yang menyangkut kepentingan
umat. Hal yang paling penting adalah menghindari hal negatif dan berbuat baik
penuh manfaat.
6. Urf
Ijtihad ini dilakukan untuk mencari solusi atas permasalahan yang
berhubungan dengan adat istiadat. Dalam kehidupan masyarakat, adat istiadat
memang tak bisa dilepaskan dan sudah melekat dengan masyarakat kita. Ijtihad
inilah yang menetapkan apakah adat tersebut boleh dilakukan atau tidak. Apabila
masih dalam koridor agama Islam, maka boleh dilaksanakan. Namun bila tidak
sesuai dengan ajaran Islam, maka harus ditinggalkan.
F. Contoh Ijtihad
دMMاد عن محمMMامة بن الهMMد هللا بن أسMM أخبرنا عبد العزيز بن محمد عن يزيد ابن عب.حدثني يحيى بن يحيى التميمي
ول هللاMMمع رسMMه سMM أن:اصMM عن عمرو بن الع,بن إبراهيم عن بسر بن سعيد عن أبي قيس مولى عمرو بن العاص
ثم أخطأ فله أجرM إذا حكم الحاكم فاجتهد: إذا حكم الحاكم فاجتهد فأصاب فله أجران و:صلى هللا عليه وسلم قال.
“...Jika seorang hakim menghukumi sesuatu dan benar, maka ia mendapatkan dua
pahala. Dan jika ia salah, ia mendapatkan satu pahala.”
لMMحدثنا حفص بن عمر بن شعبة عن أبي عون عن الحارث بن عمرو بن أخي المغيرة بن شعبة عن أناس من أه
كيف: أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم لما أراد أن يبعث معاذا إلى اليمن قال:حمص من أصحاب معاذ بن جبل
لىMول هللا صMنة رسM فبس:الM فإن لم تجد في كتاب هللا؟ ق: قال. أقضي بكتاب هللا:تقضي إذا عرض لك قضاء؟ قال
رأيي والMMد بMM أجته:الMM فإن لم تجد في سنة رسول هللا صلى هللا عليه وسلم وال في كتاب هللا؟ ق: قال.هللا عليه وسلم
الحمد هلل الذي وفق رسول هللا لما يرضى رسول هللا: فقال. فضرب رسول هللا صلى هللا عليه وسلم صدره.آلو.
Kemudian ada taqrīr (sikap diam tanda setuju) Rasulullah SAW. kepada ‘Amr
ibn ‘Ash ketika ia shalat dalam salah satu sariyyah. beserta sahabatnya. Dikatakan
bahwa ‘Amr junub, tetapi ia tidak mandi, bahkan cuma tayammum saja karena
malam itu sangat dingin. Maka hal itu diadukan kepada Rasulullah SAW., dan ‘Amr
berargumen bahwa ia tidak mandi, tapi hanya tayammum karena ia teringat firman
Allah Ta’ala, “Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri, sesungguhnya Allah
Maha Penyayang atas kalian.”
Cara berijtihad ini diikuti pula oleh para sahabat dan generasi selanjutnya
setelah wafatnya Rasulullah SAW., sebagai ciri khas yang selaras dalam
menyimpulkan suatu hukum syar’i yang ditetapkan di dalam Islam. Mereka
senantiasa menggunakan ijtihad, jika tidak ditemukan suatu kejelasan hukum suatu
masalah di dalam Al-Qur’an dan al-Sunnah. Hal ini sudah menjadi ijma’ para sahabat
yang diikuti oleh segenap ‘Ulama Islam dalam berbagai madzhab.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih, Al-Ushul min ‘Ilmil Ushuli, Alih bahasa Tim
Media
Hidayah, Ushul Fiqih, Jogjakarta, Media Hidayah, 2008,