MAKALAH
Di susun oleh :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa karena rahmat, karunia, taufik serta
hidyah-nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yg berjudul “ijtihad” . makalah ini di buat untuk
memenuhi tugas mata kuliah agama islam dan kami mengucapkan banyak terimakasih kepada :
Semoga makalah ini dapat di pahami dan di mengerti bagi para pembacanya. Sebelumnya
kami mohon maaf apabila dalam menyusun makalah ini banyak kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat maupun menginspirasi terhadap
pembaca.
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….
DAFTAR ISI………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………
A. Latar Belakang………………………………………………………...........
B. Rumusan Masalah………………………………………………..................
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………………...
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………….
A. Pengertian Ijtihad…………………………………………………………..
B. Hukum Ijtihad………………………………………………………………
C. Ijtihad Merupakan Upaya Pengembangan Hukum
Islam………………………………………………………………………..
D. Perubahan Sosial Dan Implikasinya Terhadap Hukum Islam
………………………………………………………....................................
E. Syarat-syarat Ijtihad…………………………………………………….......
F. Macam-macam Ijtihad……………………………………………………...
G. Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam Ijtihad……………………………..
BAB III PENUTUP……………………………………………………………….
A. Kesimpulan…………………………………………………………………
B. Saran………………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ijtihad tidak lepas dari cara kita menjalani kehidupan dan ijtihad sudah ada dari zaman
Rasulullah yang dimana beliau mujtahid pertama dalam Islam, lalu dilanjutkan oleh
sahabat-sahabatnya, terus para imam mazhab, mujtahid mazab, muqallid dan mujtahid.
di akhir abad dua puluh sampai sekarang, perkembangan islam mulai masuk babak baru.
Tumbuhnya kesadaran dari para ulama fikih yang berijtihad di Masir karena banyak
timbulnya masalah dalam abad modern yang tidak bisa dijawab dari fikih yang sudah
ada hingga mereka harus melakukan ijtihad dengan al-qur'an dan hadis sebagai sumber
hukum islam serta amal para salaf saleh.
sama halnya yang terjadi pada indonesia, masih banyak ulama fikih di indonesia yang
tidak lagi menentukan pada salah satu mazhab ketika melakukan ijtihad meskipun di
Indonesia mazhab yang dianut oleh kabanyakan umat islam adalah Mazhab Syafi'iyyah.
Bila menyangkut masalah kekinian dan masalah-masalah lainnya yang beragam, dengan
ulama fikih dan mujtahid di indonesia yang telah memenuhi empat pengelompokan
mujtahid bisa menjadi hasil ijtihad.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ijtihad?
2. Apa hukum ijtahid?
3. Apa saja syarat-syarat Ijtihad?
4. Bagaimana macam-macam Ijtihad?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengertian ijtihad.
2. Untuk mengetahui hukum ijtihad.
3. Untuk mengetahui apa saja syarat ijtihad.
4. Untuk mengetahui apa saja macam ijtihad.
5. Untuk mengetahui Apa Saja hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Ijtihad
BAB II
PEMABAHASAN
A. pengertian ijtihad
Ijtihad sebagai kata Arab berasal dari bahasa al-juhd, yang berarti althaqah (kemampuan) atau
dari kata al-jahd, yang berarti al-masyaqah (kesulitan, kesulitan). Sedangkan dari segi ishuliyah,
ijtihad adalah kemampuan terbesar untuk memperoleh pengetahuan tentang Syariah. Dalam arti
luas atau umum, ijtihad juga digunakan dalam bidang keagamaan lainnya. Misalnya, Ibn
Taymiyya menyebutkan bahwa ijtihad juga digunakan dalam Sufi dan bidang lainnya, dengan
mengatakan: "Pada dasarnya, mereka (Sufi) adalah mujtahid dalam hal ketaatan, sama seperti
mujtahid lainnya." "Pada dasarnya, Mereka (Sufi Basra). ) adalah mujtahidmujtahid dalam shalat
dan ahwal (sesuatu), seperti tetangga mereka di Kuffah, mereka juga mujtahidmujtahid dalam
hukum, administrasi negara dan lain-lain”.
B. Hukum Ijtihad
Para ahli ushul fiqh menetapkan bahwa ada tiga metode ijtihad, yaitu: fardhu `ain (harus untuk
semua), fardhu kifayah (cukup untuk sebagian) dan mandub (Sunnah). Tekad tersebut dapat
ditemukan dalam kitab Ihyā` `Ulūm ad-Dîn.
Jika timbul persoalan yang sangat mendesak untuk menentukan atau mencari kepastian hukum,
baik bagi diri sendiri maupun bagi masyarakat, maka hukum ijtihad menjadi fardhu `ain. Jika
muncul pertanyaan dan diajukan kepada beberapa ulama untuk dijawab, dan jika salah satu dari
mereka memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut, maka kewajiban mereka batal, hukum
ijtihad menjadi fardhu kifayah. Ijtihad menjadi mandub jika persoalan yang dicari kepastian
hukumnya belum mendesak, misalnya persoalan yang ditanyakan belum terjadi di masyarakat.
Al-Hadits
- Kata-kata Nabi s.a.w.: “ ijtihadlah kamu, karena tiap-tiap orang akan mudah mencapai
apa yang di peruntukan kepadanya” (Jalaluddin Rahmat, Dasar Hukum Islam, hlm 163)
- بخاری ومسلم. ( الحاكم اذا اجتهد فاصاب فله أجران وان جتهد فاخطأ فله أجر واحد
Jika seorang hakim mengadili dan berijtihad dan ternyata ia benar, maka ia mendapat dua
pahala, dan jika seorang hakim mengadili dan berijtihad ia benar, baginya satu pahala.
C. Ijtihad Merupakan Suatu Upaya Pengembangan Hukum Islam
Dari dua paradigma diatas terlihat bahwa paradigma pertama meninjau pembahruan secara
umum, yakni berupa ijtihad untuk mendapatkan solusi atas permasalahan-permasalahan baru
yang muncul dalam masyarakat, dan upaya ini dilakukan oleh mujtahid, yang muncul dalam
setiap generasi ummat. Sementara paradigma kedua melihat pembaharuan dari konteks sejarah,
di mana pada awal abad ke-19 telah terjadi perubahan kebudayaan manusia yang sangat
mendasar, yakni perubahan dari pola kehidupan agraris menjadi industrialis, yang menandai
perlalihan dari abad pertengan ke abad modern.14 Kemudian, jika pembaharuan tersebut ditarik
dalam konteks hukum Islam, maka yang dikatakan pembaharuan hukun Islam adalah upaya
melakukan penyesuaian-penyesuaian ajaran Islam di bidang hukum dengan kemajuan moden,
sehingga hukum Islam dapat menjawab persoalan yang muncul ditengah masyarakat yang
ditimbulkan oleh perubahan sosial, perkembangan ilmu-pengetahuan dan tekhnologi modern.
Hidup bermasyarakat merupakan salah satu fitrah manusia yang telah dibawakan sejak lahir,
salah satu cirri kehidupan manusia adalah adanya perubahan yang konstan dalam masyarakat
tersebut.8 Disamping itu, manusia merupakan makhluk Allah yang paling mulia, bahkan saking
mulianya manusia, segala sesuatu yang ada di bumi ini diciptakan dan ditundukkan oleh Allah
agar dapat oleh manusia sebagai hamba dan khalifah. Untuk melaksanakan tanggung jawab
sebagai hamba dan khalifah, maka Allah memberikan karunia kepada manusia sesuatu yang
tidak diberikan kepada makhluk lainnya yaitu akal pikiran. Dengan akal pikiran tersebut,
manusia mampu berkembang dan mencapai kemajuan yang tidak pernah terbayangkan oleh
manusia sebelumnya baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun dalam bidang teknologi.
Kehidupan manusia pun selalu dinamis dan berkembang, tidak ada suatu masyarakat pun yang
berhenti pada suatu titik tertentu sepanjang masa, dari buktibukti sejarah ditemukan bahwa
kondisi masyarakat tidak dalam suatu kondisi tertentu, tetapi senantiasa berubah dan bergerak
maju, konstruk sosial yang tidak sama dengan kehidupan dimasa rasul, kemudian struktur sosial,
pranata sosial dan sistem sosial yang ada dan hidup dimasayarakat mulai ada sebuah pergeseran
dari masa ke masa.10 Tidak menutup kemungkinan akan ada sebuah permasalahan yang baru,
hal ini adalah menjadi sebuah kewajaran bahkan sebuah keharusan didalam kehidupan.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam sebuah masyarakat, dapat diamati bisa mengambil
bermacam-macam bentuk. Ada perubahan yang terjadi secara lambat (evolusi) dan ada yang
terjadi secara cepat (revolusi). Perubahan secara lambat terjadi secara sendirinya. Sebagai akibat
dari adaptasi masyarakat dengan lingkunganya.Sedangkan perubahan secara besar-besaran
adalah suatu perubahan yang sudah direncanakan. Kendati demikian perubahan cepat tidak dapat
diukur dengan tempo waktu terjadinya, karena sering kali memakan waktu yang lama.
Menurut James W. Vander Zanden, sosiolog dari Ohio State University, Amerika Serikat.
Terjadinya perubahan-perubahan itu diakibatkan beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut:
a. Bertambah atau berkurangnya penduduk dan perubahan ekosistem yang ada disekitar manusia.
b. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain sebagai akibat interaksi budaya.
c. Watak masyarakat secara kolektif, gerakan dan revolusi sosial Tekhnologi dan modernitas.
Dari keempat faktor diatas, tekhnologi adalah yang banyak memberikan peran dalam proses
perubahan sosial masyarakat,Seiring dengan perkembangan tekhnologi, banyak memberi
pengaruh yang signifikan dalam kehidupan manusia, baik pengaruh positif maupun negatif dari
dampak tekhnologi tersebut. Diantara dampak positif yang ditimbulkan dari adanya tekhnologi
adalah kehidupan menjadi semakin mudah, jarak bukan menjadi sebuah halangan, dan
manusiapun semakin dimanjakan. Akan tetapi disisi lain, tekhnologi melahirkan berbagai
problem yang sangat kompleks, sehingga memerlukan suatu hukum yang akomodatif untuk
menyelesaikan dan memberikan jalan tengah dari problem-problem tersebut.
Dalam kondisi yang seperti ini, jika hukum yang berlaku (ius constitutum) tidak bisa
memberikan jawaban dari setiap masalah-masalah yang terjadi, selanjutnya akan menimbulkan
kekosongan hukum (rechtsvacuum) yang akan menimbulkan kondisi yang anarkis. Oleh karena
itu, hukum dituntut adaptip untuk mengikuti perkembangan zaman yang ada, begitu juga seorang
hakim dalam kondisi yang seperti ini ditantang untuk mengali hukum baru yang relevan dengan
perkembangan jawab untuk mengisi kekosongan tersebut, sehingga dirasa hukum itu bersifat
dinamis.12 Bagi setiap hakim dan orang yang concern terhadap perkembangan hukum Islam
dalam merespon dan mengakomodir perubahan dan kemajuan zaman tersebut, telah tersedia
suatu instrumen penemuan hukum yang disebut dengan ijtihad.
E. Syarat-syarat Mujtahid
1. Mengetahui segala ayat dan sunnah yang berhubungan dengan hukum.
2. Mengetahui masalah-masalah yang telah di ijma’kan oleh para ahlinya
3. Mengetahui Nasikh dan Mansukh.
4. Mengetahui bahasa arab dan ilmu-ilmunya secara sempurna.
5. Mengetahui ushul fiqh
6. Mengetahui rahasia-rahasia tasyrie’ (Asrarusyayari’ah).
7. Menghetahui kaidah-kaidah ushul fiqh
8. Mengetahui seluk beluk qiyas.
F. Macam-macam Ijtihad
1. Ijma'
Ijma' adalah kesepakatan atau persetujuan tentang hukum syara'
Peristiwa setelah wafatnya Rasul.
2. Qiyas
Qias yaitu menyamakan,membandingkan atau menetapkan hukum suatu kejadian
atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan yang telah ditetapkan
hukunya berdasarkan nash.
3. Ihtisan
Ihtisan yaitu menunggalkan hukum yang telah ditetapkan pada suatu peristiwa
atau kejadian yang diteapkan berdasarkan dalil dan syara’
4. Maslahah mursalah
Adalah suatu kemaslahatan.
5. Urf
Kebiasaan yang dikenal orang banyak dan menjadi tradisi.
6. Istishab
Menetapkan hukum terhadap sesuatu berdasar keadaan sebelumnya sehingga ada
dalil yang menyebut perubahan tersebut.
H. Fungsi Ijtihad
Imam syafi’I ra. (150-204 H) dalam kitabnya Ar-risalah ketika menggambarkan kesempurnaan
Al-Quran pernah menegaskan : “ maka tidak terjadi suatu peristiwa pun pada seorang pemeluk
agama Allah, kecuali dalam kitab Allah terdapat petunjuk tentang hukumnya”.
Pernyataan syafi’I tersebut menginspirasikan bahwa hukum-hukum yang terkandung oleh Al-
quran yang bisa menjawab berbagai permasalahan itu harus digali dengan kegiatan ijtihad. Oleh
karena itu, Allah mewajibkan hambanya untuk berijtihad dalam upaya menimba hukum-hukum
dari sumbernya itu. Allah menguji ketaatan seseorang untuk melakukan ijtihad, sama halnya
seperti Allah menguji ketaatan hambanya dalam hal-hal yang diwajibkan lainnya.
Selanjutnya ijtihad memiliki banyak fungsi diantaranya :
1. Menguji kebenaran hadis yang tidak sampai ketingkat hadis mutawattir seperti hadis
ahad, atau sebagai upaya memahami redaksi ayat atau hadis yang tidak tegas
pengertiannya sehingga tidak langsung dapat dipahami.
2. Berfungsi untuk mengembangkan prinsip-prinsip hukum yang terdapat dalam Al-quran
dan sunah seperti dengan Qiyas, Istihsan, dan Maslahah mursalah. Ini penting, Karena
ayat-ayat dan hadis-hadis hukum yang sangat terbatas jumlahnya itu dapat menjawab
berbagai permasalahan yang terus berkembang dan bertambah dengan tidak terbatas
jumlah nya.
Ijtihad memiliki sejarah yang panjang dalam Islam. Bahkan, sejak Islam ada, ijtihad telah
menjadi aktivitas penting untuk memberikan kepastian dan pedoman bagi masyarakat awal
Islam. Bahkan sampai sekarang dan sampai akhir zaman, ijtihad tetap menempati posisi penting
dalam masyarakat Islam.
Dalam hal ini, ulama Hambaliyah mengatakan bahwa tidak boleh suatu periode kosong dari
seorang mujtahid yang memenuhi persyaratan-persyaratan ijtihad mutlaq. Sebab dengan
demikian, eksistensi Islam akan terus tejaga, terhindar dari berbagi upaya penyelewengan oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Karenanya, Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan bahwa sulit dimengerti mengapa ada
pihak yang dengan mudah menutup pintu ijtihad yang telah dibuka oleh Allah Swt. untuk
lapangan akal. Berikut ini, dijelaskan mengenai sejarah ijtihad dari zaman Rasulullah saw.
sampai zaman sekarang.
1. Ijtihad Zaman Rasulullah saw.
Rasulullah saw. adalah seorang mujtahid (ahli ijtihad) dengan sebutan “Mujtahid Pertama”.
Ijtihad beliau terbatas di dalam masalah-masalah yang belum ditetapkan hukumnya oleh wahyu
(al-Qur`an). Apabila hasil ijtihad Rasulullah saw. itu benar, maka turun wahyu
membenarkannya. Dan jika ijtihad Rasulullah saw. salah, turun wahyu untuk meluruskan
kesalahan itu.
Contoh ijtihad Rasulullah saw. yang salah ialah keputusannya tentang pemberian izin orang-
orang munafik untuk tidak ikut dalam peperangan. Kemudian turun QS. At-Taubah ayat 43-45
yang menyatakan kekeliruan ijtihad Rasulullah saw. tersebut.
J. Kriteria Mujtahid
Seseorang yang menggeluti bidang fiqh tidak bisa sampai ke tingkat mujtahid kecuali dengan
memenuhi beberapa syarat, sebagian persyaratan itu ada yang telah disepakati, dan sebagian
yang lain masih diperdebatkan. Adapun syarat-syarat yang telah disepakati adalah:
a.Mengetahui al-Quran
Al-Qur’an adalh sumber hukum Islam primer di mana sebagai fondasi dasar hukum Islam. Oleh
karena itu, seorang mujtahid harus mengetahui al-Qur’an secara mendalam. Barangsiapa yang
tidak mengerti al-Qur’an sudah tentu ia tidak mengerti syariat Islam secara utuh. Mengerti al-
Qur’an tidak cukup dengan piawai membaca, tetapi juga bisa melihat bagaimana al-Qur’an
memberi cakupan terhadap ayat-ayat hukum. Misalnya al-Ghazali memberi syarat seorang
mujtahid harus tahu ayat-ayat ahkam berjumlah sekitar 500 ayat.
b.Mengetahui as-sunnah
Syarat mujtahid selanjutnya adalah ia harus mengetahui as-Sunnah. Yang dimaksudkan as-
Sunnah adalah ucapan, perbuatan atau ketentuan yang diriwayatkan dari Nabi SAW.
A. Kesimpulan
B. Saran
Inilah yang dapat kami paparkan dalam makalah ini yang tentunya pembahasan tentang
ijtihad. Kami berharap semoga makalah ini sanagat bermanfaat untuk kami khususnya
dan pembaca umumnya.
DAFTAR PUSTAKA