Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

MENGENAL USHUL FIQIH


Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok pada
Mata Kuliah : Ushul Fiqih
Dosen Pengampu : Bapak M. Irsyadul Ibad Ibnu Rohyah, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh :
Dede Nurhasanah
Iin Muthmainnah
Mustofa Kamal

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ASSIDDIQIYAH
KARAWANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat taufik serta hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ``Mengenal Ushul Fiqih``.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca, kami mengucapkan


terimakasih kepada teman-teman, bapak/ibu dosen yang telah memberi dukungan
kepada kami dan kami menyadari dalam menyusun makalah ini yang masih jauh dari
kesempurnaan dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami
miliki. Oleh karena itu dengan hati terbuka, kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak, guna kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................

Daftar Isi..........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang.................................................................................................................1

Rumusan Masalah............................................................................................................1

Tujuan..............................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian...................................................................................................................2
B. Objek Kajian..............................................................................................................2
C. Kegunaan...................................................................................................................2
D. Sejarah Perkembangan...............................................................................................3
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................................................7

B. Daftar Pustaka..............................................................................................................7

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Islam pada hakikatnya mengajarkan kepada umatnya sebuah kehidupan yang


dinamis serta progresif, dan menghormati serta menghargai sebuah akal pikiran
dengan jalan pengembangan ilmu pengetahuan. Manusia tentu tidak pernah dan tidak
bisa terlepas dari interaksi dengan sesame manusia yang lain karena manusia adalah
makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Terlepas dari hal tersebut,
manusia juga mempunyai hubungan kepada Tuhannya melalui perantara ibadah yang
dilakukan setiap hari. Dalam hal ini, islam mengatur hal tersebut dalam kajian Ilmu
fiqih yang membahas semua kegiatan manusia dengan manusia, juga manusia dengan
TuhanNya.

Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Ushul Fiqih?
2. Apa saja Objek Kajian Ushul Fiqih?
3. Apa saja Manfaat/Kegunaan Ushul Fiqih?
4. Bagaimana Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih?
Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami seluruh Materi yang ada dalam rumusan
masalah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Ushul Fiqih


Sebagai ilmu yang membahas tentang fondasi yang melatar belakangi lahirnya
hukum fiqih, urgensi ushul fiqih semakin meningkat terutama sebagai pegangan
dalam menjawab berbagai persoalan hukum kekinian. Imam Abu Ishak As-Syirazi
dalam Al-Luma’ menyebutkan yang terjemahannya sebagai berikut : “Ushul fiqih
ialah dalil-dalil penyusun fiqih, dan metode untuk sampai pada dalil tersebut secara
global,” Maksudnya adalah bahwa ushul fiqih merupakan seperangkat dalil-dalil atau
kaidah-kaidah penyusunan hukum fiqih serta metode-metode yang mesti ditempuh
agar kita bisa memanfaatkan sumber-sumber hukum Islam untuk bisa
memformulasikan sebuah hukum khususnya terkait sebuah persoalan kekinian. Kita
juga bisa menengok pemaparan Imam Al-Ghazali dalam Kitab Al-Mustashfa yang
Artinya, “Ushul fiqih ialah istilah untuk (seperangkat) dalil-dalil dari hukum-hukum
syariat sekaligus pengetahuan tentang metode penunjukan dalilnya atas hukum-hukum
syariat secara global, bukan terperinci,” (Lihat Imam Al-Ghazali, Al-Mustashfa, Beirut,
Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 2002 M, halaman 5). Dari keterangan di atas, kita dapat
memahami perbedaan obyek kajian antara fiqih dan ushul fiqih. Wilayah pembahasan
dalam fiqih ialah hukum tentang sebuah persoalan. Misalkan saja, ada sebuah persoalan,
maka melalui fiqih kita akan membahas hukum persoalan tersebut apakah wajib, sunah,
haram, dan lain sebagainya. Secara singkat, yang dibahas dalam fiqih ialah, “Ini
hukumnya apa?” Oleh karena itu, jelas bahwa persoalan yang dibahas dalam fiqih
sifatnya terperinci, artinya berlaku pada persoalan tersebut, namun tidak pada lainnya.
Fiqih berbeda dengan ushul fiqih. Wilayah yang dibahas ushul fiqih ialah pendefinisian
apa itu hukum? Apa itu wajib, sunah, dan lain sebagainya? Bagaimana caranya
melahirkan sebuah hukum? Bagaimana bisa sesuatu dikatakan wajib? Siapa saja yang
bisa mengeluarkan putusan hukum? Dan lain sebagainya. Ushul fiqih ini lebih merupakan
sebuah aturan-aturan tertentu yang dijadikan pegangan atau kaidah bagi proses kelahiran
sebuah hukum. Karena wilayah kerjanya yang semacam ini, maka ia berlaku secara
global baik pada suatu persoalan hukum atau lainnya. Sebagaimana kita ketahui, bahwa
melahirkan sebuah jawaban persoalan hukum tidaklah mudah, khususnya jika hukum
tersebut terkait dengan persoalan fiqih. Jika ada sebuah persoalan hukum terbaru,
adalah mustahil jika kita langsung bisa mengeluarkan jawabannya tanpa proses
berpikir terlebih dahulu. Ada seperangkat aturan yang harus dipenuhi untuk bisa

2
melahirkan jawaban tersebut. Salah satu contoh yang diangkat adalah pertanyaan,
“Apa hukum menyebarkan berita bohong (hoaks)?” Kita tidak bisa langsung begitu
saja mengeluarkan jawaban halal atau haramnya. Untuk menuju kepada jawaban
tersebut, kita perlu memahami dulu apa itu berita bohong (hoaks)? Selanjutnya kita
merumuskan dulu apa itu halal dan haram. Dilanjut dengan memilah apa tujuan dari
penyebaran berita bohong tersebut. Sesudah itu kita merujuk kepada sumber-sumber
hukum dalam Islam yaitu Al-Qur’an, hadits, serta ijma’ para sahabat terkait persoalan
tersebut. Terakhir, kita kerahkan kemampuan kita untuk meramu sumber-sumber
hukum tersebut untuk menjadi jawaban bagi persoalan hukum yang diajukan. Sesudah
serangkaian proses tersebut dilalui, kita baru bisa mengajukan jawaban bahwa
penyebaran berita bohong (hoaks) secara umum hukumnya adalah haram,
sebagaimana secara umum kita tahu bahwa berbohong itu hukumnya haram. Namun
pada beberapa persoalan, seperti jika bertujuan untuk menyenangkan istri,
mendamaikan pihak yang bersengketa, dan lainnya, berbohong itu hukumnya halal.

B. Objek Kajian Ilmu Ushul Fiqih

Menurut Abdullah bin Umar  al-Baidlawi ada tiga masalah pokok yang akan

dibahas dalam ushul fikh, yaitu tentang sumber dan dalil hukum, tentang metode

istinbath, dan tentang ijtihad. Menurut Abdullah bin Umar al-Baidlawi kajian tentang

hukum (al-hukm) diletakkan pada bagian pendahuluan. Sedangkan Imam Abu Hamid

Al-Ghazali (450-505 H), ahli ushul fiqh dari kalangan syafi’iyah meletakkan

pembahasan tentang hukum bukan pada pendahuluan, melainkan pada bagian pertama

masalah-masalah pokok yang akan dibahas dalam ushul fiqh.

Berpegang kepada pendapat Al-Ghazali tersebut, maka objek bahasan ushul fiqh

terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:

1. Pembahasan tentang hukum syara’ seperti hakim, mahkum fih, dan mahkum ‘alaih.

2. Pembahasan tentang sumber-sumber dan dalil-dalil hukum

3. Pembahasan tentang cara mengistinbathkan hukum dari sumber-sumber dan dalil-

dalil itu

4. Pembahasan tentang ijtihad

3
Secara global muatan kajian ushul fiqh seperti dijelaskan diatas

menggambarkan objek bahasan ushul fiqh dalam berbagai literatur dan aliran,

meskipun mungkin terdapat perbedaan tentang sistematika dan jumlah muatan dari

masing-masing bagian tersebut. Meskipun yang menjadi objek bahasan ushul fiqh ada

empat seperti dikemukakan di atas, namun Wahbah Az-Zuhaili dalam bukunya al-

Wasith Fi ushul al-Fiqh menjelaskan bahwa yang menjadi inti dari objek kajian ushul

fiqh adalah tentang dua hal, yaitu dalil-dalil secara global dan tentang al-ahkam

(hukum-hukum syara’). Selain dua hal tersebut, dipaparkan oleh para ulama ushul

fiqh yang hanya sebagai pelengkap. Lalu aspek mana saja dari kedua objek bahasan

tersebut yang dikaji dalam ushul fiqh?. Dalil-dalil syara’ dikaji dari segi tetapnya

sifat-sifat esensialnya. Misalnya, Al-Qur’an adalah kitab suci dan menjadi sumber

bagi ketetapan hukum syara’. Al-amr (perintah) yang terdapat di dalam Al-Qur’an

menunjukkan hukum wajib. Sebuah teks (nash) yang tegas menunjukkan

pengertiannya secara pasti (qath’i), lafal umum yang sudah ditakhshish sebagian

cakupannya, sisanya berlalu secara tidak pasti (zhanny).

C. Kegunaan/Manfaat Mempelajari Ilmu Ushul Fiqih

Menurut para ahli ushul fiqh, manfaat utama ilmu ini adalah untuk mengetahui
kaidah-kaidah yang bersifat kulli (umum) dan teori-teori yang terkait dengannya
untuk diterapkan pada dalil-dalil tafsili (terperinci) sehingga dapat diistinbathkan
hukum syara’ yang ditunjukkannya. Melalui kaidah-kaidah ushul fiqh diketahui nash-
nash syara’ dan hukum-hukum ditunjukkannya. Dengan ushul fiqh dapat dicarikan
jalan keluar menyelesaikan dalil-dalil yang kelihatan bertentangan satu sama lain.
Melalui dalil-dalil yang ada dalam kajian ushul fiqh, seperti qiyas, istihsan, istishab,
urf dapat dijadikan landasan menetapkan persoalan yang hukumnya tidak dijelaskan
langsung oleh nash.

Selain itu tujuan yang hendak dicapai dari ilmu ushul fiqh ialah untuk :

1. Menerapkan kaidah-kaidah dalil syara’yang terinci agar sampai kepada hukum-


hukum syara’yang bersifat amali;

4
2. Dengan kaidah ushul serta bahasannya itu dapat dipahami nash-nash syara’dan
hukum yang terkandung didalamnya.
3. Mampu memahami secara baik dan tepat  apa-apa dirumuskan ulama mujtahid dan
bagaimana mereka sampai kepada rumusan itu.
D. Sejarah Perkembangan dan Penulisan Ilmu Ushul Fiqih

Sebelum mengeluarkan fatwa, para ulama harus terlebih dahulu mengetahui


kaidah yang dapat digunakan untuk menggali hukum amaliah dari dalil yang
terperinci. Pengetahuan ini bersumber dari disiplin ilmu klasik, yaitu Ushul al-Fiqh.
Tiada fiqh tanpa melalui Ushul al-Fiqh. Kalau ilmu fiqh bicara soal halal-haram,
maka ilmu Ushul al-Fiqh bicara proses yang mendasari halal-haram tersebut. Imam
Syafi'i (w. 204 H) dianggap sebagai ulama yang pertama kali secara sistematis
menulis kitab Ushul al-Fiqh lewat karyanya al-Risalah. Setelah itu bermunculan kitab
yang ditulis para ulama untuk menjelaskan (syarh) apa yang disampaikan Imam
Syafi'i dan ada pula yang mengkritisi isi kitab beliau. Para ulama Iraq yang mengikuti
mazhab Hanafi misalnya seperti al-Kannani (w. 289 H) dan al-Qummi (w. 305 H)
masing-masing menulis kitab al-Hujjah fi al-Radd 'ala al-Syafi'i dan Ma Khalafa fihi
al-Syafi'i al-Iraqiyyin fi Ahkam al-Qur'an. Tentu saja para ulama pengikut Imam
Syafi'i mempertahankan dan menjelaskan kitab al-Risalah, misalnya nama-nama
seperti al-Sayrafi (w. 330 H), al-Nisaburi (w. 365 H), dan al-Jawzaqi (w. 388).
Dibutuhkan sekitar 2 abad untuk para ulama memperdebatkan disiplin ilmu ushul al-
fiqh yang dikembangkan oleh Imam Syafi'i. Pada abad 5 Hijriah, para ulama mulai
menyusun ulang isi kitab ushul al-Fiqh. Dua ulama besar yang terkenal sebagai hakim
agung pada masanya merintis ulang usaha ini. Al-Qadli al-Baqillani (w. 402) ulama
ahlus sunnah wal jama'ah dari mazhab Maliki digelari Syekh Ushuliyyin setelah
menulis al-Taqrib wal Irsyad. Sayangnya kitab ini dikabarkan sempat hilang dan
hanya kita ketahui pentingnya kitab ini dari sejumlah ulama klasik yang sering
merujuk pada karya besar ini. Kabarnya belakangan kitab ini ditemukan dalam bentuk
manuskrip di Cairo.

Al-Qadli Abdul Jabbar (w. 415 H) yang merupakan tokoh Mu'tazilah menulis
kitab Ushul al-Fiqh berjudul al-'Amd (dua jilid). Kitab ini dikomentari oleh Abu al-
Husayn al- Basri (w. 435 H) dalam al-Mu'tamad fi Ushul al-Fiqh. Beliau ini ulama
yang cukup "aneh" karena dalam ilmu kalam mengikuti mazhab Mu'tazilah namun
dalam hal fiqh beliau mengikuti mazhab Syafi'i. Al-Juwayni (w. 478 H) yang diberi
gelar Imam al-Haramain, selain meringkas kitab al-Baqillani, juga menulis kitab

5
sendiri yang juudlnya al-Burhan fi Ushul al-Fiqh. Imam al-Haramain ini merupakan
guru dari Imam al-Ghazali. Yang menarik, Imam al-Haramain mengaitkan antara ilmu
kalam dengan Ushul al-Fiqh. Beliau juga lebih jauh menjelaskan berbagai topik yang
dibahas oleh Imam Syafi'i. Namun demikian, sebagai seorang ulama kaliber dunia,
beliau juga turut menyampaikan kritikan terhadap Imam Asy'ari dan Imam Syafi'i
serta ulama lainnya. Keberanian beliau ini mendapat komentar tajam dari para ulama
seperti al-Maziri (w. 536 H) dan al-Abyari (w. 616 H) dari mazhab Maliki yang tidak
bisa menerima Imam al-Haramain mengkritik Imam Malik. Imam al-Ghazali (w. 505
H) meneruskan gaya kontroversial gurunya. Tidak tanggung-tanggung Imam al-
Ghazali menulis 4 kitab berbeda dalam disiplin ilmu ini. Kitab terakhirnya yang
dijadikan rujukan luas yaitu al-Mustasfa. Imam al-Ghazali juga tidka segan berbeda
pandangan dengan Imam Syafi'i. Jadi hal yang wajar saja kalau murid berbeda
pandangan dengan guru atau bahkan kakek gurunya. Tapi tetap saja Imam al-
Haramain dan Imam al-Ghazali tidak keluar dari mazhab Syafi'i, tidak seperti Imam
Abu Tsaur, Imam Ahmad dan Imam Dawud yang ketiganya mendirikan mazhab
sendiri. Bagaimana dengan mazhab di luar Syafi'i? Al-Sarkhasi (w. 423 H) dari
mazhab Hanafi yang digelari Syamsul al-A'immah menulis kitab al-Ushul. Begitu
juga Imam al-Jassas (w. 370 H) menulis kitab dengan judul serupa. Sebelumnya ada
lagi al-Dabusi (w. 340 H) yang menulis Taqwim al-Adillah. Pengaruh al-Dabusi dan
Sarakhsi dalam pembahasan ushul al-fiqh di mazhab Hanafi sangat kuat. Corak
pembahasan Syafi'iyah dan jumhur ulama (Mutakallimin) dengan Hanafiyah dalam
kajian Ushul al-Fiqh memang berbeda. Pada abad ketujuh Hijriah, disiplin ilmu Ushul
al-Fiqh sudah dianggap mapan. Maka mulailah pada periode ini penggabungan kitab,
peringkasan dan penjelasan atas ringkasan kitab-kitab sebelumnya. Empat kitab utama
yaitu al-'Amd, al-Mu'tamad, al-Burhan dan al-Mustasfa digabung pembahasannya
oleh dua ulama besar. Pertama, al-Amidi (w. 631 H) dari mazhab Syafi'i
meringkasnya dalam al-Ihkam fi Usul al-Ahkam.  Lantas diringkas kembali oleh Ibn
Hajib (w. 646 H) dalam Muntaha al-Sul. Oleh pengarangnya sendiir, buku ini
kemudian diringkas kembali dalam Mukhtasar Ibn al-Hajib. Lantas pembahasan yang
sudah ringkas, diberi komentar panjang oleh 'Udad al-Din al-Iji (w. 756 H), al-Syirazi
(w. 710 H) dan al-Asfahani (w. 749 H). Kedua, Fakhr al-Din al-Razi dari mazhab
Syafi'i (w. 606 H) menulis al-Mahsul yang merupakan ringkasan dan gabungan dari 4
kitab utama di atas. Dari mazhab Maliki, Imam al-Qarafi (w. 684 H) menulis Tanqih
al-Fusul fi Ikhtisar al-Mahsul. Ringkasan al-Mahsul ini kemudian diberi penjelasan
6
sendiri oleh beliau dalam kitabnya Syarh Tanqih al-Fusul. Al-Armawi (w. 656) ikut
meringkaskan al-Mahsul dalam kitabnya al-Hasil (Tahsil al-Mahsul). Al-Baydawi (w.
685) kemudian meringkaskan kembali al-Hasil dalam karyanya Minhaj al-Wusul.
Namun karena diringkas dari ringkasan orang jadi susah mengerti karena itu al-
Asnawi (w. 772 H) menjelaskan Minhaj-nya al-Baydawi dalam kitabnya Nihayat al-
Sul. Begitu juga al-Badakshyi berusaha menjelaskannya dalam Manahij al-Uqul yang
populer dengan nama Syarh Badakhsyi. Kitab Nihayat al-Sul karya Asnawi diberi
penjelasan yang luar biasa oleh Prof Abu Nur Zuhair dalam kitab Ushul al-Fiqhnya.

A. Kesimpulan

“Ushul fiqih ialah dalil-dalil penyusun fiqih, dan metode untuk sampai pada
dalil tersebut secara global,” Maksudnya adalah bahwa ushul fiqih merupakan
seperangkat dalil-dalil atau kaidah-kaidah penyusunan hukum fiqih serta metode-
metode yang mesti ditempuh agar kita bisa memanfaatkan sumber-sumber hukum
Islam untuk bisa memformulasikan sebuah hukum khususnya terkait sebuah persoalan
kekinian. Kita juga bisa menengok pemaparan Imam Al-Ghazali dalam Kitab Al-
Mustashfa yang Artinya, “Ushul fiqih ialah istilah untuk (seperangkat) dalil-dalil dari
hukum-hukum syariat sekaligus pengetahuan tentang metode penunjukan dalilnya atas
hukum-hukum syariat secara global, bukan terperinci,”

B. Daftar Pustaka

https://islam.nu.or.id/post/read/86034/pengertian-dan-cakupan-kajian-ushul-fiqih

http://pai.ftk.uin-alauddin.ac.id/artikel/Objekpembahasanilmuushulfiqh)

http://irmansiswantoaceh.blogspot.com/2019/10/manfaat-dan-kegunaan-mempelajari-
fiqh.html

https://www.nu.or.id/post/read/72418/mengenal-sejarah-penulisan-kitab-ushul-fiqih

7
8

Anda mungkin juga menyukai