Anda di halaman 1dari 16

WANPRESTASI

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Hukum Bisnis Islam

Dosen Pengampu : Ahmad Nizam,S.Ag.,M.H.I

DISUSUN OLEH :

Kelompok 2

1. Mella Saputri / 2020504041


2. Wahid Riziq / 2020504049
3. Arif Alauddin Okta Saputra / 2020504047

KELAS 2056 B

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

RADEN FATAH

PALEMBANG

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas mata kuliah
Hukum Bisnis Islam yang berjudul “WANPRESTASI”Tugas mata kuliah
Hukum Bisnis Islam dalam makalah ini kami buat agar dapat memenuhi salah
satu tugas pada semester 4. Tujuan lain penyusunan tugas ini adalah agar
pembaca dapat memahami dan mengetahui tentang “WANPRESTASI”

sebagaimana yang tertulis dalam makalah ini. Materi ini kami sajikan dengan
bahasa yang sederhana dan menggunakan bahasa pada umumnya agar dapat
dipahami oleh pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini mungin terdapat
banyak kekurangan.Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca.Akhir kata kami mengucapkan terima kasih, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.

Palembang, 10 Maret 2002

Penulis

Kelompok 2
DAFTAR ISI

HALAMANJUDUL..........................................................................................
KATAPENGANTAR........................................................................................
DAFTARISI.......................................................................................................
ABSTRAK.........................................................................................................

BAB I  PENDAHULUAN

A.Latar Belakang............................................................................................

B.Rumusan Masalah.......................................................................................

C. Tujuan Penulisan.......................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A.Pengertin Wanprestasi..............................................................................

B.Bentuk-Bentuk Wanprestasi.....................................................................

C.Akibat Hukum Bagi Debitur Yang  Wanprestasi....................................

D.Pembelaan Debitur Yang Di Tuntut Ganti Rugi.....................................

E. Keadaan memaksa (overmacht/Force majeur).........................................

BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan..................................................................................................

B.Saran.............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Indonesia merupakan negara hukum, setiap insteraksi antar individu


maupun kelompok memiliki akibat hukum. Oleh karena itu, untuk mengatasi
semua akibat hukum yang lahir dari berbagai bentuk di masyarakat, negara
melalui perangkat-perangkatnya membuat berbagai jenis aturan hukum sesuai
dengan jenis fakta hukum, bahkan juga diklasifikasikan berdasarkan golongan
subjek hukum tertentu. Masuknya wanprestasi menjadi salah satu kompetisi
absolut Pengadilan Negeri tentunya menjadi tantangan bagi penegakan hukum
di lembaga negara tersebut, serta akan menjadi tanggung jawab aparat penegak
hukum terkait untuk menyelesaikannya. Tuntutan ini semakin mendesak
mengingat lembaga keuangan bermunculan dengan berbagai produk yang
disediakan.

B.Rumusan Masalah

1. Pengertian Wanprestasi

2. Bentuk-Bentuk Wanprestasi

3. Akibat Hukum Bagi Debitur Yang Wanprestasi

4. Pembelaan Debitur Yang Dituntut Ganti Rugi

5. Keadaan Memaksa (Overmacth/Force majeur)

C.Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Wanprestasi

2. Untuk Mengetahui Bentuk-Bentuk Wanprestasi

3. Untuk Mengetahui Akibat Hukum Bagi Debitur Yang Wanprestasi

4. Untuk Mengetahui Pembelaan Debitur Yang Dituntut Ganti Rugi

5. Untuk Mengetahui Keadaan Memaksa (Overmatch/Force majeur)


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Wanprestasi

Wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak dipenuhi


atau ingkar janji atau kelalaian yang dilakukan oleh debitur baik karena
tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan maupun malah
melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda,


yaitu “wanprestatie” yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau
kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam
suatu perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian
ataupun perikatan yang timbul karena undang-undang.

Wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang


melakukannya dan membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak
yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk
memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada
satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.

Berikut definisi dan pengertian wanprestasi dari beberapa sumber


buku:

 Menurut M. Yahya Harahap (1986), wanprestasi adalah sebagai


pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan
tidak menurut selayaknya.1 Sehingga menimbulkan keharusan bagi
pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi
(schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu
pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian.

 Menurut Muhammad (1982), wanprestasi adalah tidak memenuhi


kewajiban yang harus ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang

1
 Yahya Harahap , Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1982), h. 60
timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena
Undang-undang.

 Menurut Prodjodikoro (2000), wanprestasi adalah ketiadaan suatu


prestasi didalam hukum perjanjian, berarti suatu hal yang harus
dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian.2

 Menurut Erawaty dan Badudu (1996), wanprestasi adalah


pengingkaran terhadap suatu kewajiban yang timbul dari suatu
perjanjian yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam perjanjian
tersebut.

 Menurut Saliman (2004), wanprestasi adalah suatu sikap dimana


seseorang tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban
sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian yang dibuat
antara kreditur dan debitur.3

B. Bentuk – Bentuk Wanprestasi

Menurut Satrio (1999), terdapat tiga bentuk wanprestasi, yaitu:

1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sehubungan dengan dengan


debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur
tidak memenuhi prestasi sama sekali.
2. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya. Apabila prestasi
debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur
dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.
3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. Debitur yang
memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut
tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi
prestasi sama sekali.

2
 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian (Bandung: Sumur,1999),h.17

3
Abdul R Akibat Saliman, Esensi Hukum Bisnis Indonesia (Jakarta : Kencana, 2004),h. 15
C. Hukum Bagi Debitur Yang Wanprestasi
Akibat hukum atau sangsi yang diberikan kepada debitur
Karen melakukan wanprestasi adalah sebagai berikut:
a. Kewajiban membayar ganti rugi
Maka Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang telah
di derita oleh kreditur. Ketentuan ini berlaku untuk semua
perikatan.Apakah yang dimaksud dengan ganti rugi , kapan ganti
kerugian itutimbul, dan apa yang menjadi ukuran ganti kerugian
tersebut, dan bagaimana pengaturannya dalam undang-undang. Ganti
rugi merupakan kewajiban pihak yang melakukan wanprestasi untuk
memberikan penggantian atas kerugianyang telah ditimbulkannya.4
Sesuai dengan ketentuan pasal 1243 BW, ganti
rugimeliputi:“Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak
dipenuhinya suatu perikatan, abrulah mulai diwajibkan, apabila si
berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap
melalakainya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya,
hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah
dilampauinya”.5Dari pasal di atas dapat kita ketahui komponen-
komponen ganti rugi adalah:6

a. Biaya, meliputi segala biaya (cost) yang telah dikeluarkan oleh


pihak yang dirugikan sehubungan dengan kontrak, misalnya
akomodasi, biaya notaris.

b. Rugi, pengertian rugi di sini adalah dalam arti sempit yaitu


berkurangnya nilai kekayaan dari pihak yang dirugikan karena adanya
wanpretasi dari pihak lainnya.

c. Bunga adalah dimaksudkan sebagai kekurangan yang seharusnya


diperoleh tetapi tidak jadi diperoleh oleh pihak kreditor karena adanya
wanprestasi debitor.
4
Nanda malia, Hukum Perikatan (Aceh: Unimal Press, 2012), h. 10
5
 Subekti dan Tjitrosudiro, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
6
 Agus Yudha Hernoko,Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial (Jakarta:Prenada Media Group, 2013), h. 11
2.Pembatalan perjanjian

Pembatalan perjanjanjian, bertujuan membawa kedua belah


pihak kembali pada keadaan sebelum perjajnjian diadakan. Kalau
suatu pihak sudahmenerima sesuatu dari pihak yang lain, baik uang
maupun barang, maka itu harus dikembalikan.7 Pokoknya perjanjian
itu ditiadakan dengan adanya ketentuan, bahwa pembatalan perjanjian
itu harus diminta kepada hakim, takmungkinlah perjanjian itu sudah
batal secara otomatis pada waktu si Debitur nyata-nyata melalaikan
kewajibannya. Kalau itu mungkin, permintaan pembatalan kepada
hakim tidak ada artinya dan disebutkan juga secara jelas, bahwa
perjanjian itu tidak demi hukum.8

Selanjutnya Pasal 1266 ayat 1 KUH Perdata menjelaskan


bahwa syarat batal dianggap perlu dicantumkan dalam perjanjian yang
bertimbal balik,manakalah salah satu pihak tidak memenuhi
kewajibannya atau wanprestasi. Dengan demikian menurut ketentuan
dalam ayat 1 wanprestasi adalah merupakan syarat batal. Akan tetapi,
dalam pasal 1266 ayat 2 KUH Perdata disebutkan bahwa dalam hal
terjadi wanprestasi, maka perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi
pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Jadi,ketentuan pasal
1266 KUH Perdata sudah mengandung kontroversi.9 kalau perjanjian
itu berupa perjanjian timbal balik, maka berdasarkan pasal
1266sekarang kreditur berhak untuk menuntut pembatalan perjanjian,
dengan atautanpa disertai dengan tuntutan ganti rugi.

Kemudian Bunyi pasal 1267 KUH Perdata adalah sebagai


berikut: “Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih
apakah ia, jika hal itumasih dapat dilakukan, akan memaksa pihak
yang lain untuk memenuhi perjanjian ataukah akan menuntut

7
 Subekti, op.cit h. 49
8
 Ibid., h. 50
9
Suharnoko,Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus (Jakarta: Kencana, 2004), h. 63
pembatalan perjanjian disertai penggantian biaya, kerugian, dan
bunga,”10

3.Peralihan Resiko

Resiko beralih kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi


(pasal1237 ayat 2 KUHPerdata). Ketentuan ini hanya berlaku bagi
perikatan untuk memberikan sesuatu. Pasal 1237
KUHPerdata :“Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu
kebendaan tertentu, kebendaan itu semenjak perikatan dilahirkan,
adalah atas tanggungan si berpiutang”11

Jika si berutang lalai akan menyerahkannya, maka semenjak


saat kelalaiannya, kebendaan adalah atas tanggungannya. Berdasarkan
pasal inidapat kita lihat bahwa kelalaian debitur dalam menyerahkan
kebendaan mengalihkan resiko menjadi atas tanggungannya.

Peralihan risiko sebagai sanksi ketiga atas kelalaian seorang


debitur disebutkan dlam pasal 1237 ayat 2 KUH Perdata. Yang
dimaksudkan dengan risiko, adalah kewajiban untuk memikuli
kerugian jika terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak,
yang menimpa barang yang menjadi objek perjanjian. 12 Sebagaimana
yang disebutkan dalam pasal 1236 dan 1243 dalamhal debitur lalai
untuk memenuhi kewajiban perikatannya kreditur berhak untuk
menuntut penggantian kerugian, yang berupa ongkos-ongkos,
kerugian dan bunga. Selanjutnya pasal 1237 mengatakan, bahwa sejak
debitur lalai,maka resiko atas objek perikatan menjadi tanggungan
debitur

D. Pembelaan Debitur Yang Di Tuntut Ganti Rugi

10
 Kitab Undang-Undang KUH Perdata
11
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
12
 Subekti., op.cit., h. 52
Adapun alasan yang Anda bisa gunakan untuk membela
diri bila dituduh atau dinyatakan wanprestasi, sebagai berikut:
1. Mengajukan adanya keadaan memaksa (overmacht).

Menurut Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


(KUHPer) dalam keadaan memaksa atau overmacht debitur
tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban karena keadaan
ingkar janji timbul di luar kemauan atau kemampuan debitur
(Pasal 1244 KUHPer) Selengkapnya Pasal 1245
KUHPer berbunyi:
“tidaklah biaya ganti rugi dan bunga, harus digantinya, apabila
lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak
disengaja si berutang beralangan memberikan atau membuat
sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah
melakukan perbuatan yang terlarang”

2. Mengajukan bahwa kreditor sendiri sebelumnya telah lalai


(exeptio non adimpleti cintractus)
Menurut Riduan Syahrani, “Exceptio non adimpleti contractus
adalah tangkisan yang menyatakan bahwa ia (debitur) tidak
melaksanakan perjanjian sebagaimana mestinya justru karena
kreditur sendiri tidak melaksanakan perjanjian itu sebagaimana
mestinya. Bilamana debitur selaku tergugat dapat membuktikan
kebenaran tangkisannya maka ia tidak dapat dimintakan pertanggung
jawaban apa-apa atas tidak dilaksanakannya perjanjian itu”13
Selanjutnya J Satrio berpendapat prinsip exceptio non adimpleti
contractus adalah suatu tangkisan, yang menyatakan bahwa kreditor
sendiri belum berprestasi dan karenanya kreditor tidak patut untuk
menuntut debitor berprestasi. Tangkisan ini dikemukakan untuk

13
H. Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: PT. Alumni,
2004), hal. 242
melawan tuntutan kreditor akan pemenuhan perjanjian. Sudah bisa
diduga, bahwa tangkisan ini hanya berlaku untuk perjanjian timbal
balik saja.14
Adapun prinsip exceptio non adimpleti contractus ini diatur
dalam Pasal 1478 KUHPerdata  menyebutkan bahwa: “si penjual
tidak diwajibkan menyerahkan barangnya, jika si pembeli belum
membayar harganya, sedangkan si penjual tidak telah mengizinkan
penundaan pembayaran kepadanya”.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
prinsip exceptio non adimpleti contractus  hanya berlaku pada
perjanjian yang sifatnya timbal-balik, dan debitur tidak dapat
dimintakan pertanggung jawaban atas tindakan wanprestasi bila
faktanya kreditur yang telah lebih dulu wanprestasi.

3. Mengajukan pembelaan bahwa kreditur telah melepaskan


haknya untuk menuntut ganti rugi (rechsverwerking)15
Secara prinsip, yang dimaksud pihak kreditur melepaskan haknya
atas tuntutannya kepada pihak debitur adalah bahwa pihak kreditur
telah mengetahui bahwa ketika pihak debitur mengembalikan barang
yang diperjanjikan, pihak kreditur telah mengetahui bahwa waktu
pengembalian barang sudah terlambat selama seminggu. Akan tetapi
atas keterlambatan tersebut pihak kreditur tidak mengajukan keberatan
ataupun sanksi maka terhadap debitur yang terlambat mengembalikan
barang, dapat diartikan bahwa pihak kreditur telah melepaskan haknya
untuk menuntut si debitur yang sudah jelas wanprestasi.
Melepaskan hak juga bisa dikaitkan dengan daluwarsa untuk
menuntut yang mengakibatkan hapusnya hak disatu pihak atau
diperolehnya hak dipihak lain. Hal ini sering terjadi dalam kasus

14
J. Satrio, Beberapa Segi Hukum Tentang Somasi (Bagian IV), Kamis 11 November 2010,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cdb67c58d247/beberapa-segi-hukum-
tentang-somasibagian-iv-brioleh-j-satrio-, diakses pada tanggal 18 Juni 2018.

15
R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1992. hlm. 45
kepemilikan tanah ataupun harta benda. Hal ini diantaranya diatur
dalam Pasal1963 KUH Perdata menyatakan:
“segala tuntutan hukum, baik yang bersifat perbendaan maupun
yang bersifat perseorangan, hapus karena daluwarsa dengan
lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan siapa yang menunjukan
akan adanya daluwarsa itu tidak usah mempertunjukan suatu alas
hak, lagipula tak dapatlah dimajukan terhadapnya suatu tangkisan
yang didasarkan kepada itikadnya yang buruk”.Beberapa putusan
Mahkamah Agung sebagai berikut:

a. Putusan MA No. 147 K/Sip/1955 tanggal 19 Juli


1955, kaidah hukumnya menyatakan:“orang yang telah
menggadaikan barang pakaian emas, yang setelah pemegang
gadainya meninggal tidak memenuhi panggilan berulang kali dari
ahli waris untuk menghadiri pembagian harta warisa dan selama
tujuh tahun diam saja, dianggap telah melepaskan haknya untuk
menebus barang yang telah digadaikannya”

b. Putusan MA No. No. 200K/Sip/ 1974 tanggal 11 Desember


1975, kaidah hukumnya:“Keberatan yang diajukan penggugat untuk
kasasi bahwa hukum adat tidak mengenal daluwarsa dalam hal
warisan tidak dapat dibenarkan, karena gugatan telah ditolak bukan
atas alasan daluwarsanya gugatan, tetapi karena dengan berdiam
diri selama 30 tahun lebih penggugat asal dianggap telah
melepaskan haknya (rechtsverwerking)”.

E. Keadaan memaksa (overmacht/Force majeur)

Karena keadaan memaksa (overmacht/Force Majure), diluar


kemampuan debitur, debitur tidak bersalah. Keadaan memaksa ialah
keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh pihak debitur karena
terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa mana
tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu
membuat perikatan.16 Dalam keadaan memaksa ini debitur tidak dapat
dipersalahkan karena keadaan memaksa tersebut timbul diluar
kemauan dan kemampuan debitur.

Wanprestasi yang diakibatkan oleh keadaan memaksa bisa terjadi


karena benda yang menjadi objek perikatan itu binasa atau lenyap,
bisa jugaterjadi karena perbuatan debitur untuk berprestasi itu
terhalang seperti yangtelah diuraikan diatas. Keadaan memaksa yang
menimpa benda objek perikatan bisa menimbulkan kerugian sebagian
dan dapat juga menimbulkan kerugian total. Sedangkan keadaan
memaksa yang menghalangi perbuatan debitur memenuhi prestasi itu
bisa bersifat sementara maupun bersifat tetap.17

Unsur-unsur keadaan memaksa, terdapat dalam pasal 1244 BW


yang berbunyi : " jika ada alasan untuk itu siberhutang harus dihukum
mengganti biaya, rugi dan bunga, bila tidak membuktikan bahwa hak
tidak dilaksanakan atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya
perjanjian itu,, disebabkan karena suatu hal yang tak terduga, pun tidak
dapat dipertanggung jawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad
buruk tidak ada pada pihaknya”18

Menurut undang-undang ada 3 unsur yang harus dipenuhi untuk


keadaan memaksa yaitu:19

a. Tidak memenuhi prestasi

b. Ada sebab yang terletak di luar kesalahan debitur

c. Faktor penyebab itu tidak diduga sebelumnya dan tidak dapat


dipertanggung jawabkan kepada debitur.

16
Muhammad Abdulkadir,Hukum Perdata Indonesia (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010),
hal.2

17
 Ibid.,h. 27 
18
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, h. 324
19
Mariam Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2001),h. 25
Unsur-unsur keadaan memaksa itu ialah “adanya hal yang tidak
terdugadan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan” kepada
seseorang. Sedangkan yang bersangkutan dengan segala daya
berusaha secara patut memenuhi kewajibannya. Dengan demikian
hanya debiturlah yang dapat mengemukakan adanya keadaan
memaksa, apabila setelah dibuat suatu perjanjian, timbul suatu
keadaan yang tidak diduga-duga akan terjadi, dan keadaan itu tidak
dapat dipertanggung jawabkan kepadanya.20

20
 Ibid., h. 26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak dipenuhi atau
ingkar janji atau kelalaian yang dilakukan oleh debitur baik karena tidak
melaksanakan apa yang telah diperjanjikan maupun malah melakukan
sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.Menurut Satrio
(1999), terdapat tiga bentuk wanprestasi, yaitu:
1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sehubungan dengan dengan
debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur
tidak memenuhi prestasi sama sekali.
2. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya. Apabila prestasi
debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur
dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.
3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. Debitur yang
memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut
tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi
prestasi sama sekali.

B. Saran

Makalah ini mungkin belum mencapai kesempurnaan dan masih


banyak kekurangan. Oleh karena itu kami memohon masukan saran
kepada pembaca, untuk memperbaiki makalah ini dan makalah
selanjutnya, kami juga menyarankan kepada pembaca untuk membaca
buku-buku referensi yang kami pakai. Semoga makalah ini bermanfaat dan
menambah pengetahuan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

 https://www.dppferari.org/pengertian-bentuk-penyebab-dan-hukum-
wanprestasi/
 J. Satrio, Beberapa Segi Hukum Tentang Somasi (Bagian IV), Kamis
11 November 2010,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cdb67c58d247/beberapa-
segi-hukum-tentang-somasibagian-iv-brioleh-j-satrio-, diakses pada
tanggal 18 Juni 2018. Sumber: https://konsultanhukum.web.id/
  Yahya Harahap , Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni,
1982),
 Mariam Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan (Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2001),
 https://abpadvocates.com/catat-inilah-upaya-hukum-yang-dapat-
dilakukan-jika-terjadi-wanprestasi/#:~:text=Akibat%20hukum
%20dari%20debitur%20yang,Peralihan%20resiko.
 Muhammad Abdulkadir,Hukum Perdata Indonesia (Bandung: PT
Citra Aditya Bakti, 2010),
 Badrulzaman, Mariam. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: PT.
Citra AdityaBakti, 2001.
 Fuady, Munir. hukum kontrak. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2001.Ghafur Anshari, Abdul.
 Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Yogyakarta: UGMPress,2010

Anda mungkin juga menyukai