Disusun Oleh :
NIM : 22710328
1
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................4
1.1 Latar Belakang......................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................4
1.3 Tujuan...................................................................................................4
1.4 Manfaat.................................................................................................5
BAB II ISI............................................................................................................6
2.1 Wanprestasi...........................................................................................6
2.2 Perjanjian Jual Beli...............................................................................9
2.3 Perjanjian Online..................................................................................14
2.4 Perjanjian Utang Piutang......................................................................15
BAB III KESIMPULAN......................................................................................20
3.1 Kesimpulan...........................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................22
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.4 Manfaat
Dapat dijadikan bahan rujukan bagi pembaca dalam mengetahui hukum perjanjian
perspektif hukum dagang
5
BAB II
ISI
2.1 Wanprestasi
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi atau tidak melakukan apa yang
dijanjikan.
2. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
6
Penggantian biaya merupakan ganti dari ongkos atau uang yang telah
dikeluarkan oleh salah satu pihak. Kemudian, yang dimaksud dengan penggantian
rugi adalah penggantian akan kerugian yang telah ditimbulkan dari kelalaian
pihak wanprestasi. Selanjutnya, terkait bunga, J. Satrio dalam Hukum Perikatan
menerangkan bahwa bunga dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis.
7
merugikan atau menguntungkan salah satu pihak, keduanya wajib
menaatinya.
8
ayat 1 HIR menjelaskan bahwa penggugat harus memilih pengadilan negeri yang
tingkatannya sesuai dengan kapasitas gugatan tersebut.
9
Adanya surat perjanjian jual beli ini memiliki beberapa fungsi, salah
satunya untuk menegaskan kredibilitas antara kedua belah pihak. Selain itu,
kesepakatan tersebut juga dapat menjadi bukti yang menguatkan untuk pihak
eksternal di luar kedua belah pihak yang bertransaksi, misalnya dengan bank.
ada dua jenis surat perjanjian yang dikenal, antara lain:
1. Surat perjanjian otentik, adalah surat perjanjian yang disahkan atau
disaksikan oleh pejabat pemerintahan seperti lurah atau camat dan dibuat
di hadapan notaris.
2. Surat perjanjian di bawah tangan atau tidak otentik, adalah surat perjanjian
yang dibuat dengan tidak disaksikan atau disahkan oleh pejabat
pemerintahan maupun notaris.
Surat perjanjian jual beli adalah surat perjanjian yang dibuat oleh pihak
penjual dan pembeli dalam sebuah transaksi jual - beli. Surat perjanjian ini
menyatakan bahwa pihak penjual wajib menyerahkan barang dan pembeli berhak
menerima barang tersebut setelah menyerahkan sejumlah harga barang kepada
pembeli.
Perjanjian jual beli dianggap sah jika sesuai dengan asas konsensualisme,
yaitu para pihak mencapai kesepakatan tentang barang dan harga kendati barang
tersebut belum diberikan penjual atau harga tersebut belum dibayarkan pembeli.
Perjanjian jual beli bisa dinyatakan batal bila penjual kedapatan
memperdagangkan barang selain milik atau haknya sendiri, atau karena barang
dagangan tersebut hilang, rusak atau musnah di tengah proses penjualan.
Fungsi Surat Perjanjian Jual Beli dalam Transaksi. Surat perjanjian jual
beli memiliki sejumlah fungsi antara lain:
1. Memberi Jaminan Keamanan Secara Hukum
Surat perjanjian jual beli menjamin keamanan suatu transaksi secara hukum.
Adanya keterangan yang jelas dalam surat perjanjian dapat melindungi baik
pembeli maupun penjual dari penipuan atau hal - hal lain yang merugikan salah
satu atau kedua belah pihak.
2. Memberi Kepercayaan Bagi Pihak-pihak yang Terlibat
Surat perjanjian jual beli juga menjadi jaminan yang menjaga kepercayaan pihak-
pihak yang terlibat dalam proses jual beli. Penjual akan percaya bahwa pembeli
akan membayar sesuai harga barang. Sebaliknya, pembeli juga percaya bahwa
penjual menyediakan barang yang sesuai dengan ekspektasinya.
3. Menjadikan Kesepakatan Lebih Profesional
Perjanjian mungkin dilakukan secara lisan, tetapi akan lebih profesional dan
dipercaya apabila dibuat dalam bentuk tertulis seperti surat perjanjian. Di samping
itu, surat perjanjian tertulis akan meminimalisasi potensi risiko yang bisa terjadi
10
dan membuat pihak - pihak yang terlibat lebih bertanggung jawab menjalankan
kewajiban.
4. Menjaga Citra dan Integritas Bisnis
Bagi pihak di luar perjanjian ini, surat perjanjian jual beli juga memberikan kesan
integritas dan citra yang baik pada proses jual beli. Dalam hal ini, penjual dan
pembeli juga akan diuntungkan karena mereka akan dianggap berintegritas dan
kredibel oleh pihak ketiga, misalnya bank.
11
Ada kalanya menetapkan perjanjian itu harus diadakan secara tertulis atau
dengan akta Notaris, akan tetapi hal ini ada pengecualiannya yaitu undang -
undang menetapkan formalitas - formalitas tertentu untuk beberapa macam
perjanjian karena adanya ancaman batal apabila perjanjian tersebut tidak
memenuhi syarat - syarat yang dimaksud Pasal 1320 Kitab Undang - Undang
Hukum Perdata, seperti perjanjian hibah harus dengan akta notaris, perjanjian
perdamaian harus secara tertulis. Perjanjian yang ditetapkan dengan suatu
formalitas tertentu tersebut dengan perjanjian formil.
12
yang berisi apa saja, baik mengenai bentuknya maupun objeknya dan jenis
perjanjian tersebut. Asas kebebasan berkontrak ini merupakan konsekuensi dari
dianutnya sistem terbuka dalam hukum perjanjian apapun baik yang telah diatur
secara khusus dalam Kitab Undang - Undang Hukum Perdata maupun yang belum
diatur dalam Kitab Undang - Undang Hukum Perdata atau peraturan - peraturan
lainnya. Sebagai konsekuensi lain dari sistem terbuka maka hukum perjanjian
mempunyai sifat sebagai hukum pelengkap.
Hal ini berarti bahwa masyarakat selain bebas membuat isi perjanjian
apapun, mereka pada umumnya juga diperbolehkan untuk mengesampingkan atau
tidak mempergunakan peraturan - peraturan yang terdapat dalam bagian khusus
Buku III Kitab Undang - Undang Hukum Perdata. Dengan kata lain, para pihak
dapat membuat ketentuan - ketentuan yang akan berlaku di antara mereka.
Undang - undang hanya melengkapi saja apabila ada hal - hal yang belum diatur
di antara mereka. Seringkali didapati bahwa dalam membuat suatu perjanjian,
para pihak tersebut tidak mengatur secara tuntas segala kemungkinan yang akan
terjadi. Dengan demikian tepatlah jika hukum perjanjian sebagai hukum
pelengkap, sehingga dapat dipergunakan untuk melengkapi perjanjianperjanjian
yang tidak lengkap tersebut.
13
seolah undang - undang (Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang - Undang Hukum
Perdata). Keterikatan suatu perjanjian terkandung didalam janji yang dilakukan
oleh pihak itu sendiri. Adagium Pacta Sunt Servanda diakui sebagai aturan yang
menetapkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah, mengingat kekuatan
hukum yang terkandung didalamnya, dimaksudkan untuk dilaksanakan dan pada
akhirnya dapat dipaksakan penataannya.
14
elektronik menggunakan klausul baku, maka harus sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang - undangan tentang klausul baku. Perjanjian atau kontrak
elektronik juga paling sedikit harus memuat:
1) data identitas para pihak
2) objek dan spesifikasi
3) persyaratan transaksi elektronik
4) harga dan biaya
5) prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak
6) ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat
mengembalikan barang dan atau meminta penggantian produk jika ada
cacat tersembunyi
7) pilihan hukum penyelesaian transaksi elektronik.
15
Pasal 1313 KUH Perdata memberikan definisi mengenai persetujuan,
rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena
hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat luas karena dengan
dipergunakannya perkataan "perbuatan" tercakup juga perwakilan sukarela dan
perbuatan melawan hukum. Dalam hal ini perlu kiranya diadakan perbaikan
mengenai definisi tersebut, yaitu:
Dalam syarat sah nya perjanjian di atas dibagi menjadi dua kelompok
yaitu dua syarat pertama dinamakan syarat subjektif dan dua syarat yang terakhir
dinamakan syarat objektif, dimana keduanya memiliki akibat hukum masing-
masing, apabila syarat subjektif dalam pembuatan perjanjian tidak terpenuhi maka
perjanjian tersebut dapat dibatalkan sedangkan apabila syarat objektif dalam
pembuatan perjanjian tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum.
Perikatan untuk memberikan sesuatu adalah perikatan untuk menyerahkan dan
merawat benda sampai saat penyerahan dilakukan, hal ini diatur dalam Pasal 1235
KUH Perdata yang mengatur bahwa Dalam tiap - tiap perikatan untuk
memberikan sesuatu adalah termasuk kewajiban dari yang berutang untuk
menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai
seorang bapak rumah tangga yang baik, sampai adanya penyerahan.
16
Menurut Pasal 1335 jo 1337 KUH Perdata menyatakan bahwa "suatu
kausa dinyatakan terlarang jika bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan,
dan ketertiban umum". Suatu kausa dinyatakan bertentangan dengan undang -
undang, jika kausa di dalam perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan
dengan undang-undang yang berlaku. Untuk menentukan apakah suatu kausa
perjanjian bertentangan dengan kesusilaan bukanlah hal yang mudah, karena
istilah kesusilaan tersebut sangat abstrak, yang isinya bisa berbeda - beda antara
daerah yang satu dan daerah yang lainnya atau antara kelompok masyarakat yang
satu dan lainnya, selain itu penilaian orang terhadap kesusilaan dapat pula berubah
- ubah sesuai dengan perkembangan jaman. Unsur - unsur Perjanjian. Suatu
perjanjian lahir jika disepakati tentang hal yang pokok atau unsur esensial dalam
suatu perjanjian. Penekanan tentang unsur yang esensial tersebut karena selain
unsur esensial masih di kenal unsur lain dalam suatu perjanjian. Dalam suatu
perjanjian dikenal tiga unsur, yaitu :
a. Unsur esensialia, yaitu unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena
tanpa adanya kesepakatan tentang unsur esensialia ini maka tidak ada
kontrak sebagai contoh, dalam kontrak jual beli harus ada kesepakatan
mengenai barang dan harga terdapat pada Pasal 1458 KUH Perdata karena
tanpa kesepakatan mengenai barang dan harga dalam kontrak jual beli,
kontrak tersebut batal demi hukum karena tidak ada hal yang
diperjanjikan.
b. Unsur naturalia, yaitu unsur yang diatur dalam undang - undang sehingga
apabila tidak diatur oleh para pihak dalam perjanjian, undang - undang
yang mengaturnya dengan demikian, unsur naturalia ini merupakan unsur
yang selalu dianggap ada dalam kontrak sebagai contah, jika dalam
kontrak tidak diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis
berlaku ketentuan dalam Pasal 1491 KUH Perdata bahwa penjual harus
menanggung cacat tersembunyi.
c. Unsur aksidentalia, yaitu unsur yang nanti ada atau mengikuti para pihak
jika para pihak memperjanjikannya. Sebagai contoh, dalam jual beli
dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai
membayar utangnya, dikenakan denda dua persen perbulan keterlambatan,
dan apabila debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut - turut,
barang yang sudah dibeli dapat ditarik kembali kreditornya tanpa melalui
pengadilan, demikian pula klausul - klausul lainya yang sering ditentukan
dalam suatu kontrak, yang bukan merupakan unsur yang esensialia dalam
kontrak tersebut.
17
A. Pengertian Perjanjian Utang Piutang
Perjanjian utang piutang ada dua macam, yaitu karena murni perjanjian
utang piutang dan karena dilatar belakangi perjanjian lain, dalam perjanjian utang
piutang terdapat dua pihak yang melakukan perjanjian, yaitu pihak yang memberi
pinjaman uang dari pihak yang menerima pinjaman uang, istilah yang digunakan
dalam perjanjian tersebut untuk pihak yang memberikan pinjaman adalah pihak
yang berpiutang atau kreditur, sedangkan pihak yang menerima pinjaman disebut
pihak yang berutang atau debitur. Syarat sah perjanjian yang tertera dalam Pasal
1320 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata, utang piutang sah secara hukum
apabila telah ada kata sepakat antara para pihak yaitu kreditur dan debitur,
kesepakatan antara para pihak tersebut dituangkan dalam bentuk tertulis dan
ditandatangani oleh para pihak, dan perjanjian yang dibuat tidak melanggar
undang - undang dan kesusilaan.
18
B. Hak dan kewajiban para pihak
Dalam perjanjian yang bertimbal balik seperti perjanjian utang piutang ini, hak
dan kewajiban kreditur bertimbal balik dengan hak dan kewajiban debitur. Hak
kreditur di satu pihak, merupakan kewajiban debitur di lain pihak. Begitu pula
sebaliknya, kewajiban kreditur merupakan hak debitur.
19
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
20
Pasal 1338 BW sebagai satu-satunya pasal di dalam BW yang
memuat mengenai itikad baik dalam konteks perjanjian secara
umum sebaiknya sedikit dirubah ketentuannya. Bunyi ketentuan
Pasal 1338 BW alinea ketiga adalah: "Suatu perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik", sebaiknya bunyi ketentuan pasal
tersebut sedikit dirubah menjadi: "Suatu perjanjian harus dibuat
dan dilaksanakan dengan itikad baik".
21
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Undang – undang :
Artikel :
Zulkifli Aboebakar dalam Pelatihan audit kontrak bisnis dan analisa resiko hukum
dalam kontrak
22