Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

USHUL FIQH I

Konsep Hukum Taklify

Dosen Pengampu :

Rina Juliana, M.Pd.I

Disusun Oleh :

Augina Patricia Maysara : 201210191

Fazia Zahrani Sutan : 201210212

Febby Yolanni : 201210213

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN

THAHA SAIFUDDIN JAMBI

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang atas rahmat dan petunjuk-
Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tentang konsep hukum taklify.
Makalah ini disusun sebagai salah satu bentuk pengabdian kami dalam memahami
lebih dalam ajaran Islam, khususnya dalam konteks hukum Islam.

Hukum taklify adalah salah satu aspek yang penting dalam hukum Islam.
Hukum ini berkaitan erat dengan kewajiban dan larangan dalam kehidupan sehari-
hari seorang Muslim. Dalam makalah ini, kami akan membahas secara mendalam
pengertian hukum taklify, serta pembagian-pembagian hukum taklify yang meliputi
al-ijab (perintah), al-nadb (dianjurkan), al-tahrim (dilarang), al-karahah (tidak
diinginkan), dan al-ibadah (peribadatan).

Melalui makalah ini, kami berharap dapat memberikan pemahaman yang


lebih baik mengenai konsep hukum taklify, sehingga pembaca dapat lebih
mendalami ajaran Islam dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kami juga ingin menyampaikan apresiasi yang mendalam kepada semua pihak
yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penyusunan makalah ini.

Selamat membaca dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat serta
pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep hukum taklify dalam Islam.
Kami juga selalu terbuka untuk kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
kedepannya.

Jambi, 30 September 2023

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

BAB I .................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2

BAB II ................................................................................................................ 3

PEMBAHASAN ................................................................................................. 3

A. Pengertian Hukum Taklifi ....................................................................... 3

B. Macam-macam Hukum Taklifi ............................................................... 6

BAB III ............................................................................................................. 15

PENUTUP ........................................................................................................ 15

A. Kesimpulan ............................................................................................ 15

B. Saran ...................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 17

LAMPIRAN ..................................................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum dalam Islam adalah seperangkat aturan dan pedoman yang
mengatur perilaku dan tindakan umat Muslim. Salah satu konsep hukum yang
sangat penting dalam agama Islam adalah "Hukum Taklifi." Hukum Taklifi
mengacu pada kewajiban atau tugas yang dikenakan kepada individu Muslim
untuk melakukan atau menghindari suatu tindakan tertentu dalam rangka
menjalankan agama dengan benar. Hukum Taklifi adalah landasan utama bagi
individu Muslim dalam memahami dan mengikuti ajaran Islam.
Makalah ini akan mengulas secara mendalam konsep Hukum Taklifi
dalam Islam. Kami akan membahas pengertian dan ruang lingkupnya, serta
bagaimana Hukum Taklifi digunakan dalam mengklasifikasikan tindakan atau
perbuatan dalam Islam. Hukum Taklifi mencakup beberapa tingkatan, mulai
dari yang wajib (fard) hingga yang makruh (dilarang) dan yang mubah (boleh).
Kita juga akan membahas bagaimana Hukum Taklifi dapat berbeda
berdasarkan konteks waktu, tempat, dan individu.
Selain itu, dalam makalah ini, akan dijelaskan juga beberapa prinsip dasar
yang terkait dengan Hukum Taklifi, seperti pentingnya niat (niyyah) dalam
menjalankan perintah agama, serta hukuman atau konsekuensi yang mungkin
timbul jika individu tidak mematuhi Hukum Taklifi.
Pemahaman yang baik tentang konsep Hukum Taklifi adalah penting bagi
umat Islam, karena ini membantu mereka untuk menjalankan agama mereka
dengan benar sesuai dengan ajaran Islam. Makalah ini juga akan membahas
bagaimana Hukum Taklifi mencerminkan pandangan Islam tentang tanggung
jawab individu dalam menjaga hubungan mereka dengan Allah SWT dan
dengan sesama manusia.
Melalui makalah ini, diharapkan pembaca akan mendapatkan pemahaman
yang lebih mendalam tentang konsep Hukum Taklifi dalam Islam dan
bagaimana hal ini menjadi salah satu fondasi penting dalam praktik keagamaan
umat Muslim.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari konsep hukum taklify dalam konteks hukum Islam,
dan bagaimana konsep ini berperan dalam pandangan agama?
2. Bagaimana pembagian hukum taklify, termasuk al-ijab, al-nadb, al-tahrim,
al-karahah, dan al-ibadah, mempengaruhi tindakan dan perilaku seorang
Muslim dalam kehidupan sehari-hari?

C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan dengan jelas dan komprehensif pengertian konsep hukum
taklify dalam konteks hukum Islam serta menganalisis bagaimana konsep
ini memainkan peran kunci dalam membentuk pandangan agama seorang
Muslim.
2. Menganalisis secara mendalam bagaimana pembagian hukum taklify, yang
meliputi al-ijab, al-nadb, al-tahrim, al-karahah, dan al-ibadah,
memengaruhi tindakan dan perilaku seorang Muslim dalam kehidupan
sehari-hari, dan bagaimana pemahaman ini dapat membentuk etika,
moralitas, dan kepatuhan dalam menjalankan ajaran Islam.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Taklifi


Taklifi secara bahasa berasal dari kata kallafa-yukallifu-taklif, yang artinya
beban. Secara istilah, hukum taklifi adalah hukum yang mengendaki mukalaf
untuk mengerjakan, atau memilihnya antara mengerjakan dan
meninggalkannya. Misalnya hukum tentang perintah shalat yang menunjukan
hukum wajib untuk dikerjakan, dan larangan membunuh, yang menunujukan
hukum haram untuk dilakukan. Secara bahasa Taklifi artinya pembebanan,
sehingga makna hukum taklifi secara bahasa adalah konsep hukum yang berisi
pembebanan. Definisi Hukum Taklifi secara istilah adalah khithab syar'i
(tuntutan Hukum) yang mengandung perintah beban untuk dikerjakan oleh
para mukallaf atau diperintahkan untuk ditinggalkan atau yang mengandung
pilihan antara dikerjakan dan ditinggalkannya. 1
Secara garis besar para ulama ushul fiqh membagi hukum syarak pada dua
macam, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i. Hukum taklifi menurut para
ahli ushul fiqh adalah :

‫ف ا َْٔو ك َِف ِه ع َْن فِ ْع ٍل ا َْٔو تَ ْخيِي ِْر ِه بَي َْن ا ْل ِف ْع ِل‬


ِ َّ‫ضى َطلَ َب فِ ْع ٍل ِم َن ا ْل ُم َكل‬ َ َ‫َما ِٕا ْقت‬
ُ‫ع ْنه‬
َ ‫َف‬ ِ ‫َوا ْلك‬
Artinya : ketentuan-ketentuan yang menghendaki adanya tuntutan kepada
mukallaf untuk melakukan, atau melarang untuk dilakukan, atau
memilih untuk melakukan atau tidakmelakukan.2
Dinamakan hukum taklifi adalah karena jenis hukum-hukum tersebut
mengandung “tuntututan” , baik untuk mengerjakan atau untuk meninggalkan,
atau untuk member alternatif memilih antara mengerjakan atau
meninggalkannya. Dengan kata lain, hukum taklifi adalah titah atau firman

1
Asep Maulana Rohimat, Ushul Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta : Lintang Pustaka Utama, 2021),
hlm. 30
2
Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, Juz I, cet. ke-16 (Damaskus: Dar alFikr, ‫ م‬٦٨٩١ /
‫ هى‬٦٠٤١), hlm. ٠٤

3
Allah yang berhubungan dengan segala perbuatan para mukallaf, baik atas
dasar tuntutan (iqtidha’) atau atas dasar kebebasan memilih (takhyir). 3
Nampak bahwa hukum taklifi itu terkait dengan titahnya Allah SWT,
dimana titah Allah SWT itu untuk mengatur orang mukallaf bagaimana mereka
harus melakukan sesuatu, apakah harus mengerjakannya atau
meninggalkannya. Sebab amal tingkah laku manusia itu mengandung dua sisi
yang berbeda yakni amal untuk mengerjakan sesuatu dan amal untuk tidak
mengerjakan sesuatu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hukum taklifi
adalah hukum asal dari semua ketentuan hukum syara’.
Untuk memperjelas pembahasan, berikut akan disajikan definisi hukum
wadh’i secara ringkas. Hal ini perlu disampaikan karena antara hukum taklifi
dan hukum wadh’i mempunyai hubungan yang sangat erat. Hukum wadh’i
adalah hukum ketentuan-ketentuan yang mengatur tetang sebab, syarat dan
mani’ (penghalang) kecakapan untuk melakukan hukum taklifi.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa apabila hukum taklifi adalah
ketentuan Allah swt. yang bersifat perintah, larangan atau pilihan antara
mengerjakan atau meninggalkannya. Sedangkan hukum wadh’i adalah hukum
yang menjelaskan adanya sebab, syarat atau penghalang adanya hukum
taklifi.Sebagai contoh, jika hukum taklifi menjelaskan bahwa shalat wajib
dilaksanakan umat Islam, hukum wadh’i menjelaskan bahwa waktu
tenggelamnya matahari pada waktu sore hari menjadi sebab tanda bagi
wajibnya seseorang menunaikan shalat maghrib.
Dapat diketahui bahwa hukum taklifi dengan berbagai macamnya selalu
berada dalam batas kemampuan seorang mukallaf, sedangkan hukum wadh’i
sebagaian ada yang di luar kemampuan manusia dan bukan merupakan aktifitas
manusia.4
1. Contoh hukum taklifi yang berisi tuntutan untuk mengerjakan, adalah
perintah Allah swt. untuk mengerjakan salat sebagaimana tercantum pada
firman Allah swt. QS Al-Baqarah : 43, dan perintah Allah swt. Untuk

3
Moh. Bahrudin, Ilmu Ushul Fiqh, (Lampung : Aura, 2019), hlm. 78
4
Ibid, hlm. 79

4
melaksanakan puasa sebagaimana tercantum pada QS Al-Baqarah : 183
sebagai berikut :

َ ْ ّٰ َ َ ْ ُ َ ْ َ َ ٰ َّ ُ ٰ َ َ ٰ َّ َ
٤٣ ‫َوا ِقيموا الصلوة واتوا الزكوة واركعوا مع الر ِك ِعين‬
ُ ْ

Artinya : “Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta


orang-orang yang rukuk.” (Q.S. Al-Baqarah:43)
ُ َّ َ ُ َّ ُ َ ُ ََْ ُ ُ ٰ َ ْ َّ َ َ
ْ‫ام ك َما كت َب َع َلى الذيْ َن م ْن َق ْبلك ْم ل َعلكم‬
ُ ‫ك ُم الص َي‬ ‫يٰٓايُّها ال ِذين ا َمن ْوا ك ِتب علي‬
َ
ِ ِ ِ ِ ِ
َ ُ ََّ
١٨٣َۙ‫تتق ْون‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah:183)5
2. Contoh hukum taklifi yang berisi larangan untuk mengerjakan, adalah
larangan Allah swt membunuh tanpa alasan yang benar sebagaimana
tercantum pada firman Allah swt QS Al-An’am : 151 dan larangan Allah
swt untuk tidak memakan bangkai, darah dan daging babi sebagaimana
tercantum pada QS Al-Maidah : 3 sebagai berikut :
َْ َّ ُ ّٰ َ َ َّ ْ َّ ُ ُ ْ َ َ
‫َولا تقتلوا النف َس ال ِتي حرم اّٰلل ِالا ِبالح ِق‬
َّ ْ

Artinya : Janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah,


kecuali dengan alasan yang benar.. ( Q.S. Al-An'am :151)
ْ ْ ُ ْ َ َ ُ َّ َ ُ َ ْ َ ْ ُ ُ ْ َ َ ْ َ ُ
‫الخن ِزيْر‬
ِ ِ ‫ح ِرمت عليكم الميتة والدم ولحم‬
Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi”.
(Q.S. Al-Ma'idah:3)
3. Contoh hukum taklifi yang berisi kebolehan memilih antar mengerjakan
atau meninggalkannya, ialah mengqashar salat dalam bepergian,
sebagaimana tercantum pada firman Allah swt pada QS Al-Nisa’ : 101)
sebagai berikut :

5
Ibid, hlm. 79-80

5
ٰ َّ َ َ ٌ َ ُ ُ ََْ َ
ۖ‫وة‬‫ل‬ ‫الص‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ا‬ ْ ‫اح ا ْن َت ْق ُص ُر‬
‫و‬ ‫ن‬‫ج‬ ْ ‫ض َر ْب ُت ْم فى ْال َا ْرض َفل ْي َس عليك‬
‫م‬
َ َ َ
‫واِ ذا‬
ِ ِ ِ ِ
Artinya : “Apabila kamu bepergian di bumi, maka tidak dosa bagimu untuk
mengqasar salat”(Q.S. An-Nisa':101)
Jadi, menurut analisis penulis dalam konteks hukum Islam,
pemahaman tentang hukum taklifi adalah esensial karena itu memengaruhi
bagaimana individu berperilaku sesuai dengan ajaran agama. Hukum taklifi
menunjukkan bahwa dalam Islam, ada tanggung jawab moral dan agama
yang melekat pada individu untuk mematuhi perintah, menghindari
larangan, atau membuat pilihan yang sesuai dengan ajaran agama.
Pengertian ini mencerminkan konsep dasar hukum Islam yang
menekankan tanggung jawab individu dalam menjalankan perintah Tuhan,
sambil memberikan kebebasan individu dalam pengambilan keputusan yang
sesuai dengan situasi dan kebijaksanaan pribadi mereka. Hukum taklifi
adalah bagian penting dalam pemahaman dan pelaksanaan hukum Islam dan
berfungsi sebagai panduan etika dan moral dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam praktiknya, pemahaman tentang hukum taklifi sangat penting
dalam menjalankan ibadah, moralitas, dan perilaku sehari-hari dalam Islam.
Hukum taklifi memberikan pedoman bagi individu Muslim tentang apa
yang harus mereka lakukan dan apa yang harus mereka hindari, serta
memberikan kebebasan untuk memilih dengan tanggung jawab yang sesuai.
Ini merupakan bagian integral dari hukum Islam yang berusaha untuk
mengatur kehidupan individu dan komunitas Muslim.
B. Macam-macam Hukum Taklifi
Menurut mayoritas ulama hukum taklifi terbagi menjadi lima bagian.
Namun, dalam hal penyebutan hukum-hukum tersebut terjadi
perbedaan.Kelompok pertama menyebut kelima jenis hukum itu dengan
sebutan wujub, tahrim, nadb, karohah dan ibahah.Kelompok kedua
menyebutnya dengan sebutan wajib, haram, makruh, mandub dan mubah.
Dalam masalah ini, ternyata kebanyakan orang lebih cenderung menyebut
hukum sebagaimana kelompok kedua. Penyebutan tersebut telah amat populer.

6
Padahal, sebagaimana yang dinyatakan oleh Abdul Karim bin Ali dalam karya
monumentalnya al-Muhadzab, bahwa yang lebih utama adalah penyebutan dari
kelompok pertama. Ia berargumen bahwa wajib bukanlah merupakan sebuah
hukum, ia hanya sekedar perbuatan seorang mukallaf. Demikian juga mandub,
ia adalah perbuatan seseorang yang berkaitan dengan khitab nadb. 6
ً ‫ ذلك أن طلب الفعل إما أن يكون جازما‬، ‫ينقسم الحكم التكليفي إلى أنواع خمسة‬
‫ وطلب الكف إمـا جازم‬، ‫ الندب‬: ‫ والثاني‬، ‫ اإليجاب‬: ‫ األول‬، ‫أو غير جازم‬
ً ‫ وإن كان الخطاب متعلقا‬، ‫ والثاني الكراهة‬، ‫ األول التحريم‬، ‫أو غير جازم‬
7
‫ فهذه أنواع خمسة‬. ‫بالفعل على وجه التخيير فهو اإلباحة‬
Artinya :“Bentuk-bentuk hukum taklifi: menurut jumhur ulama ushul
fikhi/mutakkalilimin bentukbentuk hukum taklifi ada 5 macam
yaitu : Ijab, Nadb/Mandub, Ibaha/Mubah, Karaha/Makruh,
Tahrim/Haram.”8
1. Ijab (Wajib)
Pengertian wajib secara bahasa berarti saqith (jatuh, gugur) dan lazim
(tetap). Secara istilah berarti Sesuatu yang wajib itu pelakunya mendapat
pahala jika didasari karena melaksanakan perintah, dan orang yang
meninggalkannya berhak mendapat hukuman. 9
Tuntutan syar‟i yang bersifat untuk melaksanakan sesuatu dan tidak
boleh ditinggalkan. Orang yang meinggalkan dikenai sanksi. Wajib adalah
sesuatu yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk dilakukan dengan
tuntutan yang keras (jazim), yang pelakunya dibalas dengan orang yang
meninggalkannya berdosa dan terancam dengan azab diakhirat. Contoh

6
Isnu Cut Ali, “Hukum, Hakim, Mahkum Fih Dan Mahkum ‘Alaih (Studi Pemahaman Dasar Ilmu
Hukum Islam)”, Al-Madaris, Vol. 2 No. 1 (2021), hlm. 82
7
Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, Juz I, cet. ke-16 (Damaskus: Dar alFikr, ‫ م‬٦٨٩١ /
‫ هى‬٦٠٤١), hlm. ٠٠
8
Rusdaya Basri, Ushul Fikih I, (Parepare : Nusantara Press, 2019) hlm.187
9
Iwan Hermawan, Ushul Fiqh (Metode Kajian Hukum Islam), (Bandung : Hidayatul Qur’an ,
2019), hlm. 26

7
khitab yang mewajibkan suatu perbuatan dalam Alquran adalah firman
Allah SWT :10
ّٰ َ ْ ُ ْ ُ َ ْ َ ْ ْ ُ ُ ْ َ ْ ُ َ ُ َ َ َ ٰ َّ ُ ٰ َ َ ٰ َّ َ
ِ ‫َوا ِقيموا الصلوة واتوا الزكوة وما تق ِدموا ِلانف ِسكم ِمن خي ٍر ِتجدوه ِعند‬
‫اّٰلل‬ ُ ْ

َ ُ ْ َ َ َ ّٰ َّ
١١٠ ‫اّٰلل ِبما تع َمل ْون َب ِص ْي ٌر‬ ‫ِان‬
Artinya : “Dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Segala kebaikan yang
kamu kerjakan untuk dirimu akan kamu dapatkan (pahalanya)
di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan”. (Q.S.Al-Baqarah:110)
a. Pembagian wajib bersasarkan waktu Pelaksanaan
Berdasarkan waktu pelaksanannya wajib terbagi menjadi dua, yaitu
1) mutlak dan 2) muqayyad. Wajib mutlak ialah wajib yang
pelaksanannya tidak dibatasi oleh Allah swt. dengan waktu tertentu
dalam umur seperti pelaksanaan kafarat. Sedangkan wajib muqayyad
ialah wajib yang pelaksanaanya dibatasi oleh Allah swt. dengan waktu
yang tertentu seperti shalat dan puasa Ramadan.
Mengenai waktu tertentu bagi perbuatan wajib dibagi lagi menjadi
3 (tiga) macam yaitu : muwassa’ (lapang), mudhayyaq (sempit) dan dzu
syibhain. 11
1) Waktu muwassa’
Muwassa’ atau yang diistilahkan oleh ulama Hanafi dengan
dharf, ialah waktu yang tidak lebih dari kadar yang wajib dan
diserahkan kepada mukallaf untuk melakaukan kewajiban itu pada
saat kapanpun yang dikehendakinya seperti waktu-waktu shalat lima
waktu.
2) Waktu Mudhayyaq
Waktu mudhayyaq yaitu waktu yang hanya berlaku bagi jenis
kewajiban tertentu seperti bulan Ramadhan. Waktu mudhayyaq ialah

10
Ahmad Muhaisin B Syarbani, Fiqih dan Ushul Fiqih,(Medan : FEBI UIN-SU Press, 2021)hlm.
18
11
Moh. Bahrudin, Ilmu Ushul Fiqh, Op.Cit, hlm. 86-89

8
waktu yang bersamaan dengan wajib dan dinamakan oleh ulama
Hanafiyah mi’yar (takaran). Contohnya puasa ramadhan.
3) Waktu dzu syibhain
Waktu haji menyerupai takaran dari segi bahwa satu tahun
hanya berlaku bagi satu kali haji dan menyerupai dharf dari segi
bahwa bulan haji tidak dipenuhi oleh amalan-amalannya. Ulama
Hanafiyah memperinci syibih awal (keserupaan pertama) bahwa
haji diwajibkan, ditunaikan dengan niat mutlak bagi keadaan dhohir
mukallaf, yaitu bahwa ia menunaikan kewajiban sebelum sunah dan
syibih tsani (keserupaan kedua) bahwa ia berlaku sebagai nafal
(sunah) jika diniatkan begitu.
b. Pembagian wajib berdasarkan jumlah pelakunya.
1) Wajib ‘ain ialah perbuatan yang dituntut melakukannya oleh setiap
orang mukallaf dan yang kedua perbuatan yang dituntut
melakukannya tanpa memandang pelakunya. Kewajiban-kewajiban
yang dibebankan oleh Alllah swt. kadangkadang dituntut
melakukannya dari setiap orang secara khusus seperti shalat, puasa,
zakat dan haji, dinamakan wajib ‘ain. Kadang di tuntut
melakukannya tanpa melihat pelakunya seperti perbuatan baik yang
bermacam-macam, pembangunan rumah sakit, peradilan hukum dan
pemberian fatwa, memulai salam dan menjawabnya, shalat atas
orang mati dan lain sebagainya
2) Wajib kifayah. Para fuqaha telah sepakat bahwa wajib kifayah bila
dilakukan oleh salah seorang pelaku, makan tuntutan tersebut telah
dipenuhi dan gugurlah tanggung jawab dari orang-orang semuanya.
Sebaliknya jika diabaikan dan tidak dilakukan oleh seorang pun,
maka semua orang menanggung dosanya dan tanggung jawab nya.
Sebaliknya semua orang menanggung dosanya dan
tanggungjawabnya.

9
c. Pembagian Wajib Berdasarkan Kadar atau Ukurannya
1) Muhaddad (Terbatas) ialah yang ditentukan Alllah swt. kadar
ukurannya . Tuntutan-tuntutan Allah swt. ada kalanya terbatas
ukurannya seperti shalat wajib, zakat dan hargaharga pembelian. Ini
semua menjadi tanggung jawab mukallaf yang wajib atas diri nya
sebagai hutang hingga ditunaikan.
2) Ghoiru muhaddad (Tidak terbatas) yang tidak ditentukan oleh Allah
swt. kadar ukurannya. Misalnya menafkahi kerabat.
d. Dari segi kandungan kewajiban perintahnya
1) Wajib Mu'ayyan: kewajiban yang telah ditentukan dan tidak ada
pilihan lain, misalnya membayar zakat, shalat lima waktu.
2) Wajib Mukhayyar: kewajiban yang objeknya boleh dipilihantara
beberapa alternatif, misalnya kafarat pelanggaran sumpah. 12
2. Nadb/Mandub (Sunah)
Nadb/Mandub (Sunnah) adalah suatu perbuatan yang dituntut oleh
Allah SWT keatas seorang mukallaf dengan tuntutan yang tidak keras
(ghoiru jazim). Siapa yang melakukannya diberi pahala dan yang
meninggalkannya tidak berdosa. Sighat-nya mandub dapat diketahui
dengan lafad-nya seperti kata diSunnahkan/dianjurkan atau sighot amar,
tapi ditemui dalam nash itu tanda yang menunjukkan perintah itu tidak
keras.13 Mandub disebut juga sunnah, nafilah, mustahab, tathawwu’, ihsan,
dan fadilah. Istilah-istilah tersebut menunjukkan pengertian yang sama. 14
Diantara contoh tuntutan sunnah dalam Alquran adalah firman Allah
SWT :
ً ْ ُ ْ َّ ً َ َ َ ُّ َ َ َ َ ْ َّ ْ َ ٰٓ َ َ َّ ً َ َ ْ َّ َ َ َ ْ َّ َ َ
٧٩ ‫ومِ ن الي ِل فتهجد ِب ٖه ن ِافلة لكۖ عسى ان يبعثك ربك مقاما محمودا‬

12
Iwan Hermawan, Ushul Fiqh (Metode Kajian Hukum Islam),Op.Cit, hlm.27
13
Darmawati H, Ushul Fiqih, (Jakarta : Prenadamedia Group, 2019) , hlm. 115
14
Ali Imran, Nurhayati. Fiqh & Ushul Fiqh. (Jakarta : Prenadamedia Group, 2019), hlm.20

10
Artinya : “Pada sebagian malam lakukanlah salat tahajud sebagai (suatu
ibadah) tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu
mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (Q.S. Al-Isra':79)
Ayat tersebut merupakan tuntutan sunnah. Indikasi bahwa shalat
tahajjud adalah amalan sunnah karena didalam ayat tersebut, Allah SWT
menyebut shalat tahajjud itu sebagai nafilah (amal tambahan). Sunah dibagi
menjadi tiga bagian:
a. Sunnah Hadyi yaitu suatu perkara yang diSunnahkan sebagai
penyempurna perbuatan wajib.Orang yang meninggalkannya tidak
dikenai siksa tetapi tercela. contoh adzan, shalat berjamah dan lain-lain.
b. Sunnah Zaidah yaitu perkara yang diSunnahkan untuk mengerjakannya
sebagai sifat terpuji bagi mukallaf, karena mengikuti Nabi sebagai
manusia biasa. seperti makan, minum, tidur,dan lain-lain.
c. Sunnah Nafal yaitu perkara yang diSunnahkan karena sebagai
pelengkap perkara wajib. Bagi yang mengerjakannya mendapat pahala
dan yang meninggalkannya tidak disiksa/dicela. Contoh: shalat sunnah.
3. Ibaha (Mubah)
Kata mubah berasal dari fi’il madhi abaha dengan arti menjelaskan
dan memberitahukan. Kadang-kadang muncul dengan arti melepaskan dan
mengizinkan. Dalam istilah hukum, mubah ialah sesuatu yang diberi
kemungkinan oleh pembuat hukum untuk memilih antara memperbuat dan
meningggalkan. Ia boleh melakukan atau tidak. Dalam hal ini, seorang
mukalaf boleh memperbuat atau tidak memperbuat. Tidak berdosa orang
yang memperbuat dan tidak berdosa pula orang yang meninggalkan.
Umpamanya makan, minum, dan bermain.
Mubah adalah hukum yang memperbolehkan seseorang untuk
melakukan atau meninggalkan sesuatu dimana tidak ada dosa dan pahala
atas melakukan atau meninggalkannya. Misal perbuatan yang mubah
banyak sekali, misalnya memakai pakaian berwarna biru, memakai gelas

11
kaca, pakaian bagus, makanan yang lezat dan sebagainya. 15 Contohnya di
dalam Q.S Al-Maidah : 2 :

ْ َ ْ ُ َْ َ َ َ
ْ‫اص َط ُادوا‬ ‫واِ ذا حللتم ف‬

Artinya : “Dan Apabila kamu telah bertahalul (menyelesaikan ihram),


berburulah (jika mau).” (Q.S. Al-Ma'idah:2)
Pembagian mubah dibagi menjadi tiga macam:
a. Yang diterangkan syara’ tentang kebolehannya memilih antara
memperbuat atau tidak.
b. Tidak diterangkan kebolehannya namun syara’ memberitahukan bahwa
syara’ memberikan kelonggaran bagi yang melakukannya.
c. Tidak diterangkan sama sekali baik boleh mengerjakan atau
meninggalkan yang seperti ini kembali ke baroitul asliyah. 16
4. Karaha/Makruh
Makruh secara bahasa berarti sesuatu yang dibenci. Dalam istilah
ulama ushul, makruh ialah sesuatu yang dianjurkan syariat untuk
meninggalkannya, di mana bilamana ditinggalkan akan mendapat pujian
dan apabila dilanggar tidak berdosa. Misalnya, dalam Mazhab Hambali
ditegaskan makruh hukumnya berkumur dan memasukkan air ke hidung
secara berlebihan ketika akan berwudhu di siang hari Ramadhan karena
dikhawatirkan air akan masuk ke rongga kerongkongan dan tertelan.
Contoh dalam QS. al-Māidah [5]: 101:
ُ َ َ ٰ َّ
ْ‫يٰٓ َايُّ َها الذ ْي َن ا َم ُن ْوا َلا َت ْس َٔـ ُل ْوا َع ْن ا ْش َيا َۤء ا ْن ُت ْب َد لكم‬
ِ ِ
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan
kepadamu (niscaya) menyusahkan kamu.” (Q.S. Al-
Ma'idah/5:101)

15
Ibid, hlm.21
16
Darmawati H, Ushul Fiqih, Op.Cit, hlm.117-118

12
Makruh menurut Hanafiyah dibagi dua:
a. Makruh tahriman yaitu perkara yang ditetapkan meninggalkannya
dengan bersumberkan dalil dhanni. Seperti Hadis ahad dan qiyas.
Contoh: memakai perhiasan emas dan sutra asli bagi kaum lelaki yang
diterangkan dalam Hadis ahad dan hukumnya mendapatkan hukuman
bagi yang meninggalkannya.
b. Makruh tanzih yaitu perkara yang dituntut untuk meninggalkannya
dengan tuntutan yang tidak keras. Seperti memakan daging keledai
ahli/jinak dan meminum susunya hukumnya tidak mendapatkan siksa
bagi yang melakukannya.17
5. Tahrim/Haram
Haram secara bahasa berarti sesuatu yang lebih banyak kerusakannya.
Secara terminologi ushul fiqh kata haram berarti sesuatu yang dilarang oleh
Allah dan Rasul-Nya, di mana orang yang melanggarnya dianggap durhaka
dan diancam dengan dosa, dan orang yang meninggalkannya karena
menaati Allah, diberi pahala. Misalnya, larangan berzina sebagaimana
disebutkan dalam surah Al-Israa’ (17): 23.
َ ْ َ َ ْ َُ ً ْ ْ َ ْ َّ ُ ْ َ ََّ َ ٰ َ
‫۞ َوقضى َر ُّبك الا تع ُبد ْ ْٓوا ِال ْٓا ِاَّي ُاه َو ِبال َوا ِلدي ِن ِاح ٰسنا ِاَّما َي ْبلغَّن ِعندك ال ِكَ َر‬

ً َ ً َ َ َّ ْ ُ َ ُ ْ َ َ ُ َ َّ ْ ُ َ َ َ َ ٰ َ َ ُ ُ َ َ
٢٣ ‫احدهمآْ ا ْو ِكل ُهما فلا تقل ل ُهم ْٓا ا ٍف َّولا تن َه ْرهما َوقل ل ُهما ق ْولا ك ِر ْيما‬
Artinya : “Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan
“ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, serta
ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. (Q.S. Al-
Isra'/17:23)18

17
Ibid, hlm. 117
18
Ali Imran, Nurhayati. Fiqh & Ushul Fiqh, Loc.cit hlm.20

13
Haram dibagi dua yaitu:
a. Haram asli karena zatnya yaitu perkara yang diharamkan dari asalnya
atau asli karena zatnya. Karena dapat merusak/berbahaya. Contoh: zina,
mencuri dll.
b. Haram ghoiru zat yaitu perkara yang hukum aslinya itu wajib, Sunnah,
mubah, tapi karena mengerjakannya dibarengi dengan cara atau perkara
haram sehingga hukumya haram. Contoh: shalat memakai dari baju
hasil menggasab dan lain-lain.

14
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum taklifi adalah konsep dalam hukum Islam yang mengacu pada
perintah, larangan, atau pilihan antara melakukan atau meninggalkan suatu
perbuatan. Ini berasal dari kata "taklif," yang artinya "beban" dalam bahasa
Arab. Hukum taklifi dalam Islam merupakan konsep yang esensial dalam
menentukan perintah, larangan, dan pilihan dalam berbagai perbuatan. Ini
adalah dasar dari semua hukum syariah Islam dan mengatur cara individu yang
bertanggung jawab bertindak dalam berbagai situasi. Hukum taklifi terbagi
menjadi lima bentuk, yaitu Ijab (Wajib), Nadb/Mandub (Sunah), Ibaha
(Mubah), Karaha/Makruh, dan Tahrim/Haram, masing-masing dengan
karakteristik dan implikasi yang berbeda. Pemahaman tentang hukum taklifi
sangat penting bagi umat Muslim karena memberikan pedoman yang jelas
tentang tindakan yang harus diambil, tindakan yang dianjurkan, tindakan yang
diperbolehkan, tindakan yang sebaiknya dihindari, dan tindakan yang harus
dihindari dengan tegas dalam rangka mencapai ketaatan terhadap Allah dan
menjauhi dosa.
Dengan pemahaman yang mendalam tentang hukum taklifi, umat Muslim
dapat mengambil keputusan yang sesuai dengan ajaran agama dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Ini mencakup pelaksanaan kewajiban seperti
shalat dan zakat, tindakan sunah yang dianjurkan, pemahaman tentang tindakan
yang diperbolehkan secara bebas, penghindaran dari tindakan yang sebaiknya
dihindari, dan penegasan untuk menjauhi tindakan yang diharamkan. Dengan
demikian, pemahaman ini membantu umat Muslim dalam menjalani kehidupan
yang sesuai dengan nilai-nilai agama mereka dan dalam menjalani perjalanan
menuju ketaatan dan keberkahan dalam hidup mereka.

15
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis telah berusaha menggali secara rinci
pembahasan mengenai “Konsep Hukum Taklifi”.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu,
penulis menyarankan kepada para pembaca untuk dapat mencari referensi lain,
selain dapat melengkapi dan memperbaiki kekurangan dalam penulisan
makalah ini, para pembaca juga dapat memperoleh pengetahuan yang lebih
dalam mengenai pembahasan ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Muhaisin B Syarbani. (2021). "Fiqih dan Ushul Fiqih." Medan: FEBI UIN-
SU Press.

Ali Imran, Nurhayati. (2019). "Fiqh & Ushul Fiqh." Jakarta: Prenadamedia Group.

Asep Maulana Rohimat. (2021). "Ushul Fiqh Kontemporer." Yogyakarta: Lintang


Pustaka Utama.

Darmawati H. (2019). "Ushul Fiqih." Jakarta: Prenadamedia Group.

Isnu Cut Ali. (2021). "Hukum, Hakim, Mahkum Fih Dan Mahkum ‘Alaih (Studi
Pemahaman Dasar Ilmu Hukum Islam)." Al-Madaris, Vol. 2 No. 1.

Iwan Hermawan. (2019). "Ushul Fiqh (Metode Kajian Hukum Islam)." Bandung:
Hidayatul Qur’an.

Moh. Bahrudin. (2019). "Ilmu Ushul Fiqh." Lampung: Aura.

Rusdaya Basri. (2019). "Ushul Fikih I." Parepare: Nusantara Press.

Wahbah al-Zuhaili. (٦٠٤١ ‫ هى‬/ ٦٨٩١ ‫)م‬. "Ushul al-Fiqh al-Islami, Juz I, cet. ke-16."
Damaskus: Dar al-Fikr.

17
LAMPIRAN

18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Anda mungkin juga menyukai