NIM : 201210192
Nilai : 93 (A+)
Soal :
Jawaban:
ْق ْال َكفَ ُن قَبْل ال َّد ْف ِن َأو ُ ق ْالفُقَهَا ُء َعلَى َأنَّهُ لَوْ ُكفِّنَ ْال َمي
َ ِّت فَس ُِر َ َ اتَّف:ين ْال َميِّت
ِ ِِإعَا َدةُ تَ ْكف
َ ِأل َّن ْال ِعلَّة،ت ْال َمال ِ بَ ْع َدهُ ُكفِّنَ َكفَنًا ثَانِيًا ِم ْن َمالِ ِه َأوْ ِم ْن َمال َم ْن َعلَ ْي ِه نَفَقَتُهُ َأوْ ِم ْن بَ ْي
فِي ْال َم َّر ِة اْألولَى ْال َحا َجةُ َو ِه َي َموْ جُو َدةٌ فِي ْال َحالَ ِة الثَّانِيَ ِة
Artinya:
Mengulang mengafani mayit; Ulama fiqih sepakat bahwa jika jenazah
sudah dikafani, lalu kain kafannya dicuri sebelum dikuburkan atau setelah
dikuburkan, maka jenazah tersebut harus dikafani lagi, baik dari hartanya
jenazah, dari hartanya orang yang wajib menanggung nafkahnya atau dari baitul
mal. Karena alasan mengafani jenazah yang pertama adalah karena kebutuhan,
dan kebutuhan itu tetap ada di kondisi yang kedua.
Begitu juga wajib diganti jika kain kafannya terkena najis yang tidak
dima’fu sebelum jenazah dishalati. Hal ini karena menurut sebagian ulama, jika
ada najis pada kain kafan jenazah, maka shalat atas jenazah tersebut dinilai tidak
sah.
صاَل ةُ َعلَ ْي ِه َّ صحُّ ال ِ َت ن ََجا َسةٌ خَ فِيَّةٌ َأوْ ظَا ِه َرةٌ هَلْ ت
ِ ُِّسِئ َل َع َّما لَوْ َكانَ فِي َكفَ ِن ْال َمي
ت َوفِي َكفَنِ ِه نَ َجا َسةٌ َغ ْي ُر َم ْعفُ ٍّو ِ ِّصاَل ةُ َعلَى ْال َمي
َّ صحُّ ال ِ َاب بَِأنَّهُ اَل ت
َ فََأ َج.. َم َعهَا َأ ْم اَل ؟
َّ َع ْنهَا ظَا ِه َرةٌ َأوْ خَ فِيَّةٌ َويُ ْشتَ َرطُ فِي ْال َكفَ ِن طَهَا َرتُهُ إلَى ا ْنتِهَا ِء ال
صاَل ِة َعلَ ْي ِه
Artinya:
NIM : 201210186
Nilai : 90 (A+)
Soal :
Bagaimana cara pengurusan jenazah yang jika terkena letusan bom, jika
mayatnya berhamburan?
Jawaban:
__________________________________________________________________
NIM : 201210197
Nilai : 90 (A+)
Soal :
Bolehkan menunda penguburan jenazah hanya karna sekadar menunggu
keluarga dari jauh? Bukannya penguburan jenazah harus dilakukan sesegera
mungkin!
Jawaban:
Jadi tidak boleh kalau menunda untuk penguburan jenazah, karena lebih
cepat lebih baik, tapi tergantung keluarga yang di tinggalkan mereka setuju atau
tidak jika menunda pemakaman jenazah. Soalnya tetangga saya ada yang
menunda untuk pemakaman jenazah karna menunggu anaknya pulang, tapi itu
dalam jangka waktu 2 jam, dan yg saya tau batas waktu menunda pemakaman
hanya 1-2 jam saja, jika lebih maka tidak dibolehkan
__________________________________________________________________
NIM : 201172385
Nilai : 95 (A+)
Soal :
Sabda Rasulullah SAW yang artinya "Dan sesungguhnya bila Allah SWT
mencintai suatu kaum, dicobanya dengan berbagai cobaan. Siapa yang ridha
menerimanya, maka dia akan memperoleh keridhoan Allah. Dan barang siapa
yang murka (tidak ridha) dia akan memperoleh kemurkaan Allah SWT" (H.R.
Ibnu Majah dan At Turmudzi).
Sakit juga dapat dipandang sebagai peringatan dari Allah SWT untuk
mengingatkan segala dosa-dosa akibat perbuatan jahat yang dilakukannya selama
hidupnya. Pada kondisi sakit, kebanyakan manusia baru mengingat dosa-dosa dari
perbuatan jahatnya dimasa lalu. Dalam kondisi sakit itulah, kebanyakan manusia
baru melakukan taubat dengan cara memohon ampunan kepada Allah SWT dan
berjanji tidak akan mengulangi perbuatan jahatnya di kemudian hari.
Kondisi sehat dan kondisi sakit adalah dua kondisi yang senantiasa dialami
oleh setiap manusia. Allah SWT tidak akan menurunkan suatu penyakit apabila
tidak menurunkan juga obatnya, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah ra dari Nabi saw bersabda: َما َأ ْن َز َل هَّللا ُ دَا ًء ِإاَّل َأ ْن َز َل لَهُ ِشفَا ًء - Allah
SWT tidak menurunkan sakit, kecuali juga menurunkan obatnya (HR Bukhari).
Bila dalam kondisi sakit, umat Islam dijanjikan oleh Allah Swt berupa
penghapusan dosa apabila ia bersabar dan berikhtiar untuk menyembuhkan
penyakitnya. Sebagaimana sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim,
"Tidaklah seorang muslim tertimpa derita dari penyakit atau perkara lain kecuali
Allah hapuskan dengannya (dari sakit tersebut) kejelekan-kejelekannya (dosa-
dosanya) sebagaimana pohon menggugurkan daunnya." Sementara bagi Umat
Islam lainnya yang berada dalam kondisi sehat dianjurkan oleh Allah Swt untuk
menjenguk saudara seiman yang menderita sakit.
Apabila orang yang sehat minta didoakan dari orang yang sakit, maka
Allah Swt berjanji akan mengabulkannya. Hal ini diriwayatkan Asy-Suyuti, "Jika
kamu menjenguk orang sakit, mintalah kepadanya agar berdoa kepada Allah
untukmu, karena doa orang yang sakit seperti doa para malaikat." Dengan
demikian, kedudukan orang yang menderita sakit bukanlah orang yang hina,
malah memiliki kedudukan yang mulia.
Simak hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari "Tidak ada yang yang
menimpa seorang muslim kepenatan, sakit yang berkesinambungan (kronis),
kebimbangan, kesedihan, penderitaan, kesusahan, sampai pun duri yang ia
tertusuk karenanya, kecuali dengan itu Allah menghapus dosanya." Menurut
Aswadi Syuhadak dalam sebuah tulisannya berjudul "Sakit versus Kesembuhan
Dalam Islam", kata maradl (Sakit) dan syifa' (Sembuh) dalam QS. Al-Syu`ara'
ِ ِفž و يَ ْشž
[26/47]: 80 ين ُ žض
َ žُت فَه ْ وَِإ َذا َم ِرyang artinya, "apabila aku sakit, Dialah Yang
menyembuhkan aku", dikaitkan dengan manusia, sedangkan syifa' (kesembuhan)
diberikan pada manusia dengan disandarkan pada Allah swt.
Lebih lanjut merujuk pada catatan Ibnu Faris, maradl merupakan bentuk
kata yang berakar dari huruf-huruf m-r-dl ( ض- ر- )مyang makna dasarnya berarti
sakit atau segala sesuatu yang mengakibatkan manusia melampaui batas
kewajaran dan mengantar kepada terganggunya fisik, mental bahkan tidak
sempurnanya amal atau karya seseorang atau bila kebutuhannya telah sampai pada
tingkat kesulitan.
Terlampauinya batas kewajaran tersebut dapat berbentuk ke arah
berlebihan yang disebut boros, sombong maupun takabbur; dan dapat pula ke arah
kekurangan yang disebut kikir, bodoh, dungu dan kolot. oleh karenanya maradl
juga dapat dikatakan sebagai hilangnya suatu keseimbangan bagi manusia.
Kata syifa' itu sendiri adalah berakar dari huruf-huruf ي- ف- شdengan
pola perubahannya فاءžž ش-فيžž يش-فىžž( شsyafa-yasyfi-syifa') yang menurut catatan
ibnu Mandhur berarti obat yang terkenal, yaitu obat yang dapat menyembuhkan
penyakit Ibnu Faris bahkan menegaskan bahwa term ini dikatakan syifa' karena ia
telah mengalahkan penyakit dan menyembuhkannya. Sejalan dengan pengertian
ini, al-Raghib al-Ashfahani justru mengidentikkan term syifa' min al-maradl
(sembuh dari penyakit) dengan syifa' al-salamah (obat keselamatan) yang pada
perkembangan selanjutnya term ini digunakan sebagai nama dalam penyembuhan,
baik mabarrat, klinik maupun rumah sakit.